Selasa, 02 September 2025

Kisah Komikus Legendaris Dunia

Sumber gambar: Koleksi Pribadi

Awalnya, saya merasa harus ada sesuatu yang spesial tentang buku ini. Menagapa? Jarang sekali penulis Indonesia menulis tentang komik, baik mengenai profil komikusnya ataupun reviu atau telaah kritis terhadap karya komik. Buku ini, IMHO, menambah khazanah dunia perkomikan di Indonesia. Saya harus akui itu karena saya merasakan sendiri kesulitan ketika mencari referensi lokal menyangkut komik dan profil pembuat komik. Ya, skripsi saya juga tentang komik!

Menyenangkan rasanya membaca daftar isi buku yang tidak hanya melulu soal komikus dari mancanegara. Penulis menyisipkan dua nama legendaris dalam dunia perkomikan Indonesia. Ada R.A. Kosasih dan Ganes TH. Keduanya tampil namun mengapa ditempatkan di halaman belakang sesudah kita membaca bagaimana kelahiran kartun Popeye The Sailorman dan meriahnya komik Mickey Mouse karya Walt Disney.

Lainnya, saya harus menyampaikan bahwa pembacaan profil dari komikus mancanegara ini rasanya sama dengan membaca halaman Wikipedia yang diterjemahkan. Saya setuju bila penulisnya menyadur kemudian menuliskan kembali hal tersebut itu sah-sah saja. Penulisnya pun sudah menyampaikan bahwa buku ini disusun dengan menggali berbagai sumber daring maupun luring.

Andai saja, penulisnya dapat memberikan daftar pustaka untuk sumber rujukannya tentu buku ini akan lebih "garang". Ditambah lagi, tidak adanya keterangan hak cipta pada gambar-gambar yang disisipkan dalam setiap judul pembahasan. Walaupun, gambar-gambar itu adalah hasil karya komikusnya sendiri namun alangkah lebih baiknya bila sumber hak ciptanya disebutkan guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari.

Anyway, apapun itu, saya turut menikmati buku ini sebagai satu karya yang turut mengisi dan memperkaya khazanah perkomikan di Indonesia. Harapannya, supaya siapapun yang ingin meneliti atau membuat telaahan mengenai komik tidak kesulitan lagi dalam mencari referensi. Semoga.

Judul        : Kisah Komikus Legendaris Dunia
Penulis     : Anton W.P.
Penerbit    : Penerbit Katta
Tahun        : 2010
Tebal        : 128 hal.
Genre        : Komik-Biografi

Ciputat, 2 September 2025
Hari Ulang Tahun Bapak. 

Rabu, 06 Agustus 2025

Hampir Sebuah Subversi

Sumber gambar: www.goodreads.com

Sejujurnya, buku ini belum pernah saya tamatkan pembacaannya. Saya tertarik karena judulnya pernah saya baca entah dimana. Saya sudah lupa. Entah itu dalam sebuah kumpulan cerpen atau novel yang pernah saya baca. Entahlah, saya benar-benar lupa.


‘Hampir Sebuah Subversi’ saya temukan dalam jejeran buku dalam rak pajangan di Tobucil, toko buku kecil yang turut mempelopori gerakan literasi lokal medio 2000-an di Bandung. Dulu, letaknya di Jalan Kyai Gede Utama No. 8. Buku ini saya dapatkan ketika Tobucil sudah pindah ke bilangan Jalan Aceh, menempati sebuah paviliun.


Cerpen yang pertama saya baca adalah ‘Hampir Sebuah Subversi’ itu sendiri, yang dijadikan judul buku. Kemudian, ‘Laki-Laki yang Kawin dengan Peri’. Mengapa? Karena kedua cerpen itulah yang pernah disitir dalam bacaan yang pernah saya baca sebelumnya. Selebihnya, saya mengalami ‘masalah’ dalam menamatkan pembacaan cerpen-cerpen lainnya. 


Saya merasa banyak hambatan dalam memulai dan memahami keseluruhan cerita. Padahal, aslinya tidak panjang-panjang amat. Cukuplah memang disebut sebagai sebuah cerita pendek yang habis dibaca sekali duduk. Namun begitu, rupanya buku ini memuat dua puluh tujuh cerita pendek, cukup panjang bukan?

Saya memulai kembali pembacaan ketika Ibu saya merapikan buku-buku yang tercecer sejak pindahan rumah ke dalam lemari yang Istri saya beli. Buku ini ditempatkan bertumpuk dengan buku-buku Emha Ainun Nadjib sehingga cukup menarik perhatian. Saya mulai membaca lagi dari cerpen “Mata Anak Turki”. Saya tidak tahu kenapa. Yang jelas, saya tidak ingin memulai pembacaan dari “Hampir Sebuah Subversi”. Saya teruskan hingga cerpen terakhir berjudul “Jangan Diperabukan”. Setelah selesai, baru mulai lagi dari cerpen pembuka ‘Kuda Itu seperti Manusia Juga’, “Ada Pencuri di Dalam Rumah’, “Laki-Laki yang Kawin dengan Peri”, Mata”, Lurah”, ‘Da’i”, dan “Persekongkolan Ahli Makrifat”.

Kesan pertama yang saya dapat adalah cara Kuntowijoyo bercerita mirip dengan tulisan-tulisan Budi Darma dalam “Orang-Orang Bloomington” dan Umar Kayam dalam “Seribu Kunang-Kunang di Manhattan”. Latar cerita yang beragam, mulai dari Amsterdam, Amerika, hingga pinggiran kota Jogja, menggambarkan betapa luasnya dinamika kehidupan manusia dengan segala pola interaksi dengan lingkungannya. Barangkali, pengalaman penulisnya ketika menimba ilmu di barat sana turut menambah dalamnya field of experience dan betapa kayanya frame of reference dari penulisnya.

Agaknya memang tidak terlalu berlebihan bila cerpen-cerpen Kuntowijoyo dalam buku ini mirip dengan buku-buku dari penulis yang telah saya sebutkan sebelumnya. Saya merasa sedikit menyesal karena kenapa tidak menamatkan buku ini sejak tahun 2011 silam. Saya jadi ingat lagi beberapa hambatan yang membuat saya tidak pernah bisa menamatkan buku ini saat itu. Entah, apa mungkin karena saya sedang getol-getolnya membaca “chic literature” yang sedang happening saat itu? Sehingga pikiran saya tidak bisa beradaptasi dengan berbagai latar kehidupan dalam cerpen-cerpen Kuntowijoyo. 

Sungguh pun demikian, hal ini turut membuka kesadaran kembali bahwa pengalaman membaca membutuhkan jam terbang juga. Saya tentunya jadi kebingungan sendiri bila harus mengingat dan kembali ke saat itu. Saya benar-benar tidak tahu apa yang terjadi dalam pikiran saya bahwa ternyata buku ini cukup sederhana dan tidak sulit untuk memahaminya.

Mungkin itulah kenapa, wahyu pertama dari Tuhan adalah perintah membaca. Bacalah. Ya. Bacalah.


Judul           : Hampir Sebuah Subversi
Penulis        : Kuntowijoyo
Penerbit      : Grasindo
Tahun         : 1999
Tebal          : 188 hal.
Genre        : Sastra Indonesia-Cerita Pendek


Cipayung, 4 Agustus 2025.
 

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...