Now we are tall and christmas trees are small...
Andina masih termenung. Menatap kosong pada jendela. Sisa-sisa rintik hujan masih menempel pada kaca yang berembun. Bayangan wajahnya hampir jelas terbentuk disitu. Bagai cermin yang takkan pernah bohong.
"Aku tidak tahu lagi harus bagaimana.."
"Maksudmu?"
"Engkau masih punya banyak kesempatan."
"Jelaskan padaku. Beri aku penjelasan."
Masih membekas kenangan yang dulu sempat mereka ukir bersama. Kirai telah membuat Andina jatuh cinta. Andina terpukau oleh cara Kirai menatapnya. Dulu, waktu mereka masih jadi anggota paduan suara di sekolah.
Kirai telah menjadi layar terkembang yang membawa Andina hanyut di lautan cinta. Andina mencintai Kirai dengan segenap perasaannya. Persahabatan yang dulu begitu erat adalah lambang kesungguhan Andina untuk terus bersama Kirai. Kirai tidak memungkiri bahwa Andina sahabatnya itu sangat mencintainya. Bahkan, Kirai tidak bisa mengelak dari perasaannya sendiri. Kirai sama jatuh cinta pada Andina. Satu rasa tak biasa. Satu rasa yang kian menjebak.
"Andina, kau sungguh mencintaiku?"
"Aku sangat sayang padamu. Kau tahu itu."
Dua belas tahun berlalu sejak pertanyaan itu meluncur deras. Kirai meninggalkan Andina, tanpa pesan, tanpa jejak. Saat yang sama, Andina merasa dikhianati kekasih yang paling dicintainya. Betapa Kirai telah meninggalkan luka dalam hatinya. Tirai waktu pun belum sempurna karena masih menyembunyikan luka yang belum sembuh.
The apple trees that grew for you and me, i watched the apple falling one by one...
Kirai ingat sekali betapa Andina sangat menyukai lagu itu. Lagu yang sering mereka nyanyikan bersama setiap tanggal 1 Mei. Kirai meninggalkan Andina dengan satu alasan yang masih disimpannya hingga kini. Dua belas tahun kemudian. Alasan yang masih tidak bisa seuutuhnya ia berikan untuk Andina.
Andina masih duduk disitu. Menatap dua gelas setengah kosong. Andina masih menunggu. Sementara hujan belum reda. Andina masih menanti jawaban Kirai. Dua belas tahun untuk satu jawaban.
Andina masih termenung. Menatap kosong pada jendela. Sisa-sisa rintik hujan masih menempel pada kaca yang berembun. Bayangan wajahnya hampir jelas terbentuk disitu. Bagai cermin yang takkan pernah bohong.
"Aku tidak tahu lagi harus bagaimana.."
"Maksudmu?"
"Engkau masih punya banyak kesempatan."
"Jelaskan padaku. Beri aku penjelasan."
Masih membekas kenangan yang dulu sempat mereka ukir bersama. Kirai telah membuat Andina jatuh cinta. Andina terpukau oleh cara Kirai menatapnya. Dulu, waktu mereka masih jadi anggota paduan suara di sekolah.
Kirai telah menjadi layar terkembang yang membawa Andina hanyut di lautan cinta. Andina mencintai Kirai dengan segenap perasaannya. Persahabatan yang dulu begitu erat adalah lambang kesungguhan Andina untuk terus bersama Kirai. Kirai tidak memungkiri bahwa Andina sahabatnya itu sangat mencintainya. Bahkan, Kirai tidak bisa mengelak dari perasaannya sendiri. Kirai sama jatuh cinta pada Andina. Satu rasa tak biasa. Satu rasa yang kian menjebak.
"Andina, kau sungguh mencintaiku?"
"Aku sangat sayang padamu. Kau tahu itu."
Dua belas tahun berlalu sejak pertanyaan itu meluncur deras. Kirai meninggalkan Andina, tanpa pesan, tanpa jejak. Saat yang sama, Andina merasa dikhianati kekasih yang paling dicintainya. Betapa Kirai telah meninggalkan luka dalam hatinya. Tirai waktu pun belum sempurna karena masih menyembunyikan luka yang belum sembuh.
The apple trees that grew for you and me, i watched the apple falling one by one...
Kirai ingat sekali betapa Andina sangat menyukai lagu itu. Lagu yang sering mereka nyanyikan bersama setiap tanggal 1 Mei. Kirai meninggalkan Andina dengan satu alasan yang masih disimpannya hingga kini. Dua belas tahun kemudian. Alasan yang masih tidak bisa seuutuhnya ia berikan untuk Andina.
Andina masih duduk disitu. Menatap dua gelas setengah kosong. Andina masih menunggu. Sementara hujan belum reda. Andina masih menanti jawaban Kirai. Dua belas tahun untuk satu jawaban.
Pharmindo, 1 Mei 2012. 06.32
* Penggalan lirik diambil dari lagu "First of May" dinyanyikan oleh Bee Gees. Sempat direcycle oleh Susan Wong dan Olivia Ong.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar