Kamis, 30 Juni 2016

Pageviews: Sebuah Analisis Dadakan

"The first thing you need to decide when you build your blog is what you want to accomplish with it, and what it can do if successful.”
- Ron Dawson 


Kurang lebih satu bulan yang lalu, saat saya menerbitkan tulisan terakhir di blog, saya tidak pernah memperhatikan statistik pengunjung blog. Justru, yang selalu saya perhatikan adalah jumlah views pada postingan-postingan terbaru. Jumlah views akan meningkat apabila saya share ke Google+, Twitter, dan Facebook.

Siang  ini, saya melihat detail dari menu Stats di Blogger dan menemukan sesuatu yang bisa didiskursuskan. Rupanya, saya masih cukup sadar untuk menyadari ada sesuatu yang berubah di statistik blog ini. 

Beberapa bulan belakangan-saya tidak tahu kapan tepatnya- browser Chrome milik Google mendominasi share untuk Pageviews by Browsers. Padahal, sekitar bulan Maret browser Firefox masih berada dalam daftar urutan teratas. Naiknya Chrome ke puncak ini patut saya jadikan sebagai pijakan untuk membuat tulisan atau desain blog yang tidak hanya ramah untuk web browser tetapi juga untuk mobile browser. 

Mengapa? Bila dikaitkan dengan penetrasi smartphone dan juga mobile internet hal ini menjadi sangat logis. Smartphone berbasis Android menyertakan Google Chrome sebagai browser default bawaan. User tidak harus repot menambah browser sehingga memudahkan mereka untuk segera berselancar di jejaring maya. Ini baru statement pertama yang tentu akan berkaitan dengan isu selanjutnya.

Melihat Pageviews by Operating Systems, saya juga mencermati ada yang berubah dimana Android kini mulai mendominasi. Melalui statistik sederhana ini juga saya dapat menarik simpulan sementara bahwa perilaku pengguna internet dalam pencarian informasi telah berubah. Disadari atau tidak, statistik blog saya sudah mengatakan demikian.

Penetrasi smartphone berbasis Android turut memberikan contributing factor yang utama dari pergeseran yang terjadi dalam blog ini. User kini tidak lagi mengandalkan PC atau laptop untuk terhubung dengan dunia luar. Aksesibilitas yang mudah dan lebih private menjadi keunggulan smartphone. Ditambah dengan tumbuhnya pasar untuk mobile internet, kedua hal ini menjadi faktor utama dalam perubahan ini.

Lalu, implikasinya apa? Saya sudah singgung sedikit tentang perlunya membuat tulisan atau desain blog yang suitable untuk mobile devices. Selain itu, mempertimbangkan faktor eksternal, perubahan perilaku pengguna internet ini harus diimbangi dengan beberapa hal yang bisa dijabarkan dengan segenap simpulan hasil penelitian sekelas tesis atau disertasi. 

Barangkali, ada pembaca menganggap perlunya memasang iklan atau promosi pada web yang selain meningkatkan traffic juga mendatangkan sumber pundi rupiah. Ada yang mau gabung dengan saya? 


Medan Merdeka Barat, 30 Juni 2016.

PZL Wilga Papercraft


Sepintas, pesawat latih ini terlihat biasa saja. PZL Wilga yang pernah dimiliki oleh TNI-AU ini memang tergolong pesawat tua. Diproduksi pada rentang tahun 1962 hingga 2006. Pesawat ini biasa digunakan sebagai pesawat latih, parachute jumping exercise, dan glider-towing. Walaupun demikian, pesawat ini unik dan mampu menghidupkan kembali obsesi saya terhadap pesawat terbang bermesin tunggal.

Saya terkesan pada desain model kertas pesawat ini. Untuk fuselage saja, model pesawat ini punya 4 bagian yang masing-masing punya kesulitan tersendiri. Entah itu ketika merakit single part maupun line assembly. 


Bagian paling sulit dari Wilga adalah bagian main wing dan tail wing. Saya tidak mengikuti pola bentuk sayap yang digunakan dalam desain. Modifikasi pun akhirnya dilakukan dengan membuat pola airfoil untuk sayap. 

Saya juga mengalami kesulitan dengan landing gear parts. Demi membuat pesawat ini tetap bisa tegak, saya tetap menggunakan pola desain model dengan mengurangi beberapa bagian dari seharusnya. Alhasil, fixed landing gear Wilga rakitan saya tidak sama dengan Wilga yang seharusnya. Wilga buatan saya lebih mirip dengan desain Wilga versi awal dimana belum menggunakan fixed landing gear yang menekuk.


Khusus untuk bagian propeller, saya menggunakan propeller 3 bilah dari mainan pesawat berbahan styrofoam yang biasa didapatkan di warung-warung. Propeller model ini cocok dipadankan dengan Wilga yang berskala 1:40 ini. Dimensi propeller fit untuk perbandingan badan Wilga yang memang besar.


Material yang digunakan masih kertas karton eks amplop. Saya harus akui bahwa kertas karton yang mirip material kotak nasi ini memang mudah dibentuk. Karton semacam ini punya struktur yang lentur dan kuat sehingga saya sarankan untuk digunakan dalam merakit model yang membutuhkan kekuatan struktur. 

Dari sisi waktu pengerjaan, model Wilga ini membutuhkan waktu sekitar 3-4 jam. Saya sendiri menghabiskan waktu dua hari, masing-masing 2 jam untuk menyelesaikan perakitan model pesawat buatan negerinya Lewandowski ini.

Material       : Kertas Karton eks amplop
Kesulitan    : 3/5
Sumber       : www.paper-replika.com

Cipayung, 16 Juni 2016.

Rabu, 29 Juni 2016

HMCS Kingston MCDV Papercraft



Dari sekian paper model kapal laut, saya jatuh cinta dengan kapal bernomor lambung 700 ini. Sepertinya, model ini cocok sebagai Seacarrier untuk dua unit Ingram saya. HMCS Kingston ini terdiri dari 12 unit dan dioperasikan oleh Angkatan Laut Kerajaan Canada. Proyek pembangunan kapal ini sendiri dinamai Maritime Coastal Defence Vessel (MCDV) Project. Misi utama kapal kelas Kingston ini adalah surveillance area pantai dan training. 


Ada dua versi model dari unduhan MCDV ini. Simple version adalah versi model yang paling mudah dirakit dan minim aksesoris tambahan. Satu model lagi adalah complex version dengan aksesoris yang menyerupai aslinya. Seperti tiang-tiang menara, gun turrette, dan crane. Saya sendiri lebih memilih versi simple karena lebih mudah dirakit. Selain itu, aksesoris tambahan bisa dibuat belakangan.



Saya kembali menggunakan material kertas karton eks amplop UPS. Saya menghabiskan 4 lembar karton untuk bagian model kapal, ditambah satu lembar halaman pengantar bagian depan. Asumsi saya, model kapal ini resmi dirilis oleh Royal Canadian Navy sendiri.

Secara keseluruhan, saya menghabiskan waktu satu jam untuk menyelesaikan model ini. Perakitan badan kapal perlu perhatian khusus, karena apabila satu bagian fuselage tidak firm maka akan merembet ke bagian belakang. Setelah model kapal ini jadi, saya tidak lantas mengolesi bagian dasar kapal dengan lapisan anti bocor. Saya cukup sadar untuk tidak melakukan wet test pada model MCDV ini.

Material    : Kertas Karton eks amplop
Kesulitan   : 3/5
Sumber      : www.papercraftsquare.com

Cipayung, 4 Juni 2016.

Japan Coast Guard Ship Papercraft


Setelah merasa ‘PD’ dengan keberhasilan Seacraft #1: Patlabor Seacarrier, saya mulai browsing dan mengunduh beberapa model kapal laut. Dari hasil penelusuran, tibalah saya di www.papercraftsquare.com dan segera mengetik ‘ship’ di kolom pencarian. Ada beberapa model kapal yang membuat saya tertarik. 

Sebelum saya membuat model kapal-kapal itu, saya ingin mencoba membuat kapal  yang sederhana. Pilihan pertama saya jatuh pada model PLH 01 Soya, 1 dari 4 dari paket Japan Coast Guard Ship. Model ini terhitung cukup sederhana dan tambahan detail bisa dimodifikasi sesuai keinginan pemodel.


Kali ini, saya menggunakan material concorde paper 100 gsm. Memang terhitung tipis, namun ini baru model percobaan sebelum saya lanjut mengerjakan model kapal laut lainnya. Lagipula, dengan kertas yang tipis skala kapal yang sangat kecil lumayan membantu dalam membentuk lipatan-lipatan.

Well, waktu pengerjaan model ini tidak terlalu lama, sekitar 30-40 menit. Barangkali, dengan sedikit tambahan detail, waktu pengerjaan akan bertambah. Kapal berukuran jadi 24 cm x 3,3 cm ini resmi sudah jadi penghias meja kerja.

Material    : Kertas Concorde 100 gsm
Kesulitan  : 1/5
Sumber     : www.papercraftsquare.com
Cipayung, 1 Juni 2016.

Cessna 172 Seaplane Papercraft


Berawal dari kebiasaan baru untuk hunting paper model terbaru di www.papercraftsquare.com, saya menemukan model pesawat Cessna 172 Seaplane ini. Ini adalah tantangan yang baru bagi pemodel amatir macam saya. Cessna 172 ini tidak menggunakan fixed landing gear dan wheels, namun menggunakan semacam floating devices sebagai pengganti landing gear. Uniknya, paper model ini adalah hasil kreasi modeler Indonesia, Julius Perdana, aktivis www.paper-replika.com. Padahal, pesawat model floatplane ini populasinya terhitung jarang di Indonesia.


Untuk merakit model ini saya menggunakan kertas karton bekas amplop UPS (United Parcel Service). Kertas karton ini saya tidak tahu spesifikasi beratnya, namun cukup kuat dan lentur untuk membentuk fuselage pesawat. Selain itu, karton ini saya dapat dengan mudah setiap menerima paket dokumen teknis dari beberapa pabrik pesawat di luar negeri. Semangat go-green!

Saya tidak mengalami kesulitan berarti dalam melakukan cutting dan folding. Hanya saja, karena salah persepsi, bagian upper cockpit tidak sesuai dengan template. Fuselage Cessna ini saya buat terlalu langsing. Sehingga, saya harus melakukan modifikasi pada upper cockpit tempat dimana wing ikut menempel. Beruntung, dengan sedikit modifikasi saya berhasil menambah bagian krusial tersebut.


Sebagai ganti penahan sayap, saya menggunakan tusuk gigi yang diwarnai hitam. Selain itu, bagian kaki-kaki yang menempel pada floating gearss menggunakan tusuk gigi juga. Kesulitan lain yaitu menyeimbangkan berat pesawat setelah floating gears dipasang. Lem yang tidak langsung kering pun menambah masa penantian. Saya pun menambah lem serbaguna untuk memperkuat kaki-kaki dan mempercepat pengeringan. 

Untuk mengetes kekuatan kaki-kaki, saya memajang pesawat dalam posisi tergantung pada gantungan. Saya mencoba kekuatan efek gravitasi pada floating gears. Alhamdulillah. Test selama 24 jam berhasil, kaki-kaki masih menempel dan semakin kuat dengan keringnya lem. Cessna 172 Seaplane siap menjalani wet test, itu pun kalau saya tidak lupa mengolesi floating gears dengan pelapis anti bocor.

Material     : Kertas karton, lem serbaguna, gunting, cutter
Kesulitan    : 3/5
Sumber      : www.papercraftsquare.com ; www.paper-replika.com

Cipayung, 23 Juni 2016.

Ensiklopedi Novel Indonesia Modern

Courtesy: www.tokobukurahma.com

Tonggak sejarah novel dalam sastra Indonesia masih harus mendapat porsi kajian yang mendalam. Terutama untuk mengetahui novel pertama Indonesia yang diterbitkan pada zaman modern. Untuk itu, tidak mudah untuk mengetahui apakah “Layar Terkembang” karya Sutan Takdir Alisjahbana lahir lebih dulu dari “Azab dan Sengsara” tulisan Merari Siregar. Setidaknya, hal seperti inilah yang dibahas oleh para penyusun buku ini.

Buku ini berisi ringkasan dari 100 novel penting yang ditulis pada periode tahun 1920 hingga 1990. Untuk saya pribadi, kata-kata “100 novel penting” sendiri memiliki makna superlatif. Artinya, ke-100 novel tersebut memiliki nilai-nilai yang secara sastrawi memang layak dijadikan bacaan yang memang penting. Entah karena kesesuaian dengan zaman atau karena pertimbangan nilai ekstrinsik dan intrinsik. Apapun itu, kita patut bersyukur karena kita punya patokan minimal untuk menentukan apakah suatu novel layak diberi nominasi 100 novel terbaik. Kita tidak perlu banyak berdebat lagi tentang mengapa satu novel disebut sebagai novel terbaik. 

Objektivitas diuji ketika penyusun memasukkan juga daftar novel-novel yang terbit pada periode yang sama, tahun 1920-1990. Dimana terdapat sekitar 325 judul novel yang terbit. Dengan demikian, pembaca dapat melakukan satu penilaian tersendiri yang boleh jadi tidak sama dengan sudut pandang penyusun. Pembaca dapat menentukan simpulan sendiri tentang kriteria 100 novel yang terpilih.

Selain membuka mata khalayak tentang ringkasan dan ulasan 100 novel terpilih, buku ini berguna untuk pembaca yang belum sempat membaca keseluruhan isi novel. Paling tidak, buku ini membantu untuk mendapatkan gambaran menyeluruh sebelum pembaca bisa membaca buku aslinya. 

Saya sendiri menandai beberapa novel seperti Layar Terkembang, Atheis, Kemarau, Jalan Tak Ada Ujung , Anak Tanah Air, dan Di Kaki Bukit Cibalak. Dengan tujuan, membuat perbandingan antara pengalaman membaca sendiri dengan hasil kritikus sastra.

Judul      : Ringkasan dan Ulasan Novel Indonesia Modern
Penulis   : Maman S. Mahayana [et.al]
Penerbit  : Grasindo
Tahun     : 2007
Tebal      : 402 hal.
Genre     : Sastra Indonesia

Cipayung, 22 Juni 2016

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...