Awalnya
Awal tahun ini, saya menerima sebuah kiriman kartu ucapan selamat tahun baru dan kalender dari Incheon Airport Aviation Academy (IAAA), tempat yang kelak saya diami selama seminggu. Saya sempat membayangkan rasanya mengikuti course-course yang ditawarkan disana. Namun, karena mereka fokus kepada Airport Operations, saya tidak begitu menaruh perhatian mengenai training lainnya yang diselenggarakan disana. Walau tetap saya menyimpan keinginan untuk bisa ke Korea sana.
Sampai satu saat bulan Februari lalu, saya menerima satu State Letter dari ICAO perihal kesempatan mengikuti training dengan skema fellowship di IAAA untuk periode bulan Juli tahun ini, bertepatan dengan Bulan Ramadhan. Saya segera membaca dan mencari informasi course yang berkaitan dengan bidang spesialisasi safety. Pada State Letter tersebut, tercantum Electronic Safety Tools Course berkode B-3. Melihat segala persyaratan yang memungkinkan maka saya segera menyiapkan langkah selanjutnya. Mendaftar ke portal website untuk aplikasi dan mengunduh beberapa formulir.
Saya tidak menemui hambatan dalam mengajukan aplikasi via web. Pak Bos pun setuju untuk mengajukan aplikasi bersama-sama, termasuk ketika meminta persetujuan Official Nomination ke Direktur. Tenggat waktu berhasil kami penuhi. Terus terang, masa penantian pengumuman hasil seleksi awal cukup membuat saya was-was karena ada kemungkinan bahwa hanya satu orang saja yang akan diterima dari setiap negara. Saya yakin, kalau Tuhan mau kasih saya pergi kesana, saya pasti pergi kesana.
Hari pengumuman pun tiba. Waktu itu saya sedang berada di Bandung. Sebuah email dari Pak Bos cukup membuat saya terkejut hingga spontan melakukan sujud syukur. Saya dinyatakan lolos untuk melaju ke tahapan selanjutnya yaitu medical report. Saya sangat berharap tidak ada masalah pada hasil medical examination mengingat hasil tahun lalu yang tidak cukup menggembirakan. Saya segera mengunduh form medical report yang dipersyaratkan lalu segera masuk klinik kantor untuk melakukan pemeriksaan. Dokter yang memeriksa saya menyatakan saya fit untuk mengikuti training di IAAA, disahkan oleh statement dan stempelnya. I’m going to Korea, baby! I’m gonna catch you, Min Ah!
Perlu seminggu untuk Panitia Seleksi dari IAAA dan MOLIT (Ministry of Land, Infrastructure, and Transportation) sebelum mereka mengumumkan List of Participants yang diterima. Saya bersama 15 orang peserta lainnya dari berbagai negara seperti Filipina, Laos, Nigeria, Tanzania, Mali, Mongolia, Yaman, Pantai Gading, dan Tunisia, diterima untuk mengikuti Republic of Korea-ICAO Fellowship Training Program Course di Incheon Airport Aviation Academy, 6-13 July 2014.
Saya kembali tidak dapat menahan perasaan saya untuk mengucap syukur pada Allah SWT. Saya segera bersujud syukur segera setelah menerima email konfirmasi beserta Official Invitation Letter dari IAAA dan MOLIT. Tak lama kemudian, ICAO juga mengirim State Letter ke Direktur Jenderal perihal diterimanya saya untuk mengikuti fellowship di Korea.
Saya pun segera mengurus aplikasi visa Korea. Hasil googling, butuh waktu sekitar seminggu untuk proses penerbitan visa. Saya pun menyiapkan dokumen-dokumen pendukung, seperti Surat Referensi Bank (seharga IDR 150.000), surat keterangan kerja, slip gaji 3 bulan terakhir, copy buku tabungan, paspor, Official Invitation Letter, formulir aplikasi Visa, foto 3 x 4, kartu keluarga, dan KTP. Untuk urusan tiket, saya awalnya berharap kantor dapat memfasilitasi saya untuk bisa mencoba pengalaman terbang bersama Korean Air. Saya harus segera memberi konfirmasi kepada IAAA perihal informasi kedatangan dan kepulangan sebelum akhir bulan Juni. Trust me, untuk training organizer di negara maju hal ini sangat penting bagi mereka. Alhasil, kantor tercinta membekali saya tiket Garuda Indonesia Jakarta-Seoul PP. It’s not a bad idea, anyway.
Cepat atau lambat, waktu itu akan segera datang. Saya akan segera mengecap aroma kimchi di negeri asalnya. Ya, saya juga akan menikmati tayangan Arirang, KBS, dan SBS. Pun, menonton boyband-girlband itu langsung disana, minimal lewat televisi :D . Saya sengaja tidak menyiapkan What-To-Do-List-In-Korea. Saya justru berharap bisa merasakan pengalaman Get Lost in Seoul seperti pada tayangan di National Geographic waktu saya training di Kuala Lumpur tahun lalu. Saya juga berdoa supaya punya waktu untuk pergi ke N Seoul Tower, you know what i mean? Saya berniat pergi kesana untuk menulis nama saya dan sang pujaan hati dalam sebuah gembok cinta. Semoga waktu membawa saya kesana.
Sehari sebelum keberangkatan, paspor dan visa Korea sudah saya terima. Kenyataannya, butuh waktu dua minggu lebih untuk mendapatkan izin masuk ke Korea. Barangkali, itu karena agen perjalanan yang ditunjuk oleh kantor saya. Urusan biaya visa, saya dicharge IDR 500.000 oleh bagian keuangan yang dipotong dari uang perjalanan dinas.
Have a safe flight to Incheon!
The Departure
Adalah satu pengalaman tersendiri untuk melakukan perjalanan ke luar negeri di bulan suci Ramadhan. Terlebih, ketika tujuan perjalanan itu adalah satu negeri dimana umat muslim adalah minoritas. Melalui blog hasil googling, saya mendapat informasi bahwa puasa di Korea berlangsung selama kurang lebih 17 jam di musim panas ini. Saya belum tahu detailnya seperti apa, mulai imsak pukul berapa hingga buka puasa jam berapa.
Saya membawa 500 gram rendang vacuum dan 800 gram oatmeal untuk bekal makanan selama di Korea. Saya sengaja menyiapkan bekal seperti itu, at least kalau tidak ada nasi saya masih bisa survive dengan oatmeal yang konon mampu menahan lapar lebih lama dibanding karbohidrat pada nasi. Itu masih ditambah dengan mie instan dan beberapa snack lainnya.
5 Juli 2014 kemarin adalah hari keberangkatan saya menuju Incheon. Saya dijadwalkan terbang menggunakan pesawat Garuda Indonesia GA878 pukul 23.15 WIB. Saya tiba pukul 21.00 dan segera menuju Lounge Garuda Indonesia di terminal 2 untuk menunggu panggilan boarding. Saya makan malam terlebih dahulu di lounge. Pukul 22.30 panggilan boarding untuk seluruh penumpang GA878. Saya segera bergegas menuju boarding room. Sambil mengantri, Airbus A330-200 PK-GPM sudah terparkir menunggu untuk diberangkatkan.
Sedikit flashback, Agustus 2012 lalu, saya mengikuti sebuah lomba penulisan karya fiksi dengan bertema Korea. Saya mengadaptasi cerita perjalanan seorang teman dan membuatnya dalam tiga bagian cerpen. Saya menulis cerpen dalam bentuk tiga buah surat dari seseorang untuk kekasihnya di Indonesia. Saya juga tidak lupa bagaimana cerita teman saya itu ketika mengunci namanya dan kekasihnya di N Seoul Tower. Saya akan melakukan hal yang sama dengannya.
Saya masih tidak percaya bahwa saya akan pergi ke Korea. Saya masih tidak percaya bahwa saya akan mengalami sendiri pengalaman ini. Saya masih tidak percaya bahwa saya akan pergi ke N Seoul Tower dan menulis nama saya dan sang kekasih di gembok cinta. Bahkan, perasaan semacam itu tidak juga reda ketika pesawat pushback dan line up position untuk segera take off. Saya menutup wajah dengan kedua tangan, ada air mata keluar. Dalam hati, saya berterima kasih pada semua yang sudah mendukung juga berdoa untuk saya. Wajah mereka terbayang satu persatu. Take off position, seru pilot dari kokpit. PK-GPM pun mengangkasa menuju langit Incheon
Penerbangan menuju akan ditempuh selama kurang lebih 7 jam. Malam selarut ini tidak ada lagi yang ingin saya lakukan kecuali tidur. Saya sempat meminta pramugara untuk membangunkan saya pada waktu sahur nanti. Ia segera menyanggupi permintaan saya. Saya jadi tenang tanpa harus khawatir ketinggalan sahur. Saya segera tidur nyenyak usai menyantap snack pembuka tak lama setelah pesawat mencapai ketinggian jelajah.
Namanya Minji
Pukul 02.00 entah waktu bagian mana, seorang pramugari asal Korea bernama Minji Do (lihat plat nama di dadanya) membangunkan saya disaat semua penumpang lainnya terlelap. Dia membantu menyalakan lampu kabin dan menyiapkan menu makan saya. Pesawat sedang berada diatas wilayah udara Taiwan.
Menu Sahur 41.000 feet |
Saya menikmati sahur saya yang pertama diatas pesawat terbang, 41.000 kaki diatas permukaan laut, diatas langit Taiwan. Sekeliling saya gelap, barangkali hanya saya dan Minji yang terbangun. Menjelang waktu subuh, pramugara yang tadi saya minta bantuannya, membangunkan saya kembali. Saya pun segera menunaikan shalat subuh di ketinggian jelajah 41.000 kaki. Matahari mulai menampakkan senyumnya. Hari sudah pagi disini, entah dimana. Hanya langit biru dan Tuhan yang tahu.
Arrival Card dan Customs Clearance Form |
Saya terbangun ketika waktu sarapan pagi. Penumpang lainnya sudah kembali dari tidur mereka dan sedang menikmati sarapan. Saya masih mengantuk. Saya kembali tertidur dan dibangunkan ketika pengumuman persiapan untuk landing. Saya melihat ke jendela sambil mengisi Customs Clearance Form dan Arrival Card, pulau-pulau kecil di sekitar semenanjung sudah mulai terlihat. Sudah pukul 8 lebih disini. Hari sudah terang and this is Sunday, of course. Kiss landing, Incheon.
World's Best Airport 9 Consecutive Times
Tidak salah bila Incheon Airport dinobatkan sebagai bandara terbaik dunia 9 kali berturut-turut. It’s more than airport, it’s beyond expectation. Semuanya dibuat mudah sejak pertama kali kaki kita menginjak bumi. Papan petunjuk ada dimana-mana, tulisannya jelas dalam bahasa Inggris dan Korea. Beberapa tersedia dalam bahasa Cina dan Jepang. Kita dibuat untuk mandiri tanpa harus bertanya kesana-kemari lagi.
Hal pertama yang saya lakukan di bandar udara terbaik di duni ini adalah mencari toilet. Betul kata traveler-traveler di blog mereka, toilet disini tidak menggunakan air untuk bersuci usai buang air. Semuanya menggunakan disposal tissue yang larut dengan air dan tidak menyebabkan mampet. Bila pembaca merasa belum terbiasa dan kesulitan beradaptasi dengan gaya seperti ini, sila mampir ke supermarket terdekat untuk membeli air minum botol kemasan seharga KRW 1.000 (IDR 12.000).
Saya tidak menemui kesulitan untuk sampai di pintu imigrasi. Saya diambil foto dan sidik jari oleh petugas Imigrasi dan segera berjalan lagi menuju baggage handling. Rupanya, saya masih harus menggunakan airport shuttle train menuju main building. Sekilas, pengalaman ini mengingatkan saya pada Kuala Lumpur International Airport (KLIA). Entah siapa yang meniru siapa, yang jelas skema KLIA sama dengan di Incheon Airport. Tata bangunannya pun sama, dan karena saya menggunakan maskapai asing maka pesawat kami harus parkir di Extention Building. Pengalaman serupa tapi tak sama.
Saya pun tiba di pintu kedatangan dan langsung menuju Gate 13 dimana terdapat shuttle bus ke Best Western Hotel Incheon. Saya berjalan dari Gate 4 menuju Gate 13 sambil memperhatikan lalu-lalang Airport Limousine, sebutan untuk bis antar kota dari Incheon Airport. Saya mengamati tarif perjalanan, cara membeli tiket, dan yang paling penting adalah rute-rutenya. Kebanyakan, bis-bis ini menuju Seoul dan beberapa wilayah lain di pinggiran Seoul. Bahkan, bis menuju Busan pun ada. Padahal jarak Incheon-Busan bisa mencapai 500 km lebih via jalan tol Incheon-Seoul-Busan.
Saya menunggu 10 menit hingga shuttle bus hotel tiba. Saya menitipkan barang bawaan di concierge karena waktu check in masih pukul 14.00 local time Incheon. Saya kembali menunggu shuttle dari hotel ke airport. Saya akan pergi ke Seoul untuk melakukan pemilu saya yang pertama di luar negeri.
Let's Get Lost in Seoul
Berdasarkan informasi sebelumnya yang saya terima dari panitia pemungutan suara di Kedutaan Besar Republik Indonesia Seoul, pemilu diselenggarakan sejak pukul 09.00 hingga 20.00. Saya diberi pilihan untuk memilih di KBRI Seoul atau Jumin Center Incheon. Saya wajib membawa paspor dan bukti kewarganegaraan lainnya untuk bisa memilih disana. Sudah jelas, saya akan pergi ke KBRI Seoul daripada ke Jumin Center. FYI, Incheon Airport berada di sebuah pulau yang masih termasuk wilayah Incheon Metropolitan. Jadi, daripada saya get lost in Incheon lebih baik get lost in Seoul. :D
Saya sempat bingung ketika akan menuju Seoul namun karena KBRI Seoul terletak dekat stasiun Saetgang, maka saya memutuskan mencari bis dengan tujuan Seoul Station. Asal sudah sampai ke Seoul Station, saya pasti bisa menemukan kereta menuju Saetgang. Saya naik bis 6111 yang melewati Seoul Station dan membayar KRW 10.000 (sekitar IDR 120.000). Jalan tol hari minggu ini lengang. Bis melaju dengan kecepatan 100-110 km/jam. Butuh 45 menit untuk tiba di Seoul Station.
Saya sempat bingung ketika akan menuju Seoul namun karena KBRI Seoul terletak dekat stasiun Saetgang, maka saya memutuskan mencari bis dengan tujuan Seoul Station. Asal sudah sampai ke Seoul Station, saya pasti bisa menemukan kereta menuju Saetgang. Saya naik bis 6111 yang melewati Seoul Station dan membayar KRW 10.000 (sekitar IDR 120.000). Jalan tol hari minggu ini lengang. Bis melaju dengan kecepatan 100-110 km/jam. Butuh 45 menit untuk tiba di Seoul Station.
Masjid Agung Itaewon |
Selanjutnya, pengalaman saya sudah lebih dahulu diposting disini. Sila baca tautan untuk cerita pengalaman hari pertama saya di Seoul. Bagaimana saya mencari lokasi KBRI Seoul yang ternyata berseberangan dengan KBS Annex, lalu pertemuan saya dengan teman-teman TKI yang membantu saya menemukan Masjid di Itaewon, hingga saya kembali ke hotel.
Annyeonghaseyo,
Jung-gu, Incheon, 8 Juli 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar