Jumat, 30 September 2016

Belajar Membaca Weather Information






I'm looking for a complication...
Looking cause I'm tired of trying...
Make my way back home when I learn to fly high...
Foo Fighters - Learn to Fly (1999)


Ada alasan kenapa saya perlu menulis catatan ini disini, dalam blog yang searchable dan customizable. Selain mudah-mudahan bisa bermanfaat bagi orang lain, catatan ini juga sebagai penanda atas segenap ketidakbisaan saya. 

Personally, reading and defining weather report is my biggest weak (and problem). Saya hanya menghadiri kelas selama 1 hari saja dari jadwal yang seharusnya 4 hari, khusus untuk subject Meteorology dalam Ground Class FOO. Bukan disengaja, namun kelahiran Aldebaran mengharuskan semuanya jadi demikian. Saya bersyukur bahwa Aldebaran dan Ibunya sehat dan selamat.

Back to the topic, membaca laporan cuaca berupa raw data dalam format penulisan METAR dan TAFOR memang butuh penafsiran dan cara membaca yang khusus. Beruntung, seorang kawan menyarankan saya untuk belajar lewat buku tipis terbitan dari FAA (Federal Aviation Administration). Buku berjudul "General Aviation Pilot's Guide to Preflight Weather Planning. Weather Self-Briefings, and Weather Decision Making" ini tebalnya hanya 35 halaman. Terhitung tipis namun pendekatan yang digunakan untuk menganalisis laporan cuaca straight-in into subject.

Pemahaman yang baik tentang fenomena cuaca tentunya berpengaruh sebagai upaya mitigasi dalam menanggulangi hazard, khusus untuk hal ini adalah natural hazard berupa weather. Pilot dan FOO/Dispatcher pun mampu belajar untuk mengukur resiko penerbangan dari analisa fenomena cuaca. Karena memang buku ini diterbitkan sebagai advisory bagi masyarakat penerbangan di Amerika Serikat, tentu pengetahuan tambahan tentang operasi penerbangan General Aviation disana turut membantu pembaca dalam merencanakan perjalanan penerbangan yang aman dan selamat.

Buku tipis ini memberi pemahaman yang lebih mudah dimengerti lewat pembagian fenomena cuaca dengan tabel bantu. Tidak hanya itu saja, walaupun buku ini intended to General Aviation which is in Indonesia ditafsirkan sebagai penerbangan pesawat kecil (charter, perintis, atau non-komersial); pelajaran mengenai briefing dan planning dapat diterapkan juga pada praktik operasional harian dari penerbangan komersial berjadwal dan tidak berjadwal sekalipun. Learn and get the substances.
 
Jika pembaca berminat, publikasi terbitan FAA tersebut bisa didapatkan dari link berikut: GA Weather

Selamat belajar.
 
 
Cipayung, 29 September 2016.

Slowmotion: Third Eye Blind

Mrs. Jones taught me English, but i think i just shot her son...

 

Sejak menjadi fans dari Third Eye Blind gara-gara album 'Blue', ada semacam pertanyaan mengapa pada album ini hanya pada lagu 'Slowmotion' yang tidak diberi lirik. Hal ini menggiring saya ke warnet untuk segera menemukan liriknya. 

Memang liriknya banyak berseliweran di laman penyedia lirik. Waktu itu (2001) saya tidak begitu paham dengan liriknya. Namun, satu atau dua clue dari lirik itu sudah membuat saya mengambil kesimpulan bahwa alasan tidak adanya lirik pada cover kaset yang diedarkan di Indonesia adalah karena explicit content.

Lain halnya dengan ketika saya mengunduh (bajakan, tentunya) copy dari album yang sama namun ripped from US market CD. Kalau pada kaset edisi Indonesia, hanya tidak ada liriknya saja, pada versi digitalnya justru hanya ada instrument saja. Tidak ada lengking vokal Stephen Jenkins. Saya sungguh kecewa karena 'Slowmotion' memang easy listening. Dengan atau tanpa menghiraukan maksud dari liriknya.
 
Belakangan, saya masih penasaran dengan seperti apa video klip dari lagu ini. Thanks God, they have their own channel on Youtube. Pada laman tersebut, Stephen Jenkins dengan gagah membawakan lagu ini hanya bersenjatakan gitar elektrik dihadapan fans fanatik 3EB. Terlihat sekali bagaimana para fans ikut menyanyi bersama dan semakin membuat lagu ini menjadi soulful.
 
Saya masih belum tahu alasan dibalik perbedaan antara pasar Indonesia dengan Amerika sana. Apakah dengan alasan explicit content tadi 3EB urung atau dilarang untuk memainkan lagu ini. Atau malah pasar musik di Indonesia ini diasumsikan sebagai pasar yang "nrimo". Tentunya, kedua hal ini masih hipotesis sementara yang masih terbuka dan hanya bisa dibantah oleh penelitian yang intens dan mendalam.

Cipayung, 26 September 2016.

Battle of Los Angeles

Captured and reproduced from www.imdb.com
Agak sulit dimengerti mengapa bumi selalu menjadi incaran makhluk luar angkasa. Khusus untuk film ini, saya memberi catatan bahwa spaceship yang digunakan invader adalah spaceship a la Transformers 4. Entah kebetulan atau tidak, yang jelas kedua spaceship ini mirip. Bedanya, di film ini tidak diperlihatkan bagaimana jeroan, tidak seperti TF4 yang menampilkan aksi heroik penyelamatan Optimus Prime. 

US Marine Corps kembali menjadi fokus dari cerita film ini ketika mereka terlibat misi untuk mengevakuasi warga sipil dari serangan invader yang sudah menguasai daratan Amerika lewat Santa Monica di Los Angeles. Saya memberi perhatian khusus bahwa sekitar lebih dari 70% film ini berisi rentetan suara senjata dan dentuman ledakan bom. Penikmat film action/perang pasti menikmati suasana semacam ini.

Petuah berharga dari film ini adalah kebersamaan, keberanian, dan percaya (trust). Saya mengamati bahwa hampir tidak ada evakuasi yang gagal dilaksanakan. Saya mengharapkan sebuah kejutan macam di film Rambo (entah yang keberapa), ketika John Rambo tidak jadi dievakuasi dari daerah yang dikuasai Vietkong usai membebaskan seorang tahanan. 

Film yang dirilis tahun 2011 ini adalah tipikal film U.S.A. Patriotisme, adalah jargon utamanya. Barangkali, memang ada hubungannya dengan propagandanya sebagai global peacemaker or peacekeeper. Memang tidak terhitung sudah berapa film yang mengisahkan pertempuran tentara AS. Entah itu melawan tentara betulan yang berwujud manusia atau karakter fiksional, semacam alien atau malah meteorit. I dont know, but they seem against everything that threat their interest.

Judul          : Battle Los Angeles
Sutradara   : Jonathan Liebesman
Pemain      : Aaron Eckhart, Michelle Rodriguez, Bridget Moynahan, Neyo
Produksi    : Columbia Pictures
Tahun        : 2011
Genre        : Action

Cipayung, 25 September 2016.

Ah Boys to Men

Courtesy: www.newnation.sg
Tidak banyak film oriental yang saya tonton selepas masa-masa paling menyenangkan tahun 90-an. Kalaupun ada, itu hanya film-film karya Stephen Chow yang sering diputar ulang di televisi swasta nasional. Film buatan Singapura ini saya tonton secara tidak sengaja juga ketika mencari channel tontonan dari sebuah provider televisi berbayar.
 
Saya mulai menonton ketika masuk adegan balas dendam dari sekelompok rekrutan National Service (NS). Scene menampilkan anak-anak rekrutan NS melempari target mereka dengan kotoran. Kejadian itu juga mengundang serangan balasan. Sebagai konsekuensinya, mereka dihukum dengan tidak boleh keluar dari barak selama beberapa waktu. Mulai dari sini, ketegangan dan moral film mulai terasa. Nilai-nilai kedisiplinan militer dan kesetiakawanan menjadi hal utama yang mengisi scene-scene selanjutnya.
 
Film yang berlokasi shooting di Pulau Tekong ini menampilkan nasionalisme sebagai isu utama. Untuk saya, hal ini sangat menggelitik. Apakah benar bahwa kaum muda Singapura sudah kehilangan rasa nasionalismenya? Ada satu quote menarik ketika para NS dikumpulkan dan surat untuk mereka dibuang. Si Sersan Pelatih bilang: "Rasa kehilangan kalian untuk surat-surat itu tidak sebanding dengan rasa kehilangan orang tua, kakak, adik, dan teman jika Singapura benar-benar diserang."
 
Terus terang, saya terenyuh usai menonton film ini. Bagaimanapun, rasa nasionalisme itu harus dibangkitkan kembali. Agar Bangsa Indonesia kembali menjadi bangsa yang mampu berdiri di kaki sendiri. Juga generasi mudanya tidak lantas menjadi generasi tempe.

Cipayung, 24 September 2016.

Kamis, 29 September 2016

The Couch Trip

Courtesy: www.imdb.com
 
Film ini tidak sengaja saya tonton sembari menunggu jemputan ke rapat suatu forum di Bandung. Tadinya, saya pikir film ini hanya sebuah film drama biasa. Ternyata saya salah. The Couch Trip adalah sebuah film komedi yang agak serius. 

Sebenarnya tidak ada yang spesial dalam film ini kecuali judulnya yang mengingatkan saya pada sebuah event casting, "Casting Couch". Kalau anda penasaran, sila kunjungi laman Youtube untuk lebih jelasnya.

Film ini benar-benar menghibur, literally. Seorang pasien Rumah Sakit Jiwa berhasil melarikan diri. Tentu dengan cara yang luar biasa. John W. Burns (Dan Aykroyd) mengaku dirinya sebagai Dokter Lawrence Baird, seorang psikiratris terkenal, ketika diminta untuk menggantikan dr. Maitlin. Talkshow radio yang diasuh John alias Dokter Lawrence palsu berhasil menjadi hits dan semakin banyak pasien yang terbantu lewat acara itu. 

Masalah mulai memuncak ketika dr. Maitlin bertemu dengan the real Dokter Lawrence dalam sebuah konferensi di London. Bukan hanya itu saja, John yang sudah bersiap untuk kembali pulang terhambat oleh kelakuan Harvey, yang mengenalinya sebagai seorang narapidana. 

Untuk penikmat film komedi lawas terutama tahun 80-an, film ini cukup merepresentasikan zamannya. Komedi yang tipikal dengan latar 80-an ini menembus jajaran box office selama masa tayangnya. Dengan estimated budget mencapai 19 juta dolar, rasanya begitu sayang ketika film ini hanya menghasilkan gross income 11 juta dolar.

Anyway, film yang dirilis tahun 1988 dengan runtime selama 97 menit ini cukup menghibur untuk ukuran sebuah film komedi. Walaupun terasa biasa saja, film akting Dan Aykroyd dengan gaya satirisnya berhasil membuat satu pengecualian.

Judul           : The Couch Trip
Sutradara    : Michael Ritchie
Pemain        : Dan Aykroyd, Walter Matthau, Charles Grodin, Donna Dixon
Produksi      : MGM
Tahun          : 1988
Genre          : Komedi


Cipayung, 25 September 2016.

Selasa, 27 September 2016

Tanya Jawab Tumbuh Kembang Batita

Courtesy: www.kmediabookstore.com

Usia 1-3 tahun adalah masa keemasan ketika seorang anak mengalami proses tumbuh-kembang yang sangat pesat. Berbagai tingkat kepandaian fisik dan psikologis dicapai dalam kurun waktu tersebut. Selama rentang waktu tersebut, orang tua disarankan untuk mendampingi anak, guna mengamati perkembangan si buah hati. 

Para orang tua pun kerap bertanya mengenai kondisi-kondisi ideal terhadap perkembangan si buah hatinya. Buku ini merangkum 100 pertanyaan tersebut, mungkin tidak semua tetapi jawaban-jawaban buku bermodel FAQ (Frequently Asked Question) ini bersumber dari seorang pakar dibidangnya.

Meskipun sudah seringkali dinyatakan bahwa kecepatan perkembangan dan pertumbuhan setiap anak berbeda secara individual, ada yang rata-rata atau normal, ada yang lebih cepat, ada pula yang lebih lambat, para orang tua kerap dicemaskan dengan keterlambatan atau ketidaksamaan perkembangan buah hatinya. 

Memang ada baiknya untuk para orang tua agar mengetahui tahap-tahap perkembangan normal anak yang berlaku secara umum. Dengan patokan normal ini, para orang tua diharapkan mampu menilai seberapa jauh perkembangan buah hatinya. Lebih cepat atau lebih lambat dibandingkan anak seusianya.

Petunjuk-petunjuk dalam buku ini membantu memberikan saya wawasan yang cukup sebagai indikator pertumbuhan anak. Tentu saja, kita tidak perlu untuk memaksakan sesuatu yang belum mampu dicapai anak. Buku ini berfungsi sebagai alat deteksi dini apabila ada suatu kecenderungan pada anak, tentunya menurut hasil pengamatan orang tuanya. Dilengkapi dengan berbagai tips seputar tumbuh kembang anak, rasanya buku ini tidak boleh dilewatkan begitu saja.

Judul        : Tanya Jawab Tumbuh Kembang Batita
Penulis     : Mayke S. Tedjasaputra
Penerbit    : Penerbit Erlangga
Tahun       : 2012
Tebal        : 118 hal.
Genre        : Keluarga-Pengasuhan Anak

Cipayung, 27 Agustus 2016.

Danarto Naik Haji + Umrah

Courtesy: www.goodreads.com
 
Ada dua alasan mengapa saya memilih buku ini untuk dibaca hingga selesai.

Yang pertama, Danarto. Seorang seniman yang saya lebih dulu kenal melalui karya-karya gambarnya. Termasuk, gambar sampul buku "Kitab Omong Kosong" dari Seno Gumira Ajidarma pada edisi terbitan Bentang Pustaka. Menarik sekali untuk membaca tulisan dari Pak Haji Danarto, apalagi selama ini beliau hanya terbayangkan sebagai perupa gambar.

Alasan lain, "Menoreh Janji di Tanah Suci" sebuah memoar perjalanan ke Tanah Suci dari Pipiet Senja. Sebuah catatan personal yang melankolis antara hamba dan Sang Pencipta. Saya bermaksud membandingkan saja kedua buku ini dari sisi pengalaman personal penulisnya.

Tadinya, saya berharap bahwa ada buku lain yang berjudul 'Orang Madura Naik Haji', namun karena belum ditemukan maka tidak apa-apa orang Jawa dulu saja pikir saya. Danarto berhasil menuliskan karakter yang melekat pada orang Jawa dalam konteks peribadahan kepada Tuhan dan segenap sisi religiusnya. Saya juga menemukan banyak quote dan perumpamaan yang bagus, yang memang dilontarkan oleh Pak Haji Danarto dalam perjalanannya menuju Baitullah di Tanah Haram sana. Misalnya saja tentang mengapa para Haji dan Hajjah dilarang untuk memotong rambut, hingga mengeluarkan darah dan hanya memakai baju ihram saja, karena sejatinya kita ini milik Allah SWT dengan segala apa yang melekat dan akan kembali kepada Allah SWT jua.

Selain mengupas keseharian peribadahan haji musim 1983, saya juga menemukan bahwa pelaksanaak ibadah haji yang selalu dikoordinir oleh negara itu pada tahun tersebut memang dalam tahap-tahap tidak menyenangkan. Betapa dengan mudahnya pemimpin rombongan memungut uang pengganti biaya-biaya tak nampak dari para jamaahnya, ketersediaan toilet dan kakus yang sangat tidak mencukupi, fasilitas yang jauh dari kata cukup, hingga terbengkalainya kota Mina dengan segala hal yang tidak menyenangkan.

Untuk alasan non-teknis, buku ini memiliki banyak 'cacat minor' yaitu penggalan kutipan ayat suci Al-Qur'an yang banyak mengandung kesalahan tipografi. Saya tidak tahu apakah hal ini luput dari proses editing oleh editor namun yang tampak jelas bagi saya adalah kesalahan pembacaan OCR (Optical Character Recognizition) yang mengakibatkan typographical error semacam itu. Kesannya, buku ini hanya direpro dari buku cetakan lamanya dan itu sangat 'fatal' untuk buku karya penulis sekelas Pak Haji Danarto.

Beruntung, Pak Haji Danarto dengan latar belakang seninya mampu mengolah pengalamannya sedemikian rupa hingga kita tidak perlu merasa begitu jijik dengan keadaan kota Mina. Pak Haji juga piawai memikat pembaca dengan perbandingan yang dibuatnya sendiri ketika mengikuti umrah yang 'dibayarin' dengan umrah yang memang 'diniatin'.

Perjalanan menuju Tuhan adalah perjalanan sunyi setiap jiwa. Pak Haji Danarto telah mencapai Tuhannya disana dengan segenap rasa abdi yang teguh. Andai pun Pak Haji Danarto bukan orang Jawa, saya yakin beliau akan tetap menuliskan pengalamannya di negeri para nabi sana.

Judul        : Orang Jawa Naik Haji + Umrah
Penulis      : Danarto
Penerbit    : Diva Press
Tahun        : 2016
Tebal        : 184 hal.
Genre        : Agama Islam-Ibadah Haji

Cipayung, 23 September 2016.

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...