Minggu, 28 Juli 2013

Ramadhan Halo Fit Night Run

Sometimes it's hard to keep on running
We work so much to keep it going
Don't make me want to give up 
Running – No Doubt


Setelah mengikuti Halo Fit Run Bandung dan sukses mencapai garis finish, saya mendapat notifikasi (via e-mail) untuk mengikuti gelaran serupa bertajuk Ramadhan Halo Fit Night Run. Kurang lebih 1300 pelari mengikuti road race malam hari ini. Halo Fit Night Run kali ini bertepatan dengan bulan Ramadhan. Start dimulai pukul 23.00 dimana Transjakarta sebagai pemilik jalur busway sudah menghentikan kegiatan operasinya.

Rute Lari Halo Fit Night Run 5K

Berlari dan Berbagi masih menjadi kredo Halo Fit Night Run. Berbeda dengan event sebelumnya dimana charity berbentuk sepasang sepatu sekolah, event Night Runkali  ini merupakan charity dimana setiap pelari menyumbang satu kotak nasi untuk setiap kilometer jarak yang ditempuh. Acara ini turut didukung pula oleh Garuda Finishers dan Yayasan Tunggadewi.

Garuda Finishers adalah komunitas pelari yang dibentuk oleh Mayor Inf. Agus Harimurti Yudhoyono, yang turut berpartisipasi sebagai salah satu komunitas lari yang memadukan para pelari sipil dan militer di tanah air. Sedangkan, Yayasan Tunggadewi adalah sebuah yayasan yang bergerak di bidang sosial yang dimotori oleh Annisa Larasati Pohan. Partisipasi Yayasan Tunggadewi dalam kegiatan kali ini merupakan kontribusi untuk berbagi dengan sesama, dengan membantu mendistribusikan 10.000 nasi kotak ke berbagai panti asuhan di wilayah Jabodetabek.

My First Night Run

Pre-Run Gigs, full of kit. Courtesy: Aji's BB

Saya bersyukur karena Jakarta memiliki jalur busway. Selain memang diperuntukkan bagi bis Transjakarta, jalur ini juga bermanfaat untuk dijadikan trek lari. Selama ini , saya melintasi jalur busway pulang-pergi kantor dengan Transjakarta tanpa pernah berpikir sekalipun tentang bagaimana rasanya berlari di jalur busway. Saya bersyukur (lagi) bahwa kesempatan itu akhirnya datang juga di Halo Fit Night Run ini. 


Night Run ini adalah satu tantangan tersendiri untuk saya, si pelari dadakan yang rajin latihan lari keliling seperempat wilayah kelurahan. Saya tidak hanya dituntut untuk mencapai garis finish lalu meraih medali saja. Pada lomba lari ini, saya harus membuktikan bahwa saya cukup fit untuk berlari sepanjang 5 KM dan memecahkan catatan waktu Halo Fit Run Bandung. Selain itu, berlari pada malam hari punya karakteristik yang berbeda dibandingkan morning run yang selalu saya lakukan setiap akhir pekan. Udara malam Jakarta tentu membawa segenap perasaan lain sehingga saya harus berusaha lebih keras dalam mempersiapkan diri untuk lari malam pertama saya.

Happy Runner at his first Night Run
Pada postingan sebelumnya tentang Halo Fit Run Bandung, saya menulis 3 alasan yang cukup esensial untuk mengikuti event lari itu yaitu Samsung Fun Run 5,7K 2002, Paninggilan Morning Run, dan Tes Kebugaran Fisik di Lakespra Mabes AU. Kini, selain alasan untuk menjaga kebugaran selama sisa hari bulan Ramadhan, saya pun menambahkan alasan ke-4 yang memotivasi untuk mencapai garis finish Halo Fit Night Run:

4. Memecahkan catatan waktu atas nama sendiri di Halo Fit Run Bandung 5K: 27 menit 28 detik.

Berangkat dari hal itu, saya terus memacu langkah. Minimal, tidak berhenti berlari sebelum tawaf di Bunderan HI. Peralatan lari yang saya gunakan terhitung masih sama seperti Halo Fit Run Bandung, kecuali Capdase Armband dan Reebok headband yang sengaja dibeli untuk event Night Run ini. Saya masih mengenakan sepatu Reebok Speedstep IV, Reebok wristband, dan kaus kaki Converse low. 
 
Afterfinish bersama Annisa Larasati Pohan, penggiat Yayasan Tunggadewi

Sebelum berlari di Night Run ini, saya pernah berjalan kaki dari kantor (Medan Merdeka Barat 8) ke Grand Indonesia dan memakan waktu 30 menit. Sehingga bertambah kuatlah alasan bagi saya untuk finish dengan waktu minimal 27 menit. Saya terus berlari walaupun kelelahan mulai mendera di KM 4 menjelang shelter busway Sarinah dan saya sempat berjalan kaki beberapa kali. Saya harus terus memacu karena tidak punya banyak waktu. Apalagi jam sudah menunjukkan 23.46 Waktu Iphone Bagian Barat, dan waktu saya hanya tinggal 8 menit untuk mencapai garis finish.


Menjelang garis finish, saya membayangkan diri saya sebagai Ricardo Kaka yang melakukan sprint sebelum mencetak gol ke gawang MU di semifinal Liga Champions 2006-2007. Walaupun dengan nafas hah-heh-hoh, saya berhasil finish. Saya berharap medali yang saya terima semalam adalah sebuah pembuktian lain bagi sebuah alasan. Bahwa apa yang saya lakukan tidaklah terlalu salah.

Official Timing Result



Note: 3 minutes ahead from previous Halo Fit Run Bandung 5K.


Paninggilan, 28 Juli 2013.

Disclaimer: all trademarks mentioned in this post are belong to their respective owners.

Senin, 22 Juli 2013

Kitab Komik Sufi

Sufisme atau tasawuf adalah satu jalan penyucian jiwa berdasarkan ajaran Islam, yang mengutamakan kecintaan pada Allah SWT, kasih sayang, dan toleransi. Tasawuf sendiri sebagai jalan menuju sufisme seringkali dianggap sebagai hal yang sulit untuk dicapai. Sufisme dikaitkan dengan penyucian jiwa dan pengabdian seutuhnya kepada Allah SWT. Dengan konsekuensi, pencapaian tersebut harus meninggalkan segala hal yang berbau duniawi.


Kitab Komik Sufi ini berisi kumpulan kisah penuh hikmah dalam tradisi sufi. Sebagian bersumber dari beberapa kitab sufi klasik seperti Ihya Ulumuddin karya Al-Ghazali dan Tadzkirat al-Auliya karya Fariduddin Atthar. Lainnya, adalah hikayat yang disampaikan turun temurun sejak zaman umat terdahulu sampai sekarang.

Kisah-kisah sufi tersebut disajikan dalam bentuk komik yang menghibur pembaca. Tentunya, tanpa mengurangi tujuan aslinya, yaitu untuk menyampaikan pesan kebijaksanaan. Konsep-konsep dasar sufisme seperti kebersihan hati, kasih sayang, dan toleransi, hadir sebagai nilai-nilai universal yang dapat diterima oleh setiap kalangan dari berbagai latar belakang etnis, bangsa, bahkan agama. Hal ini didukung oleh pengalaman penulisnya sendiri sebagai pengikut/jamaah satu tarekat asal Maroko ketika menempuh pendidikan di Ecole D'art Maryse Eloy Paris, Prancis.

Cerita dalam komik ini menampilkan kisah hikmah dari seorang Syaikh dan muridnya, riwayat para Darwis (sufi pengelana), juga permasalahan sehari-hari yang biasa dihadapi manusia. Ada yang lucu, ada yang seru, bahkan ada beberapa ironi, semuanya mengetuk pintu kesadaran kita dalam menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah SWT.


Sepintas, buku ini mirip dengan kumpulan kisah hikmah dari Nasruddin Hoja. Komik yang habis dibaca sekali duduk ini menampilkan wajah sufisme sebagai subjek yang tidak selalu serius dan berat untuk dipahami. Melalui kisah-kisah didalamnya, kita tidak hanya diajari hakikat kebenaran dimana yang ini benar dan yang itu salah. Tetapi, lebih jauh dari itu setiap kisah akan membawa kita pada perenungan untuk berkaca dan mengambil jarak sejenak dengan diri kita. Sementara, pada kisah-kisah lainnya, pembaca senantiasa diingatkan untuk selalu memiliki hati yang sibuk kepada Allah SWT tanpa harus meninggalkan hal keduniawian seutuhnya.

Judul         : Kitab Komik Sufi: Kumpulan Kisah Sufi dalam Komik
Penulis      : Ibod (Bayu Priyambodo)
Penerbit     : Penerbit Muara
Tahun        : 2013
Tebal         : 152 hal.
Genre        : Komik – Agama Islam


Pharmindo, 22 Juli 2013.

Minggu, 21 Juli 2013

This is Indonesia!: LIVERPOOL FC ASIA TOUR 2013



Awalnya

Final FA Cup 1996. Courtesy: belfasttelegraph.co.uk

Saya sudah lupa kapan saya mulai mencintai Liverpool FC. Kalaupun mengira-ngira, barangkali medio 90-an. Yang jelas, saat itu saya sangat kecewa ketika Liverpool dikalahkan Manchester United di Final Piala FA tahun 1996 di Webley. Gol yang dibuat Eric Cantona pada menit ke-85 membuyarkan impian Liverpudlians untuk menikmati titel FA Cup ke-6.

Pertandingan ini juga menandai comeback Eric Cantona ke Premier League usai menjalani skorsing 7 bulan akibat insiden ‘tendangan kungfu’. Saya sungguh menikmati Liverpool dekade 90-an. Liverpool masih punya Robbie Fowler (my childhood hero), Stan Collymore, winger Steve McManaman, John Barnes, David James, dan Jason McAteer, yang kemudian diteruskan oleh generasi Gerrard-Owen-Carragher.

Final UEFA Champions League 2005 Istanbul

Dilema mulai melanda ketika Final Liga Champions 2005, dimana Liverpool menghadapi AC Milan. Keduanya adalah tim favorit saya. Satu di Inggris, satu lagi di Italia. Saya sungguh tidak bisa memprediksi siapa yang akan jadi juara. Namun, tetap hati kecil berkata bahwa melihat performa Liverpool hingga ke final di Istanbul tidak menutup kemungkinan mereka bisa meraih trofi Liga Champions ke-5 mereka. Walau tetap saja perang batin tidak bisa dihindari.

Milan berhasil unggul 3-0 sepanjang babak pertama melalui gol cepat Paolo Maldini dan dua gol Hernan Crespo. Saya mengira final ini sudah berakhir untuk kemenangan AC Milan. Ternyata, Liverpool berhasil bangkit memanfaatkan permainan Milan yang mulai mengendur. 3 gol dalam 6 menit dari Gerrard, Smicer, dan Alonso, adalah pembuktian bahwa Gerrard cs masih belum menyerah hingga memaksa Milan bermain drama adu penalti. Penampilan gemilang Jerzy Dudek turut mewarnai sejarah Liverpool yang berhasil meraih titel kasta tertinggi di Eropa yang ke-5.

Maka dari itu, ketika tiket pertandingan pra-musim sudah dirilis, saya segera membeli. Ditambah bonus sempat bertemu dengan Robbie Fowler di Senayan City (Kamis, 18 Juli 2013) yang akan mengisi sebuah acara di gerai sports equipment. Sayang, saya tidak mendapat kesempatan foto bersama.

Liverpool FC Indonesia Tour 2013

Brendan Rodgers saat Konferensi Pers resmi

Kabar tentang kedatangan Liverpool ke Indonesia sudah berhembus saat penandatanganan kontrak kerjasama sponsorship antara Garuda Indonesia dengan Liverpool FC. Asumsi bahwa Liverpool akan benar-benar menjejakkan kakinya di Bumi Pertiwi tidak bisa dihindari. Banyak yang berharap bahwa Liverpool suatu saat akan singgah di Indonesia untuk tur pra-musim. Hingga kabar itu benar-benar menjadi kenyataan usai musim 2012-2013 berakhir.

Kedatangan Liverpool FC di Bandara Halim Perdanakusuma (17 Juli 2013)

Liverpool menjadikan Jakarta sebagai tujuan tur pra-musim mereka, bersama Melbourne dan Bangkok. Perlu dicatat bahwa kedatangan mereka ke Indonesia tanpa undangan atau dukungan promotor. Liverpool menilai bahwa Indonesia merupakan satu basis suporter terbesar di Asia Tenggara. Data kasar facebook, dari 12 juta orang yang ‘like’ Liverpool FC di seluruh dunia, 1,2 juta ‘like’ berasal dari Indonesia. Sedikit jauh diatas Inggris sendiri yang hanya 1,17 juta. Data itu belum termasuk data ‘real’ yang menurut Ketua Urusan Komersial Liverpool FC Billy Hogan mencapai 5,5 juta orang (harian Kompas, 20 Juli 2013).

Fans menyambut kedatangan Liverpool FC.

Antusiasme fans menjadi energi tersendiri bagi Liverpool untuk mendekati basis komunitas pendukungnya di Indonesia. Liverpudlians Indonesia menyumbang 16 persen dari jumlah fans Liverpool sedunia. Oleh karena itu, mereka memilih langsung Indonesia sebagai tujuan tur pra-musim. Lengkap dengan seluruh pemain utama, minus Luis Suarez dan Pepe Reina yang masih menjalani libur pasca Piala Konfederasi. 

Tour and Charity, together.


Coaching Clinic di satu sekolah di Jakarta

Tidak hanya itu, keberadaan Liverpool di Indonesia lebih lama dibandingkan dengan Arsenal. Beberapa acara yang digelar Liverpool FC Foundation turut memeriahkan tur pra-musim mereka di Jakarta. Coaching clinic digelar di beberapa sekolah hingga buka puasa bersama anak-anak yatim pun dijalani. Selain staf coach dari Liverpool FC Foundation, turut hadir pula Robbie Fowler, Ian Rush, dan Dietmar 'Didi' Hamann. Yang berkesan, salah satu coaching clinic diberikan kepada Special Olympic Indonesia (SO-Ina). Hal ini tentu sangat berkontribusi bagi community relations yang turut dibangun dan menjadi satu paket dengan tur pra-musim ini.

Indonesia XI VS Liverpool FC

Pengalaman bermain melawan Arsenal minggu sebelumnya membuat Indonesia XI harus bekerja ekstra melawan Liverpool. Berbagai evaluasi tentu sudah diterapkan agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Secara umum, tidak banyak yang berubah dari komposisi pemain asuhan Jacksen F Tiago. 

Starter Liverpool FC
Starting XI Liverpool: 22 Mignolet; 2 Johnson, 5 Agger, 4 Toure, 3 Enrique; 21 Lucas, 8 Gerrard, 6 Alberto, 19 Downing; 10 Coutinho, 9 Aspas

Cadangan: 1 Jones, 11 Assaidi, 14 Henderson, 31 Spearing, 24 Allen, 29 Borini, 31 Sterling, 34 Kelly, 37 Skrtel, 38 Flano, 47 Wisdom, 49 Robinson, 33 Ibe

Starter Indonesia XI
Starting Indonesia XI: Kurnia Meiga, Ruben Sanadi, Igbonefo, M. Roby, Hasyim Kipuw, Taufik, Bustomi, Maitimo, Mofu, Van Dijk, Titus Bonai

Cadangan: I Made Wirawan, Dian Agus, Ramadhan, Fachruddin, Yustinus Pae, Boaz Solossa, Bayu Gatra, Pellu, Ahmad Juprianto, Ferdinand Sinaga

Tidak seperti ketika melawan Belanda, Indonesia XI kali ini mengenakan seragam merah sedangkan Liverpool mengenakan seragam ketiga mereka untuk musim ini.


Liverpool berhasil unggul di menit 10 dengan gol dari Coutinho. Sementara, Indonesia XI masih bisa menekan pertahanan Liverpool dengan beberapa peluang dari tendangan bebas maupun tendangan sudut. Hingga babak pertama usai, kedudukan masih 1-0.

Memasuki babak kedua, Liverpool dan Indonesia XI mulai melakukan pergantian pemain. Demi menjaga kebugaran pemain, Liverpool mengganti semua pemain kecuali kiper Simon Mignolet. Kedua tim masih berusaha saling menyerang. Indonesia XI berhasil menekan beberapa kali dan beberapa peluang tercipta. Liverpool pun demikian, namun baru menit 87 Sterling berhasil membuat gol memanfaatkan kerjasama dengan Assaidi. Hingga peluit panjang dibunyikan, skor 2-0 untuk keunggulan Liverpool.



Sepanjang pertandingan, Liverpudlians tak henti-hentinya menyorakkan chants kebanggaan dan lagu wajib ‘You’ll Never Walk Alone’. Pun, mereka ikut bersorak bagi Indonesia XI. Tidak ada batas antara fanatisme dan nasionalisme yang kadang dimaknai dengan sempit. Malam itu adalah malam persahabatan Liverpool dan Indonesia. 



Gelora Bung Karno penuh dengan spanduk dan bendera dari Liverpudlians seantero Indonesia. Atmosfer The Reds begitu terasa. Namun, satu yang membuat noda adalah spanduk yang bertuliskan “We’ll never forget your brutality in Heysel 1985”. Entah siapa yang membuat, keterlibatan oknum-oknum tertentu tidak bisa dipastikan. Yang jelas, mereka pulang dengan spanduk itu di pertengahan babak pertama diiringi gemuruh penonton. Hal itu tidak lantas mengurangi kegembiraan Liverpudlians. Suporter sepakbola Indonesia harus lebih belajar untuk saling menghargai satu sama lain untuk mewujudkan sepakbola prestasi.

Aftermatch


Tidak seperti laga ekshibisi sebelumnya, usai pertandingan para pemain disambut dengan pengalungan medali layaknya akhir laga Final Liga Champions sebagai tanda penghormatan dan penghargaan atas partisipasi. Kemudian, kapten Liverpool, Steven Gerrard menerima Standard Chartered Cup mewakili pemenang laga ekshibisi. Hal ini merupakan hiburan tersendiri bagi penonton usai disuguhi laga 90 menit. 


Gemuruh kembali bergema di seantero Gelora Bung Karno ketika Steven Gerrard memimpin skuad Liverpool diikuti skuad Indonesia XI melakukan walkaround ovation ke arah penonton. Sungguh suatu penghormatan yang sangat berkesan bagi fans Liverpool se-Indonesia. Saya pun hampir menitikkan air mata melihat Melwood Players melambai ke arah penonton. Liverpool, this night will still unforgettable to us!


Dikutip dari akun twitter @OfficialLFC_ID , Brendan Rodgers mengapresiasi dukungan Liverpudlians Indonesia yang diakui sama berisiknya dengan pada Scouser.


Pada kartun Minggu pagi di Harian Kompas, dimuat soal pertandingan Liverpool VS Indonesia XI. Masalahnya, adalah bukan soal nasionalisme yang kadang dimaknai sempit, tetapi sepakbola adalah soal universalisme.


Kartun ini juga mengingatkan saya pada Mice yang memang seorang Liverpudlian. Lebih lengkap bisa dibaca disini



Epilog

Saya bangga dan turut gembira karena bisa menjadi bagian dari sejarah kedatangan Liverpool FC pertama kali di Indonesia. Sebuah catatan dalam sejarah persepakbolaan Indonesia. Tidak menutup kemungkinan bahwa Liverpool akan kembali mengunjungi Indonesia. Tentunya, saya sangat berharap momen itu akan tiba. 


Bagaimanapun, sepakbola adalah bagian kecil dari fragmen-fragmen kehidupan. Sepakbola adalah bukan soal kalah-menang, skor, perbedaan warna, dan jumlah trofi, lebih dari itu sepakbola adalah jalan menemukan kembali hakikat kemanusiaan.


Paninggilan, 21 Juli 2013.

Note: all trademarks mentioned in this post belong to their respective owners.

Minggu, 14 Juli 2013

Puasa dan Kesenangan

Cak Nun bersama anak-anak di #MaiyahMalang. Courtesy: @maiyahan

Puasa adalah sebuah metode dan disiplin agar engkau melatih diri untuk melakukan apa yang pada dasarnya engkau senangi. Cobalah ulangi pandang dirimu di cermin dan tataplah segala sesuatu di rumahmu: betapa kebanyakan dari kenyataan hidupmu itu “bersifat hari raya”, yaitu memenuhi kesenangan.

Adapun, puasa melatihmu untuk bermental pejuang. Pada dasarnya, engkau tidak senang lapar. Engkau pada dasarnya secara alamiah menyenangi kenyang, makan, dan minum, tapi engkau tidak diperkenankan menikmatinya dari subuh hingga magrib.

Karena apa? Pertama, karena dalam hidup ini ada yang lebih sejati sebagai nilai dibanding senang atau tidak senang. Ialah baik dan harus atau wajib. Engkau melakukan sesuatu tidak terutama karena engkau senang, tetapi karena hal itu baik, sehingga wajib engkau lakukan. Jadi, kedewasaan dan kemataangan kepribadian dalam Islam adalah kesanggupan untuk menjalani hidup ini tidak terutama berdasarkan senang atau tidak senang, tetapi berdasarkan baik atau tidak baik, wajib atau tidak wajib.

Kedua, karena engkau adalah khalifatullah, karena engkau adalah makhluk sosial, maka yang dibutuhkan darimu terutama adalah daya juang untuk sesama manusia. Apakah engkau senang membagi-bagikan uang hasil jerih payah kerjamu? Apakah engkau senang menolong orang lain yang menderita dan memerlukan pengorbananmu? Apakah engkau senang membela orang-orang tertindas.

Kalau kesiapanmu hanyalah menuruti kesenangan, maka kewajiban-kewajiban sosial semacam itu akan sangat sedikit yang bisa engkau lakukan, sehingga di mata Allah, derajatmu tidak tinggi. Sebab, sebaik-baik manusia ialah yang bermanfaat bagi orang lain.

Maka, itulah manfaat puasa. Melatihmu untuk menjadi manusia yang mampu menaklukkan kesenangannya. Mampu lebih besar dan mengatasi kesenangannya. Mampu minum jamu pahit yang tidak enak. Mampu lapar dan haus. Mampu mengorbankan kesenangannya demi kewajiban dari Allah dan kebaikan bagi sesama manusia. Syukur kalau engkau memproses batinmu sedemikian rupa sehingga kesenangan dan kewajiban atau kebaikan bisa menyatu.

(dikutip dari tulisan “Puasa dan Kesenangan” , dalam buku ‘Tuhan Pun Berpuasa’, Emha Ainun Nadjib, Penerbit Buku Kompas, Juni 2012. Hal. 15-16)

Paninggilan, 14 Juli 2013.

Kamis, 11 Juli 2013

Revolusi Puasa Melampiaskan dan Mengendalikan

Menyambut Ramadhan 1434 H, semoga tulisan Emha Ainun Nadjib yang dikutip dalam blog ini, mampu menjadi pengingat bagi kita untuk selalu istiqomah dalam mengawali dan meniatkan ibadah shaum yang akan dijalani sebulan penuh ini.  Insya Allah.


Cak Nun memimpin forum Bangbang Wetan. courtesy: @caknundotcom

Berbeda dengan shalat dan zakat, ibadah puasa bersifat lebih ‘revolusioner’, radikal, dan frontal. Pada orang shalat, dunia dibelakanginya. Pada orang berzakat, dunia di sisinya, tetapi sebagian ia pilah untuk di-‘buang’. Sementara pada orang berpuasa, dunia ada dihadapannya, tetapi tak boleh dikenyamnya.

Orang berpuasa disuruh langsung berpakaian ketiadaan: tidak makan, tidak minum, dan lain sebagainya. Orang berpuasa diharuskan bersikap ‘tidak’ kepada isi pokok dunia yang berposisi ‘ya’ dalam substansi manusia hidup. Orang berpuasa tidak menggerakkan tangan untuk mengambil dan memakan sesuatu yang disenangi; dan itu adalah perang frontal terhadap sesuatu yang sehari-hari merupakan tujuan dan kebutuhan.

Puasa adalah pekerjaan menahan di tengah kebiasaan menumpahkan, atau mengendalikan di tengah tradisi melampiaskan. Pada skala yang besar nanti kita bertemu dengan tesis ini: ekonomi-industri-konsumsi itu mengajak manusia untuk melampiaskan, sementara agama mengajak manusia untuk menahan dan mengendalikan. Keduanya merupakan musuh besar dan akan berperang frontal jika masing-masing menjadi lembaga sejarah yang sama kuat.

Sementara ibadah haji adalah puncak ‘pesta pora’ dan demonstrasi dari suatu sikap dimana dunia disepelekan dan ditinggalkan. Dimana dunia disadari sebagai sekadar seolah-olah megah.

Ibadah tawaf adalah aktualisasi dasar teori inna lillahi wa-inna ilaihi raji’un: suatu perjalanan nonlinier, perjalanan melingkar, perjalanan siklikal, perjalanan yang ‘menuju’ dan ‘kembali’-nya sejarah. Ihram adalah ‘pelecehan’ habis-habisan atas segala pakaian dan hiasan keduniaan yang palsu: status sosial, gengsi budaya, pangkat, pemilikan, kedudukan, kekayaan, atau apa pun saja yang sehari-hari diburu oleh manusia.


(dikutip dari tulisan “Makna Spiritual dan Sosial Puasa” , dalam buku ‘Tuhan Pun Berpuasa’, Emha Ainun Nadjib, Penerbit Buku Kompas, Juni 2012. Hal. XIV-XV)

Pharmindo, 11 Juli 2013.

Rabu, 10 Juli 2013

25 Minutes

Boy I've missed your kisses all the time but this is
Twenty five minutes too late

Sudah jadi ‘ritual’ setiap hari Rabu pagi untuk stay tune di @motion975fm. Kurang lebih sama rasanya dengan selalu sarapan di warung nasi uduk yang sama. Bukan apa-apa, kalau bukan soal rasa mana mau saya datang kembali, over and over. Hal itulah yang membuat ‘ritual’ pagi ini selalu penuh arti *halah. Radioshow #SapaPagi bertajuk #GURIH975 alias ‘Lagu Perih’ yang bertagline: lagu-lagu penuh isi yang membuat kosong selalu sukses membuat Rabu pagi menjadi slowly moving. 


Saya suka radioshow ini karena memutarkan lagu-lagu perih yang hits dan favorit. Contoh, sebut saja ‘Right Here Waiting’, ‘Heaven Knows’, ‘How Do You Heal a Broken Heart’, bahkan ‘Tenda Biru’ sekalipun. I love how memories find a way to be remind as a past glorious moment.
 
Belakangan, saya perhatikan bahwa lagu jagoan dari Michael Learns To Rock yang judulnya “25 Minutes” (siapa sih yang gak kenal ini lagu? *angkatan tua*) selalu masuk playlist. Barangkali, lagu ini adalah lagu kenangan yang punya banyak makna bagi beberapa orang. Sehingga, maklum saja kalau ’25 Minutes’ selalu main setiap Rabu pagi.

Untuk saya, ’25 Minutes’ ini adalah sebuah lagu untuk keterlambatan yang berujung pada penyesalan. Kalau kata Kahitna: “kau datang, mengapa terlambat? Saat aku baru jadi dengannya...”. So, if you love somebody, please tell her your feelings. Don’t wait until the time passed. Don’t wait until she standing in front of the church. 

Once upon a time, i used to feel this way. I can deeply feel how’s the feeling of the poor boy. To see her in front of the church. To hear her crying by saying a note of goodbye. To deeply broken when realized that it was too late to tell her. It happened when I saw her standing in front of the wedding stage. With her man, of course! No other words than “She looks so happy in her wedding dress.” That’s been my facebook status for the day.
 
I can still hear her say... Gimana gak perih coba?

 
25 Minutes

After some time 
I've finally made up my mind
She is the girl and I really want to make her mine
I'm searching everywhere to find her again
To tell her I love her
And I'm sorry 'bout the things I've done

I find her standing in front of the church
The only place in town where I didn't search
She looks so happy in her wedding dress
But she's crying while she's saying this

Boy I've missed your kisses all the time but this is
Twenty five minutes too late
Though you traveled so far boy I'm sorry your are
Twenty five minutes too late

Against the wind I'm going home again
Wishing me back to the time when we were more than friends

But still I see her in front of the church
The only place in town where I didn't search
She looked so happy in her wedding dress
But she cried while she was saying this

Boy I've missed your kisses all the time but this is
Twenty five minutes too late
Though you traveled so far boy I'm sorry your are
Twenty five minutes too late

Out in the streets
Places where hungry hearts have nothing to eat
Inside my head
Still I can hear the words she said

Boy I've missed your kisses all the time but this is
Twenty five minutes too late
Though you traveled so far boy I'm sorry your are
Twenty five minutes too late

I can still hear her say.......



Medan Merdeka Barat, 10 Juli 2013

Sabtu, 06 Juli 2013

The Homecoming of P Project #PprojectReckConcert



Setelah berhasil ikut memeriahkan ulang tahun salah satu radio kondang di Jakarta bulan April lalu, P project kembali menggelar konser di kota kelahiran tercinta, Bandung. Konser yang digelar pada 14 Juni 2013 ini adalah bagian dari rangkaian program kesenian yang rutin ditampilkan di Padepokan Seni Mayang Sunda.


Buat saya pribadi, konser bertajuk #PprojectReckConcert ini masuk kategori MUST SEE. Sama seperti konser Sixpence None The Richer di JavaRockin’land 2013. Jadi, saya mulai getol stalking akun twitter mereka @ProjectPe untuk cari informasi soal tiket pertunjukan. Alih-alih tiket dijual bebas, ternyata konser mereka ini digratiskan bagi 200 penonton pertama. Mengapa? Keterbatasan kapasitas gedung mengharuskan demikian.



i twitpic this @iszur_muach pic and grab the tickets


Beruntung, saya tidak harus buru-buru datang ke gedung pertunjukan. Saya berhasil memenangkan kuis berhadiah dua tiket undangan. It feels like a dream come true. Sepanjang umur saya mengenal P Project sejak masih di bangku SD baru sekarang dapat kesempatan untuk menonton mereka langsung. Semakin lengkap karena saya menonton P Project bersama ‘partner in crime’, seorang sahabat yang juga ‘gila’ soal P Project. We grew up together with their songs!



Konser ini dibuka dengan penampilan kabaret dari SMAN 7 Bandung yang menjadi juara AAP se-Jawa Barat. Ada alasan dibalik mengapa kabaret yang dipilih untuk membuka konser P Project ni. Konon, kabaret lebih dapat diterima oleh masyarakat Jawa Barat dibanding di daerah lain. Anyway, penampilan kabaret malam itu sukses mengundang tawa. Lakon yang dimainkan mengingatkan hadirin soal perjuangan rakyat Jawa Barat melawan Belanda. Penampilan grup kabaret malam itu semakin menghibur karena menyisipkan lagu-lagu yang update. Seperti, When I Was Your Man, Diam-diam Suka, Cinta Sejati (OST Ainun Habibie), Gentleman (PSY), hingga frase ‘Demi Tuhan’ Arya Wiguna yang heboh itu.

Saya dibuat puas sekali lagi dengan penampilan P Project malam itu. Tidak sia-sia rasanya kami menempuh jarak Jakarta-Bandung untuk sebuah romansa atas nama nostalgia masa kecil. Lagu-lagu macam Seperti Melolong (opening song), the legendary Nasib Anak Kost (recycled from That’s How The Love Goes – Janet Jackson), Jip Pak Camat, Cantik Tapi Bau (I Still Believe in You - Vince Gill), Kuingin Jadi Guru (I’ll Make Love To You – Boyz II Men), Bibiku Pergi (We Could Be in Love - Lea Salonga & Brad Kane), Kop dan Heden (Close To Heaven – Color Me Badd), hingga Antrilah di Loket (I Can Love You Like That – All 4 One) dimainkan berurutan. Tak lupa lagu parodi dari “Can You Feel The Love Tonight” (Elton John-OST Lion King) yang belum pernah dirilis dan sebuah penampilan eksepsional dari Joe Cobain dalam lagu Kambing Liar, parodi dari ‘Come As You Are’ Nirvana.

Joe Cobain

Selain menikmati lagu-lagu mereka, saya pun rindu bodoran (guyonan) khas mereka. Berkali-kali P Project bobodoran diatas panggung. Mulai bodoran soal pilkada kota Bandung, menyindir Iyang yang telat datang (maklum, Iyang kini jadi pesinetron kejar tayang untuk sebuah televisi swasta), hingga kelebihan P Project dari NOAH. ‘Biar NOAH punya banyak fans, tapi P Project punya fans setia. Terima kasih.” Begitu kata Joe, yang langsung disambut tepuk tangan dari penonton.



At the end, saya berhasil mengabadikan momen kecil bersama Iszur Muchtar @iszur_muach. Saya juga sempat mengucapkan terima kasih karena fotonya yang diedit dari cover album konser David Foster menjadikan saya pemenang kuis. Thank you for tonigh's delight and wonderful moments.


Paninggilan, 6 Juli 2013.

Senin, 01 Juli 2013

Sixpence None The Richer: After Show Post

This is my call I belong to You,
This is my call to sing the melodies of You.


Menyaksikan penampilan langsung Sixpence None The Richer di panggung JavaRockin’land 2013 adalah mimpi yang jadi kenyataan. From the very first moment to hear their legendary ‘Kiss Me’ until recent single ‘Sooner Than Later’. Saya tidak sendirian. Banyak pengunjung lain yang sudah menantikan penampilan mereka. Terbukti, sejak pukul 21.30 pelataran Rockin’land Stage sudah dipenuhi penonton yang ingin mengulang kembali romantika dalam hits ‘There She Goes’ dan ‘Kiss Me’.

Usai Suicidal Tendencies sukses menggebrak malam minggu di Javarockin’land, Sixpence None The Richer memulai pertunjukan mereka. Sebuah lagu pembuka dibawakan. Saya lupa apa judulnya. Mungkin diambil dari album mereka selain Divine Discontinent.

Lagu kedua berjudul ‘Between The Lines’ dimainkan. Sebagai opening songs, saya rasa Sixpence None The Richer tidak akan membawakan banyak hits mereka. ‘Kiss Me’ dan ‘There She Goes’ adalah must play songs, sedang lainnya akan diambil dari lagu-lagu dalam album terbaru mereka yang dirilis tahun 2012 kemarin, ‘Lost in Transition’.


Sebelum masuk ke lagu ketiga, Leigh Nash sempat membuka percakapan dengan penonton. Mereka senang bisa tampil di Jakarta apalagi tepat di hari ulang tahun Jakarta ke-486. “Happy birthday, Jakarta!”. Dari kejauhan mulai terdengar request lagu mereka seperti ‘Don’t Dream It’s Over’ dan ‘There She Goes’.

‘Kiss Me’ pun dimainkan. Intro gitar Matt Slocum membuat penonton mulai bersorak dan bernyanyi bersama. Diatas panggung, Leigh Nash terlihat kaget ketika melihat penonton yang bernyanyi bersama.  Ketika lagu usai, Leigh Nash terlihat menyeka air matanya. Membuat saya teringat pada penampilan mereka di Creation Fest 2003. Seperti diberitakan The Jakarta Post, “A lot of people were singing along. I even got emotional; I almost cried a few times. It was really sweet, and we were really, really tired. When you’re tired you tend to cry a lot, but I made it, I kept it together,” she said with a mild laugh, referring to a cool “Kiss Me” sing-a-long that caused goosebumps.


Hampir tidak banyak penonton yang beranjak meninggalkan panggung. Mereka semua ikut mendengarkan lagu-lagu Sixpence None The Richer. Bahkan, penonton ikut bernyanyi kembali pada lagu recycle ‘End of The World’. Lagi-lagi, Leigh Nash dibuat terharu. “The show was really good, people really sweet, they were a great audience; they listened well,” Nash told The Jakarta Post the day after the show.

Selain lagu-lagu dari album ‘Lost in Translation’, beberapa hits lain yang mereka mainkan adalah ‘Melody of You’ (i'm singing along in this song :D ), dan ‘A Million Parachutes’ dari album ‘Divine Discontinent’. Walaupun, mereka tidak memainkan my holy song ‘Don’t Dream It’s Over’ saya merasa puas dengan penampilan mereka. Sixpence None The Richer kembali pada musik dan melodi mereka. Mereka tetap tampil apik walaupun sangat berbeda dibandingkan dengan Creation Fest 2003 lalu dimana mereka tampil dengan musik yang lengkap, jauh berbeda dengan formasi mereka di JavaRockin’land 2013. Di Jakarta, mereka hanya tampil berempat tanpa pemain keyboard, synthesizer, dan additional guitar.



Saya berharap mereka akan kembali lagi ke Indonesia dan membawakan lagu ‘Don’t Dream It’s Over’. Usai turun panggung, Leigh Nash dan kawan-kawan segera menuju bandara untuk menggelar konser mereka selanjutnya di Argentina. Welcome back and goodbye, Sixpence! We still waiting on the sun to singing melody of you!


Paninggilan, 1 Juli 2013.


Note: Media coverage on @sixpencemusic performance at JavaRockin'land 2013, please follow this feed

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...