Rabu, 30 November 2016

Dewa 19: Sebuah Flashback

Menonton video konser Dewa ini mengingatkan saya pada konser mereka bertajuk A Mild Live Dewa Live in Bandung, medio tahun 2000 lalu. Waktu itu mereka naik panggung di Dago Tea House. Harga tiket hanya IDR 15000 plus sebungkus rokok isi 12 batang. Ari Lasso memang sudah tidak ada di line-up. Pun, ada gitaris additional. Saya lupa namanya.


Malam itu begitu meriah. Album 'Bintang Lima' yang baru dirilis itu seakan menjadi penanda kebangkitan kembali Sang Dewa dari tidur panjangnya. Hanya saja, tidak adanya Ari Lasso cukup mengganggu kenangan-kenangan di lagu-lagu lama mereka.

Saya tidak mendapatkan lagi vokal khas Ari Lasso pada lagu 'Cukup Siti Nurbaya', 'Elang', 'Kirana', dan 'Kamulah Satu-satunya'. Selebihnya, untuk lagu-lagu di album baru itu sudah 'Once banget'.

Video yang diambil pada Soundrenaline 2015 Dewa feat. Ari Lasso ini menangkap sebuah set nostalgia yang mampu menghidupkan kembali kenangan tentang masa keemasan mereka. Ari Lasso kembali menjadi frontman yang memimpin dengan penuh energi.

Saya setuju dengan usul Felix Dass, sang narator dari SFTC. Janganlah membuat karya baru. Tetaplah jadi masa lalu yang bisa ditengok sekali-kali. Rasanya adil; penggemar dapat perjalanan ke belakang, dan Dewa mendapat kompensasi finansial yang baik. Win-win solution. Karya baru, hanya akan memberikan warna gelap yang merusak benang merah sejarah. Bukan apa-apa, Ahmad Dhani bukan lagi penulis lagu yang keren sekarang. And that's the problem.


Halim Perdanakusuma, 30 November 2016.

Jamrud: Sebuah Catatan Kecil

Biarlah Pak SBY punya versinya sendiri untuk 'Pelangi Dimatamu'. Tidak ada band rock lain seperti Jamrud, satu band yang jadi bayi dari Log Zhelebour dan punya catatan 2 platinum pada masa jayanya. Jamrud masih mempertahankan gaya rocker mereka, dan Azis MS masih ada disitu. Walau sempat vokalis berganti, kini Krisyanto telah kembali. Lengkap dengan 'TOA' di lagu 'Putri'.


Jamrud bisa dibilang sebagai The Most Original Rock Band in Indonesia. Ketika band-band rock lain menyanyikan musik yang sama, Jamrud sudah menyajikan hal-hal ekstrim (sex and other cheeky reality) khas 90-an. Pada saat itu, mereka berhasil menggaet animo penggemar musik rock.

Cara penulisan lagu mereka pun menyentuh berbagai selera berbau budaya nan sensitif dengan fun dan casual packaging. 'Surti dan Tejo' adalah satu buktinya. Jamrud berhasil menangkap fenomena, untuk kalangan tertentu. Tentu saja dengan cara mereka sendiri.

Jamrud punya energi kreativitas yang tinggi, konsistensi, dan integritas. Jadi, tidaklah salah untuk menempatkan Jamrud di line-up event semacam Soundrenaline ini.

Saya menikmati kembali masa-masa itu lewat video ini. Sebuah memori yang tidak pernah hilang ketika Krisyanto menyanyikan 'Putri' dengan khas berkupluk dan kacamata hitam, dan tak ketinggalan: TOA.


Halim Perdanakusuma, 30 November 2016.
Dengan kenangan pada 'Surti dan Tejo' di panggung perpisahan SMP 9 Bandung tahun 2001.

Catatan Kecil buat Sheila on 7

Apa yang tertinggal dari music Indonesia tahun 90-an? Setidaknya, masa itu mengajarkan bahwa music yang bagus itu benar adanya. Musik pop saat itu berkata dengan jujur, tegas, dan dengan market yang luas; bisa diterima siapa saja.


Sheila on 7 terbentuk pada tahun 1996 dan album pertama mereka dirilis pada akhir tahun 1999. Album self-titled ini menjadi satu penanda ketika industry music di tanah air masih berjalan sehat. Lagu-lagu diciptakan secara sederhana, berkarakter, dan penuh konsistensi. Lirik lagu menjadi komponen esensial yang penuh nuansa puitis.

Siapa yang tidak ingat dengan "...lupakanlah saja diriku...bila itu bisa membuatmu...kembali bersinar dan berpijar seperti dulu kala..." atau "Selamat tidur kekasih gelapku... Semoga cepat kau lupakan aku...".

Sheila on 7 yang kini berusia sweet seventeen sejak album pertamanya itu hamper tidak pernah mengubah arah music mereka. Tidak ada eksperimen besar-besaran atau gimmick yang berorientasi pada pendapatan belaka. Ini semua tentang good music dan good attitude. Seperti Azis MS, Eross adalah harta karun music Indonesia, penulis lagu berbakat, dan they were amazing guitarists.

Pada video ini, Sheila on 7 tampil sebagai diri mereka-sebagaimana biasanya. Mereka tidak menjadi latah untuk mengikuti arus music kekinian. Mereka jujur tentang diri dan music mereka sendiri. Sheila on 7 adalah bukti nyata dari sebuah good music yang mentahbiskan mereka menjadi satu dari sekian The Longest Running Pop Band in Indonesia. 


Halim Perdanakusuma, 30 November 2016.

Selasa, 29 November 2016

ABG (Adaptif Besar Gesit)

Saya mendapatkan buku ini sebagai kenang-kenangan dari PT. GMF AeroAsia (GMFAA). Setahun lebih buku ini hanya jadi penghias di meja kerja saja. Beberapa minggu yang lalu saya membuka kembali buku ini. 

Courtesy: defora.info
  
Ekspektasi saya waktu itu cukup besar, saya berharap menemukan konten yang mirip buku "Change!" dari Rhenald Kasali. Ada beberapa contoh tentang transformasi dan implementasi perubahan pada organisasi, secara struktural, konseptual, dan habitual. Buku ini cukup unik karena merupakan suatu karya kolaborasi antara Consulting Firm dengan kliennya.

Harapan saya diawal tadi ternyata tidak terlampau jauh, buku ini mengcover bagaimana strategi GMFAA dalam menyambut dan merebut peluang bisnis yang amat besar dengan berbagai praktek implementasi transformasi. Tentunya, konten semacam ini masih berkaitan erat dengan perubahan atau turnaround suatu perusahaan. Lebih jauh, hal ini diperlukan untuk memastikan eksistensi dan sustainity dari suatu perusahaan ditengah kondisi pasar yang terintegrasi, konvergensi teknologi digital, perkembangan e-commerce, dan hadirnya kekuatan baru knowledge economy.

Membaca judulnya saja, buku ini menyiratkan segenap usaha GMFAA untuk semakin adaptif dengan bisnis dan pasarnya, semakin besar menjadi market leader, dan semakin gesit mengantisipasi tantangan serta menyambut peluang.

Terus terang, untuk genre manajemen dan bisnis, buku ini cukup lengkap tapi sedikit membosankan. Membosankan karena pengulangan istilah-istilah yang sama dan terus menerus, hal baiknya adalah denganr epetisi ini diharapkan para eksekutif di segmen pembaca dapat memahami dan mengerti proses transformasi perusahaan, sejak mulai perencanaan, eksekusi, implementasi, dan evaluasi.

Judul      : Adaptif Besar Gesit
Penulis   : Hendrik Lim, MBA
Penerbit  : Defora Publisher
Tahun     : 2013
Tebal      : 299 hal.
Genre     : Bisnis & Manajemen
 

Medan Merdeka Barat, 20 November 2016.






The Card Catalog Is Officially Dead

Membaca artikel dibawah ini saya menjadi sadar bahwa the world is getting changed second by second. Divergensi media ditambah aksesibilitas dan penetrasi internet yang masif hingga ke genggaman tangan adalah satu faktor yang memberi kontribusi terhadap perkembangan dunia perpustakaan akhir-akhir ini. Kartu Katalog, sebagai salah satu media temu balik dalam penelusuran informasi telah menemui ajalnya. Setidaknya, menurut OCLC.

In my opinion, di dalam negeri sendiri,  sebentar lagi banyak Perpustakaan yang akan segera meninggalkan katalog kartu. Selain menambah beban storage (penyimpanan) efektivitasnya akan kembali dipertanyakan ditengah menjamurnya sistem otomasi perpustakaan dengan berbagai macam jenisnya.

Kematian katalog kartu ini setidaknya menghasilkan satu tantangan baru bagi para Pustakawan. Apakah mereka akan mampu mengintegrasikan katalog kartu ini ke dalam sistem otomasi? Tidak berhenti disitu saja, proses indexing katalog ini pun akan turut terintegrasi dalam sistem.

Dominasi katalog kartu selama kurang lebih seabad ini sebentar lagi hanya tinggal kepingan sejarah. Dalam dunia kepustakawanan, para pustakawan akan mengenangnya sebagai tool paling legendaris dalam perpustakaan mereka.

Medan Merdeka Barat, 28 November 2016.

________________________________________

The Card Catalog Is Officially Dead
Long live the card catalog

By Erin Blakemore

It’s been a long time since most libraries were filled with card catalogs — drawers upon drawers of paper cards with information about books. But now, the final toll of the old-fashioned reference system’s death knell has rung for good: The library cooperative that printed and provided catalog cards has officially called it quits on the old-fashioned technology.

Courtesy: pustakawan.club
The news comes via the The Online Computer Library Center (OCLC). The cooperative, which created the world’s first shared, online catalog system back in 1971, allowed libraries to order custom-printed cards that could then be put in their own analog cataloging systems. Now, says OCLC, it’s time to lay a “largely symbolic” system that’s well past its prime to rest.

“Print library catalogs served a useful purpose for more than 100 years, making resources easy to find within the walls of the physical library,” Skip Prichard, CEO of OCLC, said in a blog post. Now, with comprehensive, cloud-based catalogs like OCLC’s WorldCat available to libraries, there’s just no need for cards any longer.

Catalog cards haven’t always been printed: In fact, good handwriting used to be a key skill for librarians. In an 1898 card catalog handbook, Melvil Dewey even gave instructions on what types of cursive should be used by catalogers on handwritten cards. “Legibility is the main consideration,” he wrote. “Skilful writers acquire reasonable speed without sacrificing legibility. The time of the writer is, however, of small importance compared with that of the reader.”

The official death of the catalog card was observed at OCLC’s headquarters by about a dozen workers, writes Dan Gearino for The Columbus Dispatch. The organization, which has printed a whopping 1.9 billion cards, sent its final shipment to a library in Concordia College in Bronxville, New York. But don’t think the college is the last holdout in an analog library world — in fact, writes Gearino, the school’s library only uses its card catalog as a backup for its computerized one.

Setahun

Nak,

Setahun juga umurmu. Genap setahun usiamu. Banyak doa dalam harap terucap untukmu. Tidak ada pesta, tiup lilin dan juga rangkaian balon di hari bahagiamu. 

Setahun bersamamu adalah setahun yang paling mengagumkan yang pernah terjadi pada Bapak dan Ibu. Engkau adalah satu alasan untuk selalu kembali dari rutinitas yang membosankan dan menjenuhkan.

Setahun ini, Bapak dan Ibu minta maaf kalau kami masih terlalu bergantung pada Kakung dan Uti dalam mengurusmu. 

Selamat ulang tahun, Aldebaran. Doa kami di nadimu.



Cipayung, 9 November 2016.

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...