Courtesy: www.newnation.sg |
Tidak banyak film oriental yang saya tonton selepas masa-masa paling menyenangkan tahun 90-an. Kalaupun ada, itu hanya film-film karya Stephen Chow yang sering diputar ulang di televisi swasta nasional. Film buatan Singapura ini saya tonton secara tidak sengaja juga ketika mencari channel tontonan dari sebuah provider televisi berbayar.
Saya mulai menonton ketika masuk adegan balas dendam dari sekelompok rekrutan National Service (NS). Scene menampilkan anak-anak rekrutan NS melempari target mereka dengan kotoran. Kejadian itu juga mengundang serangan balasan. Sebagai konsekuensinya, mereka dihukum dengan tidak boleh keluar dari barak selama beberapa waktu. Mulai dari sini, ketegangan dan moral film mulai terasa. Nilai-nilai kedisiplinan militer dan kesetiakawanan menjadi hal utama yang mengisi scene-scene selanjutnya.
Film yang berlokasi shooting di Pulau Tekong ini menampilkan nasionalisme sebagai isu utama. Untuk saya, hal ini sangat menggelitik. Apakah benar bahwa kaum muda Singapura sudah kehilangan rasa nasionalismenya? Ada satu quote menarik ketika para NS dikumpulkan dan surat untuk mereka dibuang. Si Sersan Pelatih bilang: "Rasa kehilangan kalian untuk surat-surat itu tidak sebanding dengan rasa kehilangan orang tua, kakak, adik, dan teman jika Singapura benar-benar diserang."
Terus terang, saya terenyuh usai menonton film ini. Bagaimanapun, rasa nasionalisme itu harus dibangkitkan kembali. Agar Bangsa Indonesia kembali menjadi bangsa yang mampu berdiri di kaki sendiri. Juga generasi mudanya tidak lantas menjadi generasi tempe.
Cipayung, 24 September 2016.
Cipayung, 24 September 2016.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar