Jumat, 31 Oktober 2014

Sebelum Maghrib

Ketika Yoon Kang menatap dalam pada dua mata Soo In, percayalah.
Aku pun menatap dua matamu yang berbinar.
Rindu, adalah memeluk yang tak nampak di pelupuk. 
#sajaksebelumMaghrib




Medan Merdeka Barat, 30 Oktober 2014. 
usai tamat 22 episode The Joseon Shooter

Kamis, 30 Oktober 2014

Emergency Couple (Korean Drama)

Menjelang keberangkatan saya ke Incheon bulan Juli lalu, saya menonton satu dari 21 episode drama ini di Channel M. Saya sudah lupa episode ke berapa. Saya tidak terlalu ingat kecuali waktu tayangnya di akhir pekan. Setibanya saya di Incheon, lewat stasiun televisi tvN, saya kembali menonton Oh Chang Min yang berusaha merebut hati Oh Jin Hee, mantan istrinya. Saya juga lupa episodenya.



Rasa penasaran akibat serial drama yang tak tuntas ditonton akhirnya menuntun saya untuk pergi ke toko DVD langganan dan membeli copy bajakan drama ini. Saya memang lebih suka drama  Korea semacam ini. Temanya jelas. Masih berujar tentang cinta. Namun, kehidupan seputar para dokter yang bekerja di IGD rumah sakit tentu menjadi daya tarik sendiri.

Emergency Couple (EC) mengingatkan saya pada drama bertema sama sebelumnya, “Surgeon Bong Dal Hee” (SBDH). Seperti sudah disinggung sebelumnya, EC bercerita tentang kehidupan romantika para dokter dan pekerja di Instalasi Gawat Darurat, sedangkan SBDH mengangkat kisah para dokter magang dan dokter spesialis di Instalasi Bedah.

Yang menarik, Choi Yeo Jin, yang sempat berperan sebagai Cho Ah Ra di SBDH, kembali bermain di EC dan berperan sebagai dokter spesialis, Sim Ji Hye. Saya senang melihatnya kembali bermain dalam drama bertema sama. She’s growing up now and looks so mature.

Emergency Couple mengisahkan Oh Chang Min dan Oh Chang Hee, pasangan yang disatukan oleh takdir, lantas dipisahkan dan dipertemukan kembali. Pernikahan mereka tidak berlangsung lama. Kematangan emosi mereka belum teruji kala menghadapi berbagai masalah dalam keseharian pernikahan mereka. Ketika sudah tak tertahankan makan perceraian menjadi pilihan mereka. Mereka berdua menjalani hidupnya masing-masing. Oh Jin Hee mendapat dukungan mantan ayah mertuanya untuk melanjutkan ke sekolah kedokteran. Begitu juga dengan Oh Chang Min.


Komplikasi cerita meninggi ketika Oh Chang Min dan Oh Jin Hee berada dalam kelompok yang sama dalam program dokter magang. Oh Chang Min jelas kaget dan tidak menyangka akan bertemu lagi dengan mantan istrinya. Perasaan awkward diantara mereka berdua selalu menjadi bahan pertanyaan teman-teman sekelompok mereka. Terutama, Han Ah Reum yang menyimpan rasa pada Oh Chang Min.

Dalam menjalani program magang, kelompok mereka berada dalam pengawasan Dokter Kepala, Gook Cheon Soo. Dokter ini dikenal sebagai dokter bertangan dingin dengan attitude yang hampir sama, dingin. Semua berubah ketika Oh Jin Hee mulai terlibat beberapa urusan dengan Dokter Kepala. Oh Chang Min pun sempat dibuat cemburu. Namun, ketika Oh Jin Hee mendapat ancaman pemecatan, Oh Chang Min meminta tolong kepada Pamannya untuk membujuk Kepala Rumah Sakit tempatnya bekerja untuk membatalkan hukuman kepada Oh Jin Hee.

Konflik semakin meninggi ketika Oh Jin Hee yang sedang menikmati perasaannya bersama Dokter Cheon Soo, dihadang oleh Oh Chang Min. Ia bertekad untuk mendapatkan Oh Jin Hee kembali. Dokter Kepala menanggapinya biasa saja. Namun, ia harus akui bahwa ada beberapa hal yang berbeda. Terlebih, ketika Sim Ji Hye, mantan kekasihnya menjadi sesama dokter kepala partner di IGD. Kenangan masa lalu bersama Sim Ji Hye sempat membawa Gook Cheon Soo terhanyut. Sim Ji Hye sendiri cukup sadar bahwa ada sesuatu antara Cheon Soo dengan Jin Hee.


Personally, drama ini cukup memberi wawasan ringan seputar kehidupan pernikahan. Bahwa kedewasaan dan kematangan emosi adalah hal yang sangat penting untuk dimiliki setiap pasangan. Saling mengerti dan memahami adalah sebuah perjalanan. It’s not just a destination, it’s more than a journey.

Melalui drama ini juga saya mendapat pemahaman bahwa perceraian masih menjadi satu ‘aib’ dalam tatanan kehidupan bermasyarakat di Korea sana. Setiap pasangan yang bercerai kelak akan mendapat judgement dari lingkungan di sekitarnya sebagai pasangan yang telah melakukan kesalahan. Khusus untuk hal ini, saya pernah mendapat pengalaman ketika berbicara soal mantan kekasih dengan seorang rekan peserta seminar di Kuala Lumpur setahun yang lalu. Esoknya, rekan saya itu tidak lagi seramah saat jumpa pertama.

Adegan yang saya suka dari Emergency Couple adalah ketika Cheon Soo mabuk dan sengaja pulang ke rumah Ji Hye lalu mereka berdebat sebentar. Belum lama tertidur, Ji Hye menyiram air Cheon Soo karena ia menganggap Cheon Soo tidak mengerti perasaannya. Kalau saya menonton lagi drama itu, scene ini pasti akan selalu saya putar ulang.

Ending dari drama ini juga dapat ditalar kemungkinannya. Apakah Oh Chang Min akan berhasil meyakinkan Oh Jin Hee untuk menikah kembali. Atau malah Oh Jin Hee yang berlabuh pada Gook Cheon Soo. Atau malahan tidak ada satu pun dari mereka yang berhasil menjalin tali cintanya.

Anyway, drama yang tayang sejak Januari hingga April 2014 ini menyajikan sebuah gambaran realita yang mungkin saja ada di sekitar kita. Jalinan takdir hanya tinggal menunggu waktu saja untuk menampakkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Tak jarang ada berbagai macam kejutan dan keajaiban singgah. Waktu pula yang akan menguji sejauh mana kekuatan cinta akan bertahan. Catatan terakhir, main song “Scent of A Flower” yang dibawakan Lim Jeong Hee dalam Original Soundtracknya pun punya makna lirik yang sangat dalam.

Judul         : Emergency Couple
Pemeran   :  Song Ji Hyo – Oh Jin Hee; Choi Jin Hyeok – Oh Chang Min; 
                    Lee Pil Mo – Gook Cheon Soo; Choi Yeo Jin – Sim Ji Hye; Clara – Han Ah Reum
Tayang      : 21 Eps./ tvN


Pharmindo-Paninggilan, Agustus-Oktober 2014.

Selasa, 28 Oktober 2014

Dua Komik Indonesia: Bengal & Chibi Attack

Seiring dengan perjalanan waktu, kini mulai bermunculan komikus lokal yang mampu menerbitkan karya mereka. Entah melalui penerbit lama yang sudah lebih dulu eksis ataupun lewat penerbit baru yang tengah mencari ceruk pasar. Apapun itu, kreativitas komikus lokal kini bisa lebih dinikmati khayalak luas. Situasinya jauh berbeda dengan 5-6 tahun lalu ketika saya membuat skripsi yang bertema komik Indonesia.

Kemunculan mereka membawa variasi kreatif terhadap visualisasi bentuk komik yang mereka buat. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa adaptasi bentuk karakter masih mengikuti komik Jepang (manga). Manga asal Jepang ini memiliki pengaruh yang kuat terhadap banyak komikus di Indonesia. Visualisasi objek yang lebih sederhana dibandingkan komik Amerika maupun Eropa adalah satu kelebihan tersendiri.


Seperti pada komik "Bengal", Bayu Indie, sang komikus, membuat visualisasi karakter tokohnya dengan detail mendekati sempurna (karena hanya Nabi yang bisa sempurna v^_^v). Dari segi cerita, adaptasi alur filmis dalam komik ini menarik. Pembaca digiring memasuki jalan cerita yang entah awalnya darimana menuju ending yang masih belum jelas. Komik semacam menandai kemunculan era baru komik Indonesia, in my opinion.

Overall, saya suka jalan cerita komik ini. Cara si komikus dalam mengungkapkan idenya dalam bentuk gambar perlu diberikan apresiasi tersendiri. Masih jarang komikus lokal yang mampu membuat komik penuh dan utuh semacam ini. Saya juga suka setiap kejutan dan insert-insert kecil yang cukup mampu membuat pembaca tersenyum kecil.

Chibi Attack


Komik ini merupakan kumpulan komik 4 kolom yang terdiri dari 4 judul dari 4 komikus, dengan judul:

- Eri-chan
- Chocopetoc
- Bocah-Bocah Bangor
- Valkreon

Kalau boleh berkomentar, saya tidak terlalu suka judul pertama. Saya suka bagian kedua, ketiga, dan keempat komik ini. To be honest, personally, saya tidak begitu suka dengan imaji tokoh komik pada bagian pertama. Bentuk karakternya seperti dalam komik Shinchan, in my opinion.

Pada bagian 2,3, dan 4, saya suka bagaimana komikusnya membuat sekuen cerita/storyline. Jadi, walaupun tiap panel berdiri sendiri, tetap membentuk satu kesatuan cerita yang utuh. Bagaimanapun itu, saya menaruh respek pada para komikus yang terlibat didalamnya. Patut dinanti karya-karya mereka selanjutnya.

Maju terus komik Indonesia!


Pharmindo-Grand Mercure Jakarta Kota, 28 Oktober 2014
disela-sela Flight Standards Rulemaking Meeting

Minggu, 26 Oktober 2014

We Are: Monas Runners

Berawal dari sebuah posting di Facebook dan komentar-komentar dari sesama rekan sepelarian di Monas kami membentuk sebuah grup via WhatsApp. Sepakat menamakan diri Monas Runners karena memang anggotanya adalah pengunjung setia Monas untuk berlari.  Lalu, sehari setelah pelantikan Presiden, Monas Runners mengawali langkah lari pertama.





4 dari 13 member grup memeriahkan First Run alias Monas Runners launching.   Wanna join? If you meet one of them, please don't hesitate to say hi. Come and run together. 


Medan Merdeka Barat, 21 Oktober 2014. 

Minggu, 12 Oktober 2014

Mandiri Run Bandung 2014

Life can pull you down but running will lifts you up. 
- Jenny Hadfield

Finally, i'm running back in Bandung. As you might see, saya sudah lama tidak turun berlomba. Lomba terakhir saya adalah Pocari Sweat Run Jakarta pertengahan Mei lalu. Selebihnya, saya hanya berlomba dengan diri saya sendiri. Mandiri Run edisi Bandung hari ini adalah lomba kedua saya tahun ini di Bandung setelah Bandung Love Run, Februari kemarin. 


Saya cukup excited dengan lomba kali ini. Paket racepack yang cukup lengkap dan segenap kemeriahan di karnaval nusantara (seperti acara serupa di Jakarta) adalah bonus tersendiri bagi para peserta. Saya boleh memberi nilai lebih tersendiri untuk running shirt yang pada lomba ini diendorse oleh League. Pun, BIB tipis yang melekat pada material kertas. 

Rute lomba juga dibuat senyaman mungkin untuk 5K dan 10K. Udara pagi Bandung yang dihembuskan pepohonan di sekitar jalur lomba adalah teman yang baik untuk para pelari. 

Lomba hari ini cukup rapi dari sisi penyelenggaraannya. Marshall lomba waspada di setiap titik persinggungan jalur lalu lintas. Pada beberapa area juga dibuat pembatas jalur bagi pelari agar tidak mengganggu lalu lintas. Walau masih saja pengendara banyak yang tidak sabar ketika pelari harus dihentikan oleh Marshall. Tempat sampah untuk gelas di water station cukup banyak walau hanya berbentuk plastic bag besar. 

The Worst Race Ever

Personally, hari ini adalah my worst race ever. Hari lomba terburuk untuk saya. Saya tidak membawa BIB yang saya siapkan semalam. Barangkali karena saya salah tidak menyimpannya langsung ke dalam tas. Saya baru menyadarinya ketika sudah berada di Jl. Pajajaran. Butuh waktu 15 menit untuk kembali ke rumah. Padahal waktu start tinggal 15 menit pula. 

Alhasil, saya tidak punya data untuk lomba saya hari ini. Saya resmi tidak tercatat dalam sistem bawaan Chronotrack. Praktis, saya hanya punya Nike+ di ponsel sebagai perekam jejak lomba ini. Saya menyesal walau panitia tetap mengalungkan medali finisher. Kecerobohan itu dekat pada kesalahan dan kesalahan itu mahal harganya. Saya jadi ingat lagi petuah lama di Formula 1. 

Eniweeey, penyesalan saya tadi agak terbalas dengan performa lomba. Andai saja saya berlari 200 meter lagi setelah garis finis, niscaya saya akan mencetak Fastest 5K untuk Personal Record di Nike+. Akhir kata, saya berpesan kepada sesama rekan sepelarian dan utamanya untuk saya sendiri. Menyiapkan fisik dan mental untuk lomba sama pentingnya dengan menyiapkan peralatan lari itu sendiri. Be prepare, get the best of yourself. 


Pharmindo, 12 Oktober 2014. 
sambil nonton The Joseon Shooter Episode 4 

Selasa, 07 Oktober 2014

Transformers 4: Resurrection of Prime and Megatron

This is not war, it's human extinction!
Optimus Prime

Agak sedikit kaget ketika Megan Fox dan Shia Lebouef tidak lagi membintangi serial terbaru Transformers: Age of Extinction. Tidak ada lagi kesan 'boyish' dan 'sensual' dari mereka. Berganti kesan maskulin seorang ayah yang diperankan oleh Mark Wahlberg. 


Beberapa bulan lalu ketika trailer film ini diluncurkan dan bisa diakses di Youtube, saya menduga bakal ada plot lain untuk menjaga kelangsungan permusuhan abadi Decepticons dan Autobots. Pemilihan Mark Wahlberg sebagai peran utama semakin menguatkan dugaan saya itu. Perlu dicatat, selain Megan dan Shia, Josh Duhamel pun tidak nampak disini. 

Durasi film yang mencapai dua jam lebih adalah alasan tersendiri mengapa film ini layak ditonton. Oke. Saya memang harus menunggu hingga keping DVD versi bajakan tersedia di warung langganan. Saya tidak berada di antrian hanya untuk melihat kebangkitan kembali Megatron dalam wujudnya yang baru. 

Intrik-intrik dalam film ini yang melibatkan unit khusus CIA yang bersekutu dengan The Lockdown menyajikan alur cerita baru setelah trilogi terdahulu. Pertempuran antara militer Amerika serikat dalam memburu Autobots yang tersisa adalah implikasi dari sebuah kontrak spesial antara pemerintah dengan KSI Technology, perusahaan yang ditunjuk untuk mereproduksi robot yang lebih canggih serta memiliki kemampuan tempur dan intelegensi diatas Autobots dan Decepticons.

Seperti layaknya film-film yang melibatkan sebuah pengkhianatan; sebut saja Air Force One atau Olympus Has Fallen, kesepakatan antara pihak-pihak yang berkepentingan menjadi sebuah senjata makan tuan. Your betrayal means nothing. Setidaknya, itu pelajaran pertama dari film ini.


Saya sendiri agak terkejut karena jilid terbaru Transformers ini menampilkan nuansa yang lebih humanis. Optimus Prime sudah akan meninggalkan medan laga dan perlu waktu untuk Cade Yeager (Mark Wahlberg) meyakinkan Sang Prime Terakhir itu. Bedanya, kali ini Optimus Prime kembali memimpin pasukan Autobots untuk menyelesaikan urusan mereka yang secara tidak langsung akan menyelamatkan umat manusia.

Satu hal yang saya nantikan dari film ini adalah percakapan legendaris antara dua pemimpin yang salig bertarung. Bila di Transformers 1 lalu Optimus Prime dengan gagahnya berkata "At the end of the day, one shall stand, one shall fall." Yang dibalas Megatron dengan hantaman seraya berujar "That's gonna be me". Kali ini, tidak ada adu mulut semacam itu antara Lockdown dan Optimus Prime. Hanya gertakan Lockdown yang mengejek Optimus Prime karena menyalahi kodratnya dan akan segera membawanya pulang pada The Creators.

Keterlibatan unsur keluarga dalam film ini juga membawa kehangatan sepanjang 120 menit lebih itu. Barangkali itulah alasan mengapa Michael Bay memilih Mark Wahlberg, bukan Gerard Butler atau bahkan Ben Affleck. 

Overall, Age Of Extinction memberikan pengalaman tontonan yang berbeda dengan kebaruan jalan cerita dan beberapa unsur kejutan. Kemunculan Dinobots adalah satu tanda tanya tersendiri yang perlu satu episode Transformers lagi untuk menayangkan sejarah mereka. 

Lainnya, kelahiran kembali Optimus Prime di bengkel Yeager setelah menjadi buronan paling wahid diseantero jagad, wujud Megatron yang bereinkarnasi menjadi Galvatron (dan lebih powerful dari sebelumnya), tidak adanya my favourite villain: Starscream, dan sisa-sisa Autobots yang menemani Bumblebee adalah hadiah Michael Bay untuk saya. Anyway, gumaptahamnida. Terima kasih.

Judul           : Transformers 4: Age of Extinction
Sutradara    : Michael Bay
Cast            : Mark Wahlberg, Nicola Peltz, Jack Reynor
Durasi        : 165 menit
Tahun         : 2014
Produksi     : Paramount Pictures
Genre         : Science-Fiction


Rasuna Said-Gatot Subroto, 7 Oktober 2014.
Masih menunggu The Hunt for Red October tayang di televisi nasional

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...