Ada perasaan yang berbeda saat membaca sebuah surat pengunduran diri seorang kawan. Sebuah pernyataan tegas bahwa ia akhirnya memutuskan untuk melepas segala yang pernah diraihnya disini. Meninggalkan semua yang telah bekerja bersama, bahkan bermain futsal dan berkeringat bersama. I've been there for one or twice. Setidaknya, saya paham bagaimana rasanya mengalami hal seperti itu.
Bagaimanapun, perpisahan serapi apapun dipersiapkan tetap saja pahit ketika diungkapkan. Semua terjadi demi satu alasan. Saya tidak perlu mengkonfirmasi alasan dibalik pengunduran dirinya. Saya percaya bahwa ia telah menunjukkan kuasa atas nasibnya sendiri. Ia telah menjadi cahaya bagi gelapnya hari di depan sana.
Usai membaca suratnya, saya hanya bisa mengenang kembali tawa-tawa itu. Soal guyonannya sepulang dari Bangkok, mulutnya yang tak berhenti berkicau sepanjang perjalanan Bogor-Sentul untuk mencari 'PSK', hingga kelakuannya setiap bermain futsal; tidak pernah serius tapi selalu bikin gol. Satu yang tidak akan pernah saya lupa darinya adalah sepatu futsal brand premium yang sengaja ia beli ketika tahu bahwa sore itu kami akan menggelar futsal rutin. Ia bilang "Kalau beli barang yang bagus sekalian, biarin mahal juga. Kalau memang pas dapet yang murah, itu rejeki loe!."
Saya memang sudah jarang lagi bertemu dengannya. Terakhir, minggu lalu di sebuah training internal. Setiap kali ngobrol dengannya selalu saja ada cerita yang membuat kami tertawa. Itulah yang kami rindukan darinya. Saat ini, mungkin ia sedang menunggu jawaban dari surat pengunduran diri itu. Sambil mengangkasa entah ke belahan bumi mana. Bye, Capt. We'll miss you. Thank you for being a funny and humble jumbojet skipper in our line-up.
Paninggilan, 22 Oktober 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar