Selasa, 31 Mei 2011
Something in the Sky
ATC (Lady) : Sir, can i turn you on 8 miles?
Pilot : You can try, Madam.
Medan Merdeka Barat, 31 Mei 2011.
Minggu, 29 Mei 2011
Salah
Apakah kau tak pernah tahu, betapa indahnya dirimu...*
Tiba-tiba aku merasa bahwa lagu itu, lagu yang selalu terngiang saat aku masih mengharapkanmu, yang selalu kubayangkan betapa benar indahnya dirimu itu, adalah sebuah kesalahan. Rupanya, perasaanku (saat itu) terlalu besar padamu. Sehingga kabutnya menutupi akal sehat dan logika. Ya, karena itu pula aku sudah terlalu sering membuat penyangkalan. Bahwa segala sesuatu harus diperjuangkan, bagaimanapun caranya. Tapi, agaknya aku pun lupa, "some battles can't be won"**. Dan itu adalah dirimu.
Mungkin waktu itu, aku terlalu gelap mata sehingga berani menjanjikanmu bahagia. Bahagia yang hanya kita saja. Kebahagiaan dalam memberi. Memberimu keabadian tentang rasa yang (mungkin) pernah tumbuh di sela-sela harapan dalam hati.
Sebelum aku benar-benar sadari bahwa semua itu hanya fatamorgana semata. Hilang begitu saja, tanpa bekas.
I dont know much, but i know i love you..***
Kini kusadari betul bahwasanya dirimu adalah sebuah kesalahan. Kesalahan terindah? Tidak juga, tapi tetap saja aku kecewa. Aku kecewa bukan karena dirimu yang menjelma jadi kesalahan itu. Tapi, aku kecewa pada diriku sendiri. Betapa mudahnya diriku untuk bertekuk lutut pada imaji asa dan harap yang kau beri. Padahal, semua itu tidak ada artinya bagimu. Tidak ada sama sekali. Bahkan pada semua kenangan yang kau lekatkan pada bimbangku.
Lagu itu adalah penanda. Penanda kelemahanku padamu. Diriku yang (waktu itu) selalu berusaha meyakinkanmu. Dengan segala galau dalam jiwa yang mendesah. Ada rasa untukmu. Ada harap yang ingin kutambatkan pada labuhan hatimu.
Sebelum kusadari bahwa takdir dan nasib telah bersekongkol. Kongkalikong, untuk menjeratku dalam suatu penyangkalan. I'm on a denial. Great denial. Penyangkalan agung yang membutakan segenap intuisi.
Till you do me right, i dont even wanna talk to you, i dont even wanna hear you speak my name...****
Kadang kita harus bercermin dari hari kemarin. Walaupun, ada sedikit perasaan aneh dan muak bila harus mengingat semua tentangmu, tentangnya, terlebih tentang perasaanku. Dalam penyangkalan, yang bisa kulakukan hanyalah meyakinkan diriku lagi. Bahwa, segala macam pertanda yang Dunia berikan sudah cukup untuk mengakhiri rasa itu, padamu.
Harusnya aku cukup sadar ketika lagu itu mengalun pelan setiap kali terbersit tanya tentangmu. Dan aku sudah cukup merasa menjadi orang paling goblok sedunia untuk menyangkal kembali semua pertanda itu. Nasib, biarpun terkadang lebih keras dari baja tapi rupanya ia masih memberiku banyak pilihan. Biarlah kucoba lagi mencari bunga penggantimu. Bahkan diantara keping-keping hati ini.
I love you always forever, near and far closing together..*****
Lain lubuk lain ikannya. Lain wanita, lain lagunya. Begitulah adanya. Biar lirik itu jadi penanda masa. Bahwa, kelak pernah ada cerita antara kita. Minimal, aku saja yang merasa.
Lagu itu selalu merdu untukku. Untukku yang selalu menunggu di dekat tangga hanya untuk tahu siapa dirimu. Kelak, aku selalu menunggumu disitu pada waktu tertentu, juga hanya untuk melihat wajahmu.
Pada suatu siang yang indah, setelah malam galau yang berlalu begitu saja, aku berhasil mengenalmu lebih dekat. Bermodal sedikit nekat. Mungkin kau kaget. Tapi, aku yakin itu bukan yang pertama bagimu.
Aku tidak perlu bilang bahwa aku menginginkanmu. Kau pun sepertinya tahu dari caramu menghindariku. Kalau bukan karena kabar dari Bunda sore itu, mungkin saat ini aku belum berhenti untuk merangkul hatimu, membawanya berlayar berkain layar cita.
Kini, yang tersisa darimu hanyalah sebuah tingkah dan kesan yang sempat tertinggal. Betapa merdunya lagu itu telah berganti dengan tingkahmu. Tanpa senyum, lalu pergi begitu saja bagai pesawat tempur.******
Paninggilan, 29 Mei 2011. 01.17
* dari lirik lagu "Menikah", dinyanyikan oleh Java Jive
** kutipan dari buku "The Enemy - Jack Reacher Series #8", ditulis oleh Lee Child, Dell Publishing, 2004
*** dari lirik lagu "Don't Know Much", dinyanyikan oleh Aaron Neville dan Linda Ronstadt
**** dari lirik lagu "Till You Do Me Right", dinyanyikan oleh After 7 feat. Babyface
***** dari lirik lagu "I Love You Always Forever", dinyanyikan oleh Donna Lewis
****** dengan ingatan pada lirik lagu Iwan Fals, "Pesawat Tempur".
Tiba-tiba aku merasa bahwa lagu itu, lagu yang selalu terngiang saat aku masih mengharapkanmu, yang selalu kubayangkan betapa benar indahnya dirimu itu, adalah sebuah kesalahan. Rupanya, perasaanku (saat itu) terlalu besar padamu. Sehingga kabutnya menutupi akal sehat dan logika. Ya, karena itu pula aku sudah terlalu sering membuat penyangkalan. Bahwa segala sesuatu harus diperjuangkan, bagaimanapun caranya. Tapi, agaknya aku pun lupa, "some battles can't be won"**. Dan itu adalah dirimu.
Mungkin waktu itu, aku terlalu gelap mata sehingga berani menjanjikanmu bahagia. Bahagia yang hanya kita saja. Kebahagiaan dalam memberi. Memberimu keabadian tentang rasa yang (mungkin) pernah tumbuh di sela-sela harapan dalam hati.
Sebelum aku benar-benar sadari bahwa semua itu hanya fatamorgana semata. Hilang begitu saja, tanpa bekas.
I dont know much, but i know i love you..***
Kini kusadari betul bahwasanya dirimu adalah sebuah kesalahan. Kesalahan terindah? Tidak juga, tapi tetap saja aku kecewa. Aku kecewa bukan karena dirimu yang menjelma jadi kesalahan itu. Tapi, aku kecewa pada diriku sendiri. Betapa mudahnya diriku untuk bertekuk lutut pada imaji asa dan harap yang kau beri. Padahal, semua itu tidak ada artinya bagimu. Tidak ada sama sekali. Bahkan pada semua kenangan yang kau lekatkan pada bimbangku.
Lagu itu adalah penanda. Penanda kelemahanku padamu. Diriku yang (waktu itu) selalu berusaha meyakinkanmu. Dengan segala galau dalam jiwa yang mendesah. Ada rasa untukmu. Ada harap yang ingin kutambatkan pada labuhan hatimu.
Sebelum kusadari bahwa takdir dan nasib telah bersekongkol. Kongkalikong, untuk menjeratku dalam suatu penyangkalan. I'm on a denial. Great denial. Penyangkalan agung yang membutakan segenap intuisi.
Till you do me right, i dont even wanna talk to you, i dont even wanna hear you speak my name...****
Kadang kita harus bercermin dari hari kemarin. Walaupun, ada sedikit perasaan aneh dan muak bila harus mengingat semua tentangmu, tentangnya, terlebih tentang perasaanku. Dalam penyangkalan, yang bisa kulakukan hanyalah meyakinkan diriku lagi. Bahwa, segala macam pertanda yang Dunia berikan sudah cukup untuk mengakhiri rasa itu, padamu.
Harusnya aku cukup sadar ketika lagu itu mengalun pelan setiap kali terbersit tanya tentangmu. Dan aku sudah cukup merasa menjadi orang paling goblok sedunia untuk menyangkal kembali semua pertanda itu. Nasib, biarpun terkadang lebih keras dari baja tapi rupanya ia masih memberiku banyak pilihan. Biarlah kucoba lagi mencari bunga penggantimu. Bahkan diantara keping-keping hati ini.
*
I love you always forever, near and far closing together..*****
Lain lubuk lain ikannya. Lain wanita, lain lagunya. Begitulah adanya. Biar lirik itu jadi penanda masa. Bahwa, kelak pernah ada cerita antara kita. Minimal, aku saja yang merasa.
Lagu itu selalu merdu untukku. Untukku yang selalu menunggu di dekat tangga hanya untuk tahu siapa dirimu. Kelak, aku selalu menunggumu disitu pada waktu tertentu, juga hanya untuk melihat wajahmu.
Pada suatu siang yang indah, setelah malam galau yang berlalu begitu saja, aku berhasil mengenalmu lebih dekat. Bermodal sedikit nekat. Mungkin kau kaget. Tapi, aku yakin itu bukan yang pertama bagimu.
Aku tidak perlu bilang bahwa aku menginginkanmu. Kau pun sepertinya tahu dari caramu menghindariku. Kalau bukan karena kabar dari Bunda sore itu, mungkin saat ini aku belum berhenti untuk merangkul hatimu, membawanya berlayar berkain layar cita.
Kini, yang tersisa darimu hanyalah sebuah tingkah dan kesan yang sempat tertinggal. Betapa merdunya lagu itu telah berganti dengan tingkahmu. Tanpa senyum, lalu pergi begitu saja bagai pesawat tempur.******
Paninggilan, 29 Mei 2011. 01.17
* dari lirik lagu "Menikah", dinyanyikan oleh Java Jive
** kutipan dari buku "The Enemy - Jack Reacher Series #8", ditulis oleh Lee Child, Dell Publishing, 2004
*** dari lirik lagu "Don't Know Much", dinyanyikan oleh Aaron Neville dan Linda Ronstadt
**** dari lirik lagu "Till You Do Me Right", dinyanyikan oleh After 7 feat. Babyface
***** dari lirik lagu "I Love You Always Forever", dinyanyikan oleh Donna Lewis
****** dengan ingatan pada lirik lagu Iwan Fals, "Pesawat Tempur".
Kamis, 26 Mei 2011
Melihat Dari Dalam
Benar apa yang dibilang Pak Direktur. Bahwa kita harus bicara berdasarkan pada fakta di lapangan. Jadi, jangan bicara kalau belum ada faktanya. Itulah pesan beliau di briefing hari pertama sekaligus penyambutan kami. Waktu itu, kami belum paham kemana arah dan maksud pembicaraan beliau.
Namun, kejadian beberapa waktu lalu menjadi cermin bagi kami untuk menyikapi keadaan. Terutama dikaitkan dengan statement beliau tempo hari. Kami harus hati-hati dalam menyimpulkan sesuatu. Apalagi yang sumbernya berasal dari media. Bukan hasil rilis resmi temuan fakta.
Saya sadar bahwa saya tidak bisa lagi menelan bulat-bulat apa kata media. Pun, tidak bisa hanya melihat permasalahan dari luar. Konten dan pemberitaan media terkait dengan suatu tendensi entah apalah itu. Media berlaku seperti itu karena memang punya semacam 'tanggung jawab' (yang selalu) mengatasnamakan publik. Demi keingintahuan dan keterbukaan publik.
Kami pun belajar menganalisa dan membandingkan hasil analisa kami di dalam dengan segala macam pemberitaan di media. Baik itu statement dari otoritas yang berwenang maupun komentar para pahlawan kesiangan. Ada suatu missing context dimana terdapat suatu generalisasi yang tergesa-gesa. Menirukan istilah Pak Agus, pengajar mata kuliah Logika di kampus dulu. Imbasnya, publik dibuat semakin bertanya-tanya dan semakin laku pula komentar para pengamat bidang terkait.
Saya pun merasakan perubahan dalam diri saya. Saya tidak dapat lagi memberikan komentar seenaknya di zaman keterbukaan digital seperti sekarang. Saya memang terhubung dengan berbagai media jejaring sosial yang bisa menyuarakan pendapat saya hanya dengan sekali klik dan mendeklarasikannya secara utuh ke seluruh dunia. Tetapi, kalau yang disuarakan itu hanya pepesan kosong apa kata dunia, untuk apa pula? Saya harus mampu melihat dan menafsirkan konteks dan tendensi dari dua sisi, baik dari luar dan dari dalam supaya memiliki 2 sudut pandang yang berbeda dan objektivitas tetap terjaga.
Walaupun, pada kenyataannya ada saja teman yang mengajak debat tetapi saya harus bertahan dengan fakta yang bisa dipertanggungjawabkan. Katakan saya bisa membantah apa kata media diluar sana, tetapi apakah bantahan itu berdasarkan fakta yang validitasnya tidak perlu diragukan lagi?
Saya masih harus tetap belajar agar tetap waspada. Supaya tidak membuat atau terkesan 'curhat' (meniru istilah petinggi negeri kita) atau status update yang semangkin (menirukan gaya mantan petinggi negeri kita-alm) mengacaukan isi hati publik yang memang selalu penasaran dan ingin tahu isu-isu sejelas-jelasnya.
Hanya Tuhan yang tahu dimana kebenaran itu berada, tetapi karena itu pula Tuhan menciptakan akal untuk manusia.
Wallahu'alam bis shawab.
Medan Merdeka Barat-Paninggilan, 25 Mei 2011.
Namun, kejadian beberapa waktu lalu menjadi cermin bagi kami untuk menyikapi keadaan. Terutama dikaitkan dengan statement beliau tempo hari. Kami harus hati-hati dalam menyimpulkan sesuatu. Apalagi yang sumbernya berasal dari media. Bukan hasil rilis resmi temuan fakta.
Saya sadar bahwa saya tidak bisa lagi menelan bulat-bulat apa kata media. Pun, tidak bisa hanya melihat permasalahan dari luar. Konten dan pemberitaan media terkait dengan suatu tendensi entah apalah itu. Media berlaku seperti itu karena memang punya semacam 'tanggung jawab' (yang selalu) mengatasnamakan publik. Demi keingintahuan dan keterbukaan publik.
Kami pun belajar menganalisa dan membandingkan hasil analisa kami di dalam dengan segala macam pemberitaan di media. Baik itu statement dari otoritas yang berwenang maupun komentar para pahlawan kesiangan. Ada suatu missing context dimana terdapat suatu generalisasi yang tergesa-gesa. Menirukan istilah Pak Agus, pengajar mata kuliah Logika di kampus dulu. Imbasnya, publik dibuat semakin bertanya-tanya dan semakin laku pula komentar para pengamat bidang terkait.
Saya pun merasakan perubahan dalam diri saya. Saya tidak dapat lagi memberikan komentar seenaknya di zaman keterbukaan digital seperti sekarang. Saya memang terhubung dengan berbagai media jejaring sosial yang bisa menyuarakan pendapat saya hanya dengan sekali klik dan mendeklarasikannya secara utuh ke seluruh dunia. Tetapi, kalau yang disuarakan itu hanya pepesan kosong apa kata dunia, untuk apa pula? Saya harus mampu melihat dan menafsirkan konteks dan tendensi dari dua sisi, baik dari luar dan dari dalam supaya memiliki 2 sudut pandang yang berbeda dan objektivitas tetap terjaga.
Walaupun, pada kenyataannya ada saja teman yang mengajak debat tetapi saya harus bertahan dengan fakta yang bisa dipertanggungjawabkan. Katakan saya bisa membantah apa kata media diluar sana, tetapi apakah bantahan itu berdasarkan fakta yang validitasnya tidak perlu diragukan lagi?
Saya masih harus tetap belajar agar tetap waspada. Supaya tidak membuat atau terkesan 'curhat' (meniru istilah petinggi negeri kita) atau status update yang semangkin (menirukan gaya mantan petinggi negeri kita-alm) mengacaukan isi hati publik yang memang selalu penasaran dan ingin tahu isu-isu sejelas-jelasnya.
Hanya Tuhan yang tahu dimana kebenaran itu berada, tetapi karena itu pula Tuhan menciptakan akal untuk manusia.
Wallahu'alam bis shawab.
Medan Merdeka Barat-Paninggilan, 25 Mei 2011.
Rabu, 11 Mei 2011
Mengenangmu (3)
Ling Ling Ling Ling Oh kekasihku.... *)
Ya, lagu yang Ibu stel di radio butut pagi itu jadi penanda
Betapa suatu masa terlewati
Cerita tentangku dan dirimu
Hadirkan rindu
Selimuti luka
Betapa kuingat lagi manis senyummu
Lengkap dengan lentik dua matamu
bawa teduh
redakan gelisah
Boleh aku jujur padamu?
Aku pernah menginginkanmu
Tapi terlalu pengecut
Hanya rindu pada hadirmu
Bukan pada hatimu
Telah kau tinggalkan makna eksistensial
yang dulu sempat Kierkegaard agungkan
Sayang sayang sayang
Entah berapa hari telah kuhabiskan
Hanya untuk berpaling dari segala kenangan itu: bahwa kita pernah bersama
Menambat harap pada lubang di hati
Paninggilan-Medan Merdeka Barat, 9 Mei 2011.
*) dari lagu "Ling Ling (Oh Kekasihku)" dinyanyikan oleh The Phoenix
Ya, lagu yang Ibu stel di radio butut pagi itu jadi penanda
Betapa suatu masa terlewati
Cerita tentangku dan dirimu
Hadirkan rindu
Selimuti luka
Betapa kuingat lagi manis senyummu
Lengkap dengan lentik dua matamu
bawa teduh
redakan gelisah
Boleh aku jujur padamu?
Aku pernah menginginkanmu
Tapi terlalu pengecut
Hanya rindu pada hadirmu
Bukan pada hatimu
Telah kau tinggalkan makna eksistensial
yang dulu sempat Kierkegaard agungkan
Sayang sayang sayang
Entah berapa hari telah kuhabiskan
Hanya untuk berpaling dari segala kenangan itu: bahwa kita pernah bersama
Menambat harap pada lubang di hati
Paninggilan-Medan Merdeka Barat, 9 Mei 2011.
*) dari lagu "Ling Ling (Oh Kekasihku)" dinyanyikan oleh The Phoenix
Selasa, 10 Mei 2011
Mengenangmu (2)
Yang tertinggal hanya gambarmu di meja kamarku... Ditemani dua puisi tentang lara hati... *)
Masih di mejaku, ada gambarmu
Dosakah aku?
Bila masih selalu menatapimu yang telah resmi diperistri
Bahkan juga telah menyusui buah hati yang kelak mewarisi indah binar matamu
Maybe this is an exceptional, and i knew that was true. You're the truth and haven't knew the answer.
And i'm all alone...
Like many nights before...
Life is very long.
Pharmindo, 15 September 2010
*) dari lagu "Lara Hati" dinyanyikan oleh Katon Bagaskara.
Masih di mejaku, ada gambarmu
Dosakah aku?
Bila masih selalu menatapimu yang telah resmi diperistri
Bahkan juga telah menyusui buah hati yang kelak mewarisi indah binar matamu
Maybe this is an exceptional, and i knew that was true. You're the truth and haven't knew the answer.
And i'm all alone...
Like many nights before...
Life is very long.
Pharmindo, 15 September 2010
*) dari lagu "Lara Hati" dinyanyikan oleh Katon Bagaskara.
Kamis, 05 Mei 2011
Mengenangmu
ada yang beda, walau senyum itu masih sama
entah
tak ada lagi gairah, seperti saat masih disana
every smile you fake, i'll be watching you*
lagu itu selalu kuingat
kadang jadi penanda
betapa relatifnya makna satu senyum: senyumanmu
setidaknya aku lihat lagi dua bola matamu
dan lirikanmu yang pernah membuatku rindu
melambaikan bayangmu dalam pejamku
ah, kapan bisa kumiliki saat itu lagi
sedang engkau tak lagi disini
serupa gelisah yang kau beri
jauh menepi pada ujung hati
terseret angin terbawa panas, tersapu jelaga hari
Paninggilan, 3 Mei 2011
* The Police, Every Breath You Take
entah
tak ada lagi gairah, seperti saat masih disana
every smile you fake, i'll be watching you*
lagu itu selalu kuingat
kadang jadi penanda
betapa relatifnya makna satu senyum: senyumanmu
setidaknya aku lihat lagi dua bola matamu
dan lirikanmu yang pernah membuatku rindu
melambaikan bayangmu dalam pejamku
ah, kapan bisa kumiliki saat itu lagi
sedang engkau tak lagi disini
serupa gelisah yang kau beri
jauh menepi pada ujung hati
terseret angin terbawa panas, tersapu jelaga hari
Paninggilan, 3 Mei 2011
* The Police, Every Breath You Take
Langganan:
Postingan (Atom)