Bapak,
Apa kabar Bapak disana?
Tentu barangkali Bapak sudah tahu soal kepergian saya ke Kanada. Negara berbahasa Perancis di belahan Amerika Utara. Tidak ada yang saya tahu soal negara itu kecuali Celine Dion, Winter Olympic Calgary 1988, dan Toronto Maple Leafs. Yang terakhir itu, saya kenal dari game NHL di PlayStation, walau bukan tim unggulan tapi saya selalu menang ketika memainkannya.
Saya tidak tahu berapa lama perjalanan ke negara itu sampai saya merasakannya sendiri. Perjalanan Bapak tahun 1985 silam ke Sevilla, Spanyol, tentulah lebih singkat dibanding dengan perjalanan saya. Saya menghabiskan waktu kurang lebih 27 jam untuk tiba di ibukota provinsi negara bagian Quebec ini.
Dari Jakarta menuju Doha, saya terbang 8 jam dengan pesawat 787, sebuah pesawat dengan teknologi paling efisien dikelasnya. Saya melanjutkan penerbangan ke Montreal setelah transit selama 2,5 jam (waktu efektif hanya 30 menit) dengan pesawat 777. Saya duduk selama 22 jam (according to flight computer di entertainment system). Untung, maskapai nasional Qatar ini punya wi-fi di pesawatnya, jadi saya tidak kesulitan menghubungi keluarga di rumah.
Saya masih menatap jendela di terminal kedatangan. Bahwa saya masih tidak percaya bisa berada disini. Entah nasib apa ini namanya. Yang jelas, keinginan saya untuk berada di satu tempat yang lebih jauh dari Bapak dulu di Sevilla, sudah tercapai. Saya disini untuk menuju ke satu tempat dimana semua orang penerbangan mendambakannya (looks lebay ya, Pak). Tetapi, tetap saja, ini semua tidak sempurna karena Bapak sudah tidak ada lagi bersama kami.
Semoga Bapak selalu tenang disana, kami akan selalu mendoakan engkau. Dimana pun, kapan pun.
Bonjour, salam dari Montreal.
Jakarta-Montreal, 17 Maret 2019.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar