If travel teach us how to see, why all I see is you? (Anonim)
Prolog
Konon, cara terbaik untuk mengetahui karakter seseorang adalah dengan melakukan perjalanan bersama. Beberapa hari menjelang hari pernikahan, kami memutuskan untuk tidak menikmati liburan dengan hanya berdiam diri ‘mager’ di rumah. Terlalu sayang bila kesempatan ini dibiarkan berlalu begitu saja. Dengan begitu, maka proses pengenalan kami sebagai suami-istri akan semakin intens. Untuk saya dan Ella hal ini tentu jadi satu pengalaman baru mengingat perjalanan kami ini melintasi beberapa negara. Tentu dengan beberapa kesulitannya sendiri. Let’s see how we solve those problems on the road.
Selasa, 23 Desember 2014, di sela-sela waktu training, saya mencoba mencari tiket penerbangan ke beberapa negara tetangga sambal berharap mendapat tiket promo atau harga yang pantas. Saya sendiri sangat paham bahwa merencanakan perjalanan untuk akhir tahun harus dibuat jauh hari sebelumnya. Saya berharap punya sedikit keberuntungan untuk mendapatkan tiket murah (dengan harga yang realistis tentunya) untuk ‘liburan dadakan’ kami.
Saya sempat sedikit patah harapan karena tidak ada penerbangan yang harganya sesuai dengan budget kami. Rencana pun kami rubah dengan melakukan perjalanan jarak dekat saja. Menatap senja di puncak Semeru jadi pilihan kami. Saya belum setuju dengan ide Ella itu sampai saya teringat sebuah iklan yang dipasang di satu perempatan jalan. Crash, boom, bang! Yeap, saya mendapatkan tiket promo Garuda Indonesia tujuan Bandung-Batam PP untuk 2 orang. Let’s go abroad, darling!
Masih dengan jantung yang berdebar usai menuntaskan pembayaran lewat kartu kredit, saya segera mengirim copy email e-ticket ke Ella. Tak lupa seraya mengingatkan Ella untuk membooking hotel di kota-kota yang akan jadi tujuan kami. Saya bersyukur, Ella segera mendapatkan konfirmasi hotel via booking.com. Again, that’s how credit card saves your life! Itinerary sudah didapat dan kami masih harus bersabar karena hari pernikahan masih pada akhir pekan ini. At least, kami sudah punya kepastian kemana kami akan pergi menghabiskan sisa hari libur akhir tahun sekaligus merayakan tahun baru 2015.
30 Desember 2014: The Departure
Hari pernikahan kami, 27 Desember, telah berlalu. Beberapa kerabat sudah pulang kembali ke kampong halaman untuk memulai hari kembali. Sementara, kami juga masih harus membereskan beberapa hal seperti mengembalikan busana adat beserta perlengkapannya. Saya dan Ella sendiri cukup disibukkan dengan mengatur penyimpanan hadiah dari undangan yang hadir.
Persiapan keberangkatan pun kami buat sesederhana mungkin. Selain pakaian, saya membawa perlengkapan standar wajib traveling seperti kamera, tongsis, dan tripod. Saya pun tidak jadi membawa perlengkapan lari walaupun sebenarnya ingin membuat personal record lari di tiga negara berbeda.
Selasa ini kami menyelesaikan pengembalian beberapa perlengkapan busana adat ke satu alamat yang berada di dekat rumah nenek saya. Saya dan Ella langsung siap-siap membawa perlengkapan dan perbekalan untuk perjalanan kami. Kami minta diturunkan di Bandara Husein Sastranegara.
Usai pamit, kami segera menuju ke counter check-in dan menemukan pintu masuk kesana ramai oleh para pengantar yang ingin ikut masuk ke dalam area keberangkatan. Untuk yang satu ini, Indonesia Banget! Kami lantas pergi sholat dulu di mushola. Antrian masih memanjang ketika saya dan Ella akan masuk. Rupanya, masih banyak pengantar yang keukeuh ingin masuk walau sudah dihadang petugas.
Sesampainya didalam, kami menuju meja petugas check-in Garuda Indonesia. Pesawat kami belum tiba. GA336 yang akan membawa kami ke Batam masih dalam perjalanan menuju Bandung dari Denpasar. Selama menunggu, kami mampir ke Starbucks dan memesan Green Tea. Rasanya sangat special karena ini adalah pengalaman pertama istri saya dengan Starbucks :D.
Tak lama setelah minuman kami habis, pesawat Boeing 737-800 PK-GMN parkir di apron dan penumpang dipersilakan naik. Tepat pukul 14.55 pesawat mendaki langit ke arah barat, menuju horizon tanpa batas. Seperti biasa, saya segera menyalakan perangkat inflight entertainment dan memilih lagu-lagu pilihan untuk menemani perjalanan.
Perjalanan dengan Garuda Indonesia ini juga dari pengalaman pertama Ella. Maka, saya tidak keberatan untuk mengajarinya beberapa cara menggunakan perangkat hiburan. Ketika Ella mulai mahir kami pun sibuk dengan hiburan kami masing-masing. Kami sempat agak khawatir dengan penerbangan ini karena factor cuaca yang jadi satu contributing factor pada kecelakaan AirAsia QZ8501. Kami pun makan siang diatas ketinggian 37.000 kaki dengan kabin yang bergoyang.
Batam!
Kami landing di Bandara Hang Nadim Batam pukul 16.40, tepat waktu sesuai jadwal. Sebelum menuju pintu keluar, kami mampir dulu di counter tiket Batam Fast untuk membeli tiket penyeberangan ferry ke Harbourfront, Singapura, esok hari. Sebagai catatan, saya menghemat Rp. 150.000,- dengan membeli tiket disini. Harga tiket di Sekupang atau Batam Center adalah Rp. 450.000,- pulang-pergi include tax. Saya membayar dua tiket dengan harga Rp. 600.000,- include pajak dengan pemilihan jadwal yang fleksibel pulang-pergi. Saya sarankan untuk membeli di counter bandara saja bila ingin menyeberang ke negerinya Lee Kuan Yew, praktis dan hemat.
Kami segera menuju hotel tempat kami akan menginap, Formosa Hotel. Pada kunjungan pertama saya ke Batam bersama rekan-rekan sepekerjaan, kami pun menginap di hotel ini. Letaknya yang berada tak jauh dari pusat perbelanjaan Nagoya memudahkan kami untuk membeli sekedar bekal untuk perjalanan besok sekalian jalan-jalan sebentar.
Kami menghemat tenaga untuk besok dengan harapan bisa menjelajahi Negeri Singa seharian penuh menjelang malam pergantian tahun masehi. Kami menikmati malam yang semarak di Batam. Suasana tahun baru sudah terasa. Semoga tahun baru membawa pengalaman baru bagi kami.
Batam, 30 Desember 2014.