|
Sumber gambar: www.goodreads.com
|
Awalnya,
saya dibuat penasaran dengan buku-buku lama dari Emha. Salah satunya
termasuk buku ini. Dari judulnya saja, rasanya sudah sangat serius.
Apakah yang dimaksud dengan "pojok sejarah" itu? Memangnya ada yang
tercecer atau atau tersisa dari "pojok sejarah"? Kalaupun betul begitu,
"pojok sejarah"mana? Sejarah pra-kolonialisasi atau pasca-modernisme?
Agaknya,
semua teka-teki dalam benak saya roboh seketika ketika buku ini
benar-benar diterbitkan kembali. Buku berhalaman lebih dari 500 lembar
ini memang membutuhkan stamina pembacaan yang prima. Buat saya, ini jadi
satu pengalaman yang baru karena buku Emha inilah yang paling banyak
halamannya yang pernah saya tamatkan.
Ada satu jurus yang saya
lakukan sebelum dan selama pembacaan buku ini. Saya 'mengosongkan' diri
saya dari segala asumsi dan pretensi sehingga saya bisa menerima dan
mencerna isi buku ini bulat-bulat. Saya jadi tidak terpengaruh
pertanyaan-pertanyaan saya sebelumnya diatas. Ditambah lagi, semua
tulisan Cak Nun disini dibuat dengan gaya bahasa surat-menyurat. Tujuan
utamanya adalah adiknya sendiri, Cak Dil.
Ini adalah suatu
kenikmatan tersendiri karena dengan begitu menurut saya penulisnya akan
mampu lepas dari jeratan formal penulisan esai atau artikel. Emha bisa
bercerita apa saja tentang Eropa dan negeri asalnya sendiri dengan
luwes. Mengingatkan saya pada buku "Surat dari Palmerah" karya Seno
Gumira Ajidarma. Bedanya, seperti sudah saya catat sebelumnya: lebih
tebal.
Banyak surat menarik yang menggambarkan keadaan kehidupan
di tahun-tahun penulisannya. Personally, keadaannya pun masih tidak
banyak berubah hingga saat ini. Mungkin, yang berubah hanya nama
Presiden dari negeri asalnya Emha saja. Selebihnya, saya rasa para
pembaca Emha sudah sangat paham.
Satu yang menarik adalah saya
menemukan kembali sebuah tulisan Emha yang berjudul "Hidup Itu di Hati".
Saya pernah membaca tulisan ini dari sebuah laman website tidak resmi
yang memuat tulisan-tulisan Emha pada tahun 2009. Nama websitenya apa
saya sudah lupa. Ternyata, asal-muasal tulisan itu bermula dari
pengembaraan Cak Nun ke Eropa sana dan dimuat dalam buku ini. Kesan
pembacaan "Hidup Itu di Hati" pada tahun 2009 dengan 12 tahun kemudian
pun masih sama. Barangkali, pada lain kesempatan, hal ini bisa jadi satu
bahan tulisan sendiri.
Saya menamatkan pembacaan buku ini lebih
dari satu tahun sejak tanggal pembelian. Ada banyak waktu terlewati
begitu saja. Saya pun jadi tertawa sendiri, mengapa baru mulai intens
menamatkan pembacaan pada tiga bulan terakhir ini. Semoga bukan karena
alasan work from home dan mendung yang sepertinya sengaja mewakili
pikiran saya.
Judul : Dari Pojok Sejarah
Penulis : Emha Ainun Nadjib
Penerbit : Mizan
Tahun : 2020
Tebal : 508 hal.
Genre : Sosial-Budaya-Kehidupan-Kebudayaan
Cipayung, 1 November 2021.