Rangkaian kegiatan seminar akan segera berakhir. Agenda hari terakhir ini akan kami habiskan dengan sebuah workshop singkat mengenai Hazard Identification dan Airport Visit ke KLIA. I thought it will be a long day.
Kami dibagi dalam kelompok kecil berisi 7-8 orang. Panitia sengaja mengacak peserta agar tidak kebagian sekelompok dengan rekan senegara. Benar saja, tidak ada All Indonesian Final untuk workshop pagi ini. saya sekelompok dengan Air Traffic Controller dari Maladewa, Bangladesh, dan Nepal, Aerodrome Safety Officer dari Korea, Narita Jepang dan Changi Singapura, dan seorang Pilot dari Boeing.
Usai menonton video simulasi serious incident yang bersumber dari FAA, kami harus membuat studi kasus mengenai potential hazard. Kami harus mengamati video berulang-ulang. Narasi dari laporan investigasi FAA pun disertakan. Bagi saya, studi kasus semacam ini selalu menarik. Sebelum saya duduk di seminar ini, saya sudah familiar dengan identifikasi hazard. Baik dalam training maupun slide presentasi yang saya jadikan bahan ajar. Namun, bedanya disini saya harus bertukar pikiran dengan rekan kerja sekelompok dan mengambil konklusi.
Usai menonton video simulasi serious incident yang bersumber dari FAA, kami harus membuat studi kasus mengenai potential hazard. Kami harus mengamati video berulang-ulang. Narasi dari laporan investigasi FAA pun disertakan. Bagi saya, studi kasus semacam ini selalu menarik. Sebelum saya duduk di seminar ini, saya sudah familiar dengan identifikasi hazard. Baik dalam training maupun slide presentasi yang saya jadikan bahan ajar. Namun, bedanya disini saya harus bertukar pikiran dengan rekan kerja sekelompok dan mengambil konklusi.
Saya kagum dengan kecepatan berpikir rekan dari Korea. Dengan cepat, ia segera memetakan masalah yang terjadi dan membuat beberapa precautionary description. Kelompok kami pun segera membahasnya. Beberapa perbedaan pandangan sempat terjadi hanya karena perbedaan istilah, bukan substansi masalah. Saya sempat bertukar pandangan dengan Capt. Sam Goodwill dari Boeing mengenai hazard dan probabilitas risiko. Kami punya pandangan yang sama. Saya tertawa kecil dalam hati. Saya tidak heran akan hal itu karena kami mengambil sudut pandang dari sisi Flight Operations dan Airworthiness.
Setelah konklusi dicapai, giliran presentasi. Semua kelompok harus mempresentasikan hasil kerjanya. Rekan Korea saya segera mengambil inisiatif mempresentasikan hasil kerja kami. Kami semua mendapat apresiasi dari instruktur workshop karena melihat proses kerja selama diskusi berlangsung. Usai sesi, kami semua berjabat tangan sebagai salam terakhir. Panitia pun meresmikan penutupan acara sebelum makan siang.
Anyway, saya membuat catatan kecil soal rekan dari Korea tadi. Saya jelas kagum dengan cara kerjanya. Tak heran bila dengan kemampuannya yang demikian itu, ia sudah menjadi Assistant Director di Korea Office of Civil Aviation. Lebih jauh, saya melihat bagaimana Korea membangun sumber daya manusianya dengan percepatan yang kurang lebih sedikit dibawah Jepang. Korea masih dilanda perang saudara tahun 1950-1955, yang juga melibatkan dua kekuatan besar dunia, AS dan Rusia. Saat Korea merdeka, Indonesia sudah sukses menggelar pemilihan umum pertamanya. Namun, rasanya WAGN. We Are Going Nowhere. Semoga lekas sembuh.
KLIA Airport Visit
Usai makan siang, kami segera meluncur ke KLIA. Dua bis membawa rombongan peserta seminar untuk melihat langsung kondisi lapangan. Saya membayangkan bahwa kami akan berjalan kaki di apron, merasakan langsung aspal dan PCN KLIA. Ternyata, otoritas KLIA hanya mengizinkan kami untuk tetap berada di dalam bus. Sebuah mobil pandu mengawal kami menjelajahi KLIA airside dan groundside sections.
Setelah konklusi dicapai, giliran presentasi. Semua kelompok harus mempresentasikan hasil kerjanya. Rekan Korea saya segera mengambil inisiatif mempresentasikan hasil kerja kami. Kami semua mendapat apresiasi dari instruktur workshop karena melihat proses kerja selama diskusi berlangsung. Usai sesi, kami semua berjabat tangan sebagai salam terakhir. Panitia pun meresmikan penutupan acara sebelum makan siang.
Anyway, saya membuat catatan kecil soal rekan dari Korea tadi. Saya jelas kagum dengan cara kerjanya. Tak heran bila dengan kemampuannya yang demikian itu, ia sudah menjadi Assistant Director di Korea Office of Civil Aviation. Lebih jauh, saya melihat bagaimana Korea membangun sumber daya manusianya dengan percepatan yang kurang lebih sedikit dibawah Jepang. Korea masih dilanda perang saudara tahun 1950-1955, yang juga melibatkan dua kekuatan besar dunia, AS dan Rusia. Saat Korea merdeka, Indonesia sudah sukses menggelar pemilihan umum pertamanya. Namun, rasanya WAGN. We Are Going Nowhere. Semoga lekas sembuh.
KLIA Airport Visit
Usai makan siang, kami segera meluncur ke KLIA. Dua bis membawa rombongan peserta seminar untuk melihat langsung kondisi lapangan. Saya membayangkan bahwa kami akan berjalan kaki di apron, merasakan langsung aspal dan PCN KLIA. Ternyata, otoritas KLIA hanya mengizinkan kami untuk tetap berada di dalam bus. Sebuah mobil pandu mengawal kami menjelajahi KLIA airside dan groundside sections.
Cuaca cerah siang ini. Tidak ada masalah pada jarak pandang. Saya melihat sendiri si bongsor Airbus A380 melakukan taxi hingga berhenti sempurna di terminal kedatangan. Amazing.
Kami mengelilingi semua bagian KLIA, tak terkecuali LCCT (Low Cost Carrier Terminal) yang tahun depan akan dipindah ke KLIA 2. Kami hanya bisa melihat dari jauh KLIA 2 yang sedang dalam tahap pengerjaan dan diperkirakan tahun depan akan selesai. KLIA 2 mempunyai sebuah Skybridge yang akan menghubungkan dua terminal dan dibawahnya ada dua lajur yang akan bisa dilewati oleh pesawat ukuran narrow body (Airbus A320 & Boeing 737). Khusus untuk Skybridge KLIA 2 ini adalah yang pertama di Asia dan ketiga di dunia.
Kami mengelilingi semua bagian KLIA, tak terkecuali LCCT (Low Cost Carrier Terminal) yang tahun depan akan dipindah ke KLIA 2. Kami hanya bisa melihat dari jauh KLIA 2 yang sedang dalam tahap pengerjaan dan diperkirakan tahun depan akan selesai. KLIA 2 mempunyai sebuah Skybridge yang akan menghubungkan dua terminal dan dibawahnya ada dua lajur yang akan bisa dilewati oleh pesawat ukuran narrow body (Airbus A320 & Boeing 737). Khusus untuk Skybridge KLIA 2 ini adalah yang pertama di Asia dan ketiga di dunia.
Kami pun diajak mengunjungi Tower 3 (Traffic Controller) KLIA. Tower ini baru selesai dibangun. Tower 3 ini menjadi tower cadangan apabila Tower 1 & 2 mengalami gangguan. Sebelum naik, kami harus dibriefing terlebih dahulu untuk memastikan beberapa hal soal safety dan larangan untuk mengambil foto. Dengan selesainya tower ini, diharapkan KLIA mampu menghandle hingga 120 pergerakan pesawat setiap jamnya.
Dari ketinggian tower, kami dapat melihat dengan jelas pergerakan pesawat. Pergerakan di taxiway dan landing and take off runway. Kami melihat sendiri bagaimana cara Malaysia Airport (BUMN penyelenggara jasa kebandarudaraan) melakukan hazard identification dan risk mitigation. Sebuah insight kami dapatkan disini. Mereka bisa memastikan operasional bandar udara tidak akan terganggu meskipun sedang dibangun terminal baru, KLIA 2. Faktor-faktor yang secara tidak langsung berkaitan dengan keselamatan penerbangan tidak luput dari perhatian. By the way, i can see Sepang Circuit from here.
Last Night in KL
Kunjungan singkat ini berlangsung sekitar dua jam saja. Perjalanan kembali ke hotel diwarnai kemacetan menjelang pintu keluar Lebuh Raya. Maklum saja, rush hour di kota mana pun sama. Butuh dua jam untuk keluar dari kemacetan menuju hotel. Kami tiba di hotel sekitar pukul 19.30. Saya segera kembali ke kamar, ganti baju, dan segera bergegas untuk menikmati malam terakhir di Kuala Lumpur. Saya ingin jalan-jalan ke daerah Bukit Bintang sambil mencari hotel untuk kunjungan minggu depan.
Kami berjalan menuju Sungei Wang dan menemukan banyak pedagang bersiap menutup tokonya. Inilah yang membuat kami agak kaget. Walaupun jam tutup resmi adalah jam 10 malam, namun banyak toko sudah tutup. Mungkin inilah bedanya negara maju. It’s not Australia anyway. Akhirnya, kami menikmati malam yang belum tinggi ini di Starbucks.
Kami melanjutkan perjalanan ke Corus Hotel dekat KLCC. Saya sudah memilih hotel ini untuk kunjungan minggu depan. Hotel ini tidak jauh dari lokasi training di Double Tree. Hanya dalam jarak jalan kaki saja. Eng ing eng. Saya segera booking dan seal the deal. Namun, seorang manajer hotel mengatakan bahwa lebih baik bila saya melakukan booking via web atau agoda.com saja. Harganya akan lebih jauh berbeda. Bukan masalah booking via internet. Apakah mereka tidak bisa menerima booking langsung ditempat seperti yang sedang saya lakukan? Saya tidak percaya bahwa hal ini bisa saja terjadi. Saya pun segera meninggalkan hotel ini dengan kecewa.
Kami berjalan kaki menuju KLCC (lagi). Sudah jam sepuluh lebih. KLCC masih saja ramai. Kami berdua duduk di depan sebuah taman kecil. Menikmati langit malam Kuala Lumpur. Terbayang, betapa jauhnya kami berada kini dari kampung. Sambil beristirahat mengatur nafas, kami mencoba untuk narsis dan mengambil foto selfie lewat fitur ten seconds yang ada di ponsel.
Dari ketinggian tower, kami dapat melihat dengan jelas pergerakan pesawat. Pergerakan di taxiway dan landing and take off runway. Kami melihat sendiri bagaimana cara Malaysia Airport (BUMN penyelenggara jasa kebandarudaraan) melakukan hazard identification dan risk mitigation. Sebuah insight kami dapatkan disini. Mereka bisa memastikan operasional bandar udara tidak akan terganggu meskipun sedang dibangun terminal baru, KLIA 2. Faktor-faktor yang secara tidak langsung berkaitan dengan keselamatan penerbangan tidak luput dari perhatian. By the way, i can see Sepang Circuit from here.
Last Night in KL
Kunjungan singkat ini berlangsung sekitar dua jam saja. Perjalanan kembali ke hotel diwarnai kemacetan menjelang pintu keluar Lebuh Raya. Maklum saja, rush hour di kota mana pun sama. Butuh dua jam untuk keluar dari kemacetan menuju hotel. Kami tiba di hotel sekitar pukul 19.30. Saya segera kembali ke kamar, ganti baju, dan segera bergegas untuk menikmati malam terakhir di Kuala Lumpur. Saya ingin jalan-jalan ke daerah Bukit Bintang sambil mencari hotel untuk kunjungan minggu depan.
Kami berjalan menuju Sungei Wang dan menemukan banyak pedagang bersiap menutup tokonya. Inilah yang membuat kami agak kaget. Walaupun jam tutup resmi adalah jam 10 malam, namun banyak toko sudah tutup. Mungkin inilah bedanya negara maju. It’s not Australia anyway. Akhirnya, kami menikmati malam yang belum tinggi ini di Starbucks.
Kami melanjutkan perjalanan ke Corus Hotel dekat KLCC. Saya sudah memilih hotel ini untuk kunjungan minggu depan. Hotel ini tidak jauh dari lokasi training di Double Tree. Hanya dalam jarak jalan kaki saja. Eng ing eng. Saya segera booking dan seal the deal. Namun, seorang manajer hotel mengatakan bahwa lebih baik bila saya melakukan booking via web atau agoda.com saja. Harganya akan lebih jauh berbeda. Bukan masalah booking via internet. Apakah mereka tidak bisa menerima booking langsung ditempat seperti yang sedang saya lakukan? Saya tidak percaya bahwa hal ini bisa saja terjadi. Saya pun segera meninggalkan hotel ini dengan kecewa.
Kami berjalan kaki menuju KLCC (lagi). Sudah jam sepuluh lebih. KLCC masih saja ramai. Kami berdua duduk di depan sebuah taman kecil. Menikmati langit malam Kuala Lumpur. Terbayang, betapa jauhnya kami berada kini dari kampung. Sambil beristirahat mengatur nafas, kami mencoba untuk narsis dan mengambil foto selfie lewat fitur ten seconds yang ada di ponsel.
Sayangi Kuala Lumpur |
Kami berjalan kaki lagi menyusuri jalanan menuju hotel. Kami lewati lagi Zouk yang mulai ramai. Kami lewati juga stasiun monorel yang sudah tutup. Malam terakhir ini kami rayakan dengan berjalan kaki. Kami pun menjumpai petugas kebersihan kota yang sedang menyirami trotoar. Sementara petugas lainnya menyemprotkan cairan disinfektan setelah jalur pedestrian itu disiram. Rupanya begitu cara mereka mencintai kota ini.
Tiba di hotel, kami hanya menyimpan beberapa belanjaan kemudian turun lagi mencari makan malam. Tak jauh dari SIKL, di perempatan jalan Tunku Abdul Rahman dan Jalan Sultan Ismail tepatnya di depan Tune Hotels, ada warung kaki lima yang sepertinya buka sampai dini hari. Kami makan disitu. 10 RM saja untuk satu porsi Ayam Penyet (khas Melaise) dan segelas teh tarik.
Suasana di warung kaki lima ini cukup meriah. Selain pilihan menu yang beragam, mostly traditional Malay dishes, ada panggung kecil yang ikut menghibur pengunjung. Beberapa menyanyikan lagu lawas slow rock barat, lagu melayu, hingga Broery Pesolima. Mana pernah kutahu.... Jatuh cinta padamu....
Saya cukup menikmati tempat ini. Memang kota sudah sepi, namun pengunjung warung ini semakin ramai. Karena dekat dengan perempatan, kami sempat dibuat kaget dengan decitan ban dari dua mobil yang sedang beradu kecepatan. Mirip adegan di film Fast & Furious. Yeah, this is life!
Kami kembali ke kamar jam setengah dua. Kami benar-benar kelelahan. Usai workshop sepagian, ngesot di KLIA, sitting duck in traffic for 2 hours, dan jalan kaki dari KLCC-SIKL. Hidup terasa sangat panjang. Life is very long.
21 November 2013
Hari ini akhirnya datang juga. Hari kepulangan saya ke tanah air setelah kunjungan pertama saya ke negeri tetangga. Saya bisa bangun siang untuk pertama kalinya disini (setelah shalat subuh tentunya). Saya sudah janjian dengan Mbak Dini untuk pulang bersama karena kebetulan kami satu pesawat. Kami meninggalkan hotel jam 08.30 dan langsung menuju KLIA.
Tadinya, kami bertiga pilih naik taksi saja, namun petugas taksi di lobi SIKL mengatakan tarifnya 140 RM (argo). Kami merasa kemahalan sehingga naik taksi hingga Stasiun KL Central saja dan lanjut ke KLIA dengan kereta KL Express. Di perjalanan, supir taksinya bilang bahwa tarif taksi menuju KLIA biasanya 120 RM. Kami pun setuju dan merubah rencana. Kami bisa tidur nyenyak (lagi).
Saya tidak bisa memejamkan mata lagi. Saya terjaga sepanjang jalan. Itu pun demi melihat kawasan Putrajaya, area pusat pemerintahan kerajaan yang letaknya agak minggir dari KL. Saya memecah kebuntuan dengan beberapa obrolan kecil dengan teman perempuan saya ini. My boss choose to sit in front so he can sleep all the way.
Kami tiba di KLIA sebelum jam 10. Antrian untuk check-in belum dibuka. Kami menunggu 20 menit lalu check-in. Kami dijadwalkan naik pesawat jam 12.50. It means we need to killing time. Untungnya, KLIA ini dibuat seperti mall. Jadi, sambil menunggu kami bisa menghabiskan waktu untuk sekedar window shopping atau bahkan menghabiskan ringgit disini.
Saya tidak bisa memejamkan mata lagi. Saya terjaga sepanjang jalan. Itu pun demi melihat kawasan Putrajaya, area pusat pemerintahan kerajaan yang letaknya agak minggir dari KL. Saya memecah kebuntuan dengan beberapa obrolan kecil dengan teman perempuan saya ini. My boss choose to sit in front so he can sleep all the way.
Kami tiba di KLIA sebelum jam 10. Antrian untuk check-in belum dibuka. Kami menunggu 20 menit lalu check-in. Kami dijadwalkan naik pesawat jam 12.50. It means we need to killing time. Untungnya, KLIA ini dibuat seperti mall. Jadi, sambil menunggu kami bisa menghabiskan waktu untuk sekedar window shopping atau bahkan menghabiskan ringgit disini.
Dengan alasan lupa membeli mainan untuk anaknya, kawan lelaki saya segera menghilang menuju toko mainan dan meninggalkan saya berdua. Kami menghabiskan waktu berdua berjalan-jalan sepanjang koridor KLIA keluar-masuk beberapa toko disana. Tak lupa juga seraya memesan secangkir coklat panas di Starbucks. Saya benar-benar menikmatinya. Ingatan soal rasa bersalah kemarin sudah lunas rasanya.
Boarding gate sudah dibuka. Kami segera masuk pesawat dan kembali duduk bersebelahan. Tidak banyak yang kami obrolkan di pesawat. Mungkin, masing-masing dari kami sudah membayangkan berjumpa dengan orang-orang terkasih. Melepas rindu yang amat besar. Barangkali. Kami pun berpisah di arrival gate Soekarno-Hatta.
Until next time we meet, senorita
Kuala Lumpur – Jakarta, 21 November 2013.
Boarding gate sudah dibuka. Kami segera masuk pesawat dan kembali duduk bersebelahan. Tidak banyak yang kami obrolkan di pesawat. Mungkin, masing-masing dari kami sudah membayangkan berjumpa dengan orang-orang terkasih. Melepas rindu yang amat besar. Barangkali. Kami pun berpisah di arrival gate Soekarno-Hatta.
Until next time we meet, senorita
Kuala Lumpur – Jakarta, 21 November 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar