Demikianlah Ya Allah. Telah engkau berikan suaramu pada pemilu kemarin. Telah engkau pilihkan presiden kami. Kemenangan memang sudah di depan mata. Tinggal menunggu waktu saja. Polling-polling terbaru tidak lagi jadi patokan. Semuanya berubah di hari pemilihan. Menang mutlak. Itulah pencapaian kemenangan yang sesungguhnya.
Kemenangan yang demokratis, begitulah komentar para pakar yang entah dibayar hanya untuk meyakinkan masyarakat bahwa pemenang pemilu adalah pilihan terbaik untuk bangsa ini. Seakan pemahaman masyarakat dipersempit bahwa sang pemenanglah yang akan menunjukkan jalan keluar dari segala permasalahan bangsa ini. Pun ketika media televisi yang saling unjuk kekuatan dengan quickcountnya masing-masing agar keabsahan yang menjadi bukti legitimasi bagi si pemenang tetap terjaga dan mudah-mudahan terjaga pula kredibilitasnya.
Media masih menari diatas arus pusaran berita suksesi incumbent yang berhasil mengalahkan lawan politiknya dengan kemenangan mutlak. Berita-berita seminggu kedepan akan masih dihiasi kilauan-kilauan kemenangan ini. Masalah kisruh DPT, dan gugatan kecurangan lainnya mungkin hanya akan jadi penggembira saja di headline-headline media cetak. Sementara, kandidat yang kalah mungkin sedang mempersiapkan dirinya masing-masing untuk melakukan apa yang terlanjur diucapkannya ketika tidak terpilih nanti dalam suatu debat. Ada yang tetap berjuang dan ada yang akan pulang kampung. Untuk yang masih berjuang, semoga Tuhan bersama anda yang terus membela kepentingan rakyat kecil. Untuk yang akan pulang kampung, semoga kepulangannya membawa manfaat dan berkah bagi kampung halaman.
Tidak usah bicara tentang bagaimana selebrasi dari tim sukses yang benar-benar sukses mengantarkan kliennya meraih kursi presiden. Mereka tentu sudah bosan karena dari tiap menit tidak ada perubahan yang signifikan pada hasil quickcount. Paling tidak mereka baru akan melirik pada setiap statement yang dilontarkan lawan politik mereka. Mereka dengarkan dan kalau perlu tidak sekedar diamati, dicatat dan dianalisis. Kalau bisa, sumpah serapah dan segala tudingan itu mereka buat jadi bom Molotov yang sewaktu-waktu mereka lemparkan. Mungkin mereka hanya akan tertawa sambil bertepuk tangan untuk menyenangkan hati mereka sendiri setelah melakukan pembalasan yang selalu lebih indah.
Lagi kau bertanya tentang pembagian jatah kekuasaan alias bagi-bagi posisi. Siapa yang duduk disini, siapa yang duduk disitu. Siapa menjabat apa, siapa kebagian proyek apa. Kau masih berharap kebagian jatah? Lupakan saja, Bung! Kecuali kalau memang anda kemarin memang menunggangi kendaraan yang sama dengan para pecundang yang maunya main aman supaya kebagian jatah menteri boleh saja. Memang tidak salah berjudi dengan menawarkan diri untuk menunggangi mesin politik yang masih bertenaga. Belum lagi, tanpa ada hambatan dan lawan yang berarti. Serasa ngebut di jalan tol Jagorawi di tengah malam tentunya dengan Maseratti atau Cabriolet pujaan.
Kalau kau sadari, pihak mana yang sebenarnya diuntungkan dari pemilu kemarin? Anda makin bingung? Atau malah mau menjawab bahwa sebenarnya pihak-pihak yang paling dirugikan dari pemilu kemarin adalah mereka yang menginginkan pemilu ini berjalan dua putaran. Mungkin ada benarnya. Pemilu dua putaran seperti 2004. Tapi ingat juga Bung, waktu itu calonnya ada 5 pasangan, jadi dua putaran adalah hal yang wajar. Saya pun begitu. Saya sangat ingin pemilu ini berjalan dua putaran. Tak perlu lah kita bahas penghematan anggaran negara sebesar Rp. 25 Trilyun untuk kelancaran proses demokrasi.
Apakah demokrasi negeri ini hanya seharga 25T saja? Namun, kenyataan memang selalu berbeda. Rakyat seakan terbungkam oleh iklan-iklan dan propaganda bahwa pemilu ini cukup satu putaran saja. Rakyat tentu tidak akan berpikir panjang tentang proses demokrasi yang akan melegitimasi kekuasaan. Mereka hanya tahu bahwa semakin cepat selesai mereka akan bisa focus kembali pada apa yang telah mereka kerjakan. Mereka mungkin juga sudah tahu bahwa apapun hasilnya, siapapun pemenangnya belum tentu ada perubahan yang signifikan dalam kehidupan mereka. Yang penting besok masih bisa makan nasi.
Indikasi tanpa rilis resmi sudah menyebar dimana-mana. Ucapan selamat mengalir deras ke Cikeas. Sementara saya masih terperangkap dalam pekerjaan saya. Kalau nanti malam anda mampir ke Cikeas, sampaikan salam saya untuk Putra Pacitan yang kembali menjabat menjadi presiden kita. Bukan karena tak rindu, tolong bilang saja saya sibuk-seperti biasa. Atau kalau anda cukup nekat, bilang saja saya sedang belajar demokrasi la roiba fih*) bersama Emha Ainun Nadjib di Kadipiro, Yogyakarta sana.
Dua putaran, kisruh DPT bermasalah, selebrasi kemenangan Pemilu, nilai tukar rupiah menguat, MK bersiap menerima pengaduan, isu Munaslub Partai Golkar yang lebih cepat lebih baik. Dunia masih belum berhenti berputar. Terlalu cepat untuk berhenti sekarang. Lanjutkan saja langkah kita.
Menyimak hasil pemilu kemarin membuat hati hamba menjadi kecut padamu, Ya Allah. Hamba merasa sangat malu. Sungguh hamba ini malu Ya Allah, berteriak-teriak kesana kemari hanya untuk meyakinkan hati hamba bahwa pemilu kemarin akan berjalan dua putaran. Hamba juga yang mengajak kawan-kawan di facebook untuk bersama-sama menjadikan pemilu kemarin supaya berjalan dua ronde. Hamba juga lah yang selalu bercerita pada setiap kawan yang hamba temui bahwa pemilu dua putaran adalah pemilu yang ideal untuk iklim demokrasi saat ini. Hamba sungguh tidak bisa menjaga kemaluan. Sungguh tidak bisa. Sungguh hamba malu sekali Ya Allah. Hamba malu. Malu. Malu sekali.
Kelapa Gading, 9 Juli 2009
*) Demokrasi La Roiba Fih, Emha Ainun Nadjib, Penerbit Kompas, 2009
*****
Kemenangan yang demokratis, begitulah komentar para pakar yang entah dibayar hanya untuk meyakinkan masyarakat bahwa pemenang pemilu adalah pilihan terbaik untuk bangsa ini. Seakan pemahaman masyarakat dipersempit bahwa sang pemenanglah yang akan menunjukkan jalan keluar dari segala permasalahan bangsa ini. Pun ketika media televisi yang saling unjuk kekuatan dengan quickcountnya masing-masing agar keabsahan yang menjadi bukti legitimasi bagi si pemenang tetap terjaga dan mudah-mudahan terjaga pula kredibilitasnya.
Media masih menari diatas arus pusaran berita suksesi incumbent yang berhasil mengalahkan lawan politiknya dengan kemenangan mutlak. Berita-berita seminggu kedepan akan masih dihiasi kilauan-kilauan kemenangan ini. Masalah kisruh DPT, dan gugatan kecurangan lainnya mungkin hanya akan jadi penggembira saja di headline-headline media cetak. Sementara, kandidat yang kalah mungkin sedang mempersiapkan dirinya masing-masing untuk melakukan apa yang terlanjur diucapkannya ketika tidak terpilih nanti dalam suatu debat. Ada yang tetap berjuang dan ada yang akan pulang kampung. Untuk yang masih berjuang, semoga Tuhan bersama anda yang terus membela kepentingan rakyat kecil. Untuk yang akan pulang kampung, semoga kepulangannya membawa manfaat dan berkah bagi kampung halaman.
Tidak usah bicara tentang bagaimana selebrasi dari tim sukses yang benar-benar sukses mengantarkan kliennya meraih kursi presiden. Mereka tentu sudah bosan karena dari tiap menit tidak ada perubahan yang signifikan pada hasil quickcount. Paling tidak mereka baru akan melirik pada setiap statement yang dilontarkan lawan politik mereka. Mereka dengarkan dan kalau perlu tidak sekedar diamati, dicatat dan dianalisis. Kalau bisa, sumpah serapah dan segala tudingan itu mereka buat jadi bom Molotov yang sewaktu-waktu mereka lemparkan. Mungkin mereka hanya akan tertawa sambil bertepuk tangan untuk menyenangkan hati mereka sendiri setelah melakukan pembalasan yang selalu lebih indah.
Lagi kau bertanya tentang pembagian jatah kekuasaan alias bagi-bagi posisi. Siapa yang duduk disini, siapa yang duduk disitu. Siapa menjabat apa, siapa kebagian proyek apa. Kau masih berharap kebagian jatah? Lupakan saja, Bung! Kecuali kalau memang anda kemarin memang menunggangi kendaraan yang sama dengan para pecundang yang maunya main aman supaya kebagian jatah menteri boleh saja. Memang tidak salah berjudi dengan menawarkan diri untuk menunggangi mesin politik yang masih bertenaga. Belum lagi, tanpa ada hambatan dan lawan yang berarti. Serasa ngebut di jalan tol Jagorawi di tengah malam tentunya dengan Maseratti atau Cabriolet pujaan.
Kalau kau sadari, pihak mana yang sebenarnya diuntungkan dari pemilu kemarin? Anda makin bingung? Atau malah mau menjawab bahwa sebenarnya pihak-pihak yang paling dirugikan dari pemilu kemarin adalah mereka yang menginginkan pemilu ini berjalan dua putaran. Mungkin ada benarnya. Pemilu dua putaran seperti 2004. Tapi ingat juga Bung, waktu itu calonnya ada 5 pasangan, jadi dua putaran adalah hal yang wajar. Saya pun begitu. Saya sangat ingin pemilu ini berjalan dua putaran. Tak perlu lah kita bahas penghematan anggaran negara sebesar Rp. 25 Trilyun untuk kelancaran proses demokrasi.
Apakah demokrasi negeri ini hanya seharga 25T saja? Namun, kenyataan memang selalu berbeda. Rakyat seakan terbungkam oleh iklan-iklan dan propaganda bahwa pemilu ini cukup satu putaran saja. Rakyat tentu tidak akan berpikir panjang tentang proses demokrasi yang akan melegitimasi kekuasaan. Mereka hanya tahu bahwa semakin cepat selesai mereka akan bisa focus kembali pada apa yang telah mereka kerjakan. Mereka mungkin juga sudah tahu bahwa apapun hasilnya, siapapun pemenangnya belum tentu ada perubahan yang signifikan dalam kehidupan mereka. Yang penting besok masih bisa makan nasi.
Indikasi tanpa rilis resmi sudah menyebar dimana-mana. Ucapan selamat mengalir deras ke Cikeas. Sementara saya masih terperangkap dalam pekerjaan saya. Kalau nanti malam anda mampir ke Cikeas, sampaikan salam saya untuk Putra Pacitan yang kembali menjabat menjadi presiden kita. Bukan karena tak rindu, tolong bilang saja saya sibuk-seperti biasa. Atau kalau anda cukup nekat, bilang saja saya sedang belajar demokrasi la roiba fih*) bersama Emha Ainun Nadjib di Kadipiro, Yogyakarta sana.
Dua putaran, kisruh DPT bermasalah, selebrasi kemenangan Pemilu, nilai tukar rupiah menguat, MK bersiap menerima pengaduan, isu Munaslub Partai Golkar yang lebih cepat lebih baik. Dunia masih belum berhenti berputar. Terlalu cepat untuk berhenti sekarang. Lanjutkan saja langkah kita.
*****
Menyimak hasil pemilu kemarin membuat hati hamba menjadi kecut padamu, Ya Allah. Hamba merasa sangat malu. Sungguh hamba ini malu Ya Allah, berteriak-teriak kesana kemari hanya untuk meyakinkan hati hamba bahwa pemilu kemarin akan berjalan dua putaran. Hamba juga yang mengajak kawan-kawan di facebook untuk bersama-sama menjadikan pemilu kemarin supaya berjalan dua ronde. Hamba juga lah yang selalu bercerita pada setiap kawan yang hamba temui bahwa pemilu dua putaran adalah pemilu yang ideal untuk iklim demokrasi saat ini. Hamba sungguh tidak bisa menjaga kemaluan. Sungguh tidak bisa. Sungguh hamba malu sekali Ya Allah. Hamba malu. Malu. Malu sekali.
Kelapa Gading, 9 Juli 2009
*) Demokrasi La Roiba Fih, Emha Ainun Nadjib, Penerbit Kompas, 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar