Dear Sahabatku yang Budiman, (ini juga bukan karena saya teringat Bis Cepat jurusan Tasik itu)
Entah kenapa saya merasa ingin dan harus membalas catatan yang sengaja kamu buat ini. Terima kasih karena telah menghadiri pernikahan saya. Terus terang, saya merasa terusik dengan beberapa pernyataan dan pertanyaan yang ada di catatanmu itu. Tadinya saya pikir kamu Cuma ingin bernostalgia mengingat catatan sejarah kita yang mengagumkan itu. Tapi, setelah saya coba pikirkan kembali, ternyata bukan itu maksudnya. Saya kagum karena kamu menulis catatan tentang saya dan menempatkannya di blog pribadimu.
Saya memang sedikit merasa tidak nyaman karena siapa tahu ada kawan kita yang tahu tendensi dari catatan yang kamu buat ini ditujukan kepada saya. Kalau sudah begitu rasanya saya cukup tega untuk melaporkan kamu ke Mabes Polri atau Polres Cimahi atas perilaku tidak menyenangkan dan pencemaran nama baik. Kamu akan saya jerat dengan UU ITE. Syukur pada Tuhan, Presiden kita belum sempat mengkaji dan akhirnya membatalkan RPM UU Konten Multimedia. Kalau ternyata RPM itu benar telah jadi UU maka bertambah banyak pula tuduhan yang dikenakan padamu. Beruntung juga Menkominfo kita itu orangnya plin-plan walau kadang suka sembarangan buka-tutup blog punya orang. Sudah tentu kamu akan saya jadikan The Next Prita Mulyasari to be defamed by internet behavior karena saya tahu kamu tidak punya modal apa-apa untuk meraih simpati publik.
Jangankan mengumpulkan koin, rasanya kalau sampai ada Cause di Facebook yang mendukungmu, saya rasa tidak akan banyak facebookers yang peduli dan menggalang dukungan yang lebih besar buat kamu. Kalaupun sampai ada yang peduli pasti hanya kuli tinta dari koran sokpas dan koran-koran medioker lainnya walau mungkin bisa juga jadi santapan reporter TV untuk kumpulan berita-berita kriminal.
Tapi, kalau teringat lagi lagu-lagu yang pernah jadi soundtrack zaman kita masih kuliah dulu rasanya saya tidak tega untuk membiarkan kamu menderita. Tapi atas nama harga diri saya tentunya ingin agar kamu mendapat pelajaran bahwa bermain-main dengan orang politik itu memang tidak menyenangkan dan sebaiknya tidak pernah dilakukan. Salah-salah saya bisa membunuh karaktermu dan sengaja menjebakmu terlibat dalam sebuah konspirasi besar untuk menjatuhkan parlemen dengan mosi tidak percaya.
Jadi, tolong lupakan saja momen-momen yang pernah kita lewati bersama. Lupakan pula setiap memori tentang saya. Lupakan pula tentang Dji Sam Soe yang dulu sering kita nikmati sambil cengengesan di bis kota. Apapun pretensi anda tentang saya bisa jadi salah terhitung mulai detik ini. Things are never be the same again. Semua tak sama, tak pernah sama.* Saya memang terlalu sibuk dengan diri saya sendiri. Sibuk dengan proyek-proyek yang mengalir tanpa henti. Terlalu banyak kalau saya ceritakan. Lagipula, kamu belum tentu mengerti tentang semua itu, tentang kenapa Negara ini masih bobrok. Karenanya, saya memang tidak punya waktu untuk sekedar menjawab SMS darimu. Untuk apa? Rasanya tidak ada artinya. Pun ketika saya lihat corat-coret di wall, saya tidak pernah mau membalasnya karena kalau saya tanggapi saya hanya akan terlihat sebagai seorang politisi asongan. Kau tahu maksudku kan?
Begini, bangsa kita ini masih belajar berpolitik. Bangsa kita ini terlalu dipaksakan untuk menenggak banyak-banyak pil dan racun paham-paham politik dalam waktu yang singkat. Akibatnya, bangsa kita juga mabuk politik berkepanjangan. Indikasinya bisa dilihat dari kekuasaan. Kekuasaan telah menjadi racun yang mendarah daging di kehidupan bangsa kita ini. Kamu tentu paham dengan feodalisme peninggalan kerajaan-kerajaan di Nusantara ini yang kemudian dimanfaatkan oleh Penjajah Belanda untuk bekerjasama dengan pribumi dan priyayi lokal.
Demokrasi bukan lagi jadi suatu cara untuk menggapai kekuasaan yang adil dan bermartabat. Demokrasi hanya jadi alat saja sebagai legitimasi kekuasaan. Pemilu, pilkada dan apapun namanya hanyalah rekayasa segilintir pihak atas nama demokrasi untuk mencapai kekuasaan. Padahal esensinya tetap saja perebutan kekuasaan. Ada yang kalah ada yang menang. Supaya menang butuh modal. Untuk itulah kenapa politik harus dipelajari.
Demokrasi kita itu sedikit banyak dipengaruhi ilmuwan-ilmuwan dan doktor-doktor politik made in USA. Pada suatu masa yang disebut era lepas landas banyak dari mereka menimba ilmu di negerinya Ford itu dan setelah pulang atas dasar perjanjian beasiswanya harus mengaplikasikan ilmu dan pemikirannya di ranah perpolitikan negeri ini. Jadi tidak heran bila kemudian demokrasi yang kita anut mengarah pada demokrasi liberal. Demokrasi liberal telah mendahului kelahiran demokrasi parlementer sebelum akhirnya demokrasi terpimpin bercokol di tampuk kekuasaan.
Untuk menelaah lebih jauh tentang demokrasi saya sarankan kamu membaca jurnal-jurnal penelitian terbaru keluaran universitas-universitas top dunia. Selain kamu bisa membaca perkembangan demokrasi dan politik di berbagai belahan dunia pasti kamu juga dapat pemahaman yang menyeluruh tentang makna demokrasi dalam Negara yang berdaulat serta bagaimana demokrasi turut berperan dalam pembentukan karakter bangsa. Perhatikan, ini sekedar saran saja.
Hubungan antara korupsi, politik dan kekuasaan katamu, memang ada kaitannya terutama setelah beberapa peristiwa menghebohkan yang banyak diliput media. Korupsi sudah tentu harus dijauhi karena perilaku korupsi yang terlanjur membudaya akan membawa kehancuran dalam setiap sendi kehidupan bangsa ini. Sedangkan, politik dan kekuasaan adalah hal yang bisa jadi mendatangkan manfaat asal tidak terkontaminasi dengan pemikiran yang korup.
Hubungannya, karena dengan kekuasaan kamu bisa mendapatkan semua yang mungkin kamu dapatkan maka dengan sedikit bantuan dari elit politik demi sebuah kepentingan bersama. Nah, korupsi digunakan apabila dalam mencapai kekuasaan itu diperlukan juga suatu konvensi dan kompromi untuk membagi bersama semua atau beberapa keuntungan dari kekuasaan. Sebenarnya korupsi bisa masuk dimana saja. Intinya, kalau ada yang mengganggu kekuasaan, maka penguasa harus berpolitik dengan sedikit kompromi supaya sama-sama untung tidak peduli siapa yang dirugikan. Biasanya yang dirugikan ya rakyat. Rakyat seperti kamu.
Kalau benar Golkar jadi mundur dari koalisi tentu ini adalah sebuah langkah baru dalam kehidupan berpolitik Golkar. Sepert pendapatmu yang menyebutkan bahwa Golkar memang identik dengan kekuasaan dan tidak pernah lepas daripadanya. Keluarnya Golkar dari koalisi tentu akan menjadikan kekuatan politik yang semula berimbang akan berubah walaupun tidak terlalu signifikan. Terlepas dari isu re-shuffle yang memungkinkan presiden mencabut mandate menteri-menteri dari Golkar. Masalahnya, akankah Golkar jadi oposisi? Kalau Golkar jadi oposisi, Pemerintah dalam hal ini Koalisi akan mendapatkan tekanan berat. Namun, menurut saya menilai kondisi ini saya tidak yakin bila Golkar benar-benar keluar dari koalisi. Titik berat masalahnya selama ini ada di Pansus Century dan Golkar termasuk fraksi yang vokal dalam menyuarakan dugaan pelanggaran oleh pemerintah. Setelah badai Pansus ini berlalu saya kira semua akan kembali pada tempat yang semestinya selama tidak ada isu-isu yang menggoyang pemerintah.
Sistem kabinet parlementer yang masih banyak digunakan oleh beberapa Negara di Eropa sana membuktikan bahwa setiap region punya kekhasan masing-masing dalam menafsirkan dan mengimplementasikan demokrasi. Dengan sistem yang menggunakan banyak partai (tapi tidak terlalu banyak seperti disini) tentu kekuatan politiknya masih berimbang antara koalisi pro pemerintah atau sayap kanan dengan opisisi atau sayap kiri. Biasanya ada juga yang disebut garis keras yang netral dan punya suara, pandangan, dan sikapnya sendiri.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan runtuhnya suatu kabinet. Seperti yang dulu kita pelajari waktu SMP, biasanya faktor-faktor itu adalah menyangkut hak-hak dasar manusia yang tidak terpenuhi. Adanya kesenjangan antara pemerintahan pusat dan daerah masih jadi isu yang sangat kuat saat itu. Biasanya, adalah masalah kesejahteraan yang berhubungan langsung dengan stabilitas ekonomi. Dalam bahasa orang awam, kalau cari nasi saja sulit lebih baik turunkan pemimpinnya. Itu dulu di Indonesia.
Belanda dituntut untuk menarik mundur pasukannya dari Afghanistan karena masyarakatnya mulai sadar bahwa adalah suatu kesalahan untuk mengirim pasukan tambahan atau sekedar memperpanjang misi militer di Afghanistan. Sudah banyak korban berjatuhan akibat perjuangan gerilya dan teror-teror dari Taliban Inc. (biar keren aja nyebutnya) Pasukan koalisi pimpinan AS pun sekarang sudah Nampak kelelahan dengan perang yang tak kunjung usai. Dengan kondisi semacam itu maka sebagai sesama manusia yang seharusnya berpartisipasi dalam perdamaian dunia maka mereka menggoyang pemerintahan untuk menyuarakan pendapatnya. Dan bahwa kemudian kabinet jatuh sudah tentu menjadi titik terang akan keinginan masyarakat.
Faktor lainnya menyangkut krisis politik negerinya Van Basten itu saya rasa masih seputar isu ekonomi dimana dampak krisis 2008 semakin terasa tahun 2010 ini di Eropa. Kemudian, perdagangan juga ikut berperan dalam ini terutama setelah AS lebih condong melakukan banyak pendekatan ke Negara-negara di Asia dan Uni Eropa mulai merasa terancam atau lebih halusnya terusik karena hubungan mereka yang selalu eksklusif dengan AS. Itu secara globalnya.
Kita ini belajar pemakzulan sejak zaman demokrasi parlementer dan sempat vakum saat Soeharto menjabat presiden dengan Demokrasi Pancasilanya. Rasanya terlalu jauh kalau kita memang belajar pemakzulan dari zamannya penjajahan kompeni. Lagipula, masyarakat kita kan tidak peduli sejarah bangsanya jadi mana mau mereka belajar dari kompeni. Contoh yang paling dekat adalah waktu Gus Dur dikasih kado impeachment oleh DPR akibat Bruneigate dan Buloggate. Untung waktu itu DPR bertindak cepat sebelum mereka dibubarkan. Kamu juga tahu waktu itu Gus Dur mengancam untuk membubarkan DPR. Celakanya, sekarang ini yang demikian itu diasosiasikan lagi pada SBY yang tersandung Centurygate. Pokoknya, makzul tak gentar, membela yang bayar. Itu hanya gurauan saja. Jangan anggap serius apalagi dijadikan status facebook.
Saya rasa terlalu jauh bagi kita bila harus kembali lagi ke sistem parlementer. Lha wong konstitusi kita ini kan presidensial jadi tidak mungkin untuk mengulang kembali. Kecuali terjadi sesuatu dengan konstitusi kita. Misalnya, UUD 1945 dicederai oleh Mahyadi Panggabean, stopper Persik Kediri kebanggaanmu itu. Kalau sudah begitu maka lain soal. MPR lah yang nantinya memutuskan.
Masuk ke topik Obama. Saya tidak rela kedatangannya kemari disangkutpautkan dengan perayaan hari kelulusanmu. Tidak ada hubungannya sama sekali jadi jangan merasa ge-er dulu. Lagipula anggota CIA mana yang mau membeberkan rahasia negaranya. Jangan kira CIA sama dengan intel kita yang intel melayu itu: intel teriak intel.
Secara fundamental mungkin tidak akan ada yang berubah dalam struktur kehidupan masyarakat kita hanya saja Obama ini lebih meningkatkan pemahaman antara dunia barat dengan Islam yang sempat ternoda pada masa pemerintahan George W. Bush. Intinya kembali lagi pada pencitraan. Ingat, Obama menang pemilu karena politik pencitraannya yang berhasil. Itu juga yang kemudian berhasil ditiru oleh Presiden kita saat ini. Kembali lagi, budaya politik dan demokrasi kita sedikit banyak mengadopsi tata kelola yang sudah berjalan mantap di AS. Niatan Obama untuk merevitalisasi hubungan AS dengan Islam perlu kita hargai dan kita jadikan sebagai langkah awal untuk membersihkan citra Islam sendiri. Bahwa Islam bukan teroris. Yang teroris itu adalah penjahat yang kebetulan entah sengaja atau tidak mengatasnamakan atau malah beragama islam. Peran OKI tentu akan lebih dituntut karena ini menyangkut isu global. Mungkin, Obama menurunkan Hillary Clinton untuk menangani hal ini.
Masalah patung memang perlu dikaji kembali. Saya juga heran kenapa gugatan Class Action terhadap patung Obama dicabut. Saya belum dapat informasi apakah ada campur tangan Advance Team atau CIA disana, karena semua ini terjadi kurang lebih sebulan sebelum Obama landing di Halim. Memang bangsa ini juga mengalami krisis identitas. Bangsa kita baru merasa punya identitas kalau batik diklaim sama Malaysia. Tapi untuk menghargai pahlawannya sendiri bangsa kita kerap kehilangan identitasnya. Memalukan memang. Tapi begitulah faktanya. Kita terlanjur bangga dengan apa yang tidak ada pada diri kita sehingga kita kehilangan identitas sendiri.
Kamu bisa saja bergurau. Dapat ide darimana kalau POLRI diminta membantu FBI, CIA, Kepolisian AS untuk menangkap Osama? Belum lagi Obama yang bakal dolanan ke tempat batik, Kotagede, dan makan lesehan di Malioboro. Ngawur. Tidak ada hubungannya dan sangat tidak relevan sekali. Tapi kalau untuk misi dagang saya rasa ada benarnya bahwa AS merasa marketnya terusik dengan C-AFTA. Obama sepertinya hanya ingin mempertanyakan kembali komitmen perdagangan Indonesia dengan AS, dan pendapat saya barangkali ini ada hubungannya dengan TNI yang berencana untuk memodernisasi Alutsistanya dan inilah santapan besar AS: bisnis senjata. Legal pastinya. Kalau kamu masih penasaran kenapa bisnis senjata adalah bisnis yang menggiurkan dan sangat menguntungkan tonton lagi filmnya Nicholas Cage yang judulnya “Lord of War”.
Demikianlah yang mampu saya sampaikan. Untuk diingat ini belum semua. Saya rasa pertanyaan-pertanyaanmu cukup menantang dan layak dijadikan script siaran atau wawancara. Masih ada beberapa penjelasan detail yang akan saya simpan sebagai “senjata” saya sendiri nantinya. Sayang sekali kamu belum boleh tahu. Tapi saya yakin suatu saat nanti kau akan tahu, kau akan mengerti, dan kau akan pahami.
Pesan saya, ajukanlah pertanyaan-pertanyaan kamu di media atau channel yang tepat. Kamu kan lulusan komunikasi, setidaknya belajar paradigma Lasswell, jadi jangan sampai melakukan tindakkan yang memalukan. Perlu diingat juga, saya tidak memberikan ataupun membuat jawaban ini atas asumsi-asumsi. Ini murni output pikiran saya.
Saya harap ini cukup membantu kamu untuk menanggulangi segala keresahan atas semua pertanyaan yang ada di kepalamu. Saya tentu sangat berharap agar kamu tidak kehilangan daya imaji dan kritismu. Tidak banyak orang di dunia ini yang sepertimu. Setidaknya, dari yang pernah saya temui. Teruslah hidup dalam kebahagiaan. Takdir tidak dipilih, tetapi ia memilih.
Ciledug, 21 Feb 2010
*dengan ingatan kepada lirik lagu “Semua Tak Sama”, dinyanyikan oleh Padi
Entah kenapa saya merasa ingin dan harus membalas catatan yang sengaja kamu buat ini. Terima kasih karena telah menghadiri pernikahan saya. Terus terang, saya merasa terusik dengan beberapa pernyataan dan pertanyaan yang ada di catatanmu itu. Tadinya saya pikir kamu Cuma ingin bernostalgia mengingat catatan sejarah kita yang mengagumkan itu. Tapi, setelah saya coba pikirkan kembali, ternyata bukan itu maksudnya. Saya kagum karena kamu menulis catatan tentang saya dan menempatkannya di blog pribadimu.
Saya memang sedikit merasa tidak nyaman karena siapa tahu ada kawan kita yang tahu tendensi dari catatan yang kamu buat ini ditujukan kepada saya. Kalau sudah begitu rasanya saya cukup tega untuk melaporkan kamu ke Mabes Polri atau Polres Cimahi atas perilaku tidak menyenangkan dan pencemaran nama baik. Kamu akan saya jerat dengan UU ITE. Syukur pada Tuhan, Presiden kita belum sempat mengkaji dan akhirnya membatalkan RPM UU Konten Multimedia. Kalau ternyata RPM itu benar telah jadi UU maka bertambah banyak pula tuduhan yang dikenakan padamu. Beruntung juga Menkominfo kita itu orangnya plin-plan walau kadang suka sembarangan buka-tutup blog punya orang. Sudah tentu kamu akan saya jadikan The Next Prita Mulyasari to be defamed by internet behavior karena saya tahu kamu tidak punya modal apa-apa untuk meraih simpati publik.
Jangankan mengumpulkan koin, rasanya kalau sampai ada Cause di Facebook yang mendukungmu, saya rasa tidak akan banyak facebookers yang peduli dan menggalang dukungan yang lebih besar buat kamu. Kalaupun sampai ada yang peduli pasti hanya kuli tinta dari koran sokpas dan koran-koran medioker lainnya walau mungkin bisa juga jadi santapan reporter TV untuk kumpulan berita-berita kriminal.
Tapi, kalau teringat lagi lagu-lagu yang pernah jadi soundtrack zaman kita masih kuliah dulu rasanya saya tidak tega untuk membiarkan kamu menderita. Tapi atas nama harga diri saya tentunya ingin agar kamu mendapat pelajaran bahwa bermain-main dengan orang politik itu memang tidak menyenangkan dan sebaiknya tidak pernah dilakukan. Salah-salah saya bisa membunuh karaktermu dan sengaja menjebakmu terlibat dalam sebuah konspirasi besar untuk menjatuhkan parlemen dengan mosi tidak percaya.
Jadi, tolong lupakan saja momen-momen yang pernah kita lewati bersama. Lupakan pula setiap memori tentang saya. Lupakan pula tentang Dji Sam Soe yang dulu sering kita nikmati sambil cengengesan di bis kota. Apapun pretensi anda tentang saya bisa jadi salah terhitung mulai detik ini. Things are never be the same again. Semua tak sama, tak pernah sama.* Saya memang terlalu sibuk dengan diri saya sendiri. Sibuk dengan proyek-proyek yang mengalir tanpa henti. Terlalu banyak kalau saya ceritakan. Lagipula, kamu belum tentu mengerti tentang semua itu, tentang kenapa Negara ini masih bobrok. Karenanya, saya memang tidak punya waktu untuk sekedar menjawab SMS darimu. Untuk apa? Rasanya tidak ada artinya. Pun ketika saya lihat corat-coret di wall, saya tidak pernah mau membalasnya karena kalau saya tanggapi saya hanya akan terlihat sebagai seorang politisi asongan. Kau tahu maksudku kan?
Begini, bangsa kita ini masih belajar berpolitik. Bangsa kita ini terlalu dipaksakan untuk menenggak banyak-banyak pil dan racun paham-paham politik dalam waktu yang singkat. Akibatnya, bangsa kita juga mabuk politik berkepanjangan. Indikasinya bisa dilihat dari kekuasaan. Kekuasaan telah menjadi racun yang mendarah daging di kehidupan bangsa kita ini. Kamu tentu paham dengan feodalisme peninggalan kerajaan-kerajaan di Nusantara ini yang kemudian dimanfaatkan oleh Penjajah Belanda untuk bekerjasama dengan pribumi dan priyayi lokal.
Demokrasi bukan lagi jadi suatu cara untuk menggapai kekuasaan yang adil dan bermartabat. Demokrasi hanya jadi alat saja sebagai legitimasi kekuasaan. Pemilu, pilkada dan apapun namanya hanyalah rekayasa segilintir pihak atas nama demokrasi untuk mencapai kekuasaan. Padahal esensinya tetap saja perebutan kekuasaan. Ada yang kalah ada yang menang. Supaya menang butuh modal. Untuk itulah kenapa politik harus dipelajari.
Demokrasi kita itu sedikit banyak dipengaruhi ilmuwan-ilmuwan dan doktor-doktor politik made in USA. Pada suatu masa yang disebut era lepas landas banyak dari mereka menimba ilmu di negerinya Ford itu dan setelah pulang atas dasar perjanjian beasiswanya harus mengaplikasikan ilmu dan pemikirannya di ranah perpolitikan negeri ini. Jadi tidak heran bila kemudian demokrasi yang kita anut mengarah pada demokrasi liberal. Demokrasi liberal telah mendahului kelahiran demokrasi parlementer sebelum akhirnya demokrasi terpimpin bercokol di tampuk kekuasaan.
Untuk menelaah lebih jauh tentang demokrasi saya sarankan kamu membaca jurnal-jurnal penelitian terbaru keluaran universitas-universitas top dunia. Selain kamu bisa membaca perkembangan demokrasi dan politik di berbagai belahan dunia pasti kamu juga dapat pemahaman yang menyeluruh tentang makna demokrasi dalam Negara yang berdaulat serta bagaimana demokrasi turut berperan dalam pembentukan karakter bangsa. Perhatikan, ini sekedar saran saja.
Hubungan antara korupsi, politik dan kekuasaan katamu, memang ada kaitannya terutama setelah beberapa peristiwa menghebohkan yang banyak diliput media. Korupsi sudah tentu harus dijauhi karena perilaku korupsi yang terlanjur membudaya akan membawa kehancuran dalam setiap sendi kehidupan bangsa ini. Sedangkan, politik dan kekuasaan adalah hal yang bisa jadi mendatangkan manfaat asal tidak terkontaminasi dengan pemikiran yang korup.
Hubungannya, karena dengan kekuasaan kamu bisa mendapatkan semua yang mungkin kamu dapatkan maka dengan sedikit bantuan dari elit politik demi sebuah kepentingan bersama. Nah, korupsi digunakan apabila dalam mencapai kekuasaan itu diperlukan juga suatu konvensi dan kompromi untuk membagi bersama semua atau beberapa keuntungan dari kekuasaan. Sebenarnya korupsi bisa masuk dimana saja. Intinya, kalau ada yang mengganggu kekuasaan, maka penguasa harus berpolitik dengan sedikit kompromi supaya sama-sama untung tidak peduli siapa yang dirugikan. Biasanya yang dirugikan ya rakyat. Rakyat seperti kamu.
Kalau benar Golkar jadi mundur dari koalisi tentu ini adalah sebuah langkah baru dalam kehidupan berpolitik Golkar. Sepert pendapatmu yang menyebutkan bahwa Golkar memang identik dengan kekuasaan dan tidak pernah lepas daripadanya. Keluarnya Golkar dari koalisi tentu akan menjadikan kekuatan politik yang semula berimbang akan berubah walaupun tidak terlalu signifikan. Terlepas dari isu re-shuffle yang memungkinkan presiden mencabut mandate menteri-menteri dari Golkar. Masalahnya, akankah Golkar jadi oposisi? Kalau Golkar jadi oposisi, Pemerintah dalam hal ini Koalisi akan mendapatkan tekanan berat. Namun, menurut saya menilai kondisi ini saya tidak yakin bila Golkar benar-benar keluar dari koalisi. Titik berat masalahnya selama ini ada di Pansus Century dan Golkar termasuk fraksi yang vokal dalam menyuarakan dugaan pelanggaran oleh pemerintah. Setelah badai Pansus ini berlalu saya kira semua akan kembali pada tempat yang semestinya selama tidak ada isu-isu yang menggoyang pemerintah.
Sistem kabinet parlementer yang masih banyak digunakan oleh beberapa Negara di Eropa sana membuktikan bahwa setiap region punya kekhasan masing-masing dalam menafsirkan dan mengimplementasikan demokrasi. Dengan sistem yang menggunakan banyak partai (tapi tidak terlalu banyak seperti disini) tentu kekuatan politiknya masih berimbang antara koalisi pro pemerintah atau sayap kanan dengan opisisi atau sayap kiri. Biasanya ada juga yang disebut garis keras yang netral dan punya suara, pandangan, dan sikapnya sendiri.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan runtuhnya suatu kabinet. Seperti yang dulu kita pelajari waktu SMP, biasanya faktor-faktor itu adalah menyangkut hak-hak dasar manusia yang tidak terpenuhi. Adanya kesenjangan antara pemerintahan pusat dan daerah masih jadi isu yang sangat kuat saat itu. Biasanya, adalah masalah kesejahteraan yang berhubungan langsung dengan stabilitas ekonomi. Dalam bahasa orang awam, kalau cari nasi saja sulit lebih baik turunkan pemimpinnya. Itu dulu di Indonesia.
Belanda dituntut untuk menarik mundur pasukannya dari Afghanistan karena masyarakatnya mulai sadar bahwa adalah suatu kesalahan untuk mengirim pasukan tambahan atau sekedar memperpanjang misi militer di Afghanistan. Sudah banyak korban berjatuhan akibat perjuangan gerilya dan teror-teror dari Taliban Inc. (biar keren aja nyebutnya) Pasukan koalisi pimpinan AS pun sekarang sudah Nampak kelelahan dengan perang yang tak kunjung usai. Dengan kondisi semacam itu maka sebagai sesama manusia yang seharusnya berpartisipasi dalam perdamaian dunia maka mereka menggoyang pemerintahan untuk menyuarakan pendapatnya. Dan bahwa kemudian kabinet jatuh sudah tentu menjadi titik terang akan keinginan masyarakat.
Faktor lainnya menyangkut krisis politik negerinya Van Basten itu saya rasa masih seputar isu ekonomi dimana dampak krisis 2008 semakin terasa tahun 2010 ini di Eropa. Kemudian, perdagangan juga ikut berperan dalam ini terutama setelah AS lebih condong melakukan banyak pendekatan ke Negara-negara di Asia dan Uni Eropa mulai merasa terancam atau lebih halusnya terusik karena hubungan mereka yang selalu eksklusif dengan AS. Itu secara globalnya.
Kita ini belajar pemakzulan sejak zaman demokrasi parlementer dan sempat vakum saat Soeharto menjabat presiden dengan Demokrasi Pancasilanya. Rasanya terlalu jauh kalau kita memang belajar pemakzulan dari zamannya penjajahan kompeni. Lagipula, masyarakat kita kan tidak peduli sejarah bangsanya jadi mana mau mereka belajar dari kompeni. Contoh yang paling dekat adalah waktu Gus Dur dikasih kado impeachment oleh DPR akibat Bruneigate dan Buloggate. Untung waktu itu DPR bertindak cepat sebelum mereka dibubarkan. Kamu juga tahu waktu itu Gus Dur mengancam untuk membubarkan DPR. Celakanya, sekarang ini yang demikian itu diasosiasikan lagi pada SBY yang tersandung Centurygate. Pokoknya, makzul tak gentar, membela yang bayar. Itu hanya gurauan saja. Jangan anggap serius apalagi dijadikan status facebook.
Saya rasa terlalu jauh bagi kita bila harus kembali lagi ke sistem parlementer. Lha wong konstitusi kita ini kan presidensial jadi tidak mungkin untuk mengulang kembali. Kecuali terjadi sesuatu dengan konstitusi kita. Misalnya, UUD 1945 dicederai oleh Mahyadi Panggabean, stopper Persik Kediri kebanggaanmu itu. Kalau sudah begitu maka lain soal. MPR lah yang nantinya memutuskan.
Masuk ke topik Obama. Saya tidak rela kedatangannya kemari disangkutpautkan dengan perayaan hari kelulusanmu. Tidak ada hubungannya sama sekali jadi jangan merasa ge-er dulu. Lagipula anggota CIA mana yang mau membeberkan rahasia negaranya. Jangan kira CIA sama dengan intel kita yang intel melayu itu: intel teriak intel.
Secara fundamental mungkin tidak akan ada yang berubah dalam struktur kehidupan masyarakat kita hanya saja Obama ini lebih meningkatkan pemahaman antara dunia barat dengan Islam yang sempat ternoda pada masa pemerintahan George W. Bush. Intinya kembali lagi pada pencitraan. Ingat, Obama menang pemilu karena politik pencitraannya yang berhasil. Itu juga yang kemudian berhasil ditiru oleh Presiden kita saat ini. Kembali lagi, budaya politik dan demokrasi kita sedikit banyak mengadopsi tata kelola yang sudah berjalan mantap di AS. Niatan Obama untuk merevitalisasi hubungan AS dengan Islam perlu kita hargai dan kita jadikan sebagai langkah awal untuk membersihkan citra Islam sendiri. Bahwa Islam bukan teroris. Yang teroris itu adalah penjahat yang kebetulan entah sengaja atau tidak mengatasnamakan atau malah beragama islam. Peran OKI tentu akan lebih dituntut karena ini menyangkut isu global. Mungkin, Obama menurunkan Hillary Clinton untuk menangani hal ini.
Masalah patung memang perlu dikaji kembali. Saya juga heran kenapa gugatan Class Action terhadap patung Obama dicabut. Saya belum dapat informasi apakah ada campur tangan Advance Team atau CIA disana, karena semua ini terjadi kurang lebih sebulan sebelum Obama landing di Halim. Memang bangsa ini juga mengalami krisis identitas. Bangsa kita baru merasa punya identitas kalau batik diklaim sama Malaysia. Tapi untuk menghargai pahlawannya sendiri bangsa kita kerap kehilangan identitasnya. Memalukan memang. Tapi begitulah faktanya. Kita terlanjur bangga dengan apa yang tidak ada pada diri kita sehingga kita kehilangan identitas sendiri.
Kamu bisa saja bergurau. Dapat ide darimana kalau POLRI diminta membantu FBI, CIA, Kepolisian AS untuk menangkap Osama? Belum lagi Obama yang bakal dolanan ke tempat batik, Kotagede, dan makan lesehan di Malioboro. Ngawur. Tidak ada hubungannya dan sangat tidak relevan sekali. Tapi kalau untuk misi dagang saya rasa ada benarnya bahwa AS merasa marketnya terusik dengan C-AFTA. Obama sepertinya hanya ingin mempertanyakan kembali komitmen perdagangan Indonesia dengan AS, dan pendapat saya barangkali ini ada hubungannya dengan TNI yang berencana untuk memodernisasi Alutsistanya dan inilah santapan besar AS: bisnis senjata. Legal pastinya. Kalau kamu masih penasaran kenapa bisnis senjata adalah bisnis yang menggiurkan dan sangat menguntungkan tonton lagi filmnya Nicholas Cage yang judulnya “Lord of War”.
Demikianlah yang mampu saya sampaikan. Untuk diingat ini belum semua. Saya rasa pertanyaan-pertanyaanmu cukup menantang dan layak dijadikan script siaran atau wawancara. Masih ada beberapa penjelasan detail yang akan saya simpan sebagai “senjata” saya sendiri nantinya. Sayang sekali kamu belum boleh tahu. Tapi saya yakin suatu saat nanti kau akan tahu, kau akan mengerti, dan kau akan pahami.
Pesan saya, ajukanlah pertanyaan-pertanyaan kamu di media atau channel yang tepat. Kamu kan lulusan komunikasi, setidaknya belajar paradigma Lasswell, jadi jangan sampai melakukan tindakkan yang memalukan. Perlu diingat juga, saya tidak memberikan ataupun membuat jawaban ini atas asumsi-asumsi. Ini murni output pikiran saya.
Saya harap ini cukup membantu kamu untuk menanggulangi segala keresahan atas semua pertanyaan yang ada di kepalamu. Saya tentu sangat berharap agar kamu tidak kehilangan daya imaji dan kritismu. Tidak banyak orang di dunia ini yang sepertimu. Setidaknya, dari yang pernah saya temui. Teruslah hidup dalam kebahagiaan. Takdir tidak dipilih, tetapi ia memilih.
Ciledug, 21 Feb 2010
*dengan ingatan kepada lirik lagu “Semua Tak Sama”, dinyanyikan oleh Padi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar