Jumat, 31 Desember 2021

Selasa, 30 November 2021

6 Tahun

 Aldebaran sayang,

Genap enam tahun usiamu kini. Engkau semakin beranjak dari masa kanak-kanak. Rasanya, Bapak terlalu lambat untuk menyadarinya. Sebentar lagi umurmu tujuh tahun. Sudah boleh 'dipukul' untuk mengingatkan sholat wajib.

Tapi ah, rasanya Bapakmu tidak tega kalau bukan karena kewajiban. Cita-cita kami ingin seperti Nabi Ibrahim dan Ismail putranya. Bapak sadar, Bapak bukan Nabi yang bisa sempurna. Mungkin ada banyak cara yang lain supaya Alde tetap patuh pada kewajiban.

Hari-hari ini Alde sudah semakin banyak ingin tahu. Entah itu lokasi negara, bahasanya, makanannya, dan segala yang ingin kau tahu. Teruskanlah Nak, semoga rasa ingin tahumu kelak membawamu pada sesuatu yang berarti untuk hidupmu.

Aldebaran,

Bapak harap kita bisa jadi teman. Teman main atau pun teman ngobrol. Engkau semakin tumbuh, dan dahagamu harus bisa Bapak penuhi. Engkau lelaki kelak sendiri, kata Iwan Fals.

Sehat selalu dan panjang umur, Nak. Peluk hangat dari ujung malam nan sunyi.



Cipayung, 6 November 2021

Senin, 22 November 2021

Kelakar a la Madura

Sumber gambar: www.goodreads.com
 
Agaknya, buku ini bisa menjadi pembuktian tentang mengapa Tuhan menciptakan Pulau Madura ketika sedang berkelakar. Disarikan dari guyonan-guyonan Cak Nun tentang per-Madura-an ketika sedang mengisi forum-forum Maiyahan di seantero jagat Nusantara.

Membaca buku ini secara langsung tanpa pernah mengetahui guyonan yang mana dan disampaikan pada forum yang mana, memang bisa jadi mengasyikkan. Seterbitnya buku ini, saya merasa bahwa ada satu hal yang hilang, missing link diantara ketiganya: buku ini, guyonan Maiyahan, dan buku lama Cak Nun berjudul "Folklore Madura".

Saya menyarankan agar setiap penikmat guyonan Cak Nun turut membaca juga buku lama terbitan Progress tersebut. Mudah-mudahan dengan cara tersebut didapati benang merah kenapa Madura bisa jadi sangat spesial dihadapan Cak Nun dan Allah SWT.

 

Judul           : Urusan Laut Jangan Dibawa ke Darat: Jiwamu Butuh Berkelakar
Penulis        : Emha Ainun Nadjib
Penerbit       : Narasi
Tahun          : 2018
Tebal           : 141 hal.
Genre          : Sosial-Budaya-Kehidupan-Kebudayaan

Cengkareng, 22 November 2021

Rabu, 17 November 2021

Rumah Mice, Rumah Kita Juga!

Sumber gambar: Mice Cartoon Official Facebook

Menyenangkan sekali rasanya dapat membaca kembali komik dari Mice. Terlepas dari judul ataupun subjeknya. Komik yang habis dibaca sekali duduk ini menampilkan sisi lain dari komik Mice lainnya yang saya punya dan pernah baca sebelumnya. Dalam posisi saya yang kini sama seperti Mice-berkeluarga K2, membaca komik ini memberikan perasaan "heartwarming". Adalah keseharian keluarga yang tentunya kebanyakan sudah kami rasakan di rumah kami yang mungil (dan tepat di Tangsel juga :)))) ).

Segala macam perasaan bercampur aduk kala Mice menyuguhkan komik strip dengan kejadian yang pernah saya alami. Sangat dekat rasanya, sehingga saya sering teringat kembali pada perasaan kala mengalah untuk menuruti keinginan putri kecil saya. Kadang, kalau diingat kembali jadi sering membuat saya nyengir sendiri.

Anyway, sebelum dibukukan komik ini tadinya pernah rutin terbit untuk Ciayo Comics. Alangkah tertinggalnya saya karena saya hampir kehilangan jejak karya dari Mice Misrad sebelum menemukan komik ini. 

Dilabeli Parenthood dan Semua Umur, tidak salah bila komik ini ditujukan untuk seluruh anggota keluarga. Plus, anak-anak pun dapat membaca komik ini karena tidak ada konten berbahaya atau explicit content (macam sampul album Slipknot dkk :D). Sedikit catatan, ada hal yang dapat jadi pertimbangan tentang bagaimana cara Mice Misrad menyikapi anak-anaknya dalam menggunakan Youtube. Kita memang tidak bisa menghindarinya, tetapi kita sebagai orang tua dapat mengaturnya.

Saya setuju bila Mice Misrad kembali membuat komik lanjutan dari volume 1 ini. Ataupun, menerbitkan komik baru dengan tema yang sama. Sometimes, we need a heartwarming stories to keep our heart warm.

 

Judul           : Rumah Mice: Home is Where Our Story Begins Vol. 1
Penulis        : Muhammad 'Mice' Misrad
Penerbit       : m&c
Tahun          : 2019
Tebal           : 80 hal.
Genre          : Komik-Keluarga

CGK, 17 November 2021.

Jumat, 12 November 2021

Belum Ada Judul (yang kesekian kalinya)

Aku tidak akan pernah lupa bagaimana caranya engkau hadir dalam mimpiku.

Bahkan, kini engkau mampu hadir dihadapanku.

Aku tidak akan pernah lupa bagaimana rasanya.

Aku tidak akan pernah lupa!

Aku benci perasaan itu! 

(Aku benci...)


Benda, 12 November 2021.

Senin, 01 November 2021

Dari Pojok Sejarah: Sebuah Catatan

Sumber gambar: www.goodreads.com

 
Awalnya, saya dibuat penasaran dengan buku-buku lama dari Emha. Salah satunya termasuk buku ini. Dari judulnya saja, rasanya sudah sangat serius. Apakah yang dimaksud dengan "pojok sejarah" itu? Memangnya ada yang tercecer atau atau tersisa dari "pojok sejarah"? Kalaupun betul begitu, "pojok sejarah"mana? Sejarah pra-kolonialisasi atau pasca-modernisme?
 
Agaknya, semua teka-teki dalam benak saya roboh seketika ketika buku ini benar-benar diterbitkan kembali. Buku berhalaman lebih dari 500 lembar ini memang membutuhkan stamina pembacaan yang prima. Buat saya, ini jadi satu pengalaman yang baru karena buku Emha inilah yang paling banyak halamannya yang pernah saya tamatkan.
 
Ada satu jurus yang saya lakukan sebelum dan selama pembacaan buku ini. Saya 'mengosongkan' diri saya dari segala asumsi dan pretensi sehingga saya bisa menerima dan mencerna isi buku ini bulat-bulat. Saya jadi tidak terpengaruh pertanyaan-pertanyaan saya sebelumnya diatas. Ditambah lagi, semua tulisan Cak Nun disini dibuat dengan gaya bahasa surat-menyurat. Tujuan utamanya adalah adiknya sendiri, Cak Dil.
 
Ini adalah suatu kenikmatan tersendiri karena dengan begitu menurut saya penulisnya akan mampu lepas dari jeratan formal penulisan esai atau artikel. Emha bisa bercerita apa saja tentang Eropa dan negeri asalnya sendiri dengan luwes. Mengingatkan saya pada buku "Surat dari Palmerah" karya Seno Gumira Ajidarma. Bedanya, seperti sudah saya catat sebelumnya: lebih tebal.
 
Banyak surat menarik yang menggambarkan keadaan kehidupan di tahun-tahun penulisannya. Personally, keadaannya pun masih tidak banyak berubah hingga saat ini. Mungkin, yang berubah hanya nama Presiden dari negeri asalnya Emha saja. Selebihnya, saya rasa para pembaca Emha sudah sangat paham.
 
Satu yang menarik adalah saya menemukan kembali sebuah tulisan Emha yang berjudul "Hidup Itu di Hati". Saya pernah membaca tulisan ini dari sebuah laman website tidak resmi yang memuat tulisan-tulisan Emha pada tahun 2009. Nama websitenya apa saya sudah lupa. Ternyata, asal-muasal tulisan itu bermula dari pengembaraan Cak Nun ke Eropa sana dan dimuat dalam buku ini. Kesan pembacaan "Hidup Itu di Hati" pada tahun 2009 dengan 12 tahun kemudian pun masih sama. Barangkali, pada lain kesempatan, hal ini bisa jadi satu bahan tulisan sendiri.
 
Saya menamatkan pembacaan buku ini lebih dari satu tahun sejak tanggal pembelian. Ada banyak waktu terlewati begitu saja. Saya pun jadi tertawa sendiri, mengapa baru mulai intens menamatkan pembacaan pada tiga bulan terakhir ini. Semoga bukan karena alasan work from home dan mendung yang sepertinya sengaja mewakili pikiran saya.


Judul           : Dari Pojok Sejarah
Penulis        : Emha Ainun Nadjib
Penerbit       : Mizan
Tahun          : 2020
Tebal           : 508 hal.
Genre          : Sosial-Budaya-Kehidupan-Kebudayaan

Cipayung, 1 November 2021.


Sabtu, 31 Juli 2021

Surat untuk Ais

Aisyah sayangku,

Awal bulan ini engkau genap berumur 4 tahun. Usia yang sudah cukup bagi Bapak dan Ibu untuk mendaftarkanmu sekolah Taman Kanak-Kanak (TK). Mudah-mudahan,pilihan ini adalah satu dari sekian juta pilihan kami sebagai ikhtiar. Sungguh keadaan pandemi ini membuat kami kesulitan untuk memasukkanmu ke sekolah TPA atau Pengajian, agar minimal engkau bisa a-ba-ta-tsa terlebih dahulu. Namun, kami tetap yakin, engkau akan mampu melaluinya di setiap pelajaran TK-mu nantinya.

Tidak hanya itu saja, di bulan ini juga Bapak bertambah bahagia karena Masmu sudah mampu untuk bersepeda roda dua. Tak lama setelah roda bantunya dilepas, ia segera melesat berkeliling-dan jatuh. Bapak senang sekali melihat semangatnya, walau memang harga yang harus dibayar lumayan besar. Baret-baret di motor dan mobil sudah tentu harus jadi resiko yang paling utama. Tapi tak apa lah, asal bukan hatinya saja yang baret, hehehe.

Aisyah,

Bapak merasa sedikit lega setelah mendapatkan sepeda pink yang selalu kau idamkan. Walaupun tidak benar-benar baru, Bapak harap kau pun juga sama senangnya. Kami sangat bahagia melihatmu bermain sepeda bersama. Kami pun juga dulu begitu. Selalu senang bersepeda dengan teman-teman. Semoga kesenangan ini bisa terus bertahan lama.

Aisyah,

Entah, atau hanya ge-er saja, Bapak pelan-pelan sedikit paham mengapa Akung punya perlakuan yang berbeda kepad aunty-mu, ya adik Bapakmu ini. Mungkin ini cuma ge-er saja tapi kalaupun benar ya sudah tidak apa-apa karena memang kau dan Masmu ini punya kebiasaan yang berbeda.

Puji syukur, ulang tahunmu ini kini tidak kami rayakan dengan memotong kue. Kami hanya bisa menuruti keinginanmu untuk punya sepatu baru untuk sekolah. Alhamdulillah, masih ada rejeki kami untuk menyiapkan segala keperluan sekolahmu.

Nak, terakhir, Bapak pesan semoga engkau tidak lelah menuntut ilmu. Zamanmu nanti kelak berbeda tantangannya dengan zaman Bapak. Tetap kuat dan tabah.

Peluk sayang,

 

Cipayung, 2 Juli 2021.

Senin, 03 Mei 2021

Cak Nun Bertutur: Merangkum Indonesia

Sumber gambar: www.goodreads.com
Sumber gambar: www.goodreads.com
 
Dari sekian buku baru Cak Nun, baik yang diterbitkan kembali atau yang memang pure diterbitkan, saya rasa pembacaan buku ini termasuk yang paling lancar. At least, bila dibandingkan dengan progres pembacaan judul-judul buku lain Cak Nun yang baru terbit lainnya. Saya tidak tahu mengapa. Barangkali, alur penceritaan buku ini yang membuat pembacaan saya agak sedikit lebih cepat selesai.
 
Alur penuturan dalam buku ini sesuai dengan selera saya. Flashback. Menuturkan kembali cerita secara historis, alur mundur. Ini yang membuat saya agaknya merasa nyaman. Selain itu, untuk mengetahui bagaimana sesuatu berakhir, harus juga dilihat dengan bagaimana sesuatu itu dimulai.
 
Cak Nun, memulai dengan kisah sepanjang perjalanan di Dipowinatan, Dinasti, KiaiKanjeng hingga bermuara di Maiyah. Awalnya, agak sulit untuk membayangkan penuturan apa yang akan dibawakan Cak Nun sepanjang jalan sunyi hidupnya. Apakah seratus sekian halaman buku ini akan sanggup menampungnya?
 
Kenyataan yang saya dapati adalah bahwa Cak Nun mampu merangkum penggalan-penggalan kisah jalan sunyinya dalam judul-judul artikel yang serupa cerita pendek. Kisah perjalanan hidup sepanjang Menturo, Jogja, KiaiKanjeng, dan Maiyah terhampar lugas. Sebagaimana KiaiKanjeng, rasanya Cak Nun juga adalah hamba Allah yang diperjalankan. Diperjalankan sesuai dengan keinginan Allah, Tuhannya yang satu.
 
Bahwa ketika kemudian Cak Nun mampu menulis sedikit tentang keadaan Indonesia kekinian pun yang disampaikan hanya dengan satu paragraf saja. Bahwa Indonesia telah kehilangan kontinuitas sebagai bangsa, hingga pengejawantahan Bhinneka Tunggal Ika yang semakin kehilangan esensinya.
 
Saya kagum dengan pencapaian Cak Nun dalam buku ini. Hal ini semakin membuktikan bahwa Indonesia memang hanya bagian dari desanya Cak Nun. Sehingga sebesar apapun Indonesia, Cak Nun akan mampu mengampunya karena ia hanya bagian dari desanya.
 
Segala puji bagi Allah yang memperjalankan hamba-Nya di jalan sunyi.

Judul            : Mbah Nun Bertutur
Penulis        : Emha Ainun Nadjib
Penerbit       : Bentang Pustaka
Tahun          : 2021
Tebal           :  228 hal.
Genre           : Sosial-Budaya-Ketuhanan


Cengkareng, 3 Mei 2021.

Minggu, 03 Januari 2021

Goodbye, Endomondo!

Ini adalah catatan singkat saya untuk Endomondo. Lebih tepatnya mungkin jadi sebuah kesan dari pengguna.

Bila harus menulis soal Endomondo, berarti saya harus menembus jala memori kembali ke tahun 2013-an. Saya tidak tahu kapan detailnya, namun saya menggunakan aplikasi olahraga ini sejak menggunakan Blackberry. Sebagai pelari pemula saat itu, saya menginstall aplikasi ini karena Teh Ninit Yunita yang saya follow akun Twitternya. Lumayan, sebagai pencatat hasil lari keliling yang selalu berakhir di Warung Nasi Uduk.

 


Saya cenderung menikmati Endomondo berdampingan dengan aplikasi Nike Running. Walaupun, Nike Running tetap menjadi yang utama. Endomondo hanya sebagai pendukung cadangan untuk menyamakan data saja. Ada beberapa momen dimana Endomondo membuat saya kecewa. Mungkin karena saya sempat berganti-ganti device sehingga akurasinya bermasalah.

Saya agak kaget ketika membuka aplikasi ini beberapa bulan yang lalu dengan sebuah notifikasi bahwa Endomondo akan menghentikan layanannya di tanggal 31 Desember 2020. What?!!! Sekecewa apapun dengan Endomondo namun bila perpisahan itu tiba tetap saja jadi sebuah kenyataan yang tidak menyenangkan.

Endomondo cukup membuat nyaman dengan beberapa fitur seperti personal best dan records. Endomondo mencatat beberapa kemajuan yang cukup menyemangati saya. Saya masih ingat rasa senang dan bahagianya ketika mendapatkan badge Personal Best untuk lari sejauh 1 mil. Saya tidak menyangkan bahwa aplikasi ini menghitung hingga sedetail ini. Sesuatu yang belum saya rasakan di aplikasi lanjutannya: MapMyRun.

Anyway, everything must come to an end. Perubahan itu niscaya adanya. Adios, Endomondo. Please be nice, MapMyRun.


Cipayung, 3 Januari 2021


LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...