tag:blogger.com,1999:blog-48845648920943305942024-03-06T02:20:42.654+07:00selendang warnabilang hitam kalau hitam, bilang putih kalau putihAnggi Hafiz Al Hakamhttp://www.blogger.com/profile/12285560718165102621noreply@blogger.comBlogger779125tag:blogger.com,1999:blog-4884564892094330594.post-84858881932494739982024-01-08T13:21:00.004+07:002024-01-08T13:39:01.521+07:00 Membunuh Perasaan<p style="text-align: justify;">Kau mintakan aku bercerita padamu tentang bagaimana caranya agar aku tidak selalu rindu pada rumahku. Baik, begini ceritanya.<br /><br />Waktu itu setelah kelulusan. Aku masih menikmati saat-saat itu. Suatu waktu dimana tiap detiknya masih sama seperti saat cerita ini aku buat. Sama sepertimu. Aku hanya ingin menikmati hari-hari setelah kelulusan dengan biasa saja. Aku tahu aku harus mencari pekerjaan. Aku tahu itu dan aku rasa aku akan memulainya nanti. <br /><br />Aku memulai beberapa pekerjaan kecil yang memang sering aku lakukan. Kembali menghubungi kawan-kawan lama dan ya begitu-begitu saja. Pernah juga aku kerja tak dibayar. Aku pernah mengalaminya. Dan percayalah, kau pasti tidak akan mau merasakannya. Jangan. Jangan pernah.<br /><br />Begitulah, sampai suatu saat aku merasa harus segera meninggalkan kotaku itu. Aku selalu merasa harus pergi dari kota yang telah membesarkanku. Padahal, situasinya tidak terlalu parah. Aku masih punya penawaran untuk sebuah pekerjaan lagi. Tapi, karena begitu kuatnya dorongan itu, aku memilih berhenti saja supaya aku bisa lebih leluasa. Klasik. Padahal itu cuma jadi pembenaran saja kalau aku masih merasa harus pergi menuju kota impian.<br /><br />Perasaan itu terus menghimpitku. Maka yang bisa kulakukan hanyalah menikmati hari-hari secara berbeda. Aku harus menjalani hari-hariku dengan apa yang kuinginkan. Aku tidak pernah akan tahu kapan hari terakhirku di kota itu. Aku hanya bisa melakukan apa yang biasa kulakukan. Mendengarkan radio, selonjoran sampai tengah malam, atau malah merokok di keheningan malam juga aku lakukan. Aku harus mempersiapkan segalanya. Semuanya. Agar kelak bila memang aku meninggalkan kota ini aku benar-benar tidak harus berpikir apa-apa lagi dan yang pasti tidak akan ada penyesalan. <br /><br />Suatu hari, aku harus pergi ke kota tujuanku. Kotaku yang sekarang ini. Aku harus mengikuti suatu ujian. Aku berangkat dengan semangat. Semangat, siapa tahu aku ditakdirkan untuk menaklukkan kota itu. <br /><br />Esok harinya aku telah kembali bersama hujan di kota asalku. Aku kembali lagi dengan harapan akan kembali. Perasaan itu masih ada. Aku masih merasakan getarannya yang sangat kuat. Aku harus pergi. Aku harus pergi. Sampai saatnya benar-benar tiba. Aku mendapatkan pekerjaan. Entah, tanpa pertanda tanpa firasat, perpisahan itu terjadi pula. Kutinggalkan kedua orang tuaku dan juga adikku yang beranjak dewasa. Semua itu terjadi begitu saja. Begitu saja.<br /><br />***<br /><br />Aku jalani hidupku yang sekarang ini. Aku masih menyimpan kerinduan untuk sekedar pulang menengok rumah sebentar. Apakah akan masih kutemui senyuman rindu Ibunda dan hangatnya tatapan Bapak, belum lagi tawa riang si Adik melihat Kakaknya pulang? Akankah semua itu menyambut pulangnya si anak ini?<br /><br />Perlu kau tahu, aku menulis cerita ini sambil berurai air mata ditemani Barry Gibbs yang menyanyikan lagu I Started a Joke.<br /><br />Aku masih menyimpan kerinduan itu. Dengan penghasilanku sekarang sebenarnya aku bisa pulang setiap minggu. Persis seperti cerita Bapak ketika bekerja dikota ini. Namun, entahlah aku hanya bisa pulang seminggu sekali. Rasanya lelah sekali dan setiap weekend hanya kuhabiskan untuk beristirahat saja. <br /><br />Bilamana rasa rindu menyerang, ada beberapa hal yang aku lakukan. Aku sering pergi ke Stasiun Jatinegara dan berlama-lama disana setiap hari Jum'at. Aku merasakan sebuah perasaan yang dahsyat kala melihat orang-orang berlarian menghampiri Argo Gede. Mereka-mereka itulah yang masih punya kehidupan di Bandung, sama sepertiku. AKu melihat kerinduan dari mata mereka. Maka yang bisa kulakukan hanyalah melihat itu semua terjadi. Dengan itupun aku merasa lega. Aku titipkan kerinduan ini pada setiap rangkaian gerbong Argo Gede. <br /><br />Kalaupun tak sempat, aku hanya berdiri saja sambil berpura-pura menunggu bis di depan pool travel itu. Aku lihat mobil yang setiap jamnya berangkat. Aku lihat lagi wajah-wajah penuh rindu. Maka aku pun tenang setelahnya. Sama seperti tadi.<br /><br />Aku masih akan berada disini untuk waktu yang tak tentu. Aku masih akan disini dulu. Ada yang masih harus kucari. Ada yang harus kuselesaikan. Disini.</p><p style="text-align: justify;"><br /><br />8 Januari 2009</p><p style="text-align: justify;"><i>* Tulisan lama di Facebook, terbit ulang di blog ini dengan alasan dokumentasi.</i> <br /></p>Anggi Hafiz Al Hakamhttp://www.blogger.com/profile/12285560718165102621noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4884564892094330594.post-66520837334304398792023-12-22T14:08:00.005+07:002023-12-22T14:08:44.277+07:00Cerita dari Pangandaran - Part 3 (habis)<p style="text-align: justify;">Hari ini adalah pelepasan bagi 2 sahabat kami. Dua anak manusia yang cintanya dipertemukan oleh takdir. Apakah Tuhan sengaja membiarkan mereka mendapatkan takdirnya masing-masing? Bukan karena kebetulan semata?<br /><br /><br />Seorang dari kami tampak mengenakan busana warna putih dengan peci warna putih juga, berbalut kalungan bunga melati. Dialah sahabat kami itu yang mengundang kami dating ke pantai ini. Dari sorot matanya yang ada hanya ketenangan.Tidak terlihat adanya beban. Hari inilah yang akan jadi awal dari segalanya di fase hidupnya yang baru. Mengarungi samudera kehidupan rumah tangga yang Insya Allah berada dalam naunganNya. Insya Allah, satu kayuh berdua*).<br /><br /><br />Kami mengantarkan mereka hingga dihadapan penghulu. Do’a-do’a dan lantunan ayat suci selesai dibacakan. Tibalah saatnya mengucap ikrar yang taruhannya dunia akhirat. Rupanya ada yang terlewat. Dia mencobanya sekali lagi. Sah? Sah! Sah! Sah! Alhamdulillah.<br /><br /><br />Tangis haru mewarnai pagi yang belum terlalu panas itu. Kami menyaksikan dua sahabat kami mengikat janji mereka dalam sebuah ikatan pernikahan. Entah, apa yang terpikir di kepala kami? Apakah ada diantara kami ini yang sedang membayangkan rasanya seperti mereka berdua? Atau hanya berpikir: Setelah ini siapa lagi yah?<br /><br /><br />Tembang Rhoma Irama dari Grup Qasidahan menemani kami menyantap hidangan yang disuguhkan. Lalu berganti dengan grup Nasyid dimana sahabat kami juga ada disana ikut menyanyi. Ada yang harus segera berakhir. Kami naik panggung. Foto. Jeprat jepret. Pamit pulang.<br /><br /><br />Bukan liburan kalau langsung pulang. Masih juga sempat mampir di pantai barat menyeberang ke pasir putih. Yang tersisa hanya aku, Mamank, dan Herman. Kami bertiga hanya memandangi perahu yang semakin menjauh. Kami bisa lihat mereka semua selamat sampai tujuan.<br /><br /><br />Kami hanya melamun, membuat lubang, merokok, lalu berlalu untuk sholat. Selepas shalat di mushola yang panas itu, kami mendinginkan hati dan pikiran dengan kelapa muda. This is life! <br /><br /><br />Nggak belanja, bukan liburan! Sepertinya inilah yang ada di benak para pelancong perempuan ini. Karena terlalu lama, kami putuskan supaya orang Jakarta (orang besoknya kerja, di Jakarta lagi…) untuk berangka duluan. Aku disana ikut mereka. <br /><br /><br />Aku minta diantar ke terminal, just want to ask, Budiman ke Jakarta berangkat jam berapa, namun entah mengapa, aku memutuskan untuk terbang ke Bekasi. Ini adalah keputusan yang sulit. Aku meninggalkan teman-teman. Tapi, justru inilah inti dari perjalanan ini. AKu memilih naik Budiman Pangandaran-Bekasi.<br /><br /><br />Akhir sebuah perjalanan<br /><br /><br />Perjalanan ini sangat berarti untukku. Perjalanan menempuh kesendirian. Bukan sekedar perjalanan biasa. Perjalanan ini adalah untuk sebuah keinginan yang baru saat ini terpikirkan kembali. Kenapa harus selalu menunggu untuk memulai sebuah perjalanan? Kenapa tidak memulainya saja sendirian? Sendirian sampai tempat tujuan.<br /><br /><br />Perjalanan ini adalah suatu pertanda bahwa kadang dalam kehidupan banyak sekali variabelnya yang berubah-rubah. Hidup ini seperti rumus fisika atau kimia yang mengandung ketetapan didalamnya walau variabelnya berubah atau diganti. Perjalanan mengajarkanku untuk meraih tujuan dengan caraku sendiri. Dan betapa kadang dalam perjalanan juga semuanya bisa berubah walau masih dengan tujuan yang sama.<br /><br /><br /><br />*) sebuah judul lagu dari Kla Project<br /><br /><br />Pegangsaan Dua, 22 December 2008, 15.54 </p><p style="text-align: justify;"><i>Tulisan ini berasal dari Notes di Facebook, diedit kembali tanggal 22 Desember 2023 untuk terbit di blog ini.</i></p>Anggi Hafiz Al Hakamhttp://www.blogger.com/profile/12285560718165102621noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4884564892094330594.post-54737864079713838562023-12-22T14:08:00.001+07:002023-12-22T14:08:02.475+07:00Cerita dari Pangandaran - Part 2<div style="text-align: justify;"><p><br /><br />Sore di Pangandaran adalah sisa-sisa kerinduan. Dibawah
langit yang mendung dan jalanan basah. Para wisatawan segera bersiap
menyambut datangnya malam. Malam belum menjelang. Senja pun belum turun.
Betapa bahagianya kami dapat berjumpa kembali sahabat seperjuangan
dengan plat D. Tak lama setelah melepas rindu dan laporan sama yang
punya hajat, kami segera menjelajah pantai. <br /><br /><br />Senja mulai
turun dan gelap. Angin semakin kencang. Kami masih di pantai.
Bermain-main dengan ombak yang saling berkejaran. Blitz dari kamera
digital yang bagai petir itu menandai kami yang rada-rada narsis ini.
Hujan kembali turun. Hujan mengusir kami kembali ke madrasah.<br /><br /><br />Selepas
waktu Isya, rasanya perut ini mulai berteriak minta diisi. Betul saja,
cacing-cacingnya sudah minta makan. Mereka teriak ingin makan seafood
atau sekedar ikan baker. Tak hanya itu saja, mereka juga berteriak ingin
makan di restoran yang ada TV-nya supaya mereka (lagi-lagi) bisa
berteriak mendukung Firman Utina Cs yang sedang menjaga skor tetap 1-0.<br /><br /><br />Selama
babak kedua itulah waktu makan kami. Indonesia kalah 2-1. Perut
kenyang. Udang terkulai. Kerapu terbakar. Asap rokok mengepul. Heuaay.
Pulang. Cari duren. Duren menyapa dihadapan kami. Sengaja kami menghadap
pantai timur dalam gelap yang semakin pekat. Kacang rebus dan kamera
masih jadi teman kami.<br /><br /><br />Tak lama, tiga orang sahabat menyusul
kami. Semakin lengkap rasanya malam minggu ini. Sahabat, kopi hitam,
kopi susu, kacang rebus, dan sepenggal kisah.<br /><br /><br />Ada kejadian
yang membosankan ketika harus menemukan penginapan tempat para perempuan
akan menginap. Sudah 3 kali keliling tapi tetap hasilnya 0 besar.
Untung, Tuhan masih menitipkan tanda-tanda kekuasaanNya hingga kami pun
tahu harus menuju kemana.<br /><br /><br />Kami, para lelaki, tiba di
penginapan dan langsung membuka apapun yang kami bawa. Buka baju. Buka
celana. Buka mulut (nguap tandanya ngantuk). Buka tas. Buka seleting
(mau pipis…). Buka minum. Buka laptop nonton bokep (yeahhh..) Buka mata
sampai jam 2 pagi. Sayangnya, DJ_arot sudah terkulai duluan. Perlahan
disusul Christ, Mamank, Angga and Kubil.<br /><br /><br />Malam yang semakin dingin dan sedikit gerimis menutup cerita malam itu.</p><p> </p><p>Pegangsaan Dua, 22 Desember 2008</p><p><i>Tulisan ini berasal dari Notes di Facebook, diedit kembali tanggal 22 Desember 2023 untuk terbit di blog ini.</i></p></div><br />Anggi Hafiz Al Hakamhttp://www.blogger.com/profile/12285560718165102621noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4884564892094330594.post-12029810646117081292023-12-22T11:00:00.002+07:002023-12-22T14:07:20.344+07:00Cerita dari Pangandaran - Part 1<div style="text-align: justify;"><p>Perjalanan malam hari ini diawali hampir dengan sebuah kesalahan.
Sebuah kesalahan yang akan merusak irama perjalanan. 3 jam lamanya
menunggu busway sampai Kampung Rambutan hampir saja berakhir ditangan
Perkasa Jaya. Dibutuhkan sedikit keberanian dan kenekatan untuk
melakukan perjalanan ini. Akhirnya, Budiman: Banjar –Jakarta Executive.<br /><br />****<br /><br />Menyusuri
pagi hari sepanjang Banjar-Pangandaran adalah kehilangan. Kabut
sepanjang perjalanan hanyalah teman. Hamparan sawah yang masih menghijau
adalah kerinduan. Aku lihat kembali kehidupan yang biasa. Anak-anak
pergi sekolah berjalan kaki. Petani ke sawah dengan sepeda tuanya. Para
Pedagang pasar membawa dagangannya ke dalam bis.<br /><br />Aku bisa
menyaksikan itu semua setelah tertidur sejauh 30 km. Hujan yang turun di
pagi itu membawa suasana basah dalam resah. Titik-titik hujan yang
menempa kaca depan bus menghujam bagai perasaan di minggu sore.
Perjalanan masih jauh. Aku coba untuk tertidur kembali namun aku tak
bisa. Aku hanya bisa memandang keluar dengan sebuah harapan.<br /><br />Aku
tiba di Terminal Pangandaran tepat setengah tujuh pagi. Aku melihat lagi
kehidupan yang biasa. Hujan gerimis belum mau reda. Bau basah pasir
pantai mulai tercium. Ombak semakin kencang. Aku bisa dengar dari
hembusannya. Hujan gerimis semakin besar. Pantai masih sepi. Barangkali,
nanti siang aku akan kesana.<br /><br />Ima menyambutku, begitu juga
keluarganya. Aku memutuskan untuk tidak berangkat bersama teman-teman
dari Jatinangor. Aku tiba disana bersama kakaknya yang menjemputku.
Tiba-tiba aja aku bercerita banyak sekali pada Ima. Tentang pekerjaan <i>(I
hate to told it on the holiday</i>), rezeki, cerita teman-teman., dan lain
sebagainya. Aku bercerita dalam hujan yang semakin deras. Untungnya, Ima
masih mau mengobrol denganku.<br /><br />Siang ini, setelah tertidur lagi 2
jam, aku ingin ke Pantai. Sendirian saja. Ketika gerimis masih enggan
untuk pergi aku kesana, Menyusuri sepanjang pantai barat sampai seorang
kawan menelpon. <br /><br />Siang pun segera membawa matahari dan membuka
awan mendung. Langit tampak berawan. Kami berdua menyusuri pantai timur
sampai akhirnya berhenti disebuah warung baso di Pasar dekat Terminal.
Sesudahnya kami berdua masih saja berputar-putar di Pangandaran yang
Cuma segitu-segitu saja. Sampai akhirnya kawan-kawan dari Bandung akan
segera tiba.<br /><br />**** end of part.1</p><p> </p><p>Pegangsaan Dua, 22 Desember 2008</p><p><i>Tulisan ini berasal dari Notes di Facebook, diedit kembali tanggal 22 Desember 2023 untuk terbit di blog ini.</i> <br /></p></div><br />Anggi Hafiz Al Hakamhttp://www.blogger.com/profile/12285560718165102621noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4884564892094330594.post-17660385139932067642023-12-22T10:52:00.001+07:002023-12-22T10:52:04.009+07:00 Titip Rindu buat Ibu*)<p class="x1qodse3" dir="auto"><i><span>Rembulan merah mengambang</span></i></p><p class="x1qodse3" dir="auto"><i><span>Langit Cikampek malam hari</span></i></p><p class="x1qodse3" dir="auto"><i><span>Angin kemarau mengalun terbang</span></i></p><p class="x1qodse3" dir="auto"><i><span>Hantarkan hasrat mimpi kembali</span></i></p><p class="x1qodse3" dir="auto"><i><span> </span></i></p><p class="x1qodse3" dir="auto"><i><span>Debur rindu bawa kelam</span></i></p><p class="x1qodse3" dir="auto"><i><span>Sejuta rindu bawa mimpi</span></i></p><p class="x1qodse3" dir="auto"><i><span>Desiran ingin bakar malam</span></i></p><p class="x1qodse3" dir="auto"><i><span>Jatiluhur terpatri sepi</span></i></p><p class="x1qodse3" dir="auto"><i><span> </span></i></p><p class="x1qodse3" dir="auto"><i><span>Ibu... Si Anak meradang</span></i></p><p class="x1qodse3" dir="auto"><i><span>Dalam sedu gemuruh hati</span></i></p><p class="x1qodse3" dir="auto"><i><span>Ibu... anakmu pulang</span></i></p><p class="x1qodse3" dir="auto"><i><span>Remuk redam hati terobati</span></i></p><p class="x1qodse3" dir="auto"><span> </span></p><p class="x1qodse3" dir="auto"><span>Jakarta, 12 Agustus 2009 <br /></span></p><p class="x1qodse3" dir="auto"><span>*) Sama dengan judul novel Novia Syahidah, Titip Rindu buat Ibu</span></p><p class="x1qodse3" dir="auto"><i><span>ditulis kembali mengenang perjalanan Jakarta-Bandung via Purwakarta sekaligus menyambut Hari Ibu 2010, diedit kembali pada 22 Desember 2023 untuk diterbitkan di blog ini.<br /></span></i></p><p class="x1qodse3" dir="auto"><i><span> </span></i></p><p></p>Anggi Hafiz Al Hakamhttp://www.blogger.com/profile/12285560718165102621noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4884564892094330594.post-75942859009021461012023-12-22T10:49:00.002+07:002023-12-22T10:53:06.995+07:00Sesah Hilapna - A Commemorate to Unforgetfulness<div style="text-align: justify;"></div><div class="xjm9jq1 xh8yej3 x14nfmen xw7yly9 x1e56ztr" style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><span class="x193iq5w xeuugli x13faqbe x1vvkbs x1xmvt09 x1lliihq x1s928wv xhkezso x1gmr53x x1cpjm7i x1fgarty x1943h6x xudqn12 x676frb x1lkfr7t x1lbecb7 xo1l8bm xzsf02u" dir="auto"><div class="_8emu"><i>Asa-asa urang teh nembean tepang, aya keureuteug hate dugdeg sur ser sesah hilapna...<br /><br />Geuing beut sungkan papisah... Deuh... Sesah hilapna... <br /><br />Kantenan urang teh nembean tepang aya nu eunteup gerets kadeudeuh sesah hilapna... <br /><br />Nyanding asih dina ati... Deuh... sungkan patebih...*)</i><span><p class="x1qodse3" dir="auto"><span> </span></p><p class="x1qodse3" dir="auto"><span>Rhein.. Carrarhein... Hanya itu saja yang ku tahu tentang dia. Hanya namanya saja. Pertemuan ini berlalu begitu saja. Tidak lebih cepat dari 1 lap balapan Formula 1. Juga, tidak lebih lambat dari Fastest Lap Kimi Raikonnen. Kau boleh bilang sepintas lalu saja. Ya, memang seperti itu. Untung saja, aku masih ingat namanya. Namanya yang selalu akan jadi bagian cerita hidupku ini.
<br /></span></p></span></div></span><span class="x193iq5w xeuugli x13faqbe x1vvkbs x1xmvt09 x1lliihq x1s928wv xhkezso x1gmr53x x1cpjm7i x1fgarty x1943h6x xudqn12 x676frb x1lkfr7t x1lbecb7 xo1l8bm xzsf02u" dir="auto"></span><span class="x193iq5w xeuugli x13faqbe x1vvkbs x1xmvt09 x1lliihq x1s928wv xhkezso x1gmr53x x1cpjm7i x1fgarty x1943h6x xudqn12 x676frb x1lkfr7t x1lbecb7 xo1l8bm xzsf02u" dir="auto"><div class="_8emu"><span><p class="x1qodse3" dir="auto"><span>Tidak perlu lagi kuceritakan bagaimana aku tahu namanya. Tidak juga kau perlu tahu mengapa sulit untuk melupakannya. Toh, pertemuan kami tidak disengaja. Aku tidak berkuasa apa-apa atas kejadian ini. Aku hanya tahu kalau aku sedang menjalani kemestian.</span></p></span></div></span><span class="x193iq5w xeuugli x13faqbe x1vvkbs x1xmvt09 x1lliihq x1s928wv xhkezso x1gmr53x x1cpjm7i x1fgarty x1943h6x xudqn12 x676frb x1lkfr7t x1lbecb7 xo1l8bm xzsf02u" dir="auto"><div class="_8emu"><span><p class="x1qodse3" dir="auto"><span>Aku sedang berada di dalam perjalanan. Perjalanan yang akan membawaku kepada diriku sendiri. Entah mengapa aku merasa punya kekuatan dan harapan yang kuat untuk melakukan suatu perjalanan, sendirian. Perjalanan ini bukan dalam misi bisnis, dagang, bekerja, tapi lebih pada silaturahmi. Silaturahmi pada kenangan-kenangan yang berceceran di sepanjang jalan menuju tujuan. Silaturahmi dengan suasana baru yang kuharap dapat mengantarkanku pada diriku sendiri.
</span></p></span></div></span><span class="x193iq5w xeuugli x13faqbe x1vvkbs x1xmvt09 x1lliihq x1s928wv xhkezso x1gmr53x x1cpjm7i x1fgarty x1943h6x xudqn12 x676frb x1lkfr7t x1lbecb7 xo1l8bm xzsf02u" dir="auto"><div class="_8emu"><span><p class="x1qodse3" dir="auto"><i><i><i><span> </span></i></i></i></p><p class="x1qodse3" dir="auto"><i><i><i><span>Whatever tomorrow brings i'll be there...**)</span></i></i></i></p><p class="x1qodse3" dir="auto"><span>.</span></p><p class="x1qodse3" dir="auto"><span>Aku masih berada dalam perjalanan sambil berpikir akan pergi kemana lagi setelah ini. Ada banyak kemungkinan. Aku masih bisa pergi lagi ke Magelang untuk mengambil kembali kenangan tentangnya. Kenangan yang tertinggal dalam kabut Merbabu. Belum lagi yang tercecer dan menyatu dalam butiran air di kolam renang Sukotjo. Benar-benar sebuah napak tilas yang mungkin bakal berkesan. Aku ingin sekali lagi ke Magelang atau, sekedar main ke Yogyakarta. Meretas mimpi yang mungkin terobati. Aku masih menatap gelap diluar jendela sana. Bus masih melaju kencang. Sepi. Sendirian melintas jalan sunyi. Sendiri. Seperti aku. Menuju kesana. Kesana.</span></p></span></div></span><span class="x193iq5w xeuugli x13faqbe x1vvkbs x1xmvt09 x1lliihq x1s928wv xhkezso x1gmr53x x1cpjm7i x1fgarty x1943h6x xudqn12 x676frb x1lkfr7t x1lbecb7 xo1l8bm xzsf02u" dir="auto"></span><br /><span class="x193iq5w xeuugli x13faqbe x1vvkbs x1xmvt09 x1lliihq x1s928wv xhkezso x1gmr53x x1cpjm7i x1fgarty x1943h6x xudqn12 x676frb x1lkfr7t x1lbecb7 xo1l8bm xzsf02u" dir="auto"><div class="_8emu"><span><p class="x1qodse3" dir="auto"><span>Pegangsaan Dua, 19 Desember 2008
</span></p></span></div></span><span class="x193iq5w xeuugli x13faqbe x1vvkbs x1xmvt09 x1lliihq x1s928wv xhkezso x1gmr53x x1cpjm7i x1fgarty x1943h6x xudqn12 x676frb x1lkfr7t x1lbecb7 xo1l8bm xzsf02u" dir="auto"><div class="_8emu"><span><p class="x1qodse3" dir="auto"><span>*)Sesah Hilapna, dinyanyikan oleh Hetty Koes Endang
</span></p></span></div></span><span class="x193iq5w xeuugli x13faqbe x1vvkbs x1xmvt09 x1lliihq x1s928wv xhkezso x1gmr53x x1cpjm7i x1fgarty x1943h6x xudqn12 x676frb x1lkfr7t x1lbecb7 xo1l8bm xzsf02u" dir="auto"><div class="_8emu"><span><p class="x1qodse3" dir="auto"><span>**) Drive, lagunya Incubus. Di Indonesia malah ditiru jadi nama Band.</span></p><p class="x1qodse3" dir="auto"><span><i>diedit kembali pada 22 Desember 2023 untuk terbit di blog ini</i> <br /></span></p></span></div></span></div>Anggi Hafiz Al Hakamhttp://www.blogger.com/profile/12285560718165102621noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4884564892094330594.post-83070363410271571952023-12-12T15:12:00.002+07:002023-12-12T15:12:17.534+07:00Thinkplus T50: Masih Bagus Buat Lari<p style="text-align: justify;">Saat ini, ada banyak perlengkapan olahraga lari. Mulai dari yang utama dan berpengaruh pada performa, seperti sepatu dan outfit. Hingga, secondary items yang bisa menambah kegantengan atau sekedar untuk mengikuti tren biar bisa dibilang eksis. Untuk alasan yang kedua ini barangkali sering menjadi alasan para pelari untuk melengkapi eksistensinya di dunia perlarian.<br /><br />Rasanya tidak lengkap berlari tanpa mendengarkan musik. Saya jadi ingat sepuluh tahun lalu, saya masih rutin berlari keliling Monas dengan mendengarkan musik dari lagu-lagu yang ada di ponsel melalui headset berkabel. Saat itu, sudah mulai ada device headset dengan koneksi bluetooth, namun saya tidak mampu membelinya, Hehehe. Saat ini, sudah banyak sekali wireless bluetooth headset dengan berbagai rentang harga di marketplace daring. Mulai dari yang klasik on-ear hingga yang paling kekinian open-ear/air conduction yang sama-sama menggunakan koneksi bluetooth.<br /><br />Saya belum tahu rasanya seperti apa headset open ear itu namun saya mulai merasa perlu untuk mengganti headset yang selama ini saya pakai untuk berlari. Headset TWS on-ear harus selalu rutin ditekan agar posisinya tidak mudah goyang karena getaran dari gerakan lari. Sementara, yang bermodel mengalungi leher cukup membuat lecet kulit leher, imbas gesekan karet dengan kulit leher.</p><p style="text-align: justify;"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi3Yrym8Uxihj6ADdceZcq9_TRXklryDsot6pZTqUBQ35RS1OZoD8i2Vpp_b_nKfE_Z2xk-nGkTfqO2sH1T3n_ayYejDEp2LflGsvmspGBQR0-oOvnl4gK6qSs0fmjPnPITfg1rtRmMMwsnyTyGMI4PK7CaRbZFt4N_XwxV3xunVOop5v9u73RxUGGgFlJT/s2268/20231212_150626.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1619" data-original-width="2268" height="228" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi3Yrym8Uxihj6ADdceZcq9_TRXklryDsot6pZTqUBQ35RS1OZoD8i2Vpp_b_nKfE_Z2xk-nGkTfqO2sH1T3n_ayYejDEp2LflGsvmspGBQR0-oOvnl4gK6qSs0fmjPnPITfg1rtRmMMwsnyTyGMI4PK7CaRbZFt4N_XwxV3xunVOop5v9u73RxUGGgFlJT/s320/20231212_150626.jpg" width="320" /></a></div><br /><p style="text-align: justify;">Akhirnya, saya menjatuhkan pilihan pada Thinkplus T50 earphone. TWS ini memiliki gantungan yang melingkar untuk menggantung pada daun telinga. Ini mengingatkan saya pada medio 2010 dimana banyak juga model headset dari brand besar yang dipalsukan menggunakaan dudukan semacam ini. Old school never dies, Baby! <br /><br />Kualitas suara yang saya dapatkan dari TWS ini pun saya bisa beri nilai 80 dari 100. Suara musik dari jasa penyedia musik streaming atau podcast di Youtube selalu bisa saya nikmati. Mid-range dan bassnya lumayan walaupun tidak sekuat TWS yang pernah saya review sebelumnya, Nakamichi TWS1XS. Kapasitas baterainya pun lebih besar dari TWS1XS, 300 mAh dan bisa saya gunakan lebih dari 5 jam berturut untuk sekedar mendengarkan musik.<br /><br />So far, penggunaannya cukup nyaman baik untuk kerja (online meeting), telepon, berolahraga (sepeda, lari, dan gym). Bahan gantungannya cukup lembut dan terbuat dari karet lentur sehingga mengurangi resiko lecet saat berkeringat. Karet telinganya juga empuk serta diberi pilihan 3 ukuran dalam paket pembeliannya. Koneksi charger sudah menggunakan USB Type-C, jangan khawatir karena Thinkplus juga menyertakan kabel charging dalam paket bawaannya.<br /><br />Anyway, sebagai alternatif dari TWS headset open-ear yang harganya fantastis itu, rasanya Thinkplus T50 masih dapat diandalkan. Perbandingannya tidak head-to-head memang, tapi bila mungkin ada pembaca disini yang juga pelari, T50 bukanlah gadget/device yang dapat memberi kepuasan serupa, namun tidaklah salah bila T50 bisa jadi satu 'obat ganteng' anda saat berlari. Barangkali, kalau satu waktu anda perlu naik MRT, T50 masih boleh lah...!<br /><br />Brand : Thinkplus Lenovo<br />Model : T50 True Wireless Bluetooth Earphone Sport TWS 5.2<br />Sensitivity : 105 dB +/- 3 dB<br />Play time : 5 hours<br />Harga : Rp. 108.000 (Oktober 2023)<br /><br /><br />Cipayung, 10 Desember 2023 <br /></p>Anggi Hafiz Al Hakamhttp://www.blogger.com/profile/12285560718165102621noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4884564892094330594.post-15357237105112591752023-12-04T15:14:00.006+07:002023-12-04T15:14:59.340+07:00Why? Science Standards, Memahami Standar Lewat Komik<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhIRP-aHvY0Gox-LPJN0D4bnp6Gn9sZNGorEEilTB0Pai5Guo-gjLwsMyJ4SEIFLGsF9M2ZeWvoRm4hT7UkaI5M8Sv8y6CjVtu1u4GoE9GMm8AiGTINurppzXyWAXP7qwyVsO0Z8P9yegqtxqTrxkvQ4AFWbU1b53y20Mr2N8j_okB2dU8kUtEP8ZKvBeTc/s275/Screenshot%202023-12-04%20at%2015-10-36%20Jual%20Buku%20Why%20Science%20Standards%20(Standar%20Pengukuran)%20karya%20Yea%20Rim%20Dang.png" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="275" data-original-width="206" height="275" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhIRP-aHvY0Gox-LPJN0D4bnp6Gn9sZNGorEEilTB0Pai5Guo-gjLwsMyJ4SEIFLGsF9M2ZeWvoRm4hT7UkaI5M8Sv8y6CjVtu1u4GoE9GMm8AiGTINurppzXyWAXP7qwyVsO0Z8P9yegqtxqTrxkvQ4AFWbU1b53y20Mr2N8j_okB2dU8kUtEP8ZKvBeTc/s1600/Screenshot%202023-12-04%20at%2015-10-36%20Jual%20Buku%20Why%20Science%20Standards%20(Standar%20Pengukuran)%20karya%20Yea%20Rim%20Dang.png" width="206" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Sumber gambar: www.gramedia.com<br /></td></tr></tbody></table><p style="text-align: justify;"><br />Sejatinya, komik serial Why? ini adalah komik edukasi untuk anak-anak dengan rentang umur sekolah dasar. Tujuannya, agar mempermudah proses pembelajaran anak dalam pelajaran yang berkaitan dengan sains atau ilmu pengetahuan alam. Sepanjang pembacaan, andaikan buku ini ada saat saya masih sekolah dulu, mungkin hidup akan jadi lebih mudah. Halaah. Andaipun begitu, saya beleum tentu punya uang untuk membelinya.<br /><br />Membaca komik ini membawa ingatan saya kembali pada masa awal sekolah menengah pertama. Saya kembali mengingat pelajaran Fisika, terutama tentang satuan-satuan yang digunakan dalam Sistem Internasional. Lewat pembacaan, saya merefresh kembali memori tentang beberapa satuan yang sering dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Bedanya, dengan komik ini pembaca dibuat paham tentang mengapa harus ada satuan atau ukuran pengukuran yang sama melalui cerita Paman dan Komji yang kembali ke Zaman Babilonia dimana Kerajaan Assyria (Asiria) berusaha memperluas pengaruhnya.<br /><br />Komik ini juga memberi penekanan bahwa standar adalah ‘akar dari sains’. Standardisasi memiliki peranan yang besar terhadap kemajuan sains. Bagaimana pentingnya? Penjelasan dalam cerita petualangan Komji dapat membantu pembaca untuk setidaknya memahami mengapa asal mula keseragaman pengukuran dan bagaimana pengaruhnya terhadap kemajuan dunia dan ilmu pengetahuan.<br /><br />Komik serial ini memiliki banyak judul yang tentu saja masih berkaitan dengan ilmu pengetahuan. Buku ini lebih dulu saya tamatkan karena judulnya ‘agak saintifik’ untuk saya yang medioker ini. Saya masih ada dua buku Why? lagi untuk ditamatkan. Anyway, saya sangat menikmati pembacaan komik ini. Sedikit membuat dahi berkenyit tapi ya sudahlah...!</p><p style="text-align: justify;"></p><p style="text-align: justify;">Judul : Why? Science Standards, Standar Pengukuran<br />Penulis : Yea Rim Dang<br />Penerbit : Elex Media Komputindo<br />Tahun : 2019<br />Tebal : 160 hal.<br />Genre : Komik Sains</p><p style="text-align: justify;"><br /><br />Pajang, 4 Desember 2023 <br /></p><br />Anggi Hafiz Al Hakamhttp://www.blogger.com/profile/12285560718165102621noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4884564892094330594.post-19358401050815672252023-11-27T10:17:00.005+07:002023-12-04T15:17:38.554+07:00Kepiting Bercapit Emas: Membaca Kembali Tintin<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhlDcX43F3AKBVM82XgCD89uNjmprd21P5-GqAEKldSWfv2dXzIQ6bdF33lcinTijPDOlEMLg0SyyyxL1Kzl3CaX_airYViaV8ZZm9kZOyn0sXyUej6iDu2yQKAhPZL1XufApWByRdaa60CfFwsuiNXz-7zFCjE-pvtuigMKam6AlKCkp-fd5v9Ze-hL1mp/s207/Screenshot%202023-11-27%20at%2010-13-16%20Anggi%20Hafiz%20Al%20Hakam's%20review%20of%20Petualangan%20Tintin%20(Tintin%20%239).png" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="207" data-original-width="140" height="207" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhlDcX43F3AKBVM82XgCD89uNjmprd21P5-GqAEKldSWfv2dXzIQ6bdF33lcinTijPDOlEMLg0SyyyxL1Kzl3CaX_airYViaV8ZZm9kZOyn0sXyUej6iDu2yQKAhPZL1XufApWByRdaa60CfFwsuiNXz-7zFCjE-pvtuigMKam6AlKCkp-fd5v9Ze-hL1mp/s1600/Screenshot%202023-11-27%20at%2010-13-16%20Anggi%20Hafiz%20Al%20Hakam's%20review%20of%20Petualangan%20Tintin%20(Tintin%20%239).png" width="140" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Sumber gambar: www.goodreads.com<br /></td></tr></tbody></table><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Membaca lagi Tintin berarti mengulang kembali kisah baca saya puluhan tahun yang lalu. Saya harus mampir ke rumah saudara untuk meminjamnya. Buku komik semacam serial Petualangan Tintin ini habis dibaca sekali duduk. Juga karena ini bukan kali pertama jadi saya hanya menghabiskan waktu sepuluh menit saja untuk menamatkannya.<br /><br />Kisah rekaan dengan intrik-intrik spionase ini tentu sangat melatih pemahaman saya waktu kecil. Dulu, saya harus membaca berulang kali untuk dapat memahami cerita Tintin. Tentang bagaimana clue, kode, atau petunjuk-petunjuk yang dapat dijadikan alat investigasi yang menuntun pada pembuktian dan pemecahan sebuah kasus.<br /><br />Anyway, saya menikmati sekali pembacaan kembali Tintin. Tentu saja terima kasih saya ucapkan pada Istri saya yang masih mau membeli komik Tintin. Barangkali, kami berdua sedang butuh jiwa petualang untuk kembali berlayar satu kayuh berdua. Semoga.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Judul : Petualangan Tintin: Kepiting Bercapit Emas<br />Penulis : Herge<br />Penerbit : Gramedia Pustaka Utama<br />Tahun : 2015<br />Tebal : 64 hal.<br />Genre : Komik-Petualangan</div><div style="text-align: justify;"><br /><br />Pajang, 27 November 2023.<br /></div><br /><br />Anggi Hafiz Al Hakamhttp://www.blogger.com/profile/12285560718165102621noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4884564892094330594.post-52576411669603157692023-08-04T15:10:00.002+07:002023-08-04T15:10:33.798+07:00Rest in Peace, My Beloved Script<p> </p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg0LJrIz2Pk6vS13QaHanfj8XKG0lPnA4xvmAYrCaMi99NrDkSyczk3if_RFByaWRc1fj1zOYOraOmd4vMs9bFgJ85Q5ao6GDZe9ocY1hXKWtiiCl0HoY4FkSn4Knezd46s2-oopjcWQcggO9Ke_dBcw351v8AnqceyX903wrHNc16MuIIb-pCdSHC0uDIE/s1113/Script%20Twitter%20Blogpost.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="612" data-original-width="1113" height="220" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg0LJrIz2Pk6vS13QaHanfj8XKG0lPnA4xvmAYrCaMi99NrDkSyczk3if_RFByaWRc1fj1zOYOraOmd4vMs9bFgJ85Q5ao6GDZe9ocY1hXKWtiiCl0HoY4FkSn4Knezd46s2-oopjcWQcggO9Ke_dBcw351v8AnqceyX903wrHNc16MuIIb-pCdSHC0uDIE/w400-h220/Script%20Twitter%20Blogpost.png" width="400" /></a></div><p></p><p>Hari ini, saya nyatakan bahwa script ini telah dideaktivasi. Entah karena si burung kecil sudah berganti logo atau ada hal lainnya, saya tidak tahu.<br /></p>Anggi Hafiz Al Hakamhttp://www.blogger.com/profile/12285560718165102621noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4884564892094330594.post-63574235814215171292023-08-03T12:26:00.005+07:002023-08-03T12:26:40.581+07:00 Tough Choices: Sebuah Pembukaan<p style="text-align: justify;"><i>“... life is about the journey, not the destination. The steps along the way are what makes us who we are...”</i> hal. 85<br /></p><p style="text-align: justify;"></p><p style="text-align: justify;"><br /></p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEikzTBRIWnwdyl_YDzE2Q5Pj28reK-AA6KzzHv1tjqsr2H-QadJvjVcL-BSY16kwclQPKN_SgNyYamcXXvrWywyrCbYK8_fWJBYYEE2Ofsb54ECKYwMCvW21EtprtQLHOcppj7uPL4Ow9T6-VjPbBo4bRnEZlvdeg3bk5_rU51wp5zAyi-lN0OHg2Vnt53h/s330/Screenshot%202023-08-03%20at%2012-16-38%20Tough%20Choices%20A%20Memoir.png" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="330" data-original-width="207" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEikzTBRIWnwdyl_YDzE2Q5Pj28reK-AA6KzzHv1tjqsr2H-QadJvjVcL-BSY16kwclQPKN_SgNyYamcXXvrWywyrCbYK8_fWJBYYEE2Ofsb54ECKYwMCvW21EtprtQLHOcppj7uPL4Ow9T6-VjPbBo4bRnEZlvdeg3bk5_rU51wp5zAyi-lN0OHg2Vnt53h/s320/Screenshot%202023-08-03%20at%2012-16-38%20Tough%20Choices%20A%20Memoir.png" width="201" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Sumber gambar: www.goodreads.com<br /></td></tr></tbody></table><p></p><p style="text-align: justify;">Saya pertama kali berkenalan dengan buku ini di suatu perpustakaan sekolah medio 2009. Kebetulan, saat itu seorang siswi sedang membaca sekilas kemudian meminjamnya. Penasaran, akhirnya ketika buku itu dikembalikan, saya lantas mulai membaca sedikit halaman pembuka. Sampulnya menarik dan cukup simple. Sebuah potret seorang perempuan yang nampak masih “perkasa” dengan sisa-sisa kejayaannya. Judulnya pun langsung menimbulkan banyak pertanyaan dalam benak saya.<br /><br />Buku ini adalah sebuah memoar yang ditulis sendiri oleh Carly Fiorina, mantan CEO Hewlett-Packard (HP). Menarik untuk mengetahui cerita mengenai seorang perempuan yang menjadi pemimpin di sebuah perusahaan besar berskala internasional. Untuk tahu bagaimana latar belakangnya sedari kecil, kisah-kisah dan pergolakan di masa beranjak dewasa, hingga berbagai keputusan yang diambil dalam menjalani serangkaian peristiwa dalam hidupnya.<br /><br />2013 lalu, pernah sekali waktu saya menemukan buku ini di sebuah toko buku import di bilangan Senayan. Waktu itu, saya tidak punya cukup keinginan untuk menuntaskan pembacaan buku ini. Saya masih punya buku-buku yang belum dibaca dan itu banyak sekali. Keinginan itu muncul kembali ketika saya mulai mengumpulkan daftar wishlist buku yang ingin saya baca di Goodreads, pasca mereka menghapus My Stories di halaman mereka. Saya pun memberanikan diri untuk membeli buku-buku bekas di platform marketplace online shopping, dimulai dengan ‘Seribu Kunang-Kunang di Manhattan’ dan ‘Adam Makrifat’ yang pembaca tentu saja sudah lebih dulu membacanya sebelum tulisan ini.<br /><br />Saya membeli memoar ini bersamaan dengan buku dari Tina Fey ‘Bossypants’, sebuah memoar yang penuh dengan humor. Saya sengaja menunda ‘Bossypants’ agar dapat fokus menamatkan ‘Tough Choices’ terlebih dahulu. Saya mendapatkan buku ini sebagai buku bekas yang pernah berada dalam rak toko buku yang tahun 2013 lalu saya kunjungi dan harganya tidak dalam kurs rupiah, merupakan pada harga aslinya USD 24,99. Warna kertasnya sudah menguning, kertas sampulnya masih dalam keadaan baik, tidak ada halaman yang rusan ataupun sobek, dan yang paling penting: tidak ada penanda apapun dari pemilik sebelumnya. Anggap saja ini buku baru yang halamannya sudah menua. Hahaha.<br /><br />Saya selalu menyukai apa yang ditulis Carly Fiorina dalam halaman-halaman awal. I do what i thought was right... My soul still on my own... Kata-katanya seakan menguatkan dan memberi harapan bahwa apa yang kita lakukan adalah hasil pertimbangan kita sendiri dengan segenap pengalaman yang akan kita pertanggungjawabkan.<br /><br />Sepanjang pembacaan sampai halaman 98, ada banyak hal yang dapat dijadikan pelajaran dan motivasi. Tentang bagaimana menghadapi situasi penuh pilihan, tentang bagaimana mengambil resiko, juga tentang bagaimana berhadapan dengan banyak orang dalam konteks bisnis internasional. Saya merasa mendapatkan banyak insight dari perjalanan yang bahkan belum seperempat buku. Setidaknya, dalam hidup saya yang mulai membosankan ini ada sesuatu yang bisa membuat saya berpikir kembali tentang banyak hal.<br /><br />Anyway, saya masih harus menamatkan buku ini. Saya selalu merasa harus menamatkan buku ini sejak menemukannya kembali. Saya tidak terlalu tahu sepak terjang dan jejak karir dari si penulisnya. Namun, saya selalu punya alasan untuk belajar memahami kembali bahwa pengalaman adalah guru terbaik.<br /><br />Pajang, 3 Agustus 2023.</p>Anggi Hafiz Al Hakamhttp://www.blogger.com/profile/12285560718165102621noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4884564892094330594.post-62912071762478660782022-11-27T11:30:00.008+07:002022-11-27T11:34:14.492+07:00Nakamichi TWS1XS: A Review<p style="text-align: justify;"></p><p style="text-align: justify;"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjoWfrJhIdsjYC88iJUt7_Rj9i5mYEiZfOxJgArxSel03v_ltpkqIt07OiKOMvHh4f_E8VTU-XZrXqmnzSZLWigOSIIelO0mPyc7ODiYUt1S5NlSmmZGONtIkj20oMwyIoYq-49GB9xod3hwFEWrEWIp-BbR0_M00LHHOWFAKu_F8908EEtWXvq6YscuA/s3000/IMG_20221127_111811.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="3000" data-original-width="3000" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjoWfrJhIdsjYC88iJUt7_Rj9i5mYEiZfOxJgArxSel03v_ltpkqIt07OiKOMvHh4f_E8VTU-XZrXqmnzSZLWigOSIIelO0mPyc7ODiYUt1S5NlSmmZGONtIkj20oMwyIoYq-49GB9xod3hwFEWrEWIp-BbR0_M00LHHOWFAKu_F8908EEtWXvq6YscuA/s320/IMG_20221127_111811.jpg" width="320" /></a></div><br /><p style="text-align: justify;"></p><p style="text-align: justify;">Finally, pencarian saya untuk sebuah earphone TWS (true wireless stereo) berakhir pada Nakamichi TWS1XS. Padahal, ada banyak pilihan yang sudah masuk dalam keranjang belanja di marketplace Toko Ijo. Pilihan lainnya adalah beberapa seri dari Lenovo Thinkplus yang berada dalam range harga under 200ribuan.</p><p style="text-align: justify;">Pengalaman sebelumnya dengan TWS KW berlabel JBL cukup membuat saya berhati-hati dalam spending budget, apalagi ini menyangkut soal kenyamanan telinga. Percayalah, produk KW dari sebuah brand besar tidak akan memberikan hasil yang memuaskan. Kecuali, memang anda para pembaca yang budiman sengaja memilih produk KW tersebut agar tetap dilihat keren dan tidak ketinggalan zaman.</p><p style="text-align: justify;">Saya juga pernah mencoba TWS dari brand lainnya yaitu Mi Fa, harganya diatas 200 ribu, tentu saja membuat saya urung membelinya walau kualitas suara yang dihasilkan sudah bagus untuk sekedar meeting di luar ruangan. <br /></p><p style="text-align: justify;">Pilihan jatuh ke Nakamichi karena ini adalah known brand untuk high-end audio di bidang otomotif. Saya jadi ingat waktu ganti head unit audio mobil, Sang Juragan Toko menawarkan head unit single din Nakamichi dengan harga yang reasonable, tidak sampai satu juta rupiah! Katanya, Nakamichi sedang reposisi market sehingga banyak pilihan harganya. Entah, mungkin karena hal itu pula Nakamichi menghadirkan banyak juga pilihan untuk TWS pada rentang harga di bawah 200 ribu.<br /><br />Secara build quality, TWS1XS lumayan mewah, berbentuk bulat dengan ornamen transparan di bagian tutup flipnya. TWS ini dibekali baterai 200 mAh, dengan kekuatan 3.7 V, 0.74 Wh. Baterainya kuat dipakai lebih dari dua jam. Pastinya berapa? Belum saya coba karena saya belum menggunakan TWS1XS selama tiga jam lebih.<br /></p><p style="text-align: justify;">Saya sudah coba earphone ini untuk menemani sepedaan selama 1 jam 20 menit dan tidak ada masalah berarti dalam penggunaannya, walau yang dipakai hanya yang sebelah kiri. Saya tetap harus waspada dalam berlalu lintas. Untuk dipakai online meeting, earphone ini masih bagus. Memang tidak terlalu kedap karena belum dibekali fitur pengedap suara dari luar. Tidak seperti saudaranya, TW110NC yang punya banyak fitur. Harganya pun tentu saja berbeda.</p><p style="text-align: justify;">Yang paling berkesan dari earphone ini adalah suara yang dihasilkannya ketika menonton high quality video di Youtube atau mendengarkan high quality audio di Spotify. Suara bassnya bagus dan seimbang dengan treble yang dihasilkan. Pengalaman mendengarkan musik dengan TWS1XS menjadi lebih menyenangkan! Pun, ketika digunakan untuk mendengarkan pelajaran bahasa di Duolingo.</p><p style="text-align: justify;">Akhirul kalam, saya tidak akan bercerita banyak lagi. Sila berselancar di Youtube untuk detail dan review-review lainnya. I would recommend this TWS earphone to you who love quality at a low price. <br /> </p><p style="text-align: justify;">Cipayung, 27 November 2022.<br /><br /></p>Anggi Hafiz Al Hakamhttp://www.blogger.com/profile/12285560718165102621noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4884564892094330594.post-82308848838540671272022-10-26T09:30:00.002+07:002022-10-26T09:30:25.385+07:00This Notebook is My Bitch: 10 Tahun Kemudian<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjbhNx99eximqW9MuMBrgg39z1MLUuZfPvnWH6c2KpHJtEXahcgaUGMKH9BDUr5CbkDIBx8ABIB7k43KpvZ6SRk-7xGMR0uAQfoYpLoLz9h1sFk7gpan3rMhLflhL7yugoU7X-FN96oWtUt9rTiBmXEGpR4lZF_npxZ9GQSmEBfSfUsoAcnHTKG3Lrm0Q/s469/TNIMB.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="469" data-original-width="318" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjbhNx99eximqW9MuMBrgg39z1MLUuZfPvnWH6c2KpHJtEXahcgaUGMKH9BDUr5CbkDIBx8ABIB7k43KpvZ6SRk-7xGMR0uAQfoYpLoLz9h1sFk7gpan3rMhLflhL7yugoU7X-FN96oWtUt9rTiBmXEGpR4lZF_npxZ9GQSmEBfSfUsoAcnHTKG3Lrm0Q/s320/TNIMB.jpg" width="217" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Sumber gambar: www.goodreads.com<br /></td></tr></tbody></table><p style="text-align: justify;"> <br /></p><p style="text-align: justify;">Saya mendapatkan buku ini usai menamatkan pembacaan "Antologi Rasa" medio 2012, kurang lebih 10 tahun yang lalu. Ika Natassa agaknya sengaja menerbitkan buku ini untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang bagaimana menulis sebuah kisah, lebih jauh sebuah buku.<br /><br />Bentuk buku ini juga tidak seperti buku tips penulisan praktis lainnya. Penulisnya memberi ruang yang cukup untuk menuliskan ide-ide cerita. Ini akan memudahkan siapapun yang ingin menulis karena diberikan panduan dan juga sekalian ruang tulisnya.<br /><br />Pada saat buku ini diterbitkan, tidak ada banyak 'protes' tentang isinya yang bahasa Inggris semua. Saya, jujur saja, sangat menikmatinya. Pembaca Ika Natassa lainnya pun saya rasa setuju adanya. Berbeda dengan situasi belakangan ini, dimana pembaca baru Ika Natassa tidak banyak tahu atau membaca situasi sebelumnya, misalnya tentang mengapa Ika Natassa menulis cerita yang sedemikian rupa itu dalam karya-karyanya dan mengapa Ika Natassa menggunakan pilihan bahasa yang seperti itu. Alih-alih malah terdikotomi 'anak SCBD' dan "Bahasa Anak Selatan'. C'mon, wake up!<br /><br />Saya selalu membaca buku ini ketika perlu inspirasi untuk menulis cerita pendek, terutama untuk mengingat kembali poin-poin dalam membangun konflik dan menguatkan karakter. Sudah lama sekali saya tidak menulis cerita dan membuat karakter tokoh pengisi cerita. Saya perlu membaca buku ini lagi!</p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;">Pajang, 26 Oktober 2022.<br /></p>Anggi Hafiz Al Hakamhttp://www.blogger.com/profile/12285560718165102621noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4884564892094330594.post-13920572476372774082022-09-16T10:37:00.003+07:002022-09-16T10:37:44.295+07:00Surat Cinta dari Fuzhou (lagi)<p style="text-align: justify;"><i>Cintaku, <br /><br />Hari ini aku kembali ke Fuzhou. Seharusnya aku sudah berada disampingmu, saat ini. Seharusnya aku sudah menghapus peluhmu, Mencium keningmu dengan segenap perasaan. Penuh cinta dan romansa. Sayang sekali, kita tidak pernah bisa memilih takdir. Seperti saat kita menuang segelas bir.<br /><br />Aku kembali pada suara gemuruh ombak yang sama. Entah berapa juta hari yang lalu. Aku kembali pada angin yang sama. Angin yang terbawa topan Muifa dari arah ShangHai sana. Aku kembali pada aroma yang sama. Aroma perpisahan yang selalu tidak pernah menyenangkan.<br /><br />Aku tidak pernah tahu apa yang terjadi. Apakah kembalinya aku ini meninggalkan jejak pada dia dan dirinya. Aku tidak pernah tahu apakah ini adil untuk mereka. Siapa bilang hidup ini begitu "fair" soal asmara dan membagi hati.<br /><br />Manisku,<br /><br />Sudah terlalu banyak perasaan di dunia ini. Setiap saat, setiap waktu, kita menciptakannya. Aku, engkau, kita, mereka, dan entah siapa lagi. Aku kembali menatap lampu-lampu jembatan yang masih sama warnanya seperti saat kutinggalkan. Gemerlap, serupa kilau auramu yang takkan pernah mudah untuk kulupakan.<br /><br />Sayangku,<br /><br />Agaknya, kali ini perasaaanku sedikit lega. Aku tahu akan menuju kemana. Aku akan pulang padamu. Kembali lagi padamu. Kembali seperti dulu. Saat desah nafasmu begitu dekat, dan engkau kupeluk erat.<br /><br />Terimalah salam sayangku yang kesekian juta kalinya. Entah engkau masih mau apa tidak. Aku hanya tahu satu hal. Aku mencintaimu.<br /></i></p><p style="text-align: justify;"><i><br />dari tempat paling sepi di dunia.<br />Teluk Haiying, Fuzhou. 14 September 2022</i></p>Anggi Hafiz Al Hakamhttp://www.blogger.com/profile/12285560718165102621noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4884564892094330594.post-8303511426270796432022-09-16T10:35:00.002+07:002022-09-16T10:35:11.735+07:00Surat Cinta dari ShangHai<p style="text-align: justify;"><i>Cintaku,<br /><br />Akhirnya, aku tiba juga di ShangHai. Sebuah kota yang hanya pernah kita bayangkan. Sebuah nama yang hanya kita kenal lewat film-film Jacky Chan dan Andy Lau. Sebuah nama yang tidak pernah terlintas akan menjadi goresan dalam catatan kecil perjalanan kita. Aku merasakan denyut kota yang sama. Denyut kota yang pernah kita rasakan ketika mengitari Bundaran HI kala itu. Saat senyummu masih selalu menumbuhkan keraguanku.<br /><br />Begitulah, cintaku. Aku memulai perjalanan yang kesekian kalinya ini di Hari Kemerdekaan Republik tercinta. Aku terdampar di pinggiran kota, namanya Minhang District, mungkin daerahnya seluas kecamatan. Aku akan memulai hari-hariku yang hanya seperti ini untuk entah berapa lama.<br /><br />Aku teringat pesan darimu dulu. Engkau selalu bilang padaku untuk tidak pernah mengacaukan hari pertama. Hari pertama apapun itu. Aku berusaha memenuhi janjiku padamu itu. Aku jalani hari-hariku dengan selancar-lancarnya.<br /><br />Manisku,<br /><br />Hari-hariku disini kemudian adalah hari-hari penuh rindu. Hari-hari dimana suara-suara gemuruh kota selalu membawa ingatan ini kepadamu. Aku titipkan rindu pada angin. Aku titipkan rindu pada gelombang. Namun, mereka semua tidak pernah sampai kepadamu. Katanya, mereka dihantam badai topan di Laut Cina Selatan. <br /><br />Aku pernah mencoba hilangkan sepi. Aku pergi menuju keramaian kota. Aku menuju pusat cahaya. Aku hanya mampu terdiam dan takjub. Aku takjub pada takdir yang membawaku kemari. Hanya untuk mengingat namamu dan mendoakanmu seraya memohon pada Tuhan untuk jangan hilangkan perasaan ini kepadamu. <br /><br />Aku berada di tepian sungai terbesar disini. Dengan segala temaram dan gemerlap cahaya kota. Aku hanya merasakan kesepian. Engkau tidak disini bersamaku. <br /><br />Sayangku,<br /><br />Sisa perjalananku selanjutnya adalah hari-hari berselimut rindu. Aku menghitung hari. Menit demi menit. Detik demi detik. Tanpa terasa ada satu dan dua hati mengisi hariku. Menemani hari-hari sepi tanpa dirimu. Melewati malam dengan lagu-lagu galau kesukaanmu hingga akhirnya merasukiku. Cukup dalam, namun belum sedalam perasaanku padamu.<br /><br />Aku tidak tahu apakah ini sebuah kesalahan. Semakin aku coba untuk sembunyi hasilnya percuma saja: Aku tersiksa lagi. Mungkin, kesalahan ini semakin terasa indahnya. <br /><br />Pada suatu malam, ketika hujan badai telah reda dan malam semakin meninggi. Aku menarik nafas dalam-dalam, menghirup semua angin malam yang pernah ada dalam lirik lagu Broery Marantika. Aku hirup semuanya hanya untuk menyuruh mereka agar mau membuka kembali jala-jala kenangan bersamamu. Hasilnya sama saja: Aku galau!</i></p><p style="text-align: justify;"><i> </i></p><p style="text-align: justify;"><i>Minhang, ShangHai. 10-12 Sept 2022</i></p>Anggi Hafiz Al Hakamhttp://www.blogger.com/profile/12285560718165102621noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4884564892094330594.post-42060319632238771132022-09-16T10:30:00.005+07:002022-09-16T10:30:38.723+07:00Surat Cinta dari Fuzhou<div style="text-align: justify;"><i>Cintaku,<br /><br />Apakah perlu aku ceritakan tentang mimpi-mimpiku selama disini? Kadang-kadang aku mengalami mimpi yang buruk. Sampai malam tadi pun aku belum pernah bermimpi tentangmu, tentang kita. Tentang apple tree yang just grow for you and me.<br /><br />Aku selalu bersyukur bahwa aku terbangun pada pagi hari buta disini. Lengkap dengan debur ombak yang berkejaran, di bawah bulan setengah, Teluk Haiying. Tiba-tiba aku rindu pada Bapakku. Entah, tiba-tiba aja. Setiba-tiba waktu aku katakan aku mencintaimu di depan lift itu.<br /> </i></div><div style="text-align: justify;"><i>Manisku, kau tahu apa yang selalu mengantarkanku pada Bapak ketika aku rindu? Motor tua warna merah itu? Tidak. Motor itu masih ada yang punya dan sudah lima tahun tidak bayar pajak. Apa kira-kira menurutmu? Bee Gees? Ya, kau benar, sayang. Aku selalu membayangkan Barry Gibbs tahun 70-an itu adalah Bapak. Entah kenapa, mungkin karena foto-foto Bapak tahun itu mengikuti gaya rambut 'The Last Bee Gees' itu.<br /><br />Setelah makan siang, aku mencoba mengulang kembali konser "One Night Only" tahun 1997. Aku pernah menyaksikan konser itu lewat DVD yang dibeli di Pasar Kembang. Pasar bajakan terlengkap sedunia hahaha. Agak sedikit repot memang karena Youtube tidak ada disini. Untung saja, ada satu website yang cukup lengkap. Agaknya, orang-orang China mulai terbuka. Bagaimana tidak? Ada satu orang yang mengunggah video konser berdurasi 110 menit ini. <br /><br />Aroma nostalgia mewabah dan mengisi ruangan kamarku. Ingatanku mengembara jauh. Jauh ke tahun-tahun dimana Bapak masih menyetel Bee Gees lewat pemutar kaset dan speaker besarnya. Engkau dimana waktu itu, sayang?<br /><br />Aku jadi teringat kembali padamu. Pada janjiku yang tidak pernah bisa aku tepati. Janji yang tidak jadi bukti how deep is your love-ku padamu. Kau tentu ingat, bagaimana aku berjanji akan menuliskan lirik lagu itu untukmu dan mengirimkannya ke rumahmu. Itu adalah kesalahan. Kesalahan yang aku selalu kenang dan tidak akan pernah aku buat lagi.<br /><br />Cintaku, manisku, sayangku.<br /><br />Aroma musim panas disini sangat terasa. Malam begitu hangat. Kadang, kalau sedang melamun aku bicara sendiri pada rembulan yang menggantung di atas sana. Aku tanyakan kabarmu padanya. Aku tanyakan bagaimana harimu padanya. Padahal aku tahu, harusnya aku biarkan bulan bicara sendiri. Seperti kata Broery. Namun, begitulah hatiku. Aku hanya sanggup menelan kerinduan saja setiap malam.<br /><br />Malam semakin meninggi. Bulan mulai naik perlahan. Deburan ombak berdesir tenang. Lampu kota berkilapan. Lampu suar warna hijau seperti dalam film 'The Great Gatsby' melirik dengan genit. Aku pendam rinduku padamu bersama kata-kata yang entah kapan akan sampai kepadamu dari tempat paling sunyi di dunia.<br /><br />Peluk dan cium,</i></div><div style="text-align: justify;"><i> <br /></i></div><div style="text-align: justify;"><i>Teluk Haiying, Fuzhou. 8 Agustus 2022<br /></i></div><i><br /></i>Anggi Hafiz Al Hakamhttp://www.blogger.com/profile/12285560718165102621noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4884564892094330594.post-14174919743543154822022-07-31T22:57:00.005+07:002022-07-31T22:57:43.034+07:00Surat untuk Aisyah<p style="text-align: justify;"><i>Aisyah,</i></p><p style="text-align: justify;"><i>Segala puji Bapak dan Ibu panjatkan pada Allah SWT karena pada bulan Juli ini engkau genap berusia lima tahun. Usia yang sudah bukan anak kecil lagi. Aisyah sekarang naik ke Kelas B. Tidak hanya itu saja, bulan ini juga Kakakmu, Alde, mulai sekolah SD. Betapa saat ini sejak Ais dan Alde mulai sekolah, WFH Bapak mulai terasa agak sepi saat pagi hingga siang.</i></p><p style="text-align: justify;"><i>Begitulah Aisyah, rasanya semuanya terjadi begitu saja. Waktu yang terlalui sudah jadi kenangan. Hari-hari di depan adalah tantangan.</i></p><p style="text-align: justify;"><i>Aisyah,</i></p><p style="text-align: justify;"><i>Semoga engkau selalu sehat, Nak. Bermainlah sepuasnya di sekolah. Puaskan dahaga ingin tahumu. Ada Ibu Guru yang siap membantumu di sekolah. Jadilah matahari kami, jadilah sinar pagi pembawa cahaya dari timur. </i></p><p style="text-align: justify;"><i> </i></p><p style="text-align: justify;"><i>Cipayung, 2 Juli 2022 <br /></i></p>Anggi Hafiz Al Hakamhttp://www.blogger.com/profile/12285560718165102621noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4884564892094330594.post-19902795335321836512022-07-31T22:48:00.008+07:002022-08-02T22:38:20.279+07:00Surat untuk Aldebaran<div style="text-align: justify;"><p><i>Aldebaran,</i></p><p><i>Akhirnya,
sampai juga waktu Bapak untuk melihatmu masuk Sekolah Dasar setelah
Akhirussanah TK yang sempat membuat air mata ini kembali mengalir. Akhirnya, Bapak dapat merasakan hal yang mungkin dirasakan oleh Akung dahulu. Semua perasaan bercampur menjadi satu. Ada rasa haru, ada rasa bahagia, dan ada juga banyak kekhawatiran. Untuk yang terakhir ini, sering Bapak titipkan pada Allah saja. Mudah-mudahan, Ia mau membantu Bapak memanage segala macam rasa khawatir ini.</i></p><p><i>Bapak dan Ibu tentunya berharap Alde akan cepat beradaptasi dengan segala kegiatan di masa SD ini yang kami rasa sangat tidak mudah. Alde sudah mengalami masa sekolah di zaman pandemi, kemudian mulai tatap muka kembali-dengan segala pembatasan. Tiba-tiba, Alde harus menjalani sekolah hari penuh. Alde harus bangun pagi dan segera bersiap pergi ke sekolah, lalu pulang sebelum adzan Ashar berkumandang. </i></p><p><i>Ah, rasanya tidak adil bila membandingkan sekolah SD zaman Bapak dan Ibu dulu. Entah bagaimana Bapak harus menjelaskan padamu soal konsep merdeka belajar dari Pak Menteri yang sekarang ini. Pun, ketika Bapak menyadari bahwa buku-buku pelajaran sekolahmu ukurannya lebih besar dari zaman kami dulu. Semoga engkau memiliki tubuh dan badan yang kuat untuk menjalani hari-harimu nanti.</i></p><p><i>Aldebaran,</i></p><p><i>Selamat menjalani hari-hari ke depan, Nak. Bapak dan Ibu selalu mendoakan engkau dan adikmu agar kelak dapat mengamalkan setiap ilmu dan pelajaran yang telah didapat. Kiranya, Allah SWT membantu, memudahkan, dan mencurahkan berkah-Nya. Jadilah anak yang kuat dan berani. Menirukan Iwan Fals, "..tinjulah congkaknya dunia, Buah Hatiku. Doa kami di nadimu...".</i></p><p><i> </i></p><p><i>Cipayung, 22 Juli 2022 <br /></i></p></div>Anggi Hafiz Al Hakamhttp://www.blogger.com/profile/12285560718165102621noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4884564892094330594.post-72780807792245453842022-07-01T15:47:00.002+07:002022-07-01T15:47:23.579+07:00Adam Makrifat<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgeulxVldfniSNlsAckBq84SQ3TM10UgWCdh-4ToOY_7qUeKopVj0F2K1HiV3maluQa8jIMAUTql34gYHIYZH9TH93yOvFyK6dzOz6SxrpoNY9YR8vpr3gL8EXOczoR7YRYyk2lIEEdV2F7tpElxQy5YKI3mCWkFehZTN9c0K694-8kaJLHQ3_LV56ahw/s295/Screenshot%202022-07-01%20at%2015-36-00%20Adam%20Ma'rifat.png" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="295" data-original-width="236" height="295" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgeulxVldfniSNlsAckBq84SQ3TM10UgWCdh-4ToOY_7qUeKopVj0F2K1HiV3maluQa8jIMAUTql34gYHIYZH9TH93yOvFyK6dzOz6SxrpoNY9YR8vpr3gL8EXOczoR7YRYyk2lIEEdV2F7tpElxQy5YKI3mCWkFehZTN9c0K694-8kaJLHQ3_LV56ahw/s1600/Screenshot%202022-07-01%20at%2015-36-00%20Adam%20Ma'rifat.png" width="236" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Sumber gambar: www.goodreads.com<br /></td></tr></tbody></table><br /><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Pertama kali mengenal judul ini lewat sebuah pertanyaan dalam Lembar Kerja Siswa (LKS) Bahasa Indonesia zaman duduk di bangku sekolah. Sebagai siswa yang tidak pernah membaca buku ini tentu saja saat itu saya kebingungan karena tidak tahu isi ceritanya. Paling banter sampai kelas 1 SMA, hanya kumpulan cerpen “Sepotong Senja Untuk Pacarku” saja yang pernah saya tamatkan.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Kekaguman pada karya Alm. Danarto muncul kembali ketika membaca buku “Kitab Omong Kosong” karya Seno Gumira Ajidarma, dimana sampul bukunya merupakan hasil karya gambar Alm. Danarto. Buku Alm. Danarto yang pernah saya baca sebelum Adam Makrifat adalah “Orang Jawa Naik Haji” dan saat ini sedang berusaha menamatkan “Godlob”.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Hasrat untuk membaca “Adam Makrifat” datang tiba-tiba saja pada suatu malam. Saya tertarik untuk memilih buku bekas dengan karakter gambar sampul aslinya. Rupanya, kondisinya masih acceptable dan merupakan edisi cetakan pertama. Pernah dijadikan koleksi sebuah kelompok teater juga. </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Rupanya, hanya ada enam cerpen dalam buku ini. Tidak banyak memang tetapi saya rasa ada maksudnya. Entah karena saat itu format kumpulan cerita pendek seperti ini memang punya daya tarik tersendiri bagi pembaca maupun penerbit atau memang penulisnya sengaja hanya memberikan enam cerita pendeknya saja untuk dibukukan. Saya kembali teringat pada buku “Seribu Kunang-Kunang di Manhattan” karya Umar Kayam yang hanya menampilkan cerita pendek dengan jumlah yang sama.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Ada banyak kejutan sepanjang pembacaan buku ini. Kejutan itu dimulai tidak saja ketika dalam pembacaan ceritanya. Tetapi juga, dalam kata pengantar dalam kolom. Alm. Danarto benar-benar membuat sastra meriah dan merangsang pembaca untuk ikut mengomentari hasil karya penulis. Saya merasa kagum pada Alm. Danarto karena pada tahun-tahun tersebut sudah berani merangsang pembacanya untuk benar-benar memberikan kritik yang pantas pada sastra.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Saya merasakan sebuah karya yang meriah. Penuh dengan sensasi, fantasi, dan kebebasan bercerita. Lepas dari pakem-pakem teoritis. Fantastis rasanya, mengingat karya ini ditulis pada rentang tahun 1975-1981, pada masa-masa pembangunan Orde Baru. Entah, saya sulit menemukan kaitan atau hubungan antara keenam cerita pendek itu dengan kejadian-kejadian selama Orde Baru. Rasanya, keenam cerita pendek ini adalah hasil cipta karya rasa dan karsa dari seorang Alm. Danarto yang membuat cerita-cerita itu tidak hanya hidup dalam sekedar teks belaka. Ada sebuah petualangan fantasi dan imajinatif dari kisah-kisah yang seakan nyata ini.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Adam Makrifat sendiri diambil dari satu judul cerpen dalam buku ini yang terbit pada tanggal 3 September 1975, sehari setelah ulang tahun Bapak saya yang ke-20. Judul-judul lainnya adalah “Mereka Toh Tidak Mungkin Menjaring Malaikat” (11 Maret 1975), “Megatruh” (28 Maret 1978), “Lahirnya Sebuah Kota Suci” (17 September 1980), “Bedoyo Robot Membelot” (7 April 1981), dan sebuah cerpen yang sangat unik, tidak ada judulnya dan hanya diberi gambar not balok dengan tanda bunyi ‘ngung-ngung’ dan ‘cak-cak’cak’ mirip pada sebuah tarian dari Bali.<br /></div><p style="text-align: left;"></p><p style="text-align: left;">Judul : Adam Makrifat<br />Penulis : Danarto<br />Penerbit : Balai Pustaka<br />Tahun : 1982<br />Tebal : 72 hal.<br />Genre : Sastra Indonesia-Cerita Pendek<br /> </p><p style="text-align: left;">Pajang, 1 Juli 2022<br /><br /></p>Anggi Hafiz Al Hakamhttp://www.blogger.com/profile/12285560718165102621noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4884564892094330594.post-53404145211612811772022-03-28T09:42:00.005+07:002022-03-28T09:46:09.867+07:00Si Juki #BeraniBeda<div style="text-align: justify;">Buku ini adalah buku Si Juki kedua yang pernah saya baca. Nuansa humornya dapet banget. Mirip ketika menamatkan pembacaan buku lainnya, yaitu #BeraniGagal. </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiMy5KTdgPRZu8JTDT_Pm8c6K9Gw8Og1cDMhQsKqb2hLDhy4OcWQdsKTFe0-nicC6QyXRcdbvCdofksM9XAj1QwDk7j2todS4RxVahroNiLh60qto2a7pttMRKKQ4wMEU5xkLtj21FUP4rckjKFJpM0dx20h0TuHii0_RvYxOgPEADHPAPBvkvrBSwOrg/s453/22738008.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="453" data-original-width="318" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiMy5KTdgPRZu8JTDT_Pm8c6K9Gw8Og1cDMhQsKqb2hLDhy4OcWQdsKTFe0-nicC6QyXRcdbvCdofksM9XAj1QwDk7j2todS4RxVahroNiLh60qto2a7pttMRKKQ4wMEU5xkLtj21FUP4rckjKFJpM0dx20h0TuHii0_RvYxOgPEADHPAPBvkvrBSwOrg/s320/22738008.jpg" width="225" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Sumber gambar: www.goodreads.com<br /></td></tr></tbody></table><br /><div style="text-align: justify;"></div><p style="text-align: justify;">Dalam cerita ini, Pembaca disuguhkan awal mula dan asal usul Si Juki. Agaknya hal inilah yang menjadi nilai tambah untuk dapat memasuki dunia Si Juki. Andaikan saya membaca buku ini lebih awal, mungkin saya juga akan terinspirasi untuk mengajukan diri menjadi Presiden hahaha.<br /><br />Pada edisi ini juga, saya disadarkan bahwa jomblo pun dapat menjadi suatu hal yang harus diperjuangkan. Saya menemukan bahwa jomblo harus tetap dapat menjadi entitas yang membanggakan. Tidak salah rasanya bila Si Juki membuat "Front Pembela Jomblo". Suatu hal yang tidak pernah saya sadari sebelumnya.<br /><br />Akhirul kata, saya membaca buku ini jauh setelah terbitnya (medio Juni 2014). Namun, tidak mengurangi esensi dari keseruan dan kelucuan dari seorang Muhamad Marzuki a.k.a Si Juki.<br /></p><div style="text-align: justify;">
Judul : #BeraniBeda: Juki Untuk Indonesia Satu<br /></div>
<div style="text-align: justify;">Penulis : Faza Meonk,Yahya Muhaimin, et. al.<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penerbit : Bukune</div>
<div style="text-align: justify;">
Tahun : 2014</div>
<div style="text-align: justify;">
Tebal : 152 hal.</div>
<div style="text-align: justify;">
Genre : Komik Indonesia</div><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><br />Pajang, 28 Maret 2022</p>Anggi Hafiz Al Hakamhttp://www.blogger.com/profile/12285560718165102621noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4884564892094330594.post-13514956886395816042022-03-10T14:55:00.002+07:002022-03-10T14:55:24.472+07:00A Day<p><i> A day,</i></p><p><i>Could be a romantic to one,</i></p><p><i>May be tragic for one...</i></p><p><i> </i></p><p>Bandung, 5 Maret 2022<i> </i><br /></p>Anggi Hafiz Al Hakamhttp://www.blogger.com/profile/12285560718165102621noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4884564892094330594.post-46295734614355353462022-01-12T16:12:00.006+07:002022-01-12T16:12:53.690+07:00By The River Piedra, I Sat Down and Wept: Pembacaan Kedua<p style="text-align: justify;"><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEjc_aGr6jkV-sJwaGMJbDY7PhtqSKLQYqEklrF0Ft6XV1SDOf9qAkbaOsXey_qsLKf04blVSNSjmqlOBVrwbZQdH7JFi-zSMgaw65g3FBbP2WPechqDwj1i8dzpCcr-TIyTk7dDz969AXNGMyUgmILxuYn1bgDIQP2scgeywk4N1VWh4BRfWkMeywlGPw=s250" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="250" data-original-width="169" height="250" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEjc_aGr6jkV-sJwaGMJbDY7PhtqSKLQYqEklrF0Ft6XV1SDOf9qAkbaOsXey_qsLKf04blVSNSjmqlOBVrwbZQdH7JFi-zSMgaw65g3FBbP2WPechqDwj1i8dzpCcr-TIyTk7dDz969AXNGMyUgmILxuYn1bgDIQP2scgeywk4N1VWh4BRfWkMeywlGPw" width="169" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Sumber gambar: www.goodreads.com<br /></td></tr></tbody></table></p><p style="text-align: justify;"> </p><p style="text-align: justify;">Buku ini adalah buku kedua dari Paulo Coelho yang saya baca setelah 'The Alchemist' atau 'Sang Alkemis'. Pertama kali dibaca pada Oktober 2009 dan selesai sebulan setelahnya. Terus terang, buku ini punya judul yang menarik untuk dibaca. "By The River Piedra, I Sat Down and Wept", bisa dimaknai bermacam-macam. Entah itu menangis sedih atau tangis bahagia, rasanya membuat penasaran. Apalagi gambar sampulnya juga mendukung imaji atas pembacaan teks didalamnya.<br /><br />Bertema cinta, buku ini menceritakan perjalanan cinta dua manusia, Pilar dan sang lelaki teman masa kecilnya yang akhirnya menyatakan cintanya setelah menjalani kehidupan spiritual yang mendalam. Mereka berdua akhirnya dipertemukan oleh takdir. Mereka pun mengadakan perjalanan dengan segala lika-likunya. Termasuk segenap perjalanan yang dipenuhi pergulatan dan karunia Tuhan.<br /><br />Jujurly, saya sudah lupa dengan kesan pembacaan pertama atas buku ini setelah satu dekade lebih. Saya menghabiskan waktu sebulan untuk menamatkannya. Namun, pada pembacaan yang kedua ini rasanya lebih mengalir dan ringan saja. Mungkin karena pengalaman dan jam terbang saya dengan novel lain sehingga membuatnya lebih mudah.<br /><br />Saya masih ingat bahwa saya mengharapkan sebuah kejutan pada buku ini, terutama karena judulnya. Saya harap pembaca maklum adanya, karena ternyata buku ini tidak memiliki banyak kejutan. Ada sedikit intens menjelang akhir cerita, ketika mereka berdua telah sampai pada Biara di sekitar Sungai Piedra. Namun, lagi-lagi disana hanya ada sebuah akhir yang bahagia. Cinta telah menemukan jalannya sendiri.</p><p style="text-align: justify;"></p><p style="text-align: justify;"></p><p style="text-align: justify;">Judul : Di Tepi Sungai Piedra, Aku Duduk dan Menangis<br />Penulis : Paulo Coelho<br />Penerbit : Gramedia Pustaka Utama<br />Tahun : 2005<br />Tebal : 224 hal.<br />Genre : Novel<br /></p><p style="text-align: justify;"><br />Pajang, 12 Januari 2022</p>Anggi Hafiz Al Hakamhttp://www.blogger.com/profile/12285560718165102621noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4884564892094330594.post-86876902251640503352022-01-04T15:40:00.004+07:002022-01-04T15:40:45.855+07:00Seribu Kunang-Kunang di Manhattan<p style="text-align: justify;">Pertama kali membaca judul ini saya membayangkan bahwa benar ada seribu kupu-kupu yang bertebaran di sekitaran kota Manhattan di New York sana. Mungkin, mereka sedang menikmati malam dan sekalian bersedekah dengan turut menerangi Central Park. Entahlah, memang rasanya tidak mungkin karena saya belum pernah melihat kunang-kunang di Central Park pada sitkom “How I Met Your Mother”. Kemudian, bayang itu beralih menjadi nyala lampu dari gedung-gedung pencakar langit yang bertebaran disana. Nah, yang ini rasanya masuk akal. Barangkali, waktu buku ini diterbitkan pada tahun 1972 sudah banyak gedung-gedung tinggi di Manhattan.</p><p style="text-align: justify;"></p><p style="text-align: justify;"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgBARAQWOZ93lUopWd1L5R8zOm0Z_Ec6BNj-WCGp1hKNZhSOSgH4VVWki-61eHu3Rz3bPG5N6gHfy4b0Er8bj5rqaZb887nbGe54FcpeXUxpKMOq2HHwU6zyrzIN2oTnN8Y5ioqJ5-Cny4byxu9U8KR-ZlkqdlS2UURJ2bgpGyJ-dUbxj_yQfw643i50Q=s3000" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="3000" data-original-width="3000" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgBARAQWOZ93lUopWd1L5R8zOm0Z_Ec6BNj-WCGp1hKNZhSOSgH4VVWki-61eHu3Rz3bPG5N6gHfy4b0Er8bj5rqaZb887nbGe54FcpeXUxpKMOq2HHwU6zyrzIN2oTnN8Y5ioqJ5-Cny4byxu9U8KR-ZlkqdlS2UURJ2bgpGyJ-dUbxj_yQfw643i50Q=s320" width="320" /></a></div><p style="text-align: justify;"><br />Dengan ingatan yang terbatas, saya sudah pernah menawar buku ini dua kali pada kesempatan book fair di Istora. Harga yang ditawarkan penjualnya tidak tanggung-tanggung memang. Seratus ribu rupiah, dan tidak bisa nego turun harga. Saya anggap terlalu mahal sehingga saya urung membelinya. Padahal, memang buku ini sudah jarang untuk terbitan terbaru tahun 2007. Sesuatu yang saya sesali kemudian.<br /><br />Baru-baru ini, saya mendapatkan buku ini lewat sebuah platform marketplace. Suatu hal yang membuat kesempatan untuk hunting buku-buku lama menjadi kembali terbuka setelah puasa book fair sekian lama, anyway. Kondisi buku yang saya terima masih dalam keadaan acceptable (according to Goodreads), kondisi kertas masih baik, softcover, terbitan Badan Penerbit Pustaka Jaya, cetakan pertama tahun 1972. Tahun dimana saya pun belum lahir.<br /><br />Buku cetakan pertama ini masih menggunakan ejaan lama. Sesuatu yang sangat saya nikmati karena memberikan pengalaman pembacaan yang berbeda dari biasanya. Hal ini tidak berpengaruh banyak karena buku setebal 64 halaman ini hanya berisi 6 cerita pendek. Kalaupun ada yang lebih luar biasa adalah ukurannya. Buku ini serupa dengan buku saku seukuran 20 x 12 cm, tentu bisa dibayangkan sebesar apa huruf yang digunakannya. Agaknya, tentu dibutuhkan hal lebih agar membuatnya nyaman dibaca, seperti mulai menggunakan kacamata.<br /><br />Cerpen pertama diberi judul sama dengan judul bukunya. Mengisahkan tentang kehidupan romansa sepasang kekasih di Manhattan. Saya menikmati cerpen ini karena bisa diimajinasikan sebagai sebuah rentetan scene dalam film. Diikuti oleh cerpen “Istriku, Madame Schlitz dan Sang-Raksasa” yang menceritakan kehidupan aku dan istrinya beserta tetangga yang bernama Madame Schlitz. Saya dikejutkan dengan punch line untuk ending yang menggantung. Saya suka.<br /><br />Cerpen ketiga berjudul “Sybil” ini agaknya mencerminkan fragmen kehidupan keseharian di kota besar. Bagaimana seorang single mother berupaya sekuat tenaga untuk bisa membesarkan anak dengan tetap bekerja. Permasalahan kemudian muncul ketika Sybil bermain dengan Susan, tetangganya. Kalimat terakhir dalam cerpen ini mengingatkan saya pada sebuah cerpen “Pelajaran Mengarang” karya Seno Gumira Ajidarma, dalam kumpulan “Atas Nama Malam”. <br /><br />“Setjangkir Kopi dan Sepotong Donat” berkisah tentang kehidupan dalam sebuah kedai kopi, dimana orang-orang datang dan pergi untuk sarapan atau brunch menjelang siang, lengkap beserta gairah romansanya. “Chief Sitting Bull” menceritakan kehidupan para lansia yang mulai ketergantungan dengan jatah pemberian rutin dari anaknya dan menjalani rutinitas bersama kolega di taman kota. Saya suka detail dari cerpen ini karena sang tokoh utama dapat menaklukkan hati seorang anak kecil. <br /><br />Sementara cerpen terakhir, “There Goes Tatum” mengisahkan seorang lelaki yang menjadi korban perampokan dalam usahanya menuju tempat tujuan. Cerpen ini menampilkan sisi lain dari wajah ‘The Big Apple’, satu hal yang umumnya terjadi di kota besar dimana ketimpangan antara the have dan kaum miskin sangat besar.<br /><br />Kumpulan cerita pendek pertama dari Pak Umar Kayam ini adalah satu dari sekian tonggak karya sastra Indonesia yang patut dijadikan monumen. Betapa karyanya ini turut mewarnai khazanah kebudayaan modern Indonesia pasca tahun 1965. Dengan aktivitasnya dalam bidang kesenian sejak masih mahasiswa, ia mampu memberikan kesan filmis pada cerita-cerita pendeknya. Tema keseharian yang dipilihnya pun memberikan kesan bahwa banyak hal-hal yang menakjubkan dari sebuah kesederhanaan.<br /><br />Judul : Seribu Kunang-Kunang di Manhattan: enam tjerita pendek oleh Umar Kayam<br />Penulis : Umar Kayam<br />Penerbit : Pustaka Jaya<br />Tahun : 1972<br />Tebal : 64 hal.<br />Genre : Sastra Indonesia-Cerita Pendek<br /></p><p style="text-align: justify;"><br />Pajang, 4 Januari 2022<br /><i>Pada ulang tahun Nenek yang ke-86<br /></i><br /></p>Anggi Hafiz Al Hakamhttp://www.blogger.com/profile/12285560718165102621noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4884564892094330594.post-4872166498095290322022-01-03T13:21:00.003+07:002022-01-03T13:21:51.331+07:00Daun dan Hati yang Jatuh<p><i>Daun yang jatuh tidak pernah membenci angin.<br />Begitu pun hatiku, berkali kau buat jatuh, tak pernah sekalipun aku membencimu.</i></p><p>Cengkareng, 29 Desember 2021<br /><i></i></p>Anggi Hafiz Al Hakamhttp://www.blogger.com/profile/12285560718165102621noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4884564892094330594.post-17531743741238253482021-12-31T16:22:00.004+07:002021-12-31T16:22:14.544+07:00Sama Saja<p><i>Potret kemiskinan dimana-mana adalah sama.</i></p><p><br /></p><p>Kupang - Ambon - Manado, 10 Desember 2021<br /></p>Anggi Hafiz Al Hakamhttp://www.blogger.com/profile/12285560718165102621noreply@blogger.com0