Sudah hampir dua bulan ini saya tidak mengikuti lomba lari. Terakhir, lomba yang saya ikuti adalah Mandiri Run Bandung bulan Oktober lalu. November, saya tidak ada dalam barisan starter di lomba lari manapun. Desember ini, saya mengikuti Nike Indonesia #BAJAKJKT 2014 sebagai lomba pamungkas, at least untuk tahun ini.
TIIS JAYA RUNNER VS JKT |
Persiapan menuju #BAJAKJKT saya lalui dengan lari rutin mingguan, entah di Monas, Petojo, dan Pharmindo. Tidak hanya itu, #BAJAKJKT juga menyadarkan saya untuk mendiskusikan terlebih dahulu apa yang jadi keinginan saya ini bersama sang calon istri tercinta. Dua minggu lagi kami akan menikah, sehingga waktu mendaftar untuk menjadi Pembajak Jakarta saya kurang aware bahwa ia cukup khawatir dengan keputusan saya berlomba menjelang waktu pernikahan yang semakin dekat, kalau tidak mau dibilang menghitung hari.
Setelah melalui diskusi kecil di satu rumah makan di Bogor, saya mengambil satu keputusan. Saya berusaha untuk tidak memaksakan diri dengan latihan long run. Saya masih akan setia dengan usaha saya memperbaiki personal record dan menjaga pace di 5K run.
Courtesy: @IndoRunners |
Raceday. Saya melintasi garis start #BAJAKJKT 10 menit setelah bendera start dikibarkan. Telat memang karena saya masih mengantri di toilet umum. Pengaruh dari badan yang kurang fit beberapa hari belakangan pun membuat saya lebih santai untuk tidak memaksa berlari kencang di 2,5 km pertama. Saya lebih santai dan berada di wave belakang. Barisan wave belakang ini diisi pelari kelas fun run sepertinya. Mereka masih bisa berfoto selfie, memakai tongsis sambil berlari, dan bahkan berfoto dengan bajaj yang ‘dihias’ YOU VS BAJAJ ala #BAJAKJKT.
Pengalaman berlari di wave seperti itu adalah yang pertama bagi saya. Terus terang saya kurang merasa nyaman. Saya khawatir terkena tongsis dan juga perlu gesa-gesi (geser sana, geser sini) untuk menyusul pelari di depan. Alhasil, karena saya memang tidak mau berlari dengan pace 6 saya harus berjuang menyesuaikan. Saya menyayangkan pelari yang tidak membaca dengan seksama prerace guide, dimana dinyatakan bahwa pelari yang lebih lambat harus berada di jalur kiri agar pelari yang lebih cepat bisa menyusul di jalur kanan. Imbasnya, banyak pelari yang lebih cepat perlu zig-zag untuk menyusul.
Courtesy: @IndoRunners |
Saya cukup memaklumi bahwa saya memang berada di wave yang crowded. Berbeda dengan Panin 10K dimana saya berada di wave depan. Saya cenderung tidak memaksakan diri berlari cepat ketika memasuki 5+ km. Saya mencoba berlari santai saja, barangkali dengan berlari bisa menghangatkan badan dan melancarkan sirkulasi darah dan udara setelah didera meriang disko.
Menjelang finish, papan waktu menunjukkan 1 jam 20 menit, artinya ini adalah lari 10K terburuk saya. Apapun itu, saya tidak terlalu peduli. Yang jelas saya berhasil finish dengan kondisi badan yang tidak terlalu fit. Melintasi garis finish, saya melihat Ella sudah menunggu. Dari senyumnya saya tahu bahwa ia masih mengkhawatirkan kondisi saya. Setidaknya, setelah saya finish Ella tidak perlu lagi khawatir. I’ll be there for you, cause i know you’ll be there for me too.
RACE RESULT
1399/3523 runners in Male 25+ Category & 2213/5533 Male runners, lumayan masih setengah diatas.
Lapangan Banteng-Paninggilan, 13 Desember 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar