Kita
manusia dan segala yang hidup diatas dunia adalah baru. Alam, matahari,
bulan, dan bintang semuanya baru. Semuanya buatan Tuhan. Segala yang
terjadi ada yang menjadikan. Ada awal, ada akhirnya.
Sumber gambar: www.goodreads.com |
Membaca buku pertama serial trilogy ‘Untuk Negeriku’ karya
Bung Hatta ini menimbulkan semacam perasaan yang sentimental. Terasa betul
bahwa buku ini ditulis dengan sentuhan personal Bung Hatta. Catatan personal yang
lengkap dengan segala latar belakang emosionalnya.
Mohammad Hatta kecil dibesarkan dengan latar belakang agama
yang kuat. Bung Hatta adalah seorang cucu dari ulama besar, Datuk Abdul Rahman,
yang terkemuka dan memiliki banyak murid di Batuhampar. Ia sudah mulai dididik
dengan ajaran Islam yang ketat sedari kecil. Hatta kecil sudah diperkenalkan
dengan prinsip-prinsip keislaman dan jalan tarekat menuju Tuhan. Kelak, hal ini
pula yang akan membentuk kepribadiannya.
Tidak banyak orang yang mengira bahwa Mohammad Hatta besar
tidak sebagai alim ulama. Sebagaimana ia pernah ditahbiskan dahulu pada masa
kecilnya. Ia melanjutkan pendidikan menengah MULO di Padang. Disinilah ia mulai
belajar berorganisasi melalui klub sepakbola Swallod dan organisasi Jong
Sumatranen Bond (JSB). Takdir pun membawanya hingga ke Betawi. Hatta pun
bersekolah di Prins Hendrik School.
Lulus dari PHS, ia diimingi jabatan dengan fasilitas yang
lumayan. Dengan tekad belajarnya yang tinggi, Hatta memutuskan untuk meneruskan
sekolah. Saya bisa ikut merasakan pergulatan pada pikiran dan jiwa Hatta pada
fase hidupnya yang kesekian ini. Kecintaannya pada Indonesia hingga keinginan
dan impiannya yang tinggi mendorong Mohammad Hatta untuk meneruskan sekolah di
negeri Belanda. Ketertarikannya yang tinggi terhadap bidang ekonomi menuntunnya
belajar di Handelshogeschool di Rotterdam pada usia 19 tahun.
Kiprah Bung Hatta di negerinya Van Der Vaart sana seperti
sudah kita baca di buku sejarah. Hatta tidak hanya terus belajar dan belajar.
Bung Hatta juga rajin membangun jaringan dengan sesama pelajar Indonesia disana
dengan membentuk Perhimpunan Indonesia (PI). PI terlibat aktif dalam gerakan
anti kolonialisme dan imperialism internasional. Ia sempat ditangkap dan
diadili karena aktivitas pergerakannya. Justru di pengadilan itulah memoar pembelaan
Bung Hatta menjadi sebuah masterpiece berjudul “Indonesia Merdeka”.
Membaca buku pertama ini pembaca diajak untuk memahami ihwal
mengenai identitas Mohammad Hatta. Bagaimana pembentukan karakternya dan siapa
saja yang berperan dalam fase-fase hidupnya. Pembaca juga turut diajak
mengembara dengan episode-episode hidup Bung Hatta yang terasa betul gairahnya
untuk Indonesia Merdeka.
Judul : Bukittinggi-Rotterdam Lewat
Betawi (Untuk Negeriku, #1)
Penulis :
Mohammad Hatta
Penerbit :
Penerbit Buku Kompas
Tahun :
2011
Tebal :
324 hal.
Genre :
Biografi-Memoar
Cipayung, 26 Januari 2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar