Kami berangkat hari Minggu, 1 Desember dengan pesawat Garuda Indonesia menuju Suvarnabhumi International Airport. Perjalanan ditempuh selama 3 jam 20 menit. Kami tiba di Suvarnabhumi pukul 5 sore WIB (Waktu Internasional Bangkok). Kebetulan, menurut informasi yang sudah saya dapat sebelumnya, akhir pekan adalah waktu yang tepat untuk Bangkok Shopping Experience. Chatuchak (baca: Jatujak) Weekend Market, sesuai namanya hanya buka pada akhir pekan.
Minggu ini, tensi soal demonstrasi anti pemerintah di Bangkok semakin meninggi. Demonstran semakin gencar dan berencana akan terus bertahan di kawasan pemerintahan untuk memperjuangkan tujuannya. Kami pun sempat khawatir karena lewat siaran berita dan pengalaman sebelumnya, demonstrasi di Bangkok selalu berujung dengan bentrokan antara simpatisan pemerintah, Polisi, dan demonstran anti pemerintah.
Kekhawatiran itu tidaklah terlalu membebani kami karena menjelang landing tidak ada warning apapun soal situasi terakhir di Bangkok. Pun, tidak ada peringatan apa-apa dari Kantor Sekretariat Negara maupun Kedutaan Besar Thailand. Kami hanya dibagikan arrival card dari Imigrasi Thailand yang berguna sebagai kontrol bagi turis/wisatawan/pendatang.
Sawasdee!
Rupanya, Thailand punya cara sendiri dalam 'melindungi' negaranya. Sepintas mirip Singapura. Setiap pendatang harus sudah punya tempat tujuan/hotel dan yang lebih penting adalah tiket kembali dari Thailand menuju negara asal. Hal itu sudah dibuktikan oleh Mbak Nadia, putri Pak Bos yang kebetulan sedang libur dari AirAsia Training Center, yang juga ikut bersama kami untuk tujuan berbeda tentunya. Ia ditolak oleh agen perjalanan ketika akan membeli tiket sekali jalan.
Pemeriksaan imigrasi kami lalui dengan lancar. Kami mengantri bersama wisatawan lain yang kebanyakan berasal dari Jepang. Melihat kenyataan seperti ini, saya membuat kesimpulan awal bahwa Bangkok ini adalah kota yang ramah bagi wisatawan. Buktinya, sekalipun demonstrasi massal berlangsung sektor pariwisata tidak ikut terpengaruh. Situasi yang tentunya berbanding terbalik dengan Jakarta. Sekali buruh demo, imbasnya bisa mempengaruhi sendi bisnis lain.
Kami meneruskan perjalanan dengan kereta ekspres dari Suvarnabhumi menuju Bangkok. Jaraknya tidak sejauh KLIA-Kuala Lumpur. Kami membayar 30 THB sekali jalan dan hanya butuh waktu 20 menit saja untuk tiba di stasiun transit Phaya Thai. Dari Phaya Thai untuk menuju hotel kami di daerah Sukhumvit Road, kami harus naik BTS Skytrain ke stasiun Nana.
Pengalaman naik monorel di Kuala Lumpur cukup membantu. Kami hanya mengalami kesulitan ketika membaca instruksi di mesin tiket. Sedangkan, loket penukaran uang koin selalu tersedia, tanpa harus berinteraksi langsung petugas sudah tahu maksud kami untuk menukar uang receh.
Satu pelajaran, saya lupa belajar bahasa Thailand, untuk beberapa percakapan biasa seperti terima kasih, selamat pagi, permisi, dll. Saya rupanya terlalu exciting dengan penugasan ini. Jika memang pembaca pandai membaca aksara sansekerta, niscaya itu juga akan sangat berguna disini.
Tiket BTS Skytrain menuju Nana seharga 28 THB. Penumpang tidak perlu repot karena terdapat petunjuk stasiun tujuan lengkap dengan tarifnya. Tinggal masukkan uang koin sejumlah tarif maka tiket perjalanan sekali jalan akan segera keluar. Sekedar tips, bila memang akan tinggal lama di Bangkok lebih baik membeli Kartu Langganan, mirip punya KRL PT. KAI. Ada yang harian, mingguan, dan bulanan. Jalanan Bangkok sama penuhnya dengan Jakarta.
Kami tiba di stasiun Nana dan segera menuju hotel Grand Business Inn yang terletak di Sukhumvit Soi 11. Cukup dengan 5 menit jalan kaki. Saya sudah booking hotel 3 minggu sebelum tanggal kedatangan dan diberi rate spesial 1300 THB/night karena kami delegasi untuk acara ICAO.
Sukhumvit Road adalah kawasan yang meriah. Banyak turis asing menginap di sekitar sini. Pedagang kaki lima pun tak kalah banyaknya. Apapun bisa ditemukan disini, makanan, obat kuat, pakaian, perlatan elektronik, dan souvenir, semua ada. Tidak perlu khawatir soal bahasa, bahasa kalkulator berlaku disini. Kecuali untuk tukang buah-buahan yang sudah melabeli dagangannya.
Saya dan dua teman sudah bersiap menuju Chatuchak Weekend Market ketika waktu makan malam tiba. Rencananya, usai makan malam kami lanjut jalan kesana. Makan malam pertama saya di Bangkok adalah paket menu nasi dari sebuah restoran India. Tidak mudah menemukan menu halal disini. Kalaupun ada, biasanya di restoran khas Timur Tengah atau India. Harganya bisa tiga kali lipat dari harga menu standar.
Usai makan malam, kami mendapat informasi dari rekan kami yang terakhir kemari beberapa bulan lalu bahwa Chatuchak Weekend Market pun buka pada hari kerja. Kami terlanjur percaya sehingga menghabiskan malam dengan jalan-jalan di sekitaran Sukhumvit.
Untuk alasan komunikasi, karena paket roaming Blackberry cukup mahal,75000 IDR per hari, maka kami pun segera membeli SIM card di 7Eleven dekat hotel. Kami langsung diberi Happy SIM Tourist dari operator DTAC. Ada dua pilihan Happy Card. Harganya 49 THB dan 299 THB. Bedanya, yang murah tidak preloaded pulsa dan paket datanya terbatas. Sedangkan, yang mahal sudah terisi pulsa dengan kuota paket data unlimited dengan masa pakai 1 minggu. Cocok untuk kami. Kartu ini tidak aktif secara otomatis sebagaimana dijanjikan di websitenya. Pengguna tetap harus menghubungi Call Center untuk aktivasi. Untungnya, mereka bisa bahasa Inggris.
Malam pertama di Bangkok pun saya lewati dengan menghabiskan jambu air dan nangka yang saya beli di tukang buah kaki lima dalam perjalanan kembali ke hotel usai makan malam.
Bangkok sudah terlanjur terkenal dengan wisata belanjanya. Most Indonesian told me that. Dua orang teman saya sudah pernah datang kemari jadi saya tidak perlu khawatir soal itu. Besok pun kami masih punya waktu untuk keliling Bangkok.
2 Desember 2013 - Day 1
Saya terbangun dengan kesadaran sepenuhnya bahwa saya berada 2.200 kilometer lebih jauhnya dari Jakarta. Saya tidak perlu merasa berat untuk bangun dan memikirkan jalanan Senin yang selalu semerawut. Sarana transportasi umum disini tergolong layak dan ramah bagi kaum difabel. Mungkin itu sebabnya Bangkok terpilih menjadi No. 1 Destination in Asia versi TripAdvisor.
Usai disibukkan dengan urusan memilih menu sarapan, kami segera berangkat menuju kantor ICAO Bangkok. ICAO adalah badan dunia/PBB yang mengurusi penerbangan sipil. Kantor perwakilan untuk Asia-Pasifik terletak di Bangkok ini. Sedangkan kantor pusat ada di Montreal, Canada. Menghadiri seminar/konferensi/workshop di kantor ICAO atau bahkan hanya sekedar berkunjung adalah cita-cita saya dan teman-teman seangkatan. Entah itu Regional atau Headquarter sekalipun.
Kantor ICAO Bangkok terletak di Vibhavadi Road, dekat dengan Chatuchak Weekend Market. Dari Sukhumvit Road kami hanya perlu naik MRT (subway) dari stasiun Sukhumvit menuju Phahon Yothin dengan tarif 40 THB sekali jalan. Kami masih harus jalan kaki +/- 500 meter dari stasiun sebelum sampai di gerbang kantor ICAO. Satu impian saya terwujud ketika saya benar-benar melintasi pintu masuk dan diberi seminar kit oleh panitia. Never stop dreaming, mumpung gratis.
Kami masuk ke ruangan konferensi dan menempati tempat yang sudah disediakan. Lengkap dengan papan penunjuk bertuliskan 'INDONESIA'. Oh my goodness, kami menjadi perwakilan Republik lagi. Anggap saja ini kontribusi kami untuk negeri. Masih ingat quote dari JFK soal padamu negeri kan?
Peserta workshop lainnya datang dari berbagai negara anggota ICAO (contracting states). Ada Singapura, Malaysia, India, Vietnam, Thailand, Myanmar, Laos, Bangladesh, Pakistan, Filipina, Hong Kong, Macau, dan Vanuatu.
Instruktur workshop kali ini, Capt. Andreas 'Andy' Meyer, datang langsung dari ICAO Montreal. Beliau bertugas di Safety Management Section. Saya juga bertemu lagi dengan Capt. Kim Trethewey, Technical Advisor COSCAP-SEA (cooperative group dalam bidang kelaikan dan operasi pesawat udara se-Asia Tenggara), yang sudah berkali-kali datang ke kantor kami di Jakarta. Workshop ini juga difasilitasi oleh COSCAP-SEA dan didukung oleh Airbus dan Boeing.
Seperti acara yang saya hadiri sebelumnya, sesi foto bersama selalu jadi menu pembuka setelah welcoming speech dari pemimpin ICAO Regional Office dan COSCAP-SEA. Coffee break menandai materi pertama akan segera dimulai.
Sebelum instruktur naik mimbar, panitia memberikan short briefing mengenai situasi terakhir keamanan kota. Demonstran mulai memecah konsentrasi. Mereka mulai menyebar hingga ke arah Kantor Polisi di depan mall Central World. Sukhumvit Road pun masuk dalam zonasi peringatan. Banyak demonstran dari luar kota yang menginap disana.
Berlanjut ke acara utama, materi workshop masih seputar topik yang merujuk ke Safety Management Manual (SMM) ICAO (DOC 9859) dan Annex 19: Safety Management System (SMS). Banyak wawasan baru yang saya dapat karena pemahaman saya masih sebatas slide training SMS dan SMM yang belum tamat dibaca. Sesuai jadwal, hari terakhir nanti setiap delegasi akan menyampaikan analisis HIRA menggunakan tools yang baru diajarkan besok. Konklusi hari ini, kami mereview kembali konsep-konsep dasar Safety Management
Kegiatan hari ini selesai pukul 4 sore. Cuaca di Bangkok cerah dengan udara yang tidak terlalu lembab. Sangat nyaman untuk berjalan kaki karena tidak akan terlalu berkeringat. Kami pun segera menuju Chatuchak Weekend Market yang tidak jauh dari Kantor ICAO. Sayangnya, tidak ada aktivitas apa-apa disana alias tutup. Kami tidak terlalu kecewa. Konon, barang dagangan disana tidak jauh berbeda dengan di tempat lain. Nanti malam kami masih punya waktu untuk jalan-jalan ke MBK.
Shopping Time
Malamnya, kami segera menuju MBK. Kami naik Skytrain dari Nana ke Siam untuk transit pindah jalur kereta ke Silom Line dengan tujuan stasiun National Stadium. Ada sedikit yang berbeda malam ini. Banyak pedagang kaki lima yang tidak jualan. Termasuk si tukang buah. Barangkali benar briefing siang tadi. Komentar lain justru datang dari istri dan putri Pak Bos yang sesiangan tadi jalan-jalan ke Central World. kata mereka tidak ada keramaian apapun disana. Well, do at your own risk kembali berlaku disini.
FYI, MBK adalah pusat perbelanjaan besar, mirip ITC (Jakarta) dan Pasar Baru Bandung. Suasana belanja cukup nyaman dengan kualitas barang yang lumayan. Saya menjumpai banyak turis yang menggiring koper, mereka sepertinya baru tiba di Bangkok dan langsung belanja disini. Beberapa juga mendorong kereta bayi. Sekali lagi, Bangkok membuktikan kenyamanan fasilitas publik untuk siapapun.
|
Dash-8 Q400 N354NG. Courtesy: www.toysstudiobkk.com |
Saya menghabiskan baht disini dengan membeli kaos dan sebuah miniatur pesawat. Saya berhasil menemukan miniatur United Express Bombardier Dash-8 Q400 series skala 1:400 di Toko Toys Studio Bangkok (www.toysstudiobkk.com). Q400 ini adalah cinta pada pandangan pertama saya sewaktu mampir ke website Gemini Jets, perusahaan pembuat miniatur pesawat. Saya tidak keberatan menghabiskan 1.100 THB untuk pesawat mini ini. Saya puas dengan detailnya, bahkan nomor registrasi pesawat pun cukup jelas, N354NG.
Sesi belanja malam ini ditutup dengan makan malam di KFC. Itupun setelah kami kembali ke hotel untuk menyimpan belanjaan. Kami tidak terlalu fanatik dengan makanan halal. Kami sedang berada dalam keadaan darurat. Kami tentu sudah sering bolak-balik ke Solaria yang belum dapat sertifikat halal dari MUI. So, why bother? Kecuali, bila kami memang ragu. Hadits Rasulullah pun mengajari kami: tinggalkanlah yang membuat kalian ragu.
Saya lagi-lagi dibuat terkesan oleh Bangkok. Restoran cepat saji macam KFC ini pun mempekerjakan pekerja difabel. Untuk mempermudah komunikasi, terdapat beberapa papan petunjuk baik di meja maupun di order counter.
Saya tidak bisa tidur hingga tengah malam. Rupanya, saya masih kepikiran soal diskon 50% di toko miniatur tadi. Ada miniatur pesawat Airbus A320 seharga 650 THB yang batal saya beli. Kalau ada kesempatan main lagi kesana, tentu saya tidak akan melewatkannya.
Malam ini pun kami ditemani dengan streaming dari Gen FM Jakarta. Teman sekamar saya sekarang adalah teman sekamar waktu seminar di Kuala Lumpur kemarin. Jadi, kami sudah saling pengertian. Gracias, buenos noches.
Bangkok, 2 Desember 2013.