28 Juni 1919, Jerman resmi menandatangani Perjanjian Versailles yang disusun oleh negara-negara Sekutu pemenang Perang Dunia I. Perjanjian ini mengharuskan Angkatan Udara Jerman dibubarkan dan peralatannya dihancurkan. Suatu harga mahal yang harus dibayar setelah satu perang yang menghasilkan pilot-pilot tempur dengan kemenangan terbanyak dan mendominasi berbagai front pertempuran. Juga diperkenalkannya pesawat pemburu pertama yang memiliki senjata yang dapat menembak melalui baling-baling.
Luftwaffe dulunya adalah Die Fliegertruppen des Deutschen Kaisserreichs (Jawatan Udara Angkatan Darat Kekaisaran Jerman) yang disingkat Fliegertruppe. Pada Oktober 1916, namanya berubah menjadi Deutsche Luftstreitkräfte, Angkatan Udara Jerman.
Selama Perang Dunia I, AU Jerman meraih nama harum dengan menggunakan pesawat-pesawat pemburu Albatros dan Fokker lalu menghasilkan para ace termasyhur. Diantaranya adalah Manfred von Richtofen, Ernst Udet, Oswald Bölcke, Werner Voss, Max Immelman, dan Hermann Göring. Beberapa diantara mereka pun sempat menjadi petinggi Luftwaffe. Luftstreitkräfte juga menggunakan pesawat pembom Gotha dan kapal udara Zeppelin untuk membom Prancis, Belgia, dan Inggris.
Setelah kalah perang, AU Jerman dibubarkan pada 8 Mei 1920. Seluruh pesawat terbang militer Jerman dihancurkan. Keadaan demikian menimbulkan kemarahan pada awak penerbang tempur Jerman.
Keadaan itu tetap berlangsung hingga Hitler merebut kekuasaan dan naik tahta. Hitler melihat nilai lebih Hermann Göring, pengikut setianya itu. Seorang ace perang dengan Pour le Merite. Hitler kemudian memberi Göring kekuasaan yang besar. Pada tahun 1933, Göring menjadi pemimpin Reichluftfahrtministrium (RLM), Kementerian Udara Reich.
Kendati masih terikat dengan Perjanjian Versailles, sebuah departemen penerbangan disusun secara rahasia dan dilatih sebagai bagian dari Angkatan Darat. Sekutu kemudian mencabut larangan pembuatan pesawat terbang sipil pada 3 Mei 1922. Dengan demikian, Jerman kembali memproduksi sejumlah pesawat seperti Dornier, Heinkel, Junkers, Arado, dan Messerschmitt. Keberadaan Luftwaffe tidak dibuka kepada dunia hingga Maret 1935 dan disamarkan sebagai Kementerian Udara.
|
Messerschmitt Bf-109. Courtesy: www.promare.co.uk |
Luftwaffe mendapatkan misi pertamanya ketika Perang Saudara Spanyol pecah pada bulan Juli 1936. Kesempatan ini dijadikan ujian bagi peralatan, personil, maupun teori militer mereka. Hitler mengirim bantuan untuk pasukan pemberontak sayap kanan pimpinan Jenderal Franco. Korps sukarelawan Luftwaffe itu dinamakan Legiun Kondor.
Perang di Spanyol itu memberikan pelajaran berharga bagi Luftwaffe. Teknik formasi terbang longgar, nilai pemboman tepat dengan menukik, dan efek pemboman karpet dicatat dan digunakan kembali ketika Perang Dunia II pecah.
Luftwaffe turun dalam medan perang sesungguhnya pada saat Reich menyerbu Polandia lewat serangan Blitzkrieg, 1 September 1939. Serangan itu sebenarnya menimbulkan kerugian besar karena Luftwaffe kehilangan 285 pesawat dan 279 lainnya rusak. Walaupun begitu, reputasi kehebatan mereka di udara tidak lantas pudar. Prancis dan Inggris pun tidak berani melawan sekalipun telah menyatakan perang.
April 1940 Reich menyerang Skandinavia dengan sasaran Denmark, Norwegia, dan Swedia. Dominasi Luftwaffe membuat mereka leluasa menyerang armada sekutu. Selanjutnya, invasi berlanjut ke Prancis dan negara-negara rendah.
Usai takluknya Prancis, Hitler makin bersemangat menyerbu Inggris. Inggris sendiri memang khawatir serangan Luftwaffe dapat meruntuhkan pertahanan udara mereka. Dengan kekuatan yang ada, Royal Air Force masih mampu menahan serangan Luftwaffe.
|
Junkers Ju-87 Sturzkampfflugzeug "Stuka". Courtesy: www.homebuiltairplanes.com |
|
Selain bertempur di Front Barat, Hitler juga membuka wilayah pertempuran lainnya yaitu di Afrika Utara dan Rusia. Hitler dan sekutunya, Mussolini, berusaha merebut koloni Inggris dan Prancis di Afrika Utara dan Laut Tengah. Pertempuran yang kelak jadi masalah bagi pertempuran di Front Timur menghadapi Tentara Merah Stalin.
Dengan jumlah armada pesawat tempur yang berkurang Jerman tidak lantas meningkatkan kapasitas produksinya. Mereka menghasilkan pesawat dengan jumlah yang sama seperti di masa damai. Berbeda dengan Inggris yang langsung menggenjot produksi hingga titik maksimal. Faktor inilah yang kemudian menyebabkan gagalnya Luftwaffe memberikan bantuan optimal bagi Wehrmacht dalam merebut Stalingrad dan Moskow.
Pertahanan udara Jerman sendiri sangat rapuh dengan keadaan tersebut. Insting Hitler yang hanya mengandalkan perhitungannya semaa terbukti gagal menyelamatkan Berlin dari serbuan pesawat tempur Sekutu. Kendati pesawat tempur bermesin jet telah diperkenalkan hal itu tidak banyak membantu. Kebijakan Hitler yang menginginkan banyak pesawat pembom menyebabkan produksi pesawat pemburu model baru tidak mencapai kapasitas yang seharusnya. Hitler kemudian menyadarinya namun semua sudah terlambat. Jerman diambang kekalahan.
Bulan Mei 1945 yang tersisa dari sebuah kekuatan udara modern pada zamannya hanyalah rongsokan pesawat terbang yang bertebaran di berbagai lapangan terbang di Jerman. Luftwaffe dibubarkan pada tahun 1946. Luftwaffe dibangun kembali ketika Angkatan Perang Republik Federal Jerman disiapkan pada medio 1950-an untuk menghadapi konflik model baru. Perang Dingin.
Sebagai bagian serial sejarah Perang Dunia, buku ini cukup komprehensif dalam menyajikan peristiwa perang yang melibatkan Luftwaffe. Didukung dengan daftar pustaka yang lengkap. Beberapa gambar dan ilustrasi dalam buku pun bersumber dari referensi yang relevan.
Tinjauan mengenai kekuatan armada Luftwaffe pun disajikan secara lengkap dan detail. Tidak saja hanya pesawat-pesawat pemburu dan pembom legendaris seperti Dornier Do-17, Junkers Ju-52/3m, Junkers Ju-87 Sturzkampfflugzeug 'Stuka', Heinkel He-111, Messerschmitt Bf-109, Bf-110C4,
Kisah-kisah lain seputar personil operasi Luftwaffe pun menjadi nilai lebih tersendiri. Terutama ketika menemukan fakta bahwa ada sebuah kebajikan dalam perang. Ketika itu, pesawat pembom Sekutu dikawal keluar medan pertempuran oleh pesawat pemburu Luftwaffe. Hingga kedua pilot pesawat meninggal, mereka tetap bersahabat.
Buku ini hadir untuk melengkapi khazanah pengetahuan mengenai sejarah perang. Khususnya, Perang Dunia II. Selebihnya, buku ini pun dapat menjadi ensiklopedia mini tentang kehebatan dan kejayaan sebuah Angkatan Udara, sejak kemunculannya hingga batas nasib yang mampu dicapainya.
Judul : Luftwaffe: Kisah Angkatan Udara Jerman Nazi 1935-1945
Penulis : Nino Oktorino
Penerbit : Elex Media Komputindo
Tebal : 238 hal.
Tahun : 2013
Genre : Sejarah-Militer
Dharmawangsa, 29 Juni 2015.