Cinta adalah tema abadi sepanjang masa.
Entah kapan dan dalam situasi apapun cinta memiliki bahasanya sendiri.
Cinta punya jalannya sendiri dalam menemukan bahagia.
Cinta
punya beragam rasa. Cinta juga yang hadirkan rasa galau dan rindu
berkepanjangan. Tak jarang timbul pula perselisihan, perselingkuhan, dan
pengkhianatan. Atas nama cinta semua beradu. Dalam sebuah lembar
kenangan antara namaku, namamu, kita, mereka, dan dunia.
Autumn
Once More adalah petualangan cinta itu sendiri. Cinta diterjemahkan
dalam berbagai bahasa berbeda. Autumn Once More menghadirkan cinta dari
sudut pandang penulis yang beragam, baik penulis betulan maupun penulis
‘dadakan’.
Autumn
Once More membawa petualangan rasa ke suatu dimensi lain. Entah karena
penulisnya adalah perempuan semua. Tekanan perasaan bahkan dalam cerita
yang paling singkat pun begitu lekat dengan keseharian kita. Kedekatan
dengan keseharian itulah yang cenderung membuat kita bisa berkata bahwa
kita juga pernah mengalami kisah yang dibawakan Autumn Once More.
Sebagai
karya kolektif, kompilasi ini berhasil memadukan cerita-cerita
‘sampingan’ dengan cerita yang benar-benar baru. Maksudnya, pada tulisan
Ilana Tan (Autumn Once More) dan Ika Natassa (Critical Eleven), tentu
pembaca sudah lebih dahulu mafhum bahwa ada karya lain yang menyertainya
maupun sebagai pendahuluan menuju kesana. Autumn Once More adalah side
story dari Autumn In Paris, satu judul dari quartologi milik Ilana Tan.
Sedangkan, Critical Eleven adalah prelude bagi karya Ika Natassa
selanjutnya, yang entah kapan akan selesai ditulis.
Walaupun
begitu, paduan kesemuanya menghasilkan perasaan yang sama dengan
sekuntum bunga yang merekah di musim semi. Perasaan yang tumbuh dan
tidak sabar untuk segera menyapa dunia dengan keindahan. Selamat datang
cinta.
Catatan Personal Kolumnis Dadakan
Membaca
judulnya, saya bisa segera menebak bahwa buku ini adalah karya terbaru
Ilana Tan. Bisa jadi buku kelima yang melengkapi quartologi sebelumnya.
Sepintas juga, mirip dengan judul lagu favorit saya milik The
Carpenters, Yesterday Once More.
Namun
ternyata saya salah. Buku ini adalah kumpulan cerpen dari beberapa
penulis dan editor yang kesemuanya adalah perempuan. Cukup menarik,
karena buku ini turut meramaikan jagad kepenulisan kaum perempuan
setelah terbitnya kumpulan cerpen lain, “Perempuan Punya Cerita”. Perlu
dicatat, penulis yang berpartisipasi kesemuanya adalah penulis dengan
genre metropop. Sebuah lini produk dari satu penerbit.
Cerpen
pertama pembuka antologi ini berjudul “Be Careful of What You Wish For”
ditulis oleh aliaZalea. Ia ingin mengajak pembaca untuk senantiasa
berhati-hati dalam menjaga ucapan. Semua hal masih mungkin untuk terjadi
di dunia ini. Maka, ketika kelak cinta menghampirimu, berharaplah bahwa
ia akan tinggal membawa segala rasa bahagia bersamanya.
Cerita
kedua, “Thirty Something” karya Anastasia Aemilia mengisahkan tentang
kegelisahan kaum muda pada usia 30-an dan masih single. Tidak jarang
yang memilih untuk jatuh cinta dengan sahabat sendiri. Tak sedikit juga
yang harus saling menunggu kesiapan masing-masing. Being
thirty-something and single is not that easy...
Membaca
“Stuck With You” dari Christina Juzwar seakan membawa saya pada drama
khas kantoran. Lift yang macet dan terjebak bersama orang yang tidak
kita sukai pada hari pertama kerja adalah kemungkinan yang bisa terjadi
pada siapa saja. Cerpen ini mengajarkan kita bahwa segala sesuatu yang
nampak belum tentu seperti apa yang kita lihat. Apalagi ketika hal itu
menyangkut seseorang yang berwujud. Kita dibuat untuk percaya bahwa
dunia tidak seperti apa yang kita bayangkan. Ada banyak kemungkinan yang
mengitarinya dan membuat kita percaya bahwa hukum kebalikan itu masih
berlaku.
“Jack
Daniel’s VS Orange Juice” karya Harriska Adiati penuh dengan nuansa
muda-mudi khas metropolitan. Sang tokoh utama berusaha mencari celah
cinta diantara persahabatan, keluarga, dan kesendirian yang
melingkupinya. Cinta telah berhasil mengubahnya dan membawa banyak tanya
kehadapannya.
“Tak
Ada Yang Mencintaimu Seperti Aku”. Selain “Thirty Something”, cerpen
favorit saya lainnya adalah cerpen ini. Penulisnya @hetih berhasil
membuat sebuah cerita yang tegas, sedikit gelap, dan posesif. Saya sudah
jatuh cinta hanya dengan membaca judul cerpen ini saja.
“Critical
Eleven” adalah signature Ika Natassa. Cerpen ini bercerita tentang
sebuah pertemuan tidak diduga yang hanya bisa dikenang. Melalui lini
masanya, @ikanatassa, banyak pembaca yang menunggu kelanjutan cerita
pendek ini dalam bentuk novel. Aldebaran Risjad tampil sebagai
‘rockstar’ disini. Buat pembaca yang sudah lebih dulu kenal Harris
Risjad, tentu hal ini adalah sebuah kejutan. Diluar itu, cerpen ini
menjawab keresahan saya soal keberadaan saya di Jakarta ini, in the
state of trying.
Saya
tidak bisa berkomentar banyak soal “Autumn Once More” dari Ilana Tan.
Saya tidak mengikuti quartologinya. Saya tidak tahu apa yang sebelumnya
terjadi antara Tatsuya, kekasih ibunya, dan Tara. Yang jelas, Tatsuya
merasa siap untuk mencintai Tara disini.
Cerpen
favorit saya lainnya adalah “Her Footprints on His Heart” tulisan Lea
Agustina Citra. Ceritanya sederhana dan bisa saja terjadi diantara
pasangan yang sudah menetapkan tanggal pernikahan mereka. Kesetiaan
cinta mereka diuji lewat seseorang dari masa lalu Rendy, yang muncul
sebagai titisan Marsha Timothy (cinta gue 4ever, ini yang bikin jadi
favorit!!!). Cerita ini juga seperti pembenaran untuk penggalan lirik
lagu “Heaven Knows” milik Rick Price. Pembaca pasti sudah lebih tahu
bagian lirik sebelah mana.
“Love
is a Verb” dari Meilina Kusumadewi mengisyaratkan bahwa cinta adalah
perbuatan, bukan kata-kata indah, atau sekedar jempol di jejaring
sosial. Sekilas, penulis seperti mengikuti gaya Ika Natassa dengan
memasukkan John Mayer ke dalam tulisan. Cerpen ini juga agaknya
membenarkan apa yang John Mayer dan Extreme pernah nyanyikan: love is a
verb and more than words is all you have to do to make it real.
Bila
ada cerpen yang berdurasi panjang disini, satu diantaranya adalah “Perkara Bulu
Mata” dari Nina Addison. Empat orang sahabat pun memiliki rahasianya
masing-masing. Beruntung, ketika satu dari mereka jatuh cinta pada satu
sahabat lainnya, ceritanya tidak berjalan seperti dalam serial
‘Friends’.
“The
Unexpected Surprise” dari Nina Andiana ini mengingatkan kembali pada
kasih sayang Ibu yang tiada berbatas sampai kapanpun. Cerpen ini
mengaduk rasa haru bagi siapapun yang rindu akan buaian dan belaian
kasih sayang seorang Ibu. Lewat cerpen ini, kita dibuat percaya bahwa
seorang Ibu pun punya kelebihannya sendiri.
Cerpen
“Senja Yang Sempurna” tulisan Rosi L. Simamora adalah cerpen yang
paling megah dalam antologi ini. Cerpen ini adalah analogi sempurna
antara langit, matahari, dan hujan dalam mengisahkan penantian cinta
selama bertahun-tahun.
Cerpen
penutup, “Cinta 2 x 24 Jam” dari Shandy Tan, adalah satu-satunya
cerpen yang mengangkat isu cinta sesama jenis (gay). Sekali lagi, hal
seperti ini terjadi dalam lingkungan sekitar kita. Saya rasa cerpen ini
memberi warna tersendiri dalam memaknai cinta versi “Autumn Once More”.
Cerpen ini membuat saya kembali bertanya soal pandangan bahwa kalau ada
seorang lelaki ganteng, kalau dia tidak brengsek berarti dia homo.
Judul : Autumn Once More
Penulis : Ilana Tan, Ika Natassa, Aliazalea et. al
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun : 2013
Tebal : 232 hal.
Genre : Kumpulan Cerpen
Paninggilan, 7 November 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar