Sumber Gambar: www.goodreads.com |
Ada semacam perasaan haru dan bahagia ketika menyelesaikan pembacaan Nagabumi jilid kedua ini. Pun, ada semacam rasa penasaran yang tidak terlampiaskan kala membaca kata: "BERSAMBUNG" di akhir halaman.
Ada pula semacam perasaan sedih membayangkan bila suatu masa entah kapan nanti Nagabumi jilid ketiga tidak kunjung terbit melanjutkan perjalanan Golok Karat dan Pendekar Tanpa Nama menuju Shangri-la menemui Maha Guru Kupu-Kupu Hitam.
Sebuah pembacaan panjang yang menghabiskan setengah dekade. Saya sendiri bingung entah mengapa baru bisa menamatkan Nagabumi II selama itu. Padahal, Nagabumi I cukup hanya butuh 4 bulan saja. Itu pun termasuk lama karena saya hanya membacanya setiap pulang ke Cimahi. Nagabumi II ini pada bulan April 2012 dipesan di Medan Merdeka Barat, dikirim ke Ciledug, dipindah ke Cimahi, berangkat lagi ke Ciputat. Perjalanan yang panjang dan tak kunjung selesai.
Saya mengikuti kembali pembacaan yang masih sempat ditandai sejak awal. Hanya beberapa halaman pembuka dan untung masih ada pembatas buku disana. Saya menutup pembacaan pertama pada halaman-halaman awal maka saya lanjutkan kembali dengan mudah.
Pengembaraan Pendekar Tanpa Nama berlanjut. Perjalanan mempertemukannya dengan Amrita, putri cantik pemimpin kaum pemberontak. Ia terlibat dalam sebuah pusaran pemberontakan yang berasal dari dendam yang telah mengakar. Petualangannya bersama Amrita kemudian mengantarkannya kepada Harimau Perang.
Perjalanan mengejar Harimau Perang ini menghabiskan lebih dari setengah halaman buku. Pendekar Tanpa Nama harus berurusan dengan para bhiksu Shaolin untuk sebuah kepastian bernama Harimau Perang. Perjalanannya tidak selalu mulus. Ia dipaksa oleh Kupu-Kupu Hitam untuk pergi ke Shangri-la, mencuri sebuah kitab silat.
Cerita berhenti tanpa sebuah kepastian apakah Pendekar Tanpa Nama berhasil mencuri kitab silat dalam kurun waktu 30 hari. Memang rasanya tidak menyenangkan ketika cerita harus berhenti tanpa ada kepastian, minimal hingga ada kelanjutan cerita sedikit tentang bagaimana nasib Pendekar Tanpa nama selanjutnya. Tapi, bukankah ini adalah sebuah cara agar Nagabumi III segera hadir? Semoga.
Penggalan demi penggalan bab dalam Nagabumi (baik I dan II) mengingatkan saya pada kumpulan cerita silat Kho Ping Hoo yang bisa terbit dengan puluhan buku untuk satu judul. Untuk itu, agaknya Nagabumi masih lebih baik karena cerita dan riawayat perjalanan Pendekar tanpa Nama terangkum utuh dalam satu buku. Ilustrasi isi dari Beng Rahadian turut memberi nilai visual pada Nagabumi. Setidaknya, pembaca bisa diajak berimajinasi tentang tempat-tempat yang dijelajahi oleh Pendekar Tanpa Nama.
Saya berharap Nagabumi akan masih berlanjut. Bagaimana pun, sebuah perjalanan membutuhkan sebuah akhir.
Sebuah pembacaan panjang yang menghabiskan setengah dekade. Saya sendiri bingung entah mengapa baru bisa menamatkan Nagabumi II selama itu. Padahal, Nagabumi I cukup hanya butuh 4 bulan saja. Itu pun termasuk lama karena saya hanya membacanya setiap pulang ke Cimahi. Nagabumi II ini pada bulan April 2012 dipesan di Medan Merdeka Barat, dikirim ke Ciledug, dipindah ke Cimahi, berangkat lagi ke Ciputat. Perjalanan yang panjang dan tak kunjung selesai.
Saya mengikuti kembali pembacaan yang masih sempat ditandai sejak awal. Hanya beberapa halaman pembuka dan untung masih ada pembatas buku disana. Saya menutup pembacaan pertama pada halaman-halaman awal maka saya lanjutkan kembali dengan mudah.
Pengembaraan Pendekar Tanpa Nama berlanjut. Perjalanan mempertemukannya dengan Amrita, putri cantik pemimpin kaum pemberontak. Ia terlibat dalam sebuah pusaran pemberontakan yang berasal dari dendam yang telah mengakar. Petualangannya bersama Amrita kemudian mengantarkannya kepada Harimau Perang.
Perjalanan mengejar Harimau Perang ini menghabiskan lebih dari setengah halaman buku. Pendekar Tanpa Nama harus berurusan dengan para bhiksu Shaolin untuk sebuah kepastian bernama Harimau Perang. Perjalanannya tidak selalu mulus. Ia dipaksa oleh Kupu-Kupu Hitam untuk pergi ke Shangri-la, mencuri sebuah kitab silat.
Cerita berhenti tanpa sebuah kepastian apakah Pendekar Tanpa Nama berhasil mencuri kitab silat dalam kurun waktu 30 hari. Memang rasanya tidak menyenangkan ketika cerita harus berhenti tanpa ada kepastian, minimal hingga ada kelanjutan cerita sedikit tentang bagaimana nasib Pendekar Tanpa nama selanjutnya. Tapi, bukankah ini adalah sebuah cara agar Nagabumi III segera hadir? Semoga.
Penggalan demi penggalan bab dalam Nagabumi (baik I dan II) mengingatkan saya pada kumpulan cerita silat Kho Ping Hoo yang bisa terbit dengan puluhan buku untuk satu judul. Untuk itu, agaknya Nagabumi masih lebih baik karena cerita dan riawayat perjalanan Pendekar tanpa Nama terangkum utuh dalam satu buku. Ilustrasi isi dari Beng Rahadian turut memberi nilai visual pada Nagabumi. Setidaknya, pembaca bisa diajak berimajinasi tentang tempat-tempat yang dijelajahi oleh Pendekar Tanpa Nama.
Saya berharap Nagabumi akan masih berlanjut. Bagaimana pun, sebuah perjalanan membutuhkan sebuah akhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar