Anggi Hafiz dan Selendang Warna
Awalnya saya mengira Anggi Hafiz, pemilik blog ini, hanya akrab dengan komputer, bahasa pemrograman, aneka software, kabel-kabel. Karena itulah Anggi yang saya kenal jaman kuliah dulu. Waktu itu kami sama-sama sekolah di universitas, fakultas, dan jurusan yang sama. Satu kelas pula. Kalau teman-teman di kelas agak oon di mata kuliah yang bersangkut paut dengan komputer atau teknologi informasi, bisa dipastikan meraka bakal datang ke Anggi untuk bertanya. Dan Anggi akan menjawab dengan caranya yang khas: meledak-ledak.
Belakangan saya ngeuh bahwa ia pun ternyata gemar dan mahir menulis. Bukan menulis tentang curhat dan curhat dan curhat. Ia menulis dengan serius. Tema yang ditulisnya bermacam-ragam. Dari soal film, hingga perempuan. Dari politik sampai cinta.
Yang cukup mengagetkan saya, ternyata ia pun bisa menulis dengan bahasa puitis. Saya kaget karena di kelas, dulu, ia adalah mahasiswa yang kerap menyemburkan pendapat, argumen, dan kritik pedas atas banyak perkara yang diangkat di ruang kelas. Dan seperti saya bilang tadi, selain isinya pedas, gaya penyampaian khas: meledak-ledak.
Saya tidak tahu persis kapan Anggi mulai menjadikan menulis sebagai bagian penting dari aktivitas hidupnya. Tapi yang saya tahu, sejak dua tahun lalu ia mulai menerbitkan tulisan-tulisannya di blog ini, selendangwarna.blogspot.com. Dan sejak saat itu pulalah saya mengenal Anggi sebagai penulis.
Selendang Warna? Ah, saya tak tahu apa makna dari dua kata itu. Kalau selendang warna seperti yang sering dipakai banyak perempuan, saya tahu. Tapi saya kira, ada makna lain dibalik selendang warna yang dijadikan nama blog ini.
Saya masih ingin banyak menulis tentang Anggi dan Selendang Warna, tapi takut salah dan terjebak, secara sadar atau tidak, dalam penilaian-penilaian tidak penting.
Jadi, inilah saya sampaikan ucapan saya yang tidak ada apa-apanya karena memang bisa ditemukan di mana saja. Teruslah menulis sampai tak ada lagi yang tersisa untuk ditulis!
Bandung 31 Agustus 2010.
Atjep Moesliem
*Tulisan ini dimuat dalam rangka 2 Tahun Selendang Warna.
Awalnya saya mengira Anggi Hafiz, pemilik blog ini, hanya akrab dengan komputer, bahasa pemrograman, aneka software, kabel-kabel. Karena itulah Anggi yang saya kenal jaman kuliah dulu. Waktu itu kami sama-sama sekolah di universitas, fakultas, dan jurusan yang sama. Satu kelas pula. Kalau teman-teman di kelas agak oon di mata kuliah yang bersangkut paut dengan komputer atau teknologi informasi, bisa dipastikan meraka bakal datang ke Anggi untuk bertanya. Dan Anggi akan menjawab dengan caranya yang khas: meledak-ledak.
Belakangan saya ngeuh bahwa ia pun ternyata gemar dan mahir menulis. Bukan menulis tentang curhat dan curhat dan curhat. Ia menulis dengan serius. Tema yang ditulisnya bermacam-ragam. Dari soal film, hingga perempuan. Dari politik sampai cinta.
Yang cukup mengagetkan saya, ternyata ia pun bisa menulis dengan bahasa puitis. Saya kaget karena di kelas, dulu, ia adalah mahasiswa yang kerap menyemburkan pendapat, argumen, dan kritik pedas atas banyak perkara yang diangkat di ruang kelas. Dan seperti saya bilang tadi, selain isinya pedas, gaya penyampaian khas: meledak-ledak.
Saya tidak tahu persis kapan Anggi mulai menjadikan menulis sebagai bagian penting dari aktivitas hidupnya. Tapi yang saya tahu, sejak dua tahun lalu ia mulai menerbitkan tulisan-tulisannya di blog ini, selendangwarna.blogspot.com. Dan sejak saat itu pulalah saya mengenal Anggi sebagai penulis.
Selendang Warna? Ah, saya tak tahu apa makna dari dua kata itu. Kalau selendang warna seperti yang sering dipakai banyak perempuan, saya tahu. Tapi saya kira, ada makna lain dibalik selendang warna yang dijadikan nama blog ini.
Saya masih ingin banyak menulis tentang Anggi dan Selendang Warna, tapi takut salah dan terjebak, secara sadar atau tidak, dalam penilaian-penilaian tidak penting.
Jadi, inilah saya sampaikan ucapan saya yang tidak ada apa-apanya karena memang bisa ditemukan di mana saja. Teruslah menulis sampai tak ada lagi yang tersisa untuk ditulis!
Bandung 31 Agustus 2010.
Atjep Moesliem
*Tulisan ini dimuat dalam rangka 2 Tahun Selendang Warna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar