Ujian Masuk Perguruan Tinggi di China (Semacam SPMB atau UMPTN) dikenal sebagai Gaokao adalah suatu tes yang paling kompetitif bagi seluruh pelajar. Gaokao dinilai sebagai suatu hal yang telah merubah nasib para pelajar yang ingin meneruskan sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi. Hal ini terjadi lebih dari tiga puluh tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 1977, dimana China memutuskan untuk membuka kembali sistem ujian masuk Gaokao setelah 10 tahun lamanya mengalami Cultural Revolution (Revolusi Budaya). Berdasarkan catatan, lebih dari 5,7 juta rakyat China berusia 15 sampai 36 tahun mengikuti Gaokao pada tahun itu. Kelak, Gaokao 1977 akan mengubah kehidupan mereka (peserta ujian) dengan pencapaian yang mengagumkan di banyak bidang.
Cerita dimulai dengan datangnya berita tentang akan dibukanya kembali Ujian Negara (Gaokao) dimana telah menimbulkan dan memicu ketegangan diantara kelompok pelajar (yang terbuang) yang berasal dari beberapa daerah seperti Beijing dan Shanghai. Mereka ditugaskan untuk bekerja pada ladang perkebunan di Provinsi Heilongjiang, China bagian utara, selama 8 tahun. Beberapa diantara mereka ada yang telah menikah dengan penduduk lokal, dan ada juga yang kehilangan hidupnya karena menghabiskan waktu mudanya di tanah yang begitu asing sementara beberapa orang lainnya begitu ambisius dan berusaha keras untuk kembali pulang ke rumah mereka masing-masing.
Persahabatan yang kuat, cinta dan kebencian antara anak dan orang tua dengan latar belakang politik kontra revolusi, benturan ideologi antara pekerja dan otoritas perkebunan, pilihan yang sulit antara cinta dan kesetiaan, adalah elemen-elemen lain yang disajikan dalam film ini. Pesan lain yang ingin disampaikan film ini adalah bahwa bukan hanya usaha pribadi semata untuk mengubah kehidupannya melalui pendidikan tetapi juga peran Pemerintah ikut mencerminkan penghargaan bangsa terhadap pendidikan dan keinginan kuat untuk memperoleh pengetahuan setelah periode yang chaotic selama satu dekade terakhir. Walaupun menampilkan periode sejarah yang traumatis, film ini cenderung memberikan inspirasi, dorongan serta membangkitkan semangat seiring dengan berakhirnya konflik dan elemen-elemen kemanusiaan yang muncul dari karakter pemain film ini cukup bisa dinikmati.
China memiliki banyak acara TV atau juga film yang bercerita tentang kelompok pelajar yang terbuang (atau sengaja dibuang, untuk kerja paksa ataupun proyek padat karya) oleh pemerintah pada kurun waktu 1960-1970an. Tetapi, tidak satu pun yang membawa masyarakat China lebih dekat pada kenyataan yang mereka alami. Hal ini tentu saja menimbulkan suatu keresahan terutama pada anggota masyarakat yang turut mengikuti ujian tahun 1977 itu karena barangkali ada fakta-fakta yang kini baru terkuak dan mungkin saja dulu sempat ditutupi oleh Pemerintah China sendiri. Teknik penceritaan yang menggunakan sudut pandang/perspektif realistis dan sangat individual memberikan kontribusi yang besar dalam kesuksesan film mainstream seperti ini.
Dengan menyandang nama sebagai film epik rakyat, Examination 1977 merupakan film drama yang sentimental dan telah menghasilkan pendapatan kurang lebih lima juta yuan dalam empat hari pertama penayangannya sejak 3 April 2009 di seluruh China. Film ini diproduksi oleh Shanghai Film Group Corp dan dibintangi aktor veteran seperti Wang Xuebing, Sun Haiying, Zhou Xianxin, dan Zhao Youliang. Film ini adalah film pertama yang jadi pembuka diantara seri-seri film lainnya sebagai bentuk penghargaan terhadap Perayaan Ulang Tahun Negara China yang ke-60 pada bulan Oktober 2009 kemarin.
Selayang Pandang Sejarah China
The Cultural Revolution
The Great Proletarian Cultural Revolution adalah sebuah pergerakan radikal dimana banyak sekolah ditutup, produksi pabrik diperlambat, dan secara kasat mata telah memisahkan China dengan dunia luar. Disebut proletarian karena merupakan revolusi perlawanan kelas pekerja terhadap pemimpin partai komunis yang berkuasa saat itu. Sedangkan, dinamakan cultural, karena dimaksudkan untuk mengangkat nilai-nilai kemasyarakatan komunis. Pergerakan ini merupakan sesuatu yang luar biasa dan dalam skala yang besar-besaran. Setidaknya, hal ini berlangsung selama dua tahun secara terus menerus dan tidak dinyatakan selesai sampai 1977.
The Cultural Revolution berakar dari perjuangan kekuasaan diantara Mao (Mao Zedong) dan pendukungnya, termasuk istrinya, Jiang Qing, Lin Biao-yang percaya bahwa revolusi telah kehilangan intensitasnya-, orang-orang yang konservatif dan berbagai elemen birokrasi dalam Pemerintahan. Satu isu dalam hal ini adalah Sistem Pendidikan Nasional dan terlebih lagi fakta bahwa anak-anak yang berada di daerah yang maju berkembang memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan tinggi yang lebih baik dibandingkan dengan anak-anak yang berasal dari daerah pinggiran yang jauh dari pusat keramaian. Mao khawatir masyarakat China akan menjadi rigid society maka untuk mencegah hal itu Mao percaya untuk memberikan dukungan penuh terhadap bidang militer dan bidang kepemudaan.
The Four Modernizations
Four Modernizations (4 Butir Modernisasi China) pertama kali disampaikan oleh Zhou Enlai pada Kongres Partai Komunis yang ke 10 tahun 1973, ketika China mulai mengalami pertumbuhan yang lamban dari Cultural Revolution. Kepemimpinan baru dibawah Deng Xiaoping mendapat tekanan besar dengan misi untuk membawa China sejajar dengan Negara-negara maju lainnya. Pemerintahan yang baru terbentuk bertujuan untuk membangun ekonomi China dengan berpegang pada butir-butir dari Four Modernizations, yang tertuang dalam empat bidang utama: pertanian (agrikultur), industri, pertahanan dan ketahanan nasional, serta ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sebuah Perbandingan
Bila dalam film “An Education” (Lone Scherfig, 2009) memotret realitas yang berkembang dalam kehidupan pendidikan ala Barat, pendidikan dianggap sebagai hal yang utama sekaligus juga umum karena beberapa Negara maju di Eropa telah mengalami perkembangan sistem pendidikan yang mapan. Benturan-benturan yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gaya hidup, dimana Perancis sebagai sentral antusiasme di Eropa saat itu menawarkan impian-impian semu bagi kehidupan remaja Inggris di masa itu pasca perang dunia II (1960-an).
China sendiri, setelah mengalami gejolak politik yang akhirnya berpengaruh dengan adanya Revolusi Budaya dan Four Modernizations, dengan tegas menyatakan kesungguhannya untuk membangun bangsanya melalui pemantapan diempat bidang fundamental. Bidang pendidikan hanyalah salah satu terjemahan dari 4 poin yang termasuk kedalam dalam prioritas Four Modernizations tersebut, yaitu bidang Pertanian, Industri, dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Sistem pendidikan yang baru diperkenalkan dan mengikis kesenjangan pendidikan antara penduduk kota dengan penduduk desa.
Semangat itu tercermin dalam film epik sejarah ini dimana setelah Pemerintah komunis China mengumumkan kembali dibukanya ujian masuk bersama perguruan tinggi, banyak pemudi-pemuda yang tadinya hanya pekerja tanpa masa depan di perkebunan-perkebunan yang dikelola Pemerintah Komunis China, akhirnya berhasil untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.
Realitas ini tidak jauh berbeda dengan situasi pendidikan di Indonesia. Pasca kemerdekaan, sekolah-sekolah negeri menjadi pilihan utama sebagian masyarakat karena biayanya yang tidak terlalu mahal. Namun, setelah diberlakukannya otonomi pendidikan terutama pada Perguruan Tinggi, malah menjadikan ironi bagi negeri ini. Pendidikan bukan lagi barang murah walaupun menyedot anggaran Negara paling besar dalam sejarah APBN. 20% alokasi APBN memang ditujukan untuk bidang pendidikan, namun masalah tidak hanya selesai sampai disitu.
Ujian Nasional tingkat SD, SMP, dan SMA kembali menjadi sorotan terutama karena penilaiannya yang cenderung kuantitatif tanpa memperhitungkan proses belajar. Pun sama halnya dengan Ujian Masuk Perguruan Tinggi, yang cenderung menampilkan keangkuhan dari Perguruan Tinggi yang bersangkutan dengan berlomba menjaring mahasiswa baru melalui Ujian Masuk yang dirancang sendiri. Sungguh ironis, karena Pemerintah hanya bisa membiarkan semua ini terjadi tanpa satu pun intervensi dan kontrol agar kualitas tujuan pendidikan nasional mencapai sasarannya: Membangun manusia Indonesia yang seutuhnya. Tanpa peran aktif dari Pemerintah, pendidikan nasional hanya akan menjadi carut marut yang tak terselesaikan.
Konklusi
Pendidikan adalah satu cara untuk menaikkan taraf hidup masyarakat. Setidaknya, itulah yang menjad dasar bagi pemerintah China saat itu untuk mempercepat kemajuan pembangunan Negara. Peranan pemerintah yang aktif dalam memberikan kesempatan bagi warganya untuk memperoleh pendidikan dasar telah menjadi kekuatan utama dalam pesatnya pembangunan dan kemajuan ekonomi China. Kebijakan-kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan telah dengan sangat berhasil menerjemahkan semangat Four Modernizations yang dikumandangkan oleh Zhou Enlai.
Agaknya, bila Indonesia mau berkaca pada pengalaman tetangganya dan mau melaksanakan Hadis Nabi yang konon mayoritas pengikutnya tersebar di seantero Nusantara ini, bukanlah suatu keajaiban bila suatu saat pendidikan benar-benar memainkan perannya sebagai elemen dasar dalam kehidupan untuk memanusiakan manusia sesuai dengan fitrahnya.
Paninggilan, 30 Mei 2010. 15.50
* Peta Provinsi Heilongjiang (c) Microsoft Encarta 2009