Jika dia menghabiskan waktu untuk menoleh ke masa lalu, semakin sedikit waktu tersisa untuk bergerak ke depan. – Charles Moore
Courtesy: www.goodreads.com |
Menarik sekali untuk memperbincangkan Margaret Thatcer, satu dari sekian perempuan yang paling berpengaruh di medio 80-90an. Sepak terjangnya memang menimbulkan pro dan kontra, baik dari kawan sepaham maupun dari pihak sayap kiri di pemerintahan. Namun, dengan segenap kontroversinya, Lady Thatcer tetaplah pribadi yang dicari untuk dibuatkan otobiografinya.
Usai berhenti menjabat sebagai Perdana Menteri, banyak penerbit datang pada Thatcer. Tentu mereka tertarik pada kenangan pribadi dan kisah tersembunyi di balik pemerintahannya. Mereka berebutan ingin mendapatkan hak untuk menerbitkan memoarnya. Ia sendiri sebenarnya lebih suka untuk tidak mengumbar cerita pribadi.
Barangkali, karena didasari oleh rasa geram akibat dipaksa untuk menginggalkan tahta Perdana Menteri, Thatcer mulai sadar untuk menjelaskan apa saja yang sudah dicapai selama masa pemerintahannya. Untuk hal ini, sebuah tim yang terdiri dari para asistennya mengemban tugas berat untuk membujuk Lady Thatcer guna mengungkapkan anekdot informative, sentuhan pribadi, dan narasi jernih yang merupakan dasar dari memoar bermutu.
Lady Thatcer ternyata tidak mampu memaparkan kehidupannya secara akurat. Memorinya yang teramat kuat dalam menguasi fakta dan statistik pemerintah, gagal ketika diminta merunut riwayat hidupnya secara detail. Thatcer terlalu sibuk menjalani hidupnya sehingga tidak sempat merekam pengalaman pribadi.
Membaca bagian pembuka dari buku setebal 1080 halaman ini adalah suatu perjalanan memasuki sejarah hidup seseorang yang lugas. Karenanya, buku ini ditulis dengan tidak mengikuti kaidah autobiografi pada umumnya. Thatcer yang sering melompat dari satu topik ke topic lain membuat kesulitan tersendiri bagi penulis. Walaupun begitu, penulis berhasil mengkaji kehidupan dari seseorang yang tidak pernah mengkaji hidupnya sendiri.
Perempuan bernama lahir Margaret Hilda Roberts ini istimewa. Dialah perempuan pertama dan satu-satunya yang pernah menjadi pemimpin partai politik di Inggris. Dialah perempuan yang membawa Inggris melewati pertikaian denga Irlandia Utara, Perang DIngin dan Perang Falkland. Thatcer memang telah tiada, namun minat publik kepadanya akan selalu ada. Seiring dengan surutnya kontroversi yang hilang ditelan arus sejarah, minat terhadap Thatcer akan kian meningkat.
Medan Merdeka Barat, 31 Maret 2016