Sabtu, 23 Juni 2012. Pagi yang cerah mengawali hari ini. Saya tidak menyangka hari ini datang begitu cepat. Padahal, sejak email pendahuluan yang mengabarkan bahwa dua tulisan saya
TERPILIH untuk proyek buku antologi #JakartaBanget yang digagas oleh @Rotary_Batavia. Dengan demikian, saya resmi menjadi Kontributor dalam buku tersebut. Sehingga, saya diundang pula untuk hadir pada acara launching yang sedianya akan dilangsungkan pada hari Jum’at, 22 Juni 2012.
Saya sudah membayangkan, acara launching itu akan berlangsung malam hari di suatu tempat yang representatif. Maklum, hari itu Jum’at dan bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Jakarta yang ke-485. Saya juga membayangkan akan menghadiri launching buku ini dengan batik yang sama dengan yang saya gunakan untuk ngantor. But, that was only a dream. Hari ini semuanya buyar.
Kita memang tidak pernah tahu nasib waktu. Saya merasa sangat beruntung. Tuhan sangat baik untuk memindahkan jadwal launching ke tanggal hari ini, Sabtu 23 Juni 2012. Saya tidak bisa membayangkan seandainya Tuhan menakdirkan #JakartaBanget dirilis secara resmi tepat pada D-Day Ulang Tahun Jakarta. Saya masih berada di Palangkaraya dan terancam batal menghadiri acara itu. Nyatanya, saya masih diberi kesempatan untuk bertemu dengan The Jakartans, kontributor #JakartaBanget ini. Sebuah kesempatan besar nan langka terutama ketika perasaan “Wah, tulisan saya terbit. Jadi penulis beneran donk?” bercampur dengan segenap haru ketika melihat apresiasi terhadap #JakartaBanget.
|
Quote from @anggihafiz's "Sepenggal Tanya di Halte Busway" |
|
|
|
|
Quote from @anggihafiz's story at the top of backside #JakartaBanget cover |
Adalah satu kejutan untuk membaca #JakartaBanget dari kulitnya. Saya terkejut karena quote dari cerpen saya "Sepenggal Tanya di Halte Busway" ada di bagian cover belakang, di urutan pertama pula. Sama terkejutnya waktu tahu quote saya ikut ditampilkan di #12Tweets, promosi khas @nulisbuku. Saya tidak menyangka editor buku menempatkannya disitu. Jangankan begitu, berharap ada quote yang bisa diambil dari cerpen pun tidak (thanks a lot to editor *hug ).
Saya memang belum menyediakan waktu khusus untuk membaca #JakartaBanget secara utuh. Hanya beberapa saja yang sudah saya baca. Kalau anda bertanya, “Tulisan siapa yang kamu baca duluan?”, saya jawab tentu saja punya saya sendiri. Saya ingin memastikan bahwa tulisan saya benar-benar dimuat dan saya tidak malu mengaku-ngaku sebagai penulis kontributor #JakartaBanget. Terlebih, dengan adanya profil penulis #JakartaBanget lainnya, saya sudah bisa mengira-ngira siapa saja yang akan saya temui nanti.
Benar saja, ketika acara dimulai, saya mengenali sosok si pembaca acara. Idfi Pancani (@idfipancani), seorang mantan penyiar dari Bandung yang kini menjajal Jakarta, sama seperti saya. Sedikit flashback, 27 Juni 2003, saya dan @idfipancani jadi partner siaran sehari untuk acara “High School High” yang disponsori perusahaan suplemen kesehatan dan radio tempat @idfipancani bekerja saat itu, Ardan 105,8 FM. Ternyata, pepatah yang mengatakan bahwa dunia tidak selebar daun kelor itu tidak selalu benar adanya.
|
Deklamasi puisi by @AngkieYudistia |
Acara launching hari ini juga ditandai dengan deklamasi puisi oleh @AngkieYudistia, seorang aktivis kaum difabel yang juga ikut berkontribusi di #JakartaBanget. Lewat puisinya, @AngkieYudistia mengingatkan kita bahwa kita tidak sendirian di dunia ini. Maksud saya, di sekeliling kita masih banyak keterbatasan yang dialami oleh kaum difabel untuk menjalani rutinitas sehari-hari. Betapa Jakarta ini menjadi momok yang kejam bagi mereka. Personally, puisi tadi erat kaitannya dengan konsep pembangunan dan operasional sebuah kota. Sebuah kota bisa dikatakan layak untuk ditinggali bila mampu memfasilitasi warganya. Termasuk kaum difabel didalamnya. Puisi itu sedikit menggiring pikiran saya mengawang-awang pada tulisan saya di halaman 44.
Tidak hanya sampai disitu, penulis #JakartaBanget juga sempat mencicipi games a la @Rotary_Batavia. Sebuah games yang mengingatkan kita akan keunikan sejarah Jakarta. Balutan sejarah yang masih kental dalam perkembangan kota membuat Jakarta harus menelusuri kembali sejarahnya. Hal ini mutlak diperlukan karena dengan berkaca pada sejarah, sebuah kota dapat menentukan arah laju perkembangan dan pembangunan dari kota itu sendiri.
Setiap kelompok berkesempatan menjelajahi berbagai ruangan di Museum Fatahillah. Tentunya ini pengalaman pertama saya. Padahal, saya sering main ke area Kota Tua, tetapi belum pernah masuk dan menjajal ruangan-ruangan museum. Saya anggap game ini sebagai persembahan retrospektif untuk Jakarta. Dengan game itu, wawasan sejarah peserta bertambah. Saya yakin sekali, apalagi ketika muncul pertanyaan tentang pencetus istilah “DUIT”. Berapa banyak dari kita yang tahu siapa pencetusnya? Jika kita sudah melupakan sejarah, lalu mau kemana bangsa kita ini? It’s just some reflections on how history had shaping our life today.
|
Mama Ica, pemenang kontes foto #JakartaBanget |
|
#JakartaBanget Best Dress Winners @AstaDewanti @lia_hmb with The Project Manager, @purew4ter |
Pelengkap lainnya dalam acara ini adalah pengumuman pemenang kontes foto #JakartaBanget. Mama Ica jadi pemenangnya dengan pose yang cukup menghibur. Ditambah pembawaannya yang blak-blakan ikut mencairkan suasana setelah bermain game. Beliau banyak bercerita dibalik pose fotonya itu dan juga cerita yang ditulisnya dalam #JakartaBanget. Tak kalah menariknya adalah pemenang dress code contest. Terpilihlah @lia_hmb dan @AstaDewanti sebagai pemenang. Mereka dianggap merepresentasikan gaya berpakaian yang #JakartaBanget. Bedanya, @lia_hmb tampil dengan gaya khas tradisional Jakarta dan @AstaDewanti dengan tampilan yang lebih modern, chic metropolis (sok tau banget kesannya ya, hehehe).
|
One of booksigning moment, @lia_hmb with @idfipancani |
|
The Writers Circle, @anggihafiz with None #JakartaBanget |
|
Beauty and The Beast, @anggihafiz with @AngkieYudistia after booksigning |
|
Coverage Media #JakartaBanget di MNC |
|
Coverage Media #JakartaBanget di U FM Jakarta, with Moza Paramita #MozaandFriends |
Sebenarnya, momen yang ditunggu itu adalah interaksi antar sesama penulis #JakartaBanget. Melalui momen yang dilengkapi dengan booksigning ini penulis bisa saling mengenal satu sama lain. Ibaratnya, kita ini benar-benar jadi penulis yang punya pembacanya sendiri. Setiap tanda tangan yang dibubuhkan pada buku setiap penulis adalah pertanda bahwa 47 penulis #JakartaBanget sudah resmi jadi penulis. Kami bisa disejajarkan dengan Dewi “Dee” Lestari yang pada saat bersamaan dengan launching buku ini sedang melakukan booksigning dan Meet & Greet di Sun Plaza, Medan.
|
The Jakartans bersatu, untuk Jakarta yang lebih baik |
#JakartaBanget membuktikan bahwa ekspektasi terhadap Jakarta yang ramah dan layak huni masih mewujud dalam optimisme warga kotanya. Harapan untuk membangun Jakarta yang lebih beradab masih hidup dalam derap langkah warganya. Asa untuk menempatkan Jakarta sebagai kota yang unik, multietnik,dan multikultural dalam konteks sosio-budaya-spasial masih bertahan dalam hembusan nafas warga Jakarta yang tidak pernah lelah menanti suatu pencerahan dan perubahan demi kehidupan yang lebih baik. Untuk satu entitas bernama Jakarta.
Paninggilan, 23 Juni 2012. 21.21