Jumat, 31 Maret 2017

Excuse-Moi: Sebuah Pergulatan Identitas

Sumber gambar: www.goodreads.com

SARA: Suku, Agama, Ras, dan Antar-golongan adalah topik yang seringkali dianggap tabu, sensitif, dan harus ditangani dengan penuh kehati-hatian. Apalagi situasi macam sekarang ini. Namun, saya menemukan sebuah buku dengan tulisan yang apa adanya, diselingi canda, namun tetap melayangkan gugatan: perbedaan apakah yang membuat kita berbeda.

Margareta Astaman membagikan celotehannya kembali melalui buku setebal 137 halaman ini. Margie, begitu ia akrab disapa, terlihat sangat concern terhadap identitasnya sebagai warga negara asing dan warga negara Indonesia sendiri. Identitas rasialnya membuat Margie tidak mudah untuk menentukan pilihan-pilihan yang bagi sebagian orang adalah hal yang lumrah. 

Margie yang melanjutkan kuliahnya di NTU Singapura ini merasakan sendiri bagaimana menjadi seorang keturunan Cina asal Indonesia. Ada banyak kejadian yang membuatnya berpikir kembali tentang jati dirinya. Margie berhasil merangkum gugatan-gugatannya dalam buku ini.

Margie membagi buku ini menjadi tiga bab besar. Bab pertama, Margie menggugat jati dirinya secara gamblang dengan judul "Siapa Saya". Sebuah pertanyaan kecil namun membutuhkan analisis mendalam untuk menjawabnya. Bila perlu, disertai dengan riset tidak terbantahkan mengenai asal-usul nenek moyangnya yang dari Utara itu.

Bab kedua, diberi judul "Sekali Beda Tetap Beda". Maksudnya, dengan identitas kultural yang ia miliki, masyarakat umum tetap saja memandangnya dengan berbeda. Perbedaan etnisitas antara warga keturunan dan pribumi selalu menimbulkan celah sehingga berlaku suatu sistem tata nilai yang tidak selalu sama antara keduanya.

Terakhir, masalah 'perbedaan' ini akan semakin tajam ketika urusan hati sudah mulai terlibat. Margie terlihat serius dalam menggugat cinta antara sepasang anak manusia yang dilahirkan dalam keadaan berbeda (etnis, budaya, dll). Disini, Margie juga membuktikan bahwa ada sesuatu yang bernama PPBA-BS alias Persatuan Pacaran Beda Agama-Backstreet dan Durhaka Anonymous (DA). Kelompok pertama, mencoba meyakinkan dunia bahwa apa yang terjadi diantara sepasang kekasih yang berbeda haruslah diterima sebagai sebuah kenyataan. Sedangkan, yang terakhir lebih kepada memberi hiburan dan penguatan kepada mereka yang telah memilih jalan mereka (bisa saja sebagai kelanjutan dari PPBA-BS) supaya bisa tetap berbuat baik dan tidak durhaka kepada orang tua mereka.

Seperti buku-buku Margie lainnya, celotehan ringan dan khas mewarnai sepanjang pembacaan buku ini. Saya pribadi lebih menikmatinya seperti membaca tulisan-tulisan dalam blog. Pendek namun sarat makna. Membuat kita berpikir lagi: about difference, how different we are, how we differentiate others, and how we react upon difference.

Judul      : Excuse-Moi
Penulis   : Margareta Astaman
Penerbit  : Penerbit Buku Kompas
Tahun     : 2011
Tebal      : 137 hal.
Genre     : Sosial-Budaya


Cipayung, 31 Maret 2017.


Outliers


Outliers menarik perhatian saya dalam sebuah wawancara di radio medio 2009 lalu. Acara itu dilangsungkan dalam rangka penerbitan buku sekaligus promosi. Banyak cerita yang menggugah kesadaran saya. Bahwa orang sukses itu memang sudah diciptakan dari sananya. Ada beberapa analisis yang bisa membuktikan hal itu. Pada bab-bab awal, Malcolm Gladwell menjelaskan pembuktian saintifiknya.

Buku ini menceritakan bagaimana para “Outliers” membentuk diri mereka. Malcolm Gladwell ingin pertanyaan inti dari buku ini: “what makes high-achievers different?”. Dia menjawab bahwa kita terlalu menyimpan perhatian penuh pada kebiasaan atau bagaimana menjadi orang yang sukses. Kita lupa untuk melihat hal-hal lain dibelakang kesuksesan dan keberhasilan para “Outliers”. Misalnya saja, pada darimana mereka berasal, bagaimana kultur dan kebiasaan mereka, keadaan keluarga mereka, soal keturunan, dan lain-lain. Sebagai contoh, Gladwell memberi penjelasan tentang bagaimana menjadi seorang pemain sepakbola terbaik, mengapa orang Asia hebat dalam bidang matematika, dan mengapa The Beatles menjadi band terbaik sepanjang masa.

Selain latihan yang intens, kultur, dan kebiasaan, ada satu hal lain yang coba dikuak oleh Outliers ini. Satu hal itu adalah kesempatan. Ada banyak contoh tentang mengapa generasi yang lahir pada tahun tertentu memiliki penghidupan yang lebih baik di masa pasca depresi di Amerika Serikat.
Ada beberapa catatan khusus tentang bagaimana Bill Gates dan The Beatles menjadi masterpiece abad ke-20. Selama ini, kita hanya tahu bahwa Bill Gates adalah seorang mahasiswa yang tidak menyelesaikan kuliahnya dan kemudian mendirikan Microsoft. Selama ini kita dibuai dengan kisah bahwa kesuksesan tidak hanya melulu dari bangku kuliah. Saya tidak meragukan pendapat itu hanya saja perlu dicermati bahwa Bill Gates sudah melakukan apa yang dipelajarinya di masa kuliah selama 10.000 jam pada masa sekolahnya.
Semasa sekolah, Bill Gates muda sering menghabiskan waktunya dengan komputer yang bisa dipinjamnya seusai sekolah bahkan hingga larut malam. Selama itu, ia lebih banyak bereksperimen dengan membuat berbagai program komputer. Maka, ketika ia kuliah dan melihat apa yang ditawarkan oleh kampusnya adalah sesuatu yang sudah dikerjakannya selama kurang lebih 10.000 jam lamanya kemudian ia memutuskan untuk berhenti kuliah. Tidak mungkin Microsoft akan menjadi perusahaan besar tanpa skill Bill Gates yang sudah terlatih bahkan sebelum kuliah.
Sekali lagi, kita selalu dibuai oleh mimpi Bill Gates, bahwa tidak selalu anak kuliahan yang akan meraih kesuksesan. Tetapi, alangkah baiknya bila kita melihat kembali apa yang sudah Bill Gates lakukan sehingga ia mengambil keputusan yang berani untuk meninggalkan kampusnya. Seringkali kita generasi muda ini terjebak hanya pada hasilnya, bukan pada proses 10.000 jam yang membentuk Bill Gates menjadi pribadi yang utuh di bisnis pemrograman komputer.

Tentang The Beatles, band asal Liverpool, Inggris ini telah mengalami hal yang serupa dengan Bill Gates. The Beatles mendapatkan pengalaman 10.000 jamnya di Hamburg, Jerman. Tampil dari satu klub ke klub lainnya selama 8 jam semalam telah membentuk mereka menjadi band legendaris dunia. Melalui masa-masa panggung di Hamburg, The Beatles berlatih dan menempa diri mereka untuk memikat pengunjung. Mereka harus memainkan musik mereka di hadapan audiens yang belum paham benar tentang musik yang mereka bawakan. Dengan jam terbang yang semakin tinggi, The Beatles berhasil memikat banyak orang di Hamburg dan ketika akhirnya mereka mendaki kesuksesan
di berbagai belahan dunia, mereka sudah memiliki bekal untuk itu: pengalaman panggung 10.000 jam.

Simak pula tentang bagaimana Korean Air (dahulu Korean Air Lines) membuat transformasi pada sisi operasinya dengan mengandalkan warisan kebudayaan mereka. Tentang bagaimana budaya hormat dan budaya kerja menjadi salah satu transformasi yang penting bagi kelangsungan usaha mereka. Perlu dicatat, mereka melakukan semua itu setelah mengalami krisis keselamatan.

Last but not least, Malcolm Gladwell turut memberi contoh kecil tentang bagaimana seorang Outliers itu. Ia adalah produk kesempatan, takdir, warisan, dan berbagai hal yang kelihatannya natural dimiliki oleh seseorang. Ia mencontohkan dirinya sendiri sebagai keturunan dari nenek moyangnya yang punya kesempatan untuk mengenyam pendidikan tinggi dan menikah dengan orang yang pantas pada kurun waktu yang menguntungkan.
Buku ini baru saya baca tiga tahun setelah acara radio itu tayang dan baru menamatkannya bulan ini. Saya rasa tidak ada istilah terlambat. Karena bagaimanapun isi buku ini tidak berubah atau mengalami revisi. Malcolm Gladwell menulis buku lainnya guna melengkapi Outliers, seperti The Tipping Point, Blink, What the Dog Saw. Gladwell mengajak pembacanya pada suatu pengalaman yang baru untuk melakukan self-motivation tanpa harus menggurui.

Judul      : Outliers
Penulis   : Malcolm Gladwell
Penerbit  : Gramedia Pustaka Utama
Tahun     : 2011
Tebal      : 339 hal.
Genre     : Psikologi Sosial


Cipayung, 31 Maret 2017.
Ditulis kembali dengan penambahan dari tulisan tanggal 13 Januari 2013.

Kosmik: Harapan Untuk Komik Indonesia

Sumber gambar: Captured from Kosmik.id

Perkembangan komik Indonesia (komik buatan komikus Indonesia) pasca terbitnya skripsi komik saya di tahun 2008 cukup mengagumkan. Kemajuan ini ditandai dengan munculnya berbagai media penerbitan, mulai dari konvensional dan digital. Macam ojek dan taksi saja. 

Saya tidak akan memberi penilaian khusus pada tampilan komik karya komikus Indonesia yang banyak dipengaruhi gaya manga asal Jepang. Saya juga tidak akan memberi judgement mengenai bagaimana seharusnya komik dikemas sebagai sebuah budaya dan produk ekonomi. 

Ada banyak cara di jaman information superhighway ini untuk membaca komik. Banyak website bermunculan yang menampilkan produk komik populer. Namun, khusus untuk komik Indonesia saya akan memberi catatan untuk Kosmik. Sebuah website untuk membaca komik secara online yang bisa diakses di www.kosmik.id. Kosmik juga hadir di platform Android.

Untuk membaca komik, pembaca bisa melakukan registrasi. Karena dikemas sebagai online marketplace juga, maka pembaca akan memiliki akun sebagaimana layaknya online shop untuk membeli produk-produk yang ada di Kosmik. OK, ada ekonomi yang berjalan disini. 

Kosmik hadir untuk menampilkan komik bagus kepada pembacanya. Kosmik juga berusaha  membantu penerbitan komik secara editorial, pemasaran, distribusi serta edukasi komik supaya lebih banyak lagi komik bagus yang lahir dan tersebar di bumi. 

Saya setuju. Kami pembaca komik memang butuh komik bagus. Tidak hanya bagus secara visual tetapi juga punya cerita yang bagus dan alangkah lebih bagus lagi bila cerita itu memang dekat dengan keseharian kita sehingga kita bisa lebih paham bila hidup ini dipandang dari sisi sebuah komik.

Serpong, 30 Maret 2017.


RIP Eko DJ

Kalau saya menulis obituari untuk Robin Gibbs, George Michael, dan Tommy Page mengapa tidak saya menulis kembali ketika seorang komedian legendaris negeri ini meninggal dunia. Eko DJ yang bernama asli Eko Ndaru Djumadi Koeswoyo lahir di Malang, 7 Januari 1952 dan wafat di Jakarta 27 Maret 2017 pada usia 65 tahun. Eko DJ meninggal akibat gagal ginjal.

Sumber gambar: Wikipedia

Saya mengenal Eko DJ lebih banyak melalui sinetron 'Jinny oh Jinny' yang populer di layar kaca televisi medio 90-an. Selebihnya, kadang-kadang saya juga menonton show Srimulat dimana mendiang juga turut tampil seminggu sekali. Eko DJ menyusul beberapa rekannya di Srimulat yang sudah lebih dullu wafat. Sebut saja, Almh, Djudjuk, Alm. Basuki, dan Alm. Mamiek Prakoso.

Memang tidak ada ciri khas yang khusus dari penampilan komedi Eko DJ, namun pembawaannya yang natural dalam melawak tentu menjadi warisan bagi siapa saja yang pernah menikmati penampilannya. Semoga tenang disana.

Cipayung, 27 Maret 2017.


Jumat, 10 Maret 2017

Kaldu Ikan

Sumber gambar: www.goodreads.com

Saya tidak tahu mengapa karya yang cukup bersejarah ini dinamai ‘kaldu ikan’. Entah karena memang dalam konteks perayaan setengah abad hubungan bilateral Indonesia-Jepang sehingga untuk menghormati kebiasaan makan ikan orang Jepang dipilihlah judul itu. Sejatinya, kaldu adalah hasil turunan dari produk protein hewani. Maka dari itu, untuk mengambil simpulan yang lebih sederhana kita anggap saja kalau kaldu ikan ini adalah hasil turunan dari dialog dan dialektika kebudayaan dua negara sahabat, Indonesia – Jepang. Ada pendapat lain? Silakan. 

Komik yang bertajuk ‘Kaldu Ikan: Komik Indonesia + Jepang’ adalah sebuah karya kolaboratif. Proyek ini digagas oleh Takahashi Mizuki dan Ade Darmawan untuk menerbitkan buku kompilasi komik di Indonesia yang merupakan karya seniman Indonesia dan Jepang. Komik ini diterbitkan sebagai bagian dari “KITA!!: Japanese Artists Meet Indonesia” yang diselenggarakan untuk merayakan 50 tahun hubungan diplomatic bilateral Indonesia-Jepang. Pameran itu juga diikuti oleh 50 seniman yang aktif dan giat berkespresi di berbagai bidang, mulai dari seni, desain, manga, hingga tata boga.

Menariknya, komik ini juga bisa didapatkan secara gratis di berbagai lokasi pameran di Jakarta (The Japan Foundation, ruangrupa), Bandung (Selasar Sunaryo Art Space), dan Yogyakarta (Museum Nasional Yogya, Rumah Seni Cemeti, Lembaga Indonesia Perancis, Ruang Mes 56). Selain itu, anda bisa mendapatkan komik ini langsung dari komikusnya. Walaupun gratis, komik ini hanya dicetak 3000 eksemplar saja. Saya beruntung jadi satu dari 3000 orang pemilik komik ini.

Ide komik ini digagas oleh Ade Darmawan (curator ruangrupa) dan Takahashi Mizuki yang seorang seniman asal Jepang. Takahashi, menyinggung soal komik Jepang yang tidak diimpor oleh Indonesia. Komik buatan seniman Jepang dalam ‘Kaldu Ikan’ ini bukan diciptakan atas dasar strategi untuk mengincar kesuksesan eksplosif secara komersial. Oleh karenanya, tidak mudah untuk diekspor dan impor. Selain itu, identitas gaya ekspresi yang khas dan tetap memiliki jalur akses pada sastra, kesenian, desain, dan sebagainya itulah yang menjadikan keempat komikus ini mendapat tempat di perayaan ulang tahun bilateral Indonesia-Jepang.

Sementara, Ade Darmawan menganggap terbitnya komik kolaborasi ini sebagai energy baru dari sebuah pertukaran gagasan interdisiplin yang intens sehingga pengkayaan gagasan dari disiplin lain terjadi. Komik harus mempunyai keluasan wawasan dan kontekstualitas. Kolaborasi dengan disiplin ilmu lainnya seperti sastra, social-politik, sejarah, arsitektur, filsafat dan lainnya sangat dibutuhkan untuk menghasilkan karya-karya komik yang kaya akan gagasan lain selain “menggambar”. 

Pilihan keempat komikus Indonesia dalam komik ini adalah karena masing-masing dari mereka memperlihatkan keberagaman pendekatan yang sangat kuat dalam bertutur melalui gambar yang telah secara intens mereka lakukan dalam waktu yang cukup lama. Gambar hanya sebuah pintu awal yang atraktif dalam mengundang kita ke lapisan-lapisan gagasan lainnya. Bila anda menginginkan sebuah nama besar, Beng Rahadian ada dalam deretan komikus “Kaldu Ikan”.

Untuk saya pribadi, komik ini justru terbit usai selesainya skripsi komik saya. Sehingga, saya tidak bisa menambahkan dimensi lain dari seni komik Jepang (manga) dan perkembangan komik yang lebih actual di Indonesia. Komik favorit saya adalah komik karya Dwinita Larasati yang berjudul “Prajab 12 Desember 2007”. Barangkali, ini terkesan subjektif karena saya mengalami juga yang namanya Diklat Prajab pada Maret 2011. Namun, jauh sebelum Diklat Prajab, saya sudah menyenangi bahasa gambar buatannya. Storyline yang berurut serta ilustrasi yang mengingatkan akan kenikmatan kuliner khas kota Bandung (yang ini alasan subjektif).


Judul           : Kaldu Ikan: Komik Indonesia + Jepang
Penulis        : Takahashi Mizuki, Ade Darmawan (ed.)
Penerbit       : The Japan Foundation
Tahun          : 2008
Tebal          : 126 hal.
Genre          : Komik

Medan Merdeka Barat, 9 Maret 2017.

Kamis, 09 Maret 2017

RIP Tommy Page

Sumber gambar: Wikipedia


Saya tidak pernah akrab dengan Tommy Page kecuali saat begitu menikmati single "A Shoulder To Cry On" medio 2005. Lagu yang begitu mendayu-dayu soal urusan hati. Dan itu hanya berlangsung pada saat itu saja. Selebihnya, saya hanya tahu bahwa Tommy Page ini pernah berkolaborasi dengan New Kids On The Block, satu dari sekian Kings of Pop tahun 1990-an.

Tommy Page lahir pada tanggal 24 Mei 1970 dan meninggal dunia tanggal 3 Maret 2017 kemarin. Teka-teki masih menyelimuti kematiannya. Dugaan overdosis masih belum bisa dibuktikan dan menunggu hasil investigasi lebih lanjut. Sekilas, mengingatkan kita pada kematian Michael Jackson dan Whitney Houston.

Life is full of lots up and down, once you said. Now, you've found it was all over. Thank you, Tommy. You are the shoulder to cry on for the ones who still loves you.

Medan Merdeka Barat, 5 Maret 2017.

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...