Jumat, 30 November 2012

Angklung: Sebuah Kritik Budaya

Heran. Katanya angklung sudah masuk ke dalam warisan dari budaya dunia. Tetapi mengapa masih sulit untuk menemukan pengejawantahan karya angklung tersebut.

Bukankah kita juga yang selalu out of mind setiap tahu kebudayaan kita akan dicaplok bangsa lain. So, saya kira wajar saja kalau kebudayaan kita selalu dicaplok orang-utamanya tetangga sendiri. Disaat negara tetangga bersedia melakukan apa saja dengan budget besar untuk mengumpulkan khazanah kebudayaan dunia, kita, bangsa Indonesia, bangsa yang mengklaim batik sebagai warisan budaya dunia, bangsa yang marah saat Reog Ponorogo dicaplok Malaysia, malah hanya bisa jadi penonton. 

Kita tidak mampu berbuat apa-apa. Bahkan, hanya untuk sekedar membuat CD berisi rekaman lagu-lagu daerah yang dimainkan dengan angklung.


Ribuan orang memainkan Angklung di halaman Gedung Sate, Bandung. Image courtesy: @thejakartapost

Maka tak heran bila nanti 10 atau 20 tahun lagi, kita harus pergi ke National Museum of Singapore hanya untuk menonton pagelaran wayang kulit, menyimak kembali film karya Usmar Ismail: Lewat Djam Malam, atau sekedar mendengar lagu Manuk Dadali yang dimainkan dengan komposisi angklung.

Sungguh sangat mengherankan bagi bangsa yang katanya punya aneka ragam kebudayaan tetapi malah sulit menemukan khazanah kebudayaan negeri sendiri.

Hari-hari ini kita terlalu sibuk dibuai mimpi. Kita terlalu sibuk untuk menyimak Sang Pahlawan yang rela blusukan demi membangun kotanya. Kita terlalu sibuk untuk memastikan koruptor-koruptor itu mendapat hukuman yang setimpal. Kita terlalu sibuk menggunjing soal artis yang itu-itu juga. Pun kita terlalu serius soal aksi buruh yang semakin mengancam pergerakan Homo Jakartensis dan harga daging sapi yang semakin menggila.

Agaknya, kita perlu juga mengoreksi atau malah mempertanyakan keindonesiaan kita ditengah himpitan arus modernitas yang menghadirkan sejuta impian artifisial. Manusia Indonesia sudah sepantasnya dewasa dan bersikap konsekuen terhadap apa yang sudah menjadi miliknya. Bukan lantas menikmati, lalu menangguk keuntungan dari komoditas budaya tersebut, hingga menjadikannya bagian dari fashion dan lifestyle semata.

Kita patut bertanya, apakah yang bisa Indonesia pamerkan dalam festival kebudayaan antar negara? Apakah kita hanya mau menampilkan batik yang itu-itu juga? Apakah kita tetap mau menyajikan tarian yang itu-itu juga? Atau kita mau menampilkan sisi keragaman budaya lainnya. Entah itu sekedar balas-membalas pantun ala Betawi, Karapan Sapi khas Madura taiyee.., atau hanya sebuah atraksi Lompat Batu ala Nias.

Indonesia pun masih menyimpan potensi budaya tulis yang amat mengakar. Sudah berapa kali penulis Indonesia mampu bersuara di ajang regional South East Asia Award? Banyak penulis negeri ini telah memubuktikan kepiawaiannya dalam merangkai suatu fenomena dalam bentuk tulisan yang dibukukan.

Jangan lantas keragaman budaya bangsa kita didominasi hegemoni budaya tertentu yang kemudian menyeragamkan identitas keindonesiaan kita. Kesusasteraan Indonesia pun masih menyimpan khazanah keindonesiaan yang erat melekat dengan keseharian kita.

Peran kebudayaan sebagai identitas eksistensial bagi Bangsa Indonesia sangatlah vital. Kita sesungguhnya mampu mewujudkan hegemoni budaya bangsa dihadapan masyarakatnya sendiri. Hanya perlu sedikit semangat. Semangat individu-individu didalamnya untuk mau berbuat dan mencari khazanah kebudayaan bangsa lain yang belum terekspos agar lantas tidak menjadi komoditas kapital semata.


Pancoran, 23 November 2012.

Minggu, 18 November 2012

Kubah

Karman, seorang tahanan politik yang dibebaskan setelah mengalami masa tahanan selama 12 tahun di Pulau Buru, harus menjalani kehidupan baru pasca kebebasannya. Betapa 12 tahun menjadi waktu yang terasa lama dalam penantiannya. Zaman telah berubah selama ia berada di pulau terasing itu. Tak pelak, Karman pun awalnya merasa tidak pantas menjadi orang yang merdeka. Suatu hal yang bertentangan dengan keinginan setiap tahanan manapun. Karman masih merasa asing bahkan dengan tempat yang ditinggalinya sejak lahir itu.


Kubah, edisi baru tahun 2012


Keraguan masih menggelayuti langkah Karman. 12 tahun lalu ia mengalami sendiri kejadian itu. Kejadian yang tidak akan pernah dilupakannya. Kejadian yang tidak akan pernah ia mau alami lagi. Sudah cukup dirinya merasakan penderitaan lahir batin. Dibuang selama 12 tahun dan meninggalkan fondasi kehidupannya yang belum tegak benar.

Karman pun mengatur langkahnya menuju satu tempat yang dikenalinya. Rumah Gono, adik iparnya. Disanalah segala kenyataan menghampirinya. Rudio, anak sulung Karman menyambut kedatangannya. Karman sadar betul bahwa Rudio kini telah memiliki seorang ayah tiri, Parta. Marni, istri Karman, meminta cerai lewat surat yang dikirimkannya pada Karman sewaktu masih menjalani masa hukuman di Pulau Buru.

Sejak itulah, cerita dimulai. Dengan runtutan lini masa yang mundur, Ahmad Tohari mengisahkan Karman sebagai korban permainan politik yang melanda bangsa ini medio 1960-an. Diceritakan bahwa Karman dijadikan martir sekaligus alat yang berperan sebagai mesin partai komunis yang berusaha untuk menguasai negeri melalui berbagai propaganda. Keadaan Karman yang mengalami beberapa kekecewaan usai penolakan atas cintanya kepada Rifah, anak Haji Bakir, pengusaha lokal yang pernah jadi induk semangnya. Karman menjadi seorang yang berbalik mengingkari Tuhan.

Ketidakpuasan yang dirasakan Karman dimanfaatkan oleh beberapa koleganya dengan alasan Karman harus tahu berterima kasih. Karman mendapatkan pekerjaan karena kawan-kawan partainya itu, Margo, Triman, serta seorang yang bergigi perak. Mereka semakin gencar mendoktrin Karman. Dengan dalih ujian, Karman dihadapkan pada menu bacaan khas kaum revolusionis Rusia. Segala bacaan tentang paham kapitalis, sosialis, dan perjuangan kelas dilahapnya.

Tiba saatnya pada geger Oktober 1965. Karman telah mendengar kabar bahwa kawan-kawan partainya telah menemui ajal masing-masing. Revolusi telah memakan anaknya sendiri. Karman pun semakin merasa bahwa giliran dia akan segera tiba. Menyadari itu, maka Karman tidak sempat berpikir lagi. Ia harus segera melarikan diri, termasuk meninggalkan Marni, istri yang sangat dicintainya bersama dengan Rudio, Tini, dan si bungsu.

Dalam pelariannya, Karman serasa diburu. Bayangan-bayangan masa lalu selalu menghantuinya. Agaknya, ia mulai merasa menyesal karena harus meninggalkan Tuhan yang dulu selalu taat disembahnya. Ia juga menyesal kenapa harus mengikuti semua yang diajarkan Margo dan Triman. Rapat-rapat itu, diskusi-diskusi itu, semua menghujam jantungnya. Suatu hari, ia bertemu dengan Kasta, pemburuh bambu yang selalu melintas sungai di sekitar Lubuk Waru, tempat persembunyian Karman. Karman seketika merasakan kembali keteduhan dalam dirinya. Ditemukannya kembali mutiara yang hilang. Namun, semua sudah terlambat. Ia kini jadi buronan yang paling dicari pihak berwajib.

Hari demi hari berlalu. Karman semakin tidak beruntung. Ia semakin sering sakit-sakitan dalam pelariannya. Tanpa Karman tahu, seseorang telah memperhatikannya selama berhari-hari. Ia pun ditangkap dalam keadaan hampir tidak sadar diri. Hari itu pun petualangan Karman berakhir. Ia tidak pernah kembali lagi ke Pegaten. Apalagi menemui Marni dan anak-anaknya tercinta.

Akhir cerita, Karman menemukan kembali kemanusiaannya. Ia memperbaiki hubungannya dengan Haji Bakir usai menikahkan Tini dengan cucu Haji Bakir. Karman telah menebus masa lalunya dengan membuatkan kubah baru bagi masjid Haji Bakir. Keterampilan yang dipelajarinya semasa dalam tahanan membantunya untuk membuat sebuah kubah baru yang nampak megah.

Catatan Seorang Kolumnis Dadakan

Kubah, edisi pertama terbitan Penerbit Pustaka Jaya

Membaca kembali karya Ahmad Tohari artinya sama dengan menelisik keindahan alam pedesaan yang asri nan rindang. Pengalaman seperti ini tidak pernah lepas dari tulisan Ahmad Tohari. Bahkan telah menjadi semacam trademark bagi masterpiece karya-karyanya yang gemilang. Nilai-nilai kehidupan dan kearifan lokal semakin hangat terasa dalam setiap rangkaian kalimat yang disusunnya.

Pengalaman seperti ini tidak jauh berbeda dengan membaca buku lainnya, yaitu Orang-Orang Proyek, Ronggeng Dukuh Paruk, Jantera Bianglala, Lintang Kemukus Dini Hari, Bekisar Merah, dan Belantik. Ahmad Tohari begitu detail dalam menceritakan latar belakang cerita. Bisa saja, hal ini didasari atas pengalaman hidup di lingkungan sekitar tempat tinggalnya

Prelude atau pembukaan cerita masih sama dengan cara Ahmad Tohari bercerita. Keindahan pemandangan pedesaan tertuang dalam kata-kata yang ditulisnya. Alur cerita pun dinamis. Maju-mundur dan mundur-maju untuk memberikan kekuatan  kesan pada jalan cerita.

Seperti Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk (termasuk Jantera Bianglala dan Lintang Kemukus Dini Hari), Ahmad Tohari menempatkan tokoh-tokohnya sebagai rakyat biasa yang termakan arus zaman. Kisah tentang orang-orang kecil yang terlalu naif dan terlalu mudah diperalat demi kepentingan propaganda belaka.

Bila pada Ronggeng Dukuh Paruk, Srtintil dan rombongan ronggeng Dukuh Paruk termakan hasutan untuk “melawan” pada keadaan yang merepresi mereka yang ternyata dimanfaatkan partai komunis sebagai alat propaganda, pada Kubah, Karman digambarkan sebagai pegawai kantor kecamatan yang “cerdas” sebagai penggerak masyarakat Desa Pegaten untuk mendukung partai komunis. Pergolakan antara kaum agamis/kaum adat dengan kaum komunis menjadi unsur utama yang muncul sebagai satu bumbu khusus.

Agaknya, tidak ada perbedaan yang mendasar antara keduanya. Sama-sama bercerita tentang masa-masa penuh penderitaan usai perang kemerdekaan dan penegakan kedaulatan republik. Kedua karya Ahmad Tohari itu masih mempunyai relevansi yang tinggi dengan keadaan saat ini. Saat kajian-kajian pada peristiwa kelam sejarah bangsa tidak lagi diselenggarakan secara sembunyi-sembunyi.

Tulisan Ahmad Tohari yang terstruktur dengan baik, membuat kedua karyanya ini seakan kehilangan suspense pada jalan dan alur cerita. Memang Ahmad Tohari bukan seorang penulis yang pandai menulis buku thriller. Tetapi, walaupun saat Kubah ditulis ia termasuk masih orang baru dalam jagad susastera neger ini, perlu dicatat bahwa kemampuannya untuk mengolah cerita, memainkan tokoh-tokoh beserta linimasanya, serta kedekatan konteks antara buah karya dengan realitas sejarah yang benar nyata terjadi, adalah suatu nilai lebih yang mampu memperbanyak perbendaharaan referensi kita soal sejarah bangsa sendiri. Sedikit saran, sila lanjut baca roman Ajip Rosidi, “Anak Tanah Air”. Sila temukan relevansi antara karya Ahmad Tohari dan Ajip Rosidi yang sama-sama bercerita pada lini masa yang sama.


Tidak heran apabila kemudian novel Kubah ini menjadi novel terbaik tahun 1981 dari Yayasan Buku Utama Kementerian P & K dan juga sudah diterbitkan dalam bahasa Jepang. Sejarah, selalu hadir dalam bentuk apa saja yang selalu bisa mengingatkan kita. Bila film G30S/PKI yang terlanjur ngetrend itu sudah tidak hits lagi, maka kini diganti dengan “The Act of Killing”. Suatu penyajian sejarah melalui sudut pandang yang berbeda. Begitulah, dinamika sejarah menghiasi sejarah perjalanan bangsa kita. Sesekali kita perlu menoleh ke belakang, tanpa pretensi untuk menyalahkan, melainkan untuk mengambil sebanyak mungkin pelajaran.

Judul         : Kubah
Penulis      : Ahmad Tohari
Penerbit     : Gramedia Pustaka Utama
Tahun        : 2012 (cet. 4, edisi baru).
Tebal          : 211 hal.
Genre         : Novel-Sejarah


Pharmindo, 18 November 2012.

Love, Wedding, Marriage

Ceritanya

Membaca judul film ini sudah terbayang lika-liku kehidupan pernikahan Ava (Mandy Moore) dan  Charlie (Kellan Lutz). Pernikahan impian telah mereka rayakan.  Harapan tentang kehidupan baru membentang dihadapan mereka. Profesi Ava sebagai Psikolog Pernikahan (marriage counsellor) membuatnya paham tentang bagaimana mewujudkan kehidupan pernikahan yang ideal. Dengan realita keseharian yang bergulat dengan segenap permasalahan kliennya, Ava merasa yakin mampu mewujudkan apa yang diimpikannya.


Sayangnya, tidak lama kemudian, isu perselingkuhan Bradley, ayah Ava (James Brolin) terbongkar. Bradley mengakuinya dihadapan Ava dan Betty, istrinya (Jane Seymour). Perselingkuhan yang Bradley sembunyikan selama 30 tahun membuat Betty merasa dibohongi. Betty pun memutuskan untuk bercerai dari Bradley. Betty merasa tidak tahan dengan kebohongan yang disimpan rapat Bradley selama 30 tahun itu.

Sebagai anak yang berbakti dan ditunjang dengan profesi sebagai “penyelamat pernikahan”, Ava berusaha semampunya untuk memberikan terapi bagi kedua orang tuanya. Sesi demi sesi dijalani sembari berharap Betty mau merubah keputusannya. Usahanya tidak menampakkan lampu hijau. Malah, keputusan Betty semakin bulat untuk tidak melanjutkan terapi sekaligus pernikahannya dengan Bradley.

Bradley yang kecewa dengan hal tersebut mencoba menutupi kekecewaannya dengan lebih mendekatkan diri pada Ava. Bradley tidak ingin kehilangan perannya sebagai ayah. Bradley akhirnya tinggal bersama Ava dan Charlie. Keadaan tidak semakin membaik. Kehadiran Bradley dalam rumah tangga mereka perlahan mulai mengganggu kehidupan pernikahan Ava. Charlie merasa tidak lagi mempunyai privasi untuk menikmati waktunya sebagai pasangan yang normal bersama Ava.


Suatu ketika, Bradley mengalami sakit dan mengharuskannya masuk ruang gawat darurat. Bradley semakin putus asa karena kehilangan harapan. Bradley merasa kehilangan hidupnya. Bradley sadar betul ia masih mencintai Betty dan berharap dirinya mau kembali bersama. Dengan keadaan Bradley, Ava pun kehilangan fokus pada rumah tangganya. Charlie semakin jenuh melihat Ava yang terlalu peduli pada urusan kedua orang tuanya, terlebih saat Bradley sakit. Charlie pun kecewa, tetapi Ava tidak sedikit pun berusaha memahami sumber rasa kecewa Charlie.

Entah karena simpati atau hanya karena rasa iba, Betty menyadari bahwa Bradley masih sangat tulus mencintainya. Beberapa kejadian di ruang perawatan itu semakin menyadarkan Betty. Ketika kenangan itu melintas lagi dalam benaknya, Betty pun luluh oleh keteguhan hati Bradley. Betty memutuskan untuk membatalkan keputusannya.

Setelah kedua orangtuanya memutuskan untuk rujuk, Ava pun menyadari kesalahannya. Ava mencoba untuk kembali ke jalan rumah tangganya bersama Charlie.

Catatan Seorang Kolumnis Dadakan

Selalu menarik untuk menyimak kehidupan pernikahan. Baik itu dalam kehidupan nyata, opera sabun, infotainment, atau film layar lebar sekalipun. Pernikahan, sebagai bagian esensial dari entitas individu memiliki jalan ceritanya masing-masing. Cinta selalu menemukan jalannya. Walau kadang terselip luka dalam balutan waktu.

Ava tergolong kedalam anak yang menginginkan keadaan ideal bagi semua di sekelilingnya. Tindakannya dalam usaha menyelamatkan pernikahan kedua orang tuanya malah jadi bumerang bagi pernikahannya sendiri bersama Charlie. Charlie merasa Ava terlalu ikut campur terlalu jauh pada urusan kedua orang tuanya. Ava terlihat seperti anak kecil yang tidak rela melihat perpisahan kedua orang tuanya. Sisi kedewasaan Ava tidak nampak dalam menghadapi masalah ini. Ava tidak terlihat sebagai perempuan dewasa yang berusaha tegar dengan keputusan yang telah diambil kedua orang tuanya.

Sebagai film yang mengangkat tema pernikahan--diluar kekakuan plot cerita, kematangan karakterisasi, dan hal teknis lainnya--film ini bisa dijadikan bahan pelajaran bagi pasangan muda yang baru menikah. Bahwa segala sesuatu ada porsi dan batasnya masing-masing. Saling menghargai sangat dibutuhkan dalam peran baru sebagai pasangan menikah. Sekalipun, kadang masih harus berhubungan dan berurusan dengan urusan orang tua. Setiap pasangan memiliki alasan masing-masing atas tindakan yang mereka lakukan. Maka, sudah seharusnya setiap pasangan menempatkan dirinya masing-masing dalam koridor yang pantas. Tanpa harus mencampuri urusan orang lain. Pun, tidak melupakan arah jalan hidup yang akan ditempuh.

Judul        : Love, Wedding, Marriage
Sutradara  : Dermot Mulroney
Cast          : Mandy Moore, Kellan Lutz, Jane Seymour, James Brolin
Tahun        : 2011
Produksi    : Voodoo Pictures


Pharmindo, 18 November 2012.

Jumat, 16 November 2012

The Best of Celine Dion & David Foster

Setelah puas menghibur diri dengan lagu-lagu keroncong bertema perjuangan. Kemudian, ada sedikit rasa "penyesalan" karena tidak bisa nonton konser David Foster and Friends 2012, 9 November kemarin. Padahal, untuk konser tahun ini tidak lagi diselenggarakan di Pacific Place, yang notabene agak sedikit high-class, tidak cocok buat saya yang rada ngampung ini. Pun, harga tiket kelas festival dipatok sebesar Rp. 800.000,-. Termurah dari konser David Foster sebelumnya. Entah, ada hubungannya dengan venue di MEIS Ancol atau tidak. Yang jelas, saya tidak bisa nonton. Saya masih terjebak dalam pesona Kota Hujan (alibi untuk tidak menyebutkan sedang dapat tugas disana :( ). Titik. 

Rasa penasaran itu semakin menjadi ketika sedang bertugas di Balikpapan. Kala mendengar iklan dari satu stasiun radio di Balikpapan yang menyebutkan bahwa Michael Learns To Rock akan menggelar konser disana, 29 November nanti. Mereka datang ke Indonesia dalam rangka tur tiga kota. Balikpapan, Yogyakarta, dan Surabaya. Tumben mereka nggak mampir ke Jakarta, are you sure guys?

Well, here i am. Listening to the best 17 songs from Celine Dion, in collaboration with David Foster. Album ini adalah album terbaru dari Celine Dion. Album yang berisi 17 lagu terbaik hasil kerjasama Celine Dion dengan The Hitman, David Foster. Album ini dirilis di Indonesia sebagai compliment untuk konser David Foster and Friends 2012 di Jakarta.


Beberapa lagu hits dalam album ini adalah 'The Power of Love','All By Myself', 'When I Fall in Love', 'Because You Loved Me' , "To Love You More', 'I Hate You (Then I Love You)'. Ikut bernyanyi dalam album ini adalah Clive Griffin, Andrea Bocelli, Barbra Streisand, Frank Sinatra, Luciano Pavarotti, dan Elvis Presley. Termasuk Taro Hakase yang bermain violin dalam lagu 'To Love You More'.

Sejarah kolaborasi mereka berdua dimulai pada tahun 1989. David Foster, dalam cover album ini menulis:

"There are very few moments in life when you encounter pure magic moments that can never be forgotten. One of these moments happened in 1989 in a tent in Quebec, Canada. Standing before me was a lovely young girl with a singing voice that pierced your heart like a dagger. I knew, right then and there, that u was listening to one of the greatest voices of our generation, of my generation... It was the phenomenal Celine Dion.

Through the years of working together, Celine blessed me with the opportunity to work with an artist who was always so passionate and always wanting to take it to the next level. She has handled her professional and personal life with grace, dignity, and class. Any young singer should take a page out of her book and follow it to the letter. She exemplifies the perfect career."



Mengenai rekan kolaborasinya ini, Celine menulis:

"I've always said that I've been so fortunate to be surrounded by the most talented people who bring out the best in me. Without question, David is on the top of this list. He's a genius. He's passionate about his work and he's a perfectionist in a very positive way...meaning he won't settle for second-best. He knows what he wants to hear, and knows how to get the result. He's always pushed me to my limits in the studio, and I'm glad that he did. Throughout our journey, we've had a lot of fun..a lot of laughs, and he's been a big supporter of my career, whether it's producing or writing songs, or introducing me to so many great artists along the way."


Dengan demikian, album ini bukan hanya hasil kolaborasi dan kerja bersama antara dua orang musisi semata. Album ini menjadi semacam tonggak penanda bagi kesuksesan kolaborasi Celine Dion dan David Foster, yang tertuang dalam lagu-lagu didalamnya. Entah itu peran David Foster sebagai arranger, produser, atau pencipta lagu. Celine Dion telah menggoreskan namanya dalam Hall of Fame David Foster. Maksudnya, penyanyi yang menggenggam kesuksesan berkat binaan dari sang Midas, David Foster. Menarik untuk mengetahui kiprah kolaborasi selanjutnya dari keduanya dalam 23 tahun usia kerjasama mereka.


Album ini cocok didengarkan dalam suasana santai. Sabtu pagi atau Minggu pagi yang santai. Sambil menghirup aroma pagi dan bau tanah sisa hujan semalam. Ataupun, malam hari saat menjelang istirahat panjang. Mungkin sambil membagi kenangan bersama pasangan atau refleksi tentang keseharian yang menjenuhkan. Anyway, selamat menikmati.

Catatan Seorang Kolumnis Dadakan

Saya membayangkan kolaborasi antara Celine Dion dan David Foster ini akan terjadi juga pada Charice. You know her right? Charice, penyanyi muda bertalenta dari Filipina. Dua kali datang ke Indonesia, tahun 2010 dan 2011, Charice ikut bernyanyi bersama di panggung Pacific Place Ballroom. Charice ini sempat mengingatkan saya pada kolaborasi Yovie Widianto dengan Alika dan Angel Pieters. 

Pada beberapa konser sebelumnya di Amerika, Charice didaulat untuk menyanyikan beberapa hits yang diproduseri David Foster. Diantaranya adalah "I Will Always Love You", OST The Bodyguard yang dinyanyikan oleh Whitney Houston, dan "I Have Nothing" yang juga dinyanyikan mendiang Whitney Houston. Kesempatan untuk Charice semakin terbuka lebar kala dunia telah mengenang sosok Whitney Houston. Karakter vokal Charice pada dua lagu Whitney tersebut sudah bisa dibilang menyamai karakter vokal Whitney Houston.


Saya masih ingat pada tahun 2008, Charice berkesempatan untuk bertemu dengan penyanyi favoritnya, Celine Dion. Momen itu sempat ditayangkan pada acara Oprah. Waktu itu, Charice sepanggung bernyanyi dengan pujannya itu. Mereka bersama menyanyikan lagu "Because You Loved Me" yang khusus ditujukan Charice untuk ibunya.

Dunia tentu masih berharap bahwa akan semakin banyak talenta muda yang bersinar, dengan atau tanpa binaan seorang maestro sekalipun. Tercatat, selain Charice, David Foster pun menjadi seorang tutor bagi penyanyi muda lainnya, Jackie Evancho. Ada ciri khas tersendiri dari penyanyi yang pernah bekerjasama dengan David Foster. Selain hits mereka semakin dikenal, kualitas performance mereka juga tak lantas menurun, bahkan semakin baik.

Kembali ke album ini. Album kolaborasi ini menjadi penanda bagi kebersamaan Celine Dion dan David Foster dalam 23 tahun perjalanan karir musik mereka. Musik mereka akan terus dimainkan dan dikenang. Atas nama cinta, kebersamaan, dan kebahagiaan. That's how music should make you feel.

Album's Tracklist:

01. The Power Of Love
02. All By Myself
03. When I Fall In Love (Duet With Clive Griffin)
04. The Colour Of My Love
05. What A Wonderful World
06. Because You Loved Me
07. The Prayer (Duet With Andrea Bocelli)
08. To Love You More (Feat. Taro Hakase)
09. Tell Him (Duet With Barbra Streisand)
10. All The Way (Duet With Frank Sinatra)
11. I Surrender
12. The First Time Ever I Saw Your Face
13. If I Could
14. I Hate You Then I Love You (Duet With Luciano Pavarotti)
15. The Power Of The Dream
16. If I Can Dream (Duet With Elvis Presley)
17. (You Make Me Feel Like) A Natural Woman

Artists          : Celine Dion and David Foster
Album Title   : The Best of Celine Dion and David Foster
Publisher      : Sony Music Entertainment (Canada) Inc.
Year             : 2012


Pharmindo, 16 November 2012.

The Chronicles of Bankir Sesa(a)t: Dibenci Bos, Dimaki Nasabah

Catatan Seorang Kolumnis Dadakan

Selalu menyenangkan untuk mengetahui kisah hidup orang lain. Apalagi bila didalamnya terselip semacam duka dalam suka. Begitulah, @ichanx a.k.a Muhammad Ihsan menjalani kehidupan sehari-hari pasca penempatan pekerjaan di Tarakan. Sebuah pulau di bagian utara Kalimantan, tempat dimana Jepang pertama kali mendarat di Indonesia tahun 1942. Apakah ada hubungan diantara keduanya?



Banyak tawa dalam buku ini namun tidak sedikit pula catatan yang bisa dijadikan sebagai bahan renungan. Cerita-cerita khas pekerja kantoran menjadi bumbu segar yang menjadikan buku ini worth reading bagi kita yang sudah bosan dengan rutinitas pekerjaan yang begitu-begitu saja.

Baca saja kelakuan @ichanx yang "kabur" pada saat jam kerja dengan alasan melakukan pengecekan mesin ATM, untuk kemudian bersantai-santai. Simak pula penuturan @ichanx soal foto dirinya yang menghiasi kolom harian media cetak lokal. Belum lagi, kelakuan yang tak lazim bagi nasabah pemegang kartu. @ichanz sengaja menamai dirinya di kartu itu dengan julukan maha dahsyat. Penasaran? Sila baca sendiri. Temukan juga alasan dibalik kebodohan dan kesenangan dari @ichanx si Bankir Sesa(at) ini sehingga dibenci bos dan dimaki nasabah

At last, bagian paling menyentuh dari semua tulisan yang sempat mampir dulu di blog @ichanx sebelum dibukukan ini adalah cerita perpisahan ketika @ichanx memutuskan untuk berhenti kerja. Saya bisa bayangkan bagaimana suasana haru di kantor @ichanx saat itu. *been there also* Pengalaman seperti itu menunjukkan betapa berharganya sebuah hubungan baik. Tanpa ada hubungan yang baik tak akan ada perpisahan yang mengharu biru. *mulai lebay*.


Judul        : Bankir Sesa(a)t: Dibenci Bos, Dimaki Nasabah
Penulis      : Ichanx
Penerbit    : GagasMedia
Tahun       : 2008
Tebal        : 192 hal.
Genre        : Memoar

Ciomas-Paninggilan, 11 November 2012.

Selasa, 13 November 2012

Hari Pahlawan

Apa yang tersisa pada satu hari dimana kebanyakan orang menamakannya dengan sebutan "Hari Pahlawan"? Masih ingatkah mereka pada seruan Bung Tomo, "Lebih baik kita hantjur leboer daripada tidak merdeka. Sembojan kita tetap: MERDEKA atau MATI"?

Personally, Hari Pahlawan bagi saya adalah saat dimana setidaknya sekali dalam setahun kita dibuat untuk mengenang jasa para pahlawan. Kurang lebih begitu sejauh pemahaman saya dari pelajaran Sejarah waktu sekolah dulu. 

Sedari dulu, tidak pernah ada ungkapan protes atau sekedar pertanyaan iseng, kenapa Hari Pahlawan harus jatuh setiap tanggal 10 November? Kenapa tidak dirayakan setiap tanggal 24 Maret, hari Bandung dibumihanguskan? Kenapa pula harus Surabaya yang menjadi saksi bagi segenap darah yang tumpah demi Ibu Pertiwi?

Barangkali, semua itu tidak perlu jadi pertanyaan. Biarlah tetap begitu. Suatu saat, mungkin kau akan merasakan hal yang sama saat cucumu menanyakannya. Kelak, kau pun sadar bahwa sejarah adalah kisah yang berulang.




Saya merayakan Hari Pahlawan tahun ini dengan sedikit selebrasi sederhana. Mendengarkan lagu keroncong bertema "Perjuangan" bukanlah hal yang membosankan. Terlebih, suasana perjuangan yang dikisahkan dari 14 lagu dalam album keroncong ini bervariasi. Tidak melulu soal perjuangan atas nama kemerdekaan. 




Ada nuansa cinta, antara kekasih yang pergi berjuang, hingga rasa cinta air yang mendalam. Semua terangkai jadi satu jalinan nada gemilang. Penuh peluh rindu, menyentuh harmoni rasa, Indonesia merdeka.


Sapu Tangan dari Bandung Selatan

Sapu tangan sutra putih,
dihiasi bunga warna

Sumbang kasih jaya sakti,
di selatan Bandung raya

Diiringi kata nan merdu mesra,
Terimn kasih dik janganlah lupa

Air mataku berlinang,
saputangannya kusimpan

Ujung jarinya kucium
serta doa kuucapkan

Selamat Jalan selamat berjuang

Bandung selatan
Jangan di lupakan


Bogor, 9 November 2012.

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...