Senin, 06 Juli 2015

Dilan #2

“Kalau kamu ninggalin aku, itu hak kamu, asal jangan aku yang ninggalin kamu. Aku takut kamu kecewa."
Dilan, hal. 49

Setelah sukses dengan Dilan edisi perdana, Pidi Baiq belum lama ini meluncurkan sekuelnya. Ditandai dengan pre-order di beberapa toko buku online, penggemar setia Dilan yang setia menunggu mendapatkan tambahan bonus tanda tangan asli sang penulis.


Kembali, kedua buku ini adalah kisah romansa sederhana tentang dua orang muda yang saling mencintai. Berlatarkan kota Bandung pada medio awal dekade 90-an, ‘Dilan #2’ tak henti-hentinya menghembuskan gelombang nostalgia pada setiap pembacanya (baik yang tinggal di Bandung atau pun tidak).

Kisah cinta Dilan dan Milea mencapai puncaknya ketika mereka memproklamasikan cinta mereka di Warung Bi Eem. Setelah itu, pembaca harus bersabar menunggu kelanjutan ceritanya. Apakah Dilan berhasil mempertahankan Milea?

Mencintai seseorang memang tidak mudah. Berbagai rentetan peristiwa mengantarkan dua anak manusia ini pada sebuah keputusan. Kebersamaan bukan lagi sesuatu yang patut diraih ketika alasan hanya jadi pembenaran. Kendati, masih ada cinta diantara mereka, waktu menunjukkan kekuasaannya. Karena novel ini masih baru dirilis, saya biarkan imajinasi pembaca membayangkan nasib mereka berdua seperti apa.

"Bayangkan, disaat kita sedang mencintai seseorang, pasti kita akan cenderung untuk bisa memberikan perasaan kita sepenuhnya, dan manakala seseorang itu pergi, rasanya seperti bagian dari kita telah lenyap." 

Penulisan cerita dengan alur yang sederhana membuat novel ini (lagi-lagi) tidak lantas membosankan hingga halaman ke-343. Pidi Baiq melanjutkan kembali pembelahan dirinya menjadi dua bagian. Satu untuk jadi Dilan, satu lagi jadi Milea.

"Kukira itu normal. Itu adalah bagian dari proses berduka. Tetapi cepat atau lambat, aku harus bisa menerima sepenuhnya, meskipun sebagian dari diriku masih berharap akan bisa kembali bersama-sama."

Sebelum membaca sampai tamat, saya sendiri mencoba menerka-nerka akan jadi apa kisah Dilan dan Milea di buku kedua ini. Agaknya, clue yang saya dapat dari dua merchandise dalam buku ini cukup jadi petunjuk.

Memang tidak salah untuk berharap, tapi aku harus tahu kapan berhenti! Aku tidak bisa terus menjalani hidupku dengan terjebak di masa lalu."

Personally, buku kedua ini menjiwai peruntukan penciptaanya dengan kisah yang lebih dewasa. Jika ‘Dilan’ mengajarimu bagaimana meraih hati dan mencintai, maka ‘Dilan #2’ mengajarimu bagaimana mencintai dan melepaskan. Andai ‘Dilan’ dan ‘Dilan #2’ jadi difilmkan, saya tidak setuju. Film hanya akan merusak imajinasi saya tentang Dilan dan Milea. Biarkan Dilan dan Milea seperti begitu adanya. Tidak kurang, tidak lebih.

Judul           : Dilan, dia adalah Dilanku tahun 1991
Penulis        : Pidi Baiq
Penerbit      : Pastel Books
Tahun          : 2015
Tebal          : 343 hal.
Genre         : Novel Remaja


Dharmawangsa – Medan Merdeka Barat, 6 Juli 2015.

Tidak ada komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...