.....
Lima
Orang dungu dan orang pandai
Mengarang tubuhnya sendiri-sendiri
Diramu berdasar sangkaan dan keinginan
Yang tak diuji dan tak dijernihkan
Ramuan tuhan-tuhanan dijadikan gincu
Dioleskan ke bibir
Dijajakan ke sana-kemari
Agar laris dagangan duniawi
Tuhan dijadikan suku cadang
Untuk membuat peluru dan senapan
Dibubuhkan namanya di surat-surat keputusan
Dikurung dalam kandang kambing-kambing hitam
Enam
Orang lain berteku-tekun sembahyang
Sambil merendahkan orang lain dan menajiskan
Tuhan dimonopoli
Diakui sebagai miliknya sendiri
Orang yang sembahyangnya gagal sembahyang
Tak menemu kesejatian
Orang yang sembahyangnya berhala
Syari'at-lah tuhannya
Tujuh
Yang bukan tuhan dituhankan
Yang tuhan tak dijadikan sesembahan
Orang mabuk di putaran gelombang
Terseret dari salah paham ke salah paham
Kekuasaan dan kemegahan
Uang dan segala bentuk kekerdilan
Berfungsi tuhan
Karena dinomorsatukan
Delapan
Tuhan disederhanakan
Menjadi kayu pagar berbaris
Terbuntu jalanan ke cakrawala
Langit ditutupi awan jelaga
Jiwa lapar umat
Dicekoki penafsiran dusta
Hati mereka yang dahaga
Dijawab dengan paham syari'at yang buta
Sampai tiba suatu hari
Engaku ditanya oleh dirimu sendiri
Siapakah Tuhan hidupmu, ya shahibi?
Kau jawab: Umara dan Ulama, tak ragu lagi
Sembilan
Tuhan sudah sangat populer
Sudah dijadikan komoditas yang amat sekuler
Diiklankan dengan indahnya
Disebut dan dimanfaatkan di mana-mana
Allah yang sebenarnya
Mahasuci Dia
Dari ludah segala jenis Fir'aun
Yang merasuki tulang sumsum
Petikan dari puisi "Tuhan Sudah Sangat Populer", dalam "Seribu Masjid Satu Jumlahnya", halaman 107-109, Emha Ainun Nadjib, Mizan: 2016
Cipayung, 16 Februari 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar