Pada suatu ketika, perang telah berlangsung di blok Ambalat. Perang ini konon disebabkan oleh Tentara Laut Diraja Malaysia yang selalu menerobos perbatasan wilayah laut Indonesia tanpa izin. Awalnya, kedua negara yang bersengketa, Indonesia dan Malaysia sepakat untuk menghindari perang. Indonesia tidak punya dana yang cukup untuk berperang. Belum lagi alat tempur yang semuanya sudah uzur. Meskipun di level prajurit mereka sudah siap untuk mengibarkan Merah Putih di tanah Ambalat.
Malaysia pun demikian. Mereka tidak ingin berperang dengan saudara tuanya. Mereka ingin pemecahan dan solusi lewat jalur diplomasi. Tentu dalam hal ini mereka telah berpengalaman ketika akhirnya mendapatkan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan yang telah lebih dulu mereka jadikan tempat wisata. Mereka tentu akan mendapat dukungan dari negara persekutuan Commonwealth. Namun, mentoknya diplomasi dari Departemen Pertahanan dan Departemen Luar Negeri kedua belah pihak seakan jadi pembenaran untuk perang ini.
Negara-negara anggota Commonwealth menyatakan netral dan menganggap apa yang terjadi di blok Ambalat adalah urusan resmi dua negara yang bersengketa jadi mereka merasa tidak ada gunanya untuk terjun berperang. Yang diuntungkan dari keputusan itu adalah pihak Indonesia karena mendapat jaminan bahwa RAAF (Royal Australian Air Force-angkatan udaranya Australia) tidak akan mengeluarkan bomber dan mengirimkan pasukannya untuk menginfiltrasi Indonesia melalui Pulau Irian.
Begitupun pulau Sumatra tidak akan menjadi sasaran serangan karena TNI AD dan TNI AL sudah lebih dari berpengalaman untuk menguasai teritori sekitarnya. Sukhoi-Sukhoi yang dibeli dengan beras itu menjadi faktor utama penentu kemenangan Republik Indonesia. Pilot-pilot terbaik lulusan Akabri Udara berhasil menjadi bintang dalam pertempuran itu. Mereka tidak perlu khawatir untuk gugur diatas peti mati tua yang bisa terbang*). Dua pilot yang biasa menerbangkan F-16 yang ikut mengusir 3 unit F-18 milik USAF (United States Air Force-angkatan udaranya AS) yang menyusup melalui Samudera Hindia ikut pula dalam pertempuran udara itu.
Begitulah seterusnya. Perang terjadi juga. Rudal-rudal dari Sukhoi yang menghantam F5Tiger dan F16E Malaysia bagaikan kembang api di langit Ambalat sana. Rasanya bagai sedang berlangsung pesta kembang api besar. Pecahannya bagaikan seribu kunang-kunang di Manhattan**). KRI-KRI yang berkeliaran di sepanjang batas territorial perbatasan bagaikan semut-semut hitam***) bila dilihat dari angkasa sana. Mereka siap dengan meriam dan long-range missiles buatan Lockheed Engineering-perusahaan yang juga membuat F16 Eagle. Sekali rudal jelajah itu melesat ia siap merontokkan apa pun termasuk kapal-kapal perang Malaysia yang akhirnya kandas di perairan sebelah barat daya Tarakan. Operasi kapal selam pun berhasil dipatahkan TNI AL. Torpedo-torpedo berhulu ledak nuklir telah lebih dahulu menghancurkan pangkalan Tentara Laut Diraja Malaysia.
*****
Pemenang perang berhak atas blok Ambalat yang katanya punya banyak cadangan minyak. Sudah puluhan perusahaan minyak beserta kontraktor-kontraktor pengeborannya datang dibawah koordinasi BP MIGAS. Ada rombongan Chevron Pacific Indonesia, disusul kontingennya Schlumberger. Ada juga Pertamina yang menggandeng Halliburton sebagai rekanan. Belum lagi Petrobras, British Petroleum, CNOOC, ExxonMobil, Santander, Petrol Ofisi , Total EP, dan tak ketinggalan beberapa perusahaan lokal seperti Indika Energy, Medco EP serta beberapa dari Timur Tengah. Tentu saja Petronas merasa kecewa dengan hasil perang ini. Investasi yang sudah direncanakan kini tidak lagi berarti.
Minyak yang dihasilkan di blok Ambalat sudah lebih dari cukup untuk menjaga stok BBM nasional 150 tahun kedepan. Industri otomotif nasional kembali bergairah dengan dibelinya beberapa anak perusahaan General Motors yang menyatakan kebangkrutannya pada bulan Juni 2009. PT. Timor Putra Nasional kembali bangkit dengan membeli Chevrolet. Konsorsium bentukan Toyota-Daihatsu membeli GMC, Buick, dan Saturn yang kolaps bersama dengan GM (bukan Gunawan Muhammad tentunya). Gaikindo pun turun dengan membentuk perusahaan yang mengambil alih SAAB. Kejadian ini menyebabkan Indonesia menempati urutan teratas dalam jumlah produksi kendaraan bermotor.
Bahkan bukan itu saja. Kelebihan uang dari penjualan minyak ini telah dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur industri militer nasional. PT.DI yang pernah berjaya dibawah nama IPTN kini telah menjadi pusat riset kendaraan tempur termasuk pesawat terbang. PT. Pindad yang menjadi perusahaan supplier untuk TNI kini lebih disegani dalam kancah industri militer dan pertahanan secara global. Departemen riset Pindad telah mengembangkan berbagai macam rudal jelajah dan beberapa torpedo berhulu ledak nuklir. Pemerintah tidak pernah khawatir lagi oleh embargo senjata dari Amerika Serikat walaupun untuk pesawat jet tempurnya masih disuplai oleh Rusia melalui program “Rice for Sukhoi”.
Swasembada beras yang telah berlangsung selama beberapa periode kepemimpinan telah menyebabkan BULOG tidak mempunyai gudang persediaan yang cukup lagi. Beberapa diantaranya sudah diekspor ke luar negeri. Ada yang juga yang dihibahkan untuk korban bencana alam di luar negeri sana. Maka dari itu, kalaulah kelebihan beras ini sudah cukup untuk ditukar dengan satu pesawat tempur Sukhoi 27 Flanker atau Sukhoi 30 Mk II itu artinya pengadaan pesawat tempur tidak lagi membebani APBN. Dengan ide yang dilontarkan oleh Menteri Pertanian itu pemerintah dapat mengalihkan biaya pengadaan alutsista untuk dialokasikan pada sektor pendidikan.
Rencana pemerintah untuk memberikan pendidikan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat sudah didepan mata. Pada setiap kota yang telah memiliki RSBI (Rintisan Sekolah Berbasis Internasional) akan dikembangkan menjadi sekolah internasional untuk masyarakat Indonesia-bukan ekspatriat. Kurikulum dan sistem pendidikan disesuaikan dengan menggunakan GCSE-CIPAT yang Cambridge-based dan iB atau International Baccalaureate untuk mengejar ketertinggalan pendidikan.
Menteri Pendidikan Nasional melalui siaran persnya tidak pernah berhenti meyakinkan khalayak bahwa sekolah semacam itu tidak akan membebani semua siswanya. Pemerintah menjamin ketersediaan dana bagi berlangsungnya pendidikan yang benar-benar murah, terjangkau, dan berkualitas. Peningkatan kualitas guru pun menjadi satu program tersendiri yang ditargetkan untuk menghasilkan guru-guru yang berkompetensi global. Konon, anggaran untuk peningkatan kualitas guru dan sekolah itu tidak terbatas.
*****
Kekasihku menabrakkan pesawatnya pada satu gudang yang diketahui sebagai gudang logistik pasukan perang Malaysia. Akurasi data intelejen memang tidak pernah salah. Kejadian itu mengakibatkan pecahnya konsentrasi perang pasukan Malaysia. Antara menyelamatkan logistik atau mempertahankan garis depan.
Perang memang telah usai namun badai masih menggulung hatiku. Aku masih menatap matahari senja yang berkilauan. Aku harap ini bukan senja yang terakhir. Bukan juga senja penghabisan. Aku menantap matahari yang bagaikan bola emas raksasa. Sinarnya belum juga redakan badai hati ini.
Kekasihku, seorang pilot berpangkat kapten yang punya mata setajam elang itu kini mungkin sudah sampai di pintu surga. Tuhan pernah menjanjikan siapapun yang berangkat menunaikan tugas mempertahankan kedaulatan bangsanya akan dimasukkan ke dalam golongan penghuni surga. Aku tahu bahwa kekasihku melakukan sesuatu yang benar. Untuk negaranya, Untuk cintanya-bukan padaku.
Kelapa Gading, 9 Oktober 2009
*) Peti mati tua yang bisa terbang, istilah ini popular setelah terjadi kecelakaan pesawat terbang Hercules C-130 milik TNI AU di Magetan, Jawa Timur bulan Mei 2008.
**) Seribu Kunang-kunang di Manhattan, sebuah judul kumpulan cerpen Umar Kayam.
***) Semut Hitam, judul lagu God Bless
Tidak ada komentar:
Posting Komentar