Kamis, 26 September 2013

Yovie and His Friends: Irreplaceable #TakkanTerganti

Awalnya



Beberapa bulan lalu, dalam sebuah wawancara Yovie Widianto mengatakan bahwa ia akan menggelar sebuah konser pada bulan September ini. Kontan, sejak saat itu saya terus mengikuti konser apa gerangan September nanti. Waktu penantian itu semakin terasa kala saya mendapatkan informasi bahwa tiket presale untuk konser bertajuk “Irreplaceable: Takkan Terganti” ini pada konser 27 Tahun Kahitna, Juni lalu. Belum ada informasi mengenai artis-artis lain yang akan tampil dalam konser ini. Namun, Yovie sudah merilis beberapa nama penyanyi kondang yang akan menemaninya di konser perayaan 30 tahun berkarya di kancah musik Indonesia.

Saya turut mengantri demi mendapatkan tiket presale yang dikorting 50% sembari menunggu Kahitna naik panggung. Niat untuk mendapatkan tiket Festival (kelas paling murah) pun gagal karena kuota yang sold-out, lalu saya menggantinya dengan tiket Festival 1. Saya semakin deg-degan karena antrian sudah hampir bubar. Voila, I got the ticket! Selanjutnya, tinggal menunggu tanggal bersejarah dalam hidup saya sebagai penggemar dan penikmat karya-karya Yovie Widianto.
 

Belakangan, beberapa hari sebelum konser saya dengar iklan di radio bahwa ada additional musician yang akan tampil menemani Yovie Widianto di atas panggung. Sharon Corr dan Rick Price. Nama terakhir sudah tidak asing lagi karena bersama Kahitna, Rick Price sudah pernah menggelar konser dalam tur 5 kota tahun 2012 lalu. Kehadiran Sharon Corr tentu menjadi warna tersendiri dalam konser nanti. Violis sekaligus backing vokal The Corrs ini akan mengawali penampilan perdananya di Indonesia.

Menjelang konser dimulai saya kembali dilanda perasaan cemas. Bukan apa-apa, karena alasan pekerjaan saya masih dalam perjalanan Bandung-Jakarta. Saya berharap tentu dapat tiba di venue tepat pada waktunya. Saya juga belum menukarkan e-voucher dengan tiket resmi. Sudah jelas saya akan kehilangan banyak waktu disitu. 

Satu catatan untuk panitia. Begitu tiba di loket penukaran tiket, saya terkejut karena tiket saya (Festival 1) sudah habis. Saya sangat kecewa karena panitia tidak menghitung dengan pasti jumlah tiket yang dikeluarkan pada saat presale dengan pada saat show (D-day). Saya yang sudah mau marah-marah pada petugas tiket ditawari penggantian tiket Festival dengan kelas GOLD. Seketika, kemarahan saya mereda. Saya mendapatkan tiket kategori GOLD. Artinya, saya mendapatkan tempat duduk untuk menikmati konser musisi favorit saya. Yeay! Kalau Tuhan mau kasih ganti, pasti diganti dengan yang lebih baik.

The Show #TakkanTerganti

Marcell
Memasuki ruang konser, saya diberitahu penonton di sebelah saya bahwa saya tidak terlalu terlambat karena baru dua lagu yang dimainkan. Saya baru baca di satu portal berita bahwa Mario Kahitna memulai konser dengan lagu ‘Terlalu Cinta’ yang aslinya dinyanyikan oleh Rossa dan bersama Marcell melantunkan lagu ‘Katakan Saja’.

Marcell kembali membawakan lagu ‘Peri Cintaku’ dimana terdapat lirik yang sangat mengiris hati: “Tuhan memang satu, kita yang tak sama...”. Penonton dibuat histeris dengan penampilan Marcell. Tak lama, Rio Febrian tampil dengan menyanyikan potongan lirik lagu hitsnya: “Aku takkan bertahan bila tak teryakinkan.. sesungguhnya cintaku memang hanya untukmu...” Rio Febrian tampil bersama Dikta (Yovie and Nuno) meneruskan lagu “Bukan Untukku” itu.

RAN @RANforyourlife

Belum usai kejutan itu, RAN langsung menggebrak dengan membawakan lagu “Tentang Diriku” yang langsung membuat penonton bergoyang. Tak sampai usai, lagu “Andai Dia Tahu” langsung dibuat medley dengan sisipan lirik lagu “Suratku” yang diiringi Hedy Yunus. 

Selain menawarkan komposisi musik yang berbeda dari musisi yang tampil, konser Yovie kali ini juga menghadirkan banyak tawa lewat obrolan-obrolan di panggung. Misal, celetukan Hedy Yunus soal usia saat berkelakar dengan Rio Febrian. Belum lagi guyonan-guyonan khas Mario Ginanjar. Banyak juga ‘curcol’ dari penyanyi yang tampil didaulat membawakan lagu-lagu Yovie Widianto. Betapa bahagianya seorang Yovie karena karyanya bisa diterima dan everlasting di hati pendengarnya. Penonton dibuat tidak bosan menunggu Yovie and His Friends singing his greatest songs.

Alexa kemudian tampil membawakan hits legendaris yang mengawali perjalanan karir solo Hedy Yunus, “Suratku”. Bagi Soulmate Kahitna yang terbiasa dengan nuansa mellow dari lagu aslinya pasti akan dibuat terpana dengan versi band dari Alexa.

Andien dan Raisa

Andien dan Raisa tak kalah menggebrak. Andien membawakan lagu “Kini” yang lebih dulu dipopulerkan Rossa dan direcycle oleh Marcell. Paduan nada jazzy dari keduanya menjadikan lagu ini lebih catchy. Tidak berhenti disitu, Raisa langsung menyanyikan lagu hits dari Yovie and Nuno, “Dia Milikku”. Kesan ‘pertengkaran’ dalam lagu itu dibuat nyata dengan tarikan vokal Andien dan Raisa yang punya ciri khas tersendiri. Ada kejutan dalam lagu itu dimana disisipkan petikan lirik dari hits Kahitna, “Cinta Sendiri”.

Kahitna
Kahitna, sebagai band yang turut andil dalam karir musik Yovie Widianto, melanjutkan kegembiraan dalam konser dengan membawakan “Bunga Jiwaku” dan “Tak Setampan Romeo”, hits lainnya dari Yovie and Nuno. Soulmate menyambut penampilan Kahitna dengan riuh, seakan terpuaskan oleh penampilan idolanya. Kahitna kemudian mengajak Dikta dan 5Romeo untuk bernyanyi bersama. Mereka secara medley menyanyikan “Janji Suci” (Yovie and Nuno) – “Tak Sebebas Merpati” (Kahitna) – “Cinta Abadi” (5Romeo). Disela-sela obrolan panggung, mereka juga menyanyikan sepenggal lirik dari lagu Kahitna “Menikahimu”.

Seakan menangkap gairah penonton yang semakin memuncak, Yovie mengajak penonton untuk menikmati bersama karyanya bersama Kahitna yang mengantarkan mereka meraih penghargaan internasional pertama, “Lajeungan”. Lagu berbahasa Madura ini tampil semarak karena turut dihiasi oleh koreografi dari tiga vokalis Kahitna. Lajeungan pun menutup penampilan Kahitna.

Selang berganti, Hedy Yunus masih stay di panggung dan masuk Rio Febrian untuk tampil kembali membawakan lagu hitsnya “Ku Jatuh Cinta Lagi”. Usai bernyanyi bersama, keduanya terlibat dalam perbincangan seru bersama Yovie Widianto soal dibalik penciptaan lagu itu. “Jadi yang salah siapa?” selalu terucap tanya dari Rio Febrian yang dibalas Yovie dengan memainkan petikan lagu dari “Aku, Dirimu, Dirinya”. Cinta takkan salah. “Cinta nggak pernah salah...” balas Yovie. Berturut-turut kemudian Rio Febrian dan Hedy Yunus kembali bernyanyi medley pada bagian chorus “Merenda Kasih” (Hedy Yunus), “Aku, Dirimu, Dirinya” (Kahitna), dan “Lebih Baik Darinya” (Rio Febrian).

Usai tampil, Hedy Yunus dan Rio Febrian masih terlibat dalam perbincangan seru. Topik obrolan semakin mengerucut ketika mereka menantang Yovie untuk menciptakan satu lagu dalam waktu singkat (sekitar 4 menit) dimana nada dalam lagu itu nanti dipilih oleh penonton. Tak perlu waktu lama karena Masayu Anastasia segera naik panggung untuk memilih nada dari keyboard yang dimainkan Yovie. Penonton diberi kesempatan untuk memilihkan tiga kata yang akan menjadi lirik dalam lagu itu. Terpilihlah tiga nada yaitu Do-Si-Sol dan tiga kata: janda, sakit, dan melayang. Kata ‘janda’ diperoleh dari Titi Rajo Bintang yang duduk bersebelahan bersama Titi DJ sehingga Hedy Yunus segera menangkap kata ‘janda’ itu untuk dimasukkan dalam lirik lagu. Penonton kembali diberi kesempatan untuk memilih dua dari empat penyanyi yang akan menyanyikan lagu itu. Pilihannya, Mario Ginanjar, Hedy Yunus, Marcell, dan Rio Febrian. 

Masayu Anastasia naik panggung
 
Akhirnya, Marcell dan Rio Febrian terpilih bersama Yovie Widianto untuk menciptakan lagu dadakan itu di belakang panggung. Mario Ginanjar dan Hedy Yunus sontak menyatakan kepuasannya karena mereka sudah lebih duluan pengalaman soal ikut serta dalam penciptaan lagu dadakan dalam beberapa konser sebelumnya.
Sambil menunggu lagu dadakan itu selesai, penonton dihibur dengan kolaborasi Alexa dan RAN yang membawakan hits Yovie Widianto yang populer di tahun 90-an, “Cukup Sudah” yang dinyanyikan oleh penyanyi pendatang baru saat itu, Glenn Fredly. Penampilan dua band yang berbeda warna ini memberikan kesan yang lebih baru untuk lagu hits itu.

Rio Febrian dan Marcell

Tantangan untuk mencipta lagu sekejap pun akhirnya selesai. Yovie memainkan lagu dengan apik lewat keyboard andalannya. Tiga nada yang harus ada dalam lirik pun berhasil dikombinasikan selaras dengan tiga kata.

“Melayang ku denganmu, oh sakitnya, mungkin aku dulu tak sebaik saat ini. Kini engkau sendiri, mereka bilang kau janda, namun hatiku ingin temaniku"

Duet Marcell dan Rio Febrian yang didaulat menyanyi pun mendapat sambutan hangat dari penonton. "Ya, lagu ini judulnya 'Janda Melayang’.." celetuk Hedi Yunus yang langsung disambut tawa penonton.

Angela
Penonton seakan dibuat terus terpesona oleh Yovie. Yovie Widianto yang dikenal juga sebagai penghasil penyanyi muda bertalenta seperti Alika dan Angel Pieters, kembali membawa bibit muda lainnya yaitu Angela dari Negeri Kincir Angin, negerinya Van Basten dan Ruud Gullit. Angela yang tampil anggun menyanyikan lagu “Sebatas Mimpi”. Bukan yang biasa dibawakan Hedy Yunus dalam versi Bahasa Indonesia, tetapi versi recycle campuran Bahasa Inggris dan Indonesia. Penampilan pertama Angela pun mendapatkan sambutan meriah. Di akhir lagu, Yovie menyatakan harapannya agar bisa bekerjasama lebih lanjut dengan Angela. Satu lagu penyanyi bertalenta siap mewarnai langit musik Indonesia.

Yovie dan Sharon Corr
Sharon Corr kemudian masuk panggung. Violis The Corr ini membuka penampilannya dengan memainkan “Toss The Feathers” diiringi band pengiring. Rasanya, sama ketika melihat penampilan The Corrs memainkan lagu yang sama dalam konser mereka di Landsdowne Road. Sharon melanjutkan penampilannya dengan menyanyikan lagu hits The Corrs yang sudah akrab di penikmat musik Indonesia, “So Young” dan “Radio”

Penampilan Sharon ditutup dengan duet bersama Andien membawakan lagu soundtrack dari SEA Games 2011 “Together We Will Shine (Kita Bisa)”. Sebelum turun panggung, Sharon menyatakan rasa bangganya bisa sepanggung dengan Yovie Widianto. Ia juga menyatakan bahwa ia telah merilis album singlenya dan akan kembali ke Indonesia tahun depan untuk menggelar konser tunggalnya. "Thank you, terima kasih. I'm lucky to play with you." ucap Sharon.

Duet Andien dan Sharon Corr
Usai penampilan Sharon Corr, Rick Price tampil lewat video footage/testimonial yang menceritakan tentang asal muasal ia bisa bekerjasama dengan Kahitna. Ia sungguh senang bisa kembali tampil sepanggung bersama Kahitna. Rick Price menyebut Yovie Widianto sebagai musisi jenius. Seperti saya sudah singgung, Rick Price memang pernah menggelar konser bersama Kahitna dalam rangkaian tur lima kota.

Rick Price kemudian bersama Kahitna membawakan lagu yang mereka ciptakan bersama, “Everybody Need Somebody”. Sepintas lagu ini agak mirip komposisi nada lagu “September” dari Earth Wind And Fire. Betul saja, di tengah lagu disisipkan potongan lirik lagu “September”.

Apa yang kamu harapkan ketika seorang Rick Price berdiri di panggung? Mario Ginanjar meminta Rick Price untuk membawakan sebuah lagu. “Please, sing for us, our favorite song.” Begitu kata Mario. Seakan mengerti, Rick Price kemudian membawakan hits legendarisnya “Heaven Knows”. Penonton pun langsung ikut larut bernyanyi sepanjang lagu. Saya sempat merinding ketika di bagian reff seluruh penonton ikut bernyanyi, “Maybe my love will comeback someday... Only heaven knows”. Rick Price pun langsung berkomentar, “Oh, that’s beautiful”.

Rick Price
Saya kira, penampilan Rick Price ini adalah bagian dari penutup konser. Namun ternyata saya salah karema Raisa kembali naik panggung setelah video promo film “Mantan Terindah” yang akan tayang 2014 nanti. Raisa menyanyikan hits patah hati yang selalu bikin gagal move on, “Mantan Terindah”. Keindahan suara Raisa kembali menghipnotis penonton untuk ikut bernyanyi bersama. “Mau dikatakan apa lagi... Kita tak akan pernah satu...”



Carlo Saba dan Yovie and Nuno menyambung penampilan Raisa dengan hits “Menjaga Hati”. Disambung kembali oleh Kahitna dengan “Cerita Cinta” dan “Cantik” yang dimainkan dengan aransemen dan komposisi baru yang lebih atraktif. Menjelang akhir konser, satu persatu artis pendukung bersama menyanyikan "Takkan Terganti" dan "Hanya Untukku" (Chrisye) dilanjutkan dengan medley “Juwita (Lebih Dekat Denganmu)” (Yovie and Nuno) dan “Kemenangan Hati” (Yovie Widianto feat. Dirly & Gea Idol). Mereka semua berada dalam satu panggung bersama Yovie Widianto. Mereka sangat berterima kasih karena dipercaya Yovie untuk membawakan karya-karyanya. Sedang, Yovie sangat senang karena karya-karyanya bisa diapresiasi dengan baik oleh dunia musik Indonesia.

Konklusi

Seperti konser Metallica bulan Agustus lalu, konser ini adalah satu lagi mimpi dan pencapaian buat saya yang mulai jatuh cinta pada karya Yovie Widianto sejak zaman 'Cerita Cinta' hingga kini. Saya telah melewatkan beberapa penampilan spesial Yovie Widianto bersama Kahitna, salah satunya adalah rangkaian konser tur lima kota bersama Rick Price tahun lalu. Maka, ketika saya mendapatkan kabar langsung dari Yovie tentang gelaran di bulan September ini, segera saja saya bersiap-siap untuk jadi satu dari 5000 penonton di Jakarta Convention Center. Saya pun sangat bersyukur karena tiket presale Festival 1 milik saya bisa 'diupgrade' oleh panitia ke Gold. Terima kasih untuk rekan-rekan kantor yang 'menahan' saya di Bandung beberapa jam sebelum konser dimulai. Tuhan memberkahi kalian.


Kesungguhan Yovie Widianto dalam berkarir menghasilkan sebuah totalitas yang tidak diragukan. Raihan penghargaan internasional pertamanya diraih bersama Kahitna berkat lagu “Lajeungan”. Untuk ukuran saat itu, belum banyak musisi Indonesia yang mampu membuat aransemen seperti dalam “Lajeungan”. Saya pertama kali menikmati “Lajeungan” dari CD album “25 Tahun Kahitna”.

Bagi Yovie Widianto, konser ini sangat berarti sekali karena kehadiran keluarga besarnya. Betapa bahagianya seorang Yovie Widianto karena istri, anak, serta Ibunda tercinta yang sempat meragukan pilihannya untuk menjadi musisi , dapat turut hadir menyaksikan penampilannya bersama dengan rekan musisi lain. Yovie berhasil membuktikan bahwa melalui musik, ia tidak perlu jadi diplomat untuk bisa keliling dunia. Yovie juga mengucapkan terima kasihnya kepada keluarga besar almarhum Elfa Secioria, guru musik yang sangat dihormatinya, untuk telah hadir bersama 5000-an penonton yang memenuhi JCC.

Selain menghasilkan hits untuk Kahitna, Yovie juga berhasil menciptakan hits bagi penyanyi lainnya. Sebut saja Rossa, Rio Febrian, Marcell, Glenn Fredly, Ruth Sahanaya, Hedy Yunus, Febby Febiola dan masih banyak penyanyi lainnya. Lewat Yovie Widianto Music Factory, ia juga telah mengorbitkan penyanyi baru seperti Alika @alikaislamadina dan Angel Pieters. Melalui Yovie and Nuno, Yovie juga menciptakan hits populer seperti “Inginku Bukan Hanya Jadi Temanmu”, “Indah Kuingat Dirimu”, “Janji Suci”, “Menjaga Hati”, “Galau” dan masih banyak lagi.

Melalui konser peringatan 30 tahun berkarya, Yovie seakan mengingatkan pada penyanyi pendatang baru bahwa karakter suara lebih penting dibanding keindahan suara itu sendiri. Banyak penyanyi yang mengandalkan suara emas mereka tanpa memperhatikan kualitas karakter suara. Akibatnya, banyak penyanyi yang ‘gagal’ dalam menapaki karir di belantika musik Indonesia. Selain itu, komposisi dan improvisasi adalah nilai tambah bagi sebuah musisi. Dengan komposisi yang teratur dan improvisasi  yang tepat sebuah lagu bisa memiliki berbagai nuansa.

Kehadiran dua penyanyi asing sebagai  featuring artists adalah kejutan yang sangat spesial. Sharon Corr yang selama ini hanya jadi violis dan backing vokal untuk Andrea Corr mampu menunjukkan kemampuan vokal yang prima diusianya yang sudah berkepala empat. Pun, Rick Price yang kelihatan semakin gaek, masih bisa menyanyikan “Heaven Knows” dengan cemerlang. Satu lagi impian saya terwujud: menonton seorang Sharon Corr membawakan lagu-lagu The Corrs. “Toss The Feathers” yang dimainkan Sharon adalah ekstasi saya malam kemarin. Saya sangat bersyukur karena saya dapat melihat langsung Sharon Corr memainkan nada-nada dalam lagu instrumental itu. Saya anggap penampilan Sharon Corr ini sebagai ganti dari konser The Corrs yang batal digelar awal 2000-an lalu.

Rasanya tidak berlebihan bila sepak terjang dan kontribusi Yovie Widianto disamakan dengan maestro musik dunia sekelas David Foster. Banyak orang yang mengibaratkan Yovie Widianto sebagai David Fosternya Indonesia. Yovie pun tidak mengelak dari apresiasi semacam itu karena David Foster dinilainya sebagai satu musisi yang berpengaruh terhadap musik yang diciptakannya.

Menonton konser Yovie and His Friends ini ibarat juga menyaksikan show David Foster and Friends. Kurang lebih, konsep yang ditampilkan sama antara keduanya. Mereka bersama-sama dengan musisi lainnya berkolaborasi dalam satu pertunjukan yang tentu saja spektakuler. Satu contoh saja. Dalam setiap konsernya, David Foster selalu menyertakan talenta baru untuk ia bawa. Seperti Charice Pempengco yang diajaknya berduet menyanyikan “Because You Loved Me” dengan Celine Dion dalam David Foster and Friends Concert 2008. Malam kemarin, Yovie pun menampilkan bakat baru temuannya, Angela.

Bila pembaca memang pernah menyaksikan pertunjukan David Foster (via DVD, Youtube, or else) dan sempat hadir di JCC kemarin, saya rasa pembaca pun akan merasakan hal yang sama dengan yang saya rasakan. Keduanya adalah maestro dengan karya-karya emas yang diterima dan diapresiasi dengan baik oleh sesama rekan musisi mereka. Tak heran, kelak keduanya akan menjadi torehan tinta emas dalam sejarah musik Indonesia dan dunia.

Happy Lucky Me!


JCC-Medan Merdeka Barat-Paninggilan, 25-26 September 2013

Minggu, 22 September 2013

Sunday Fun Run 2013

"In running, it doesn't matter whether you come in first, in the middle of the pack, or last. 
You can say, 'I have finished.' There is a lot of satisfaction in that."
Fred Lebow, New York City Marathon co-founder

Setelah menamatkan seri pertama sekaligus edisi perdana dari S4 Run Series, saya kembali mencoba melihat sejauh mana progres latihan lari. Kali ini, bertepatan dengan Jakarta Sports Week dan 5th Anniversary fX Plaza, digelar Sunday Fun Run 2013. Rute yang diambil untuk peserta lari 5K tidak jauh berbeda dengan S4 Run Series sebelumnya. Hanya, untuk lari 10K ada sedikit perbedaan rute yang harus ditempuh.

Tiis Jaya Runner
Sedari awal, saya sudah berniat untuk mampu mengalahkan catatan waktu di S4 Run Series sebelumnya. Kalau saja saya tidak lupa mematikan Endomondo tracking system setelah finish Sunday Fun Run 5K tentu saya bisa melihat sejauh mana progres yang saya buat. Walaupun begitu, bila melihat catatan waktu lap per lap tidak ditemukan perbedaan yang signifikan. Imbang antara hasil hari ini dengan S4 Run Series. Saya tidak mencatat sebuah personal best di lari hari ini.

Saya masih menemukan excitement yang sama dengan S4 Run Series. Berlari dan berbaur dengan pelari lain yang sama-sama menikmati Car Free Day. Tak lupa, saya selalu menikmati momen ketika berlari naik-turun jembatan tol Semanggi. 


Diluar itu semua, hari ini adalah debut pertama saya berlari dengan Tiis Jaya Running Club. Klub lari yang terbentuk ketika mendaftar Sunday Fun Run ini. Tiis Jaya diambil dari nama klub sepakbola virtual yang saya gunakan di Fantasy Manager Premier League. Tidak berlebih kiranya bila hari ini saya jadikan debut perdana sekaligus hari berdirinya Tiis Jaya Running Club. Wanna join me?

OFFICIAL TIMING RESULT FROM www.indorace.com

 


Paninggilan, 22 September 2013
Disclaimer Note: Trademarks mentioned in this post belong to their respective owners.

Sabtu, 21 September 2013

Sketsa Sejarah Republik (3)

Sejarah Kecil Indonesia terbit kembali. Rosihan Anwar kembali mengenang sosok para nation-builder. Rosihan Anwar tentu tidak mengulang penulisan atas tokoh-tokoh tersebut. Buku ini tampil sebagai sebuah revisi bagi buku yang pernah terbit sebelumnya yaitu ‘In Memoriam: Mengenang Yang Wafat”. Sebuah buku berisi kumpulan obituari yang ditulis Rosihan Anwar sepanjang periode kepenulisannya. 


Beruntung, Indonesia memiliki tokoh pelaku sejarah seperti Rosihan Anwar. Selain sebagai ‘Wartawan Tiga Zaman’, Rosihan Anwar turut mengalami berbagai kejadian bersama tokoh-tokoh yang turut mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara, sejak periode nation-building hingga masa establishment dewasa ini.
 
Rosihan bercerita mengenai tiga subjek besar atau substansi yang turut berperan dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Terdiri dari tiga judul besar; Pendiri Bangsa, Perintis Kemerdekaan, dan Penggiat Film, Sastra, dan Kemanusiaan. Banyak tulisan yang mengungkap sisi humanisme dari tokoh-tokoh tersebut. Misal, kisah lain tentang Soekarno dan Bung Hatta tidak banyak ditulis sebagai kisah roman, hanya highlights dan beberapa catatan personal tentang sisi lain yang belum terungkap dari kedua tokoh itu. Pembaca yang mengikuti serial ini dari jilid 1 tentu paham alasan dibalik motif penulisan yang berbeda ini.

Sosok tokoh yang dapat ditemukan dalam buku ini sebagai pembuka adalah triumvirat Soekarno-Hatta-Sjahrir. Sisi lain mereka ditulis bersama memoar dari tokoh lain di sekitar mereka. Seperti Kartika Soekarno, Fatmawati Soekarno, Rahmi Hatta, dan Poppy Sjahrir. Kelak di halaman penutup, Rosihan Anwar pun menuliskan hal yang sama demi menceritakan seorang Mochtar Lubis lewat jalan ingatan istrinya, Siti Halimah. Pembukaan buku dengan cerita mengenai triumvirat pemimpin bangsa ini mengingatkan saya pada lirik sajak legendaris karya Chairil Anwar, “Antara Krawang-Bekasi”.

Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
 

Beberapa tokoh yang masuk dalam ‘nominasi’ Sang Pelopor versi Rosihan Anwar adalah Johannes Leimena, Mohammad Natsir, Hamid Algadri, Lamidjah Hardi, Hardi, Soebadio Sastrosatomo, Mashuri Saleh, Aziz Saleh, dan Roeslan Abdulgani. Mereka adalah pemenang ‘award’ kategori Perintis Kemerdekaan.

Sedangkan, untuk kategori Penggiat Film, Sastra, dan Kemanusiaan, Rosihan Anwar memasukkan nama-nama seperti Usmar Ismail (Bapak Perfilman Indonesia), Soedjatmoko, Anwar Harjono, Koentjaraningrat, Lukman Harun, Teguh Karya, H.J.C. Princen, Umar Kayam, Motinggo Busye, Ali Akbar Navis dan Mochtar Lubis. Bila anda sempat mengalami periode kepemimpinan Baharuddin Lopa di Kejaksaan Agung, tentu anda akan sedikit bernostalgia disini.

Keunikan buku ini adalah penulisnya tahu benar sosok yang diceritakan. Rosihan Anwar mengenal secara pribadi tokoh-tokoh pemeran utama. Sudut pandang penulisan yang personal menampilkan mereka dalam figur yang utuh, lengkap, dan manusiawi. Tidak seperti keempat buku Sejarah Kecil sebelumnya yang bercerita mengenai detial setiap tokoh dan kejadian. Oleh karena itu, buku ini memberikan gambaran lain mengenai sisi lain sejarah Indonesia. 

Catatan Seorang Kolumnis Dadakan 

Tadinya saya pikir serial Sejarah Kecil Indonesia ini akan berhenti pada jilid ke-4. Belakangan, saya kemudian tahu bahwa Rosihan Anwar kembali menerbitkan serial lanjutan, jilid 5 dan jilid 6. Saya merasa beruntung dengan hal ini terutama bertambahnya referensi soal periodisasi sejarah Indonesia lengkap bersama tokoh-tokoh yang menjalaninya.

Kesan personal sudah saya tangkap sejak halaman 26 dimana terdapat petikan wawancara antara Rosihan Anwar dengan Kartika Soekarno. Kartika, yang di kartu namanya mengenalkan diri sebagai Karina Sukarno adalah putri dari pernikahan Bung Karno dengan perempuan Jepang, Ny. Dewi. Wawancara yang berlangsung pada 15 April 1998 itu sengaja dilakukan dalam usahanya mengumpulkan bahan-bahan bagi sebuah buku mengenai Bung Karno, “Chercher mon peer (Mencari Ayahku)”. Kartika berada di Jakarta dengan mewawancarai tokoh lain seperti Roeslan Abdulgani, Soedarpo Sastrosatomo, Ny. Supeni, Ny. Herawati Diah, dan Ny. Mien Soedarpo.
 
Usai membaca petikan itu, terasa betul nuansa personalnya. Rosihan Anwar secara terbuka mengungkapkan respeknya yang lebih kepada Sjahrir dibanding kepada Soekarno. Sebelumnya, dalam obituari, Rosihan Anwar telah menulis bahwa ia menyukai sosok Soekarno muda, yaitu sebelum proklamasi 1945 daripada sosok Soekarno tua pasca proklamasi yang cenderung sering memaksakan kehendak pribadinya. Mata sembap Kartika seusai wawancara itu adalah bukti lain bahwa wawancara singkat itu mempunyai kesan mendalam bagi pelakunya.

Tidak berlebihan kiranya bila buku ini adalah sebuah ‘edisi teladan’. Lewat jilid ke-5 ini pembaca dihadapkan pada sebuah keteladanan dari para pemimpin bangsa yang ingin dan selalu intens dalam usaha mewujudkan Indonesia Merdeka.

Judul       : Sejarah Kecil "Petite Histoire" Indonesia; jilid 5
Penulis     : Rosihan Anwar
Penerbit   : Penerbit Buku Kompas
Tahun      : 2012
Tebal       : 262 hal.
Genre      : Sejarah


Paninggilan, 21 September 2013.

Sabtu, 14 September 2013

Cinta di Atas Perahu Cadik


Mukadimah

Sudah sejak 2008 lalu saya memendam keinginan untuk membaca buku ini. Maklum, dalam kumpulan cerpen terbaik ini ada cerpen dari penulis favorit. Sebut saja, Seno Gumira Ajidarma dan Budi Darma. Serta tidak ketinggalan, Agus Noor dan Djenar Maesa Ayu. Seringkali saya hanya mampu menatapi buku ini setiap mampir ke toko buku langganan di Palasari. Tanpa mampu menggenggamnya hingga ke meja kasir.

Lima tahun kemudian, saya berhasil menamatkan pembacaan buku ini. Saya rasa ada alasan mengapa Tuhan baru mempertemukan kembali kami sekarang ini. Agaknya, saya telah membuktikan apa yang pernah ditulis SGA dalam cerpen 'Linguae': Aku tidak pernah keberatan menunggu siapapun berapa lama pun selama aku mencintainya.

Catatan Empat Cerpen

Kumpulan cerpen ini dibuka dengan cerpen terbaik dari Seno Gumira Ajidarma yang berjudul sama dengan judul buku. Kisah seorang Sukab dan Hayati yang saling mencintai walau keduanya telah sama berpasangan. Berlatar kehidupan masyarakat nelayan pesisir, cerita ini seakan-akan mewakili kenyataan hidup yang berlangsung sehari-hari. Kecuali, bila pembaca menggugat hilangnya Sukab dan Hayati selama tujuh hari itu sebagai hal yang tidak masuk akal.

Cerpen lain yang menjadi favorit dalam buku ini adalah 'Kisah Pilot Bejo' yang ditulis oleh Budi Darma. Kisah seorang pilot bernama Bejo yang selalu 'bejo' dalam menerbangkan pesawat. Budi Darma agaknya mengambil sebuah realita yang kemudian dituangkannya kembali dalam bentuk sebuah cerita pendek. Pembaca tentu sudah lebih paham bila membaca metafora dan analogi yang disajikan oleh Budi Darma. 'Kisah Pilot Bejo' memberikan kita gambaran bahwa dunia penerbangan di negeri kita pernah mengalami hal yang demikian.

'Gerhana Mata', dari Djenar Maesa Ayu adalah cerita yang saya sukai dari segi penuturan dan bahasa. Pemilihan diksi yang tepat menjadi kunci cerpen ini untuk merebut hati saya.

"Seperti malam. Seperti gelap. Cinta pun membutakan." 

Betapa sebuah dunia dapat menjadi nyata dalam gelap. Hanya dalam gelap sang narator dalam cerita dapat merasakan cinta. Selebihnya, saya mendapat nuansa realitas yang kental dalam cerpen ini. Pertemuan sepasang kekasih yang terlarang adalah sebuah bumbu kehidupan metropolitan. Atas nama cinta, semuanya terjadi.

Cerpen 'Tukang Jahit' dari Agus Noor sudah menyentak sejak paragraf awal. Jarum dan benang si tukang jahit yang konon diberikan Nabi Khidir dalam mimpinya adalah satu unsur kejutan yang mau tidak mau sukses menggiring pembaca untuk terus melanjutkan pembacaan atas cerpen ini. Tukang jahit ini bukan tukang jahit sembarangan. Tukang jahit ini adalah satu-satunya yang tersisa dari sekian banyak tukang jahit yang pernah berjaya di kota itu. Ia tidak hanya menjahitkan pakaian. ia juga mampu menjahit kebahagiaan.

Sepintas, cerita ini mengingatkan saya pada cerpen SGA lainnya yaitu 'Manusia Gerobak'. Baik SGA maupun Agus Noor menceritakan manusia gerobak dan tukang jahit yang sama-sama muncul setiap menjelang lebaran. Saya tidak heran akan hal seperti ini. Kalau pembaca sudah sering menbaca karya mereka, tentu akan dapat menarik suatu benang merah atas keduanya.

Cerpen Lainnya

Cerpen lain dalam buku ini juga memiliki nilai dan pesannya masing-masing. 'Lampu Ibu' yang ditulis Adek Alwi bercerita tentang kekuatan dan ketegaran seorang Ibu. Terutama, ketika satu anaknya tersangkut kasus korupsi dan jatuh sakit. Ada nilai moral yang dapat diambil dari cerita itu. Terlebih, kasih Ibu tiada batasnya, tak terhingga sepanjang masa.

Cerita tentang legenda tukang nasi goreng bernama Koh Su pun tak kalah menariknya. Kerinduan akan rasa dan segenap misteri yang menyelubungi Koh Su menjadi bumbu yang membuat cerpen ini semakin menarik dan penasaran. Cerpen 'Koh Su' tulisan Puthut EA ini harus disimak betul sampai akhir cerita bila memang pembaca penasaran soal asal usul Koh Su dan bumbu nasi goreng ajaibnya.

Romantisme masa lalu turut juga dihadirkan oleh Wilson Nadeak lewat 'Serdadu Tua dan Jipnya'. Kisah seorang pensiunan yang menghabiskan sisa hidupnya dengan memelihara sebuah jip Willys tua ini menjadi suatu romantika tersendiri. Romantika itu hadir dalam segenap konflik antara si serdadu tua dengan istrinya. Namun, penulisnya berhasil mengubah haluan sehingga akhir (ending) dari cerita ini tidak selesai disitu.

'Sinai' dari Dewi Ria Utari dan 'Belenggu Salju' dari Triyanto Tiwikromo adalah dua cerpen satir yang cenderung gelap. Keduanya bercerita tentang gelapnya jalan yang harus ditempuh untuk mencapai sebuah keabadian. Sedang, 'Bigau' yang ditulis Damhuri Muhammad, lebih mengangkat unsur dan nilai legenda tradisional. 'Bigau' bercerita tentang seorang jagoan yang memiliki kesaktian yang diperolehnya lewat sebuah cara yang hanya dia saja yang mampu melakukannya. Konflik muncul ketika ia harus mewariskannya.

'Lak-Uk Kam' dari Gus Tf Sakai bercerita soal penjaga mercusuar yang selalu sendirian setiap bertugas. Tiga bulan sekali ia dirotasi ke mercusuar-mercusuar lain. Tiga bula sekali pula ia merasakan kesendirian yang sama.

GM Sudarta muncul dalam kumpulan cerpen ini. Sebagaimana telah kita kenal sebelumnya, GM Sudarta adalah seorang kartunis dengan karyanya yang mashur yaitu 'Oom Pasikom'. Cerpen 'Candik Ala' yang ditulisnya mengingatkan saya pada lirik pembuka pada lagu Koes Plus, "Melati Biru'. Cerpen ini bercerita soal kenangan seorang anak terhadap ayahnya. Dibumbui dengan candikala, suatu titimangsa dimana batas-batas gaib menjadi samar.

'Sepatu Tuhan' yang ditulis Ugoran Prasad, seketika mengingatkan kita kepada sepakbola, terutama soal piala dunia. Simak kisah sepatu Frans Beckenbauer dan si 'Tangan Tuhan' Maradona. Romantisme sepakbola dan melankoli persahabatan adalah dua unsur yang berpadu dalam cerpen ini.

Dua cerpen terakhir pun agaknya juga mengesankan bagi saya. 'Hari Terakhir Mei Lan' yang ditulis Soeprijadi  Tomodihardjo membawa pembaca pada suasana China dimasa penuh pergolakan. Sedangkan, 'Gerimis Yang Sederhana' dari Eka Kurniawan, yang sekaligus jadi cerpen terakhir, bercerita soal pertemuan dua orang. Yang membuat saya menyunggingkan senyum adalah kenyataan bahwa si pria menyembunyikan cincin kawinnya dan tak sengaja tercampur dengan recehan yang ia berikan pada pengemis. Betapa naifnya hidup ini bahwa masih saja ada cerita soal pria beristri yang menyembunyikan identitasnya setiap akan menemui seorang perempuan yang baru dikenalnya.

Konklusi

Sebuah cerpen berpacu dengan keterbatasan ruang cerita. Apalagi, ketika harus muncul dalam ruang media cetak koran. Penulis dituntut mampu membuat cerita pendek yang kaya dengan sintesa pengalaman dengan cara yang meyakinkan. Oleh karena itu, setiap cerpen yang muncul di hari Minggu ini memiliki konflik dari dunianya sendiri. Dunia yang terbentuk dalam keterbatasan ruang cerita. Sekalipun begitu, semuanya membuktikan bahwa dalam sebuah keterbatasan ada banyak ruang untuk sebuah cerita.


Paninggilan, 14 September 2013.

Selasa, 10 September 2013

Hands: Gift of a Generation

Our hands are marked by the lives we lead. They allow us to shape the world around us and interact with one another in the world.


Saya merasa beruntung pada kunjungan pertama ke National Library Singapore, tanggal 7 September kemarin. Secara tidak sengaja, disana sedang digelar pameran bertajuk, “Hands: Gift of a Generation”. Pameran ini digelar sejak 7 Agustus lalu hingga 13 Oktober nanti. Plaza National Library Singapore disulap menjadi ruang pamer yang representatif dengan beberapa ruangan untuk videoshow dan ruang pamer. Lengkap dengan panggung kecil untuk musisi muda Singapura menampilkan musik mereka. Saya dibuat takjub karena usaha panitia pameran dalam pemanfaatan ruang. Penataan ruang pamer yang mereka buat tidak kalah dari galeri seni.

Pameran ini menampilkan 30 orang Singapura yang ikut serta dalam periode nation-building. Pameran ini bertujuan untuk membuka kembali segala ingatan tentang kenangan mereka, tentang harapan dan ketakutan para founding fathers Singapura. Semuanya terangkum untuk memperkaya dan memperkuat identitas bangsa. Pameran ini adalah salah satu penghargaan dan bentuk ucapan terima kasih terhadap segala kisah yang mereka catat pada linimasa sejarah Singapura. 



Bila memang ada kesempatan, sila mampir dan rasakan sendiri pengalaman Singapura dalam mengenang mereka yang berjasa dan berkontribusi terhadap kehidupan bernegara dan berbangsa.


Hal ini mengingatkan saya pada periode nation-building dalam catatan sejarah bangsa Indonesia. Tentu kita sendiri telah mengalami hal yang serupa. Namun, pernahkah kita melihat atau menjumpai sebuah pameran yang sengaja digelar untuk mengenang jasa-jasa pahlawan yang gugur dalam periode sejarah tersebut. Katakan, kita bisa mendengar pidato Bung Tomo ketika menggerakkan semangat perlawanan rakyat di Surabaya. Bukan hanya sekedar pidato kenegaraan semata.


Saya dibuat takjub kembali karena saya belum pernah merasakan hal yang semelankolis ini. Sebuah bangsa mengenang kembali para pendahulunya yang telah memberikan pijakan bagi tatanan kehidupan berbangsa yang kini dinikmati oleh generasi penerus. Para founding fathers telah melakukan banyak hal dalam periode nation-building sehingga peninggalan mereka adalah sebuah ‘gift’ atau ‘hadiah’ yang diwariskan untuk kemudian dipelihara dalam meraih masa depan bangsa. Sebuah ‘gift’ untuk terus mewujudkan harapan dan mimpi-mimpi mereka yang disusun dari keringat, air mata, dan darah.

Kunjungan singkat itu membuat saya sejenak merenung. Singapura melakukan hal yang luar biasa dalam usaha membangkitkan ingatan warganya tentang identitas dan sejarah mereka. Sekilas, itu bisa dilihat dari lamanya waktu gelaran pameran ini. Saya hanya bisa menyimpan keinginan bahwa suatu saat saya akan melihat hal yang demikian di Museum Nasional atau Galeri Nasional. Semoga.


Paninggilan, 10 September 2013.

Jumat, 06 September 2013

The Series of Excitement

Rabu Yang Tidak Biasa

Setiap hari Rabu, tidak ada yang mampu membuat saya bergegas datang pagi ke kantor selain #GURIH975 @motion975fm . Saya selalu mendengarkan acara radio itu sambil mengerjakan tugas rutin harian. Iseng mengikuti topik foto bareng seleb di linimasa @motion975fm, saya mengirim twitpic bersama Annisa Pohan yang saya jumpai usai menyelesaikan lomba lari Halo Fit Night Run akhir Juli kemarin. Kejutan dimulai ketika @motion975fm meminta nomor ponsel saya via direct message. Alamat bakal on-air lagi nih! Yes, it is!


Saya mendapatkan kesempatan on-air bersama @miund dan @hilbramdunar untuk menceritakan pengalaman saya di twitpic yang telah saya kirim. Seperti yang sudah-sudah, saya seakan dibuat tidak percaya bahwa saya kembali mengudara dan didengarkan oleh ribuan orang diluar sana. Omaigad moments nomor kesekian soal on-air di radio.

Usai excitement pertama itu, rupanya Rabu pagi kemarin masih punya banyak surprise. Sebuah telepon dari kantor regional di Medan membuat saya harus segera mengurus beberapa hal soal pekerjaan disana. Betul saja, karena tidak ada personil lain yang bisa diberangkatkan untuk menghandle pekerjaan, maka saya ditunjuk untuk segera berangkat kesana. Omaigad moment No. 2 untuk hari ini. 

The Launching



Saya tidak membawa perlengkapan lengkap untuk tugas ke Medan. Untung saja, saya berencana menghadiri launching buku Blackjack karya @clara_ng dan @felicecahyadi sehingga sempat membawa sehelai kemeja. Sehingga, seandainya saya harus berangkat siang pun saya sudah ada persiapan sedikit. Rencana perjalanan ke Medan sudah fixed, ternyata saya akan naik pesawat jam 19.45. itulah sebabnya saya menyempatkan diri untuk datang menghadiri launching buku yang bertempat di Plaza Senayan itu.

Saya sempat terkejut dan kaget ketika membaca linimasa @gramedia dan @clara_ng dimana hari ini ternyata buku ‘Blackjack’ baru dilaunching. Keterkejutan saya itu disebabkan karena saya sudah membaca tamat ‘Blackjack’ sejak 12 Agustus lalu. Saya menamatkan pembacaan ‘Blackjack’ seperjalanan kereta dari Bandung ke Jakarta. 


Saya dibuat geregetan turun naik oleh cerita dalam ‘Blackjack’. Saya tidak akan mengulas lagi bagaimana kisah Ashlyn dan Jaeed disini. Sila baca di postingan bulan Agustus. Usai menamatkan ‘Blackjack’, malamnya sepulang kerja saya segera menulis resensi ‘Blackjack’ di blog ini. Keesokan harinya, saya twit link dari blogpost resensi ini ke @gramedia untuk mengikuti sayembara mingguan #ResensiPilihan. Seminggu kemudian saya mendapat notifikasi dari @gramedia bahwa resensi saya terpilih menjadi #ResensiPilihan periode 20 Agustus 2013.

Makanya, saya sangat terkejut bahwa ternyata ‘Blackjack’ belum dilaunching secara resmi. Walau begitu, saya merasa harus menghadiri peluncuran buku ini karena ada hal yang ingin saya tanyakan pada ‘The Real Ashlyn’.

Sebelum acara dimulai, saya sempat meminta tanda tangan dua penulis ‘Blackjack’ di sampul buku ‘Aleph’ yang jadi hadiah #ResensiPilihan . Saya tidak membawa ‘Blackjack’ milik saya karena sudah bertengger rapi bersama buku @clara_ng lainnya di rak buku kamar saya di Bandung. 

Tanda tangan Penulis Kondang & calon penulis beken

Akhirnya, kesempatan saya untuk menanyakan isi di kepala ketika membaca ‘Blackjack’ tersampaikan juga pada Citra Ovani ‘The Real Ashlyn’. “Apa sih motif yang membuat si Ashlyn ini bisa selalu bangkit kembali dan kembali terjatuh untuk kembali pada Jaeed?” Menurutnya, pertanyaan saya itu adalah pertanyaan yang sulit karena ada hubungannya dengan perasaan dia waktu itu.

With @Clara_ng
Saya tidak menanyakan hal lain walaupun banyak yang ingin saya tanyakan, baik untuk @clara_ng maupun @felicecahyadi. Mengingat acara ini juga dihadiri wartawan dan pekerja media lainnya, saya tidak perlu repot-repot lagi mengingat apa yang ingin saya tanyakan. Pertanyaan-pertanyaan mereka sudah cukup mewakili saya dan saya merasa sudah sangat terbantu oleh mereka. Misal saja, soal awal dari perkenalan @clara_ng dengan @felicecahyadi hingga memutuskan untuk menulis bareng. Hingga bagaimana tokoh si Ashlyn ini yang hidup dalam realita namun bisa diterjemahkan dengan baik ke dalam fiksi. Tidak hanya itu, saya juga mendapatkan tips yang berharga dalam melakukan pekerjaan menulis kolaborasi.

With @felicecahyadi
Buat saya, tips singkat itu sangat berguna sekali karena saya sedang melakukan penulisan kolaborasi bersama seorang sahabat, @lellydisini. Cerita kami belum bisa dinikmati oleh khalayak ramai, hanya masih bisa dinikmati oleh kedua penulisnya saja sementara ini. Namun, hasil kolaborasi kami lainnya yang sudah terbit terdapat dalam kumpulan cerpen “Kejutan Sebelum Ramadhan: Kolaborasi Terbaik” yang diterbitkan secara independen melalui @nulisbuku #numpangpromosi *siapa tahu bisa jadi penulis kondang beneran seperti @clara_ng dan @felicecahyadi*.

Ini Bukan Iklan. #NUMPANGPromosi

Kegembiraan saya dalam acara ini semakin bertambah karena saya terpilih oleh @felicecahyadi untuk mendapatkan giveaway gimmick dari @gramedia. Sebagai penutup, paya pun memberanikan diri untuk berfoto bersama @clara_ng, satu dari sekian penulis perempuan favorit. Saya yakin bahwa saya akan terbangun besok pagi di Medan dengan sebuah kenyataan bahwa satu dari sekian mimpi saya untuk bertemu penulis favorit saya telah tercapai.

Japanese Culinary Festival Booth on JakJapan Matsuri 2013

Waktu terus berjalan dan saya harus segera menuju ke bandara. Saya tidak ingin terjebak macet lalu tergopoh-gopoh menuju boarding room. Namun, saya malah sempat berhenti melihat-lihat booth yang ada di festival JakJapan Matsuri 2013. Saya pun diminta mengisi angket dan kuis oleh seorang asisten disana. Setelah selesai, saya diminta untuk mengisi sebuah amplop kecil dengan angket yang telah saya isi dan menggantungkannya di pohon harapan. 

Bicara soal harapan, saya pernah sampai pada suatu waktu dimana harapan itu adalah sebuah omong kosong. Saya pernah tidak percaya lagi soal harapan itu ada. Tetapi, beberapa kejadian belakangan ini saya dibuat percaya kembali bahwa harapan itu ada. Harapan itu nyata adanya. Maka, saya segera menulis harapan saya dan menggantungkannya.


Usai menggantungkan sebuah harapan yang entah kapan akan terwujud, sebagai kompensasi dari jawaban kuis yang baru saja selesai saya jawab, saya mendapatkan sebuah voucher makan di restoran Jepang pada gelaran Japanese Culinary Week 2013 yang akan digelar 8 September besok di Monas. Omaigad moment nomor 3 untuk hari ini.

Tour of Duty

Bukan sekali ini saya pergi ke Medan. Oktober tahun lalu, saya sempat menghabiskan satu minggu penuh di Medan untuk mengikuti training dalam program Safety Management System ICAO-DCTP 2012. Hari ini, saya kembali ke Medan dengan suasana yang jauh berbeda. Tentu saja bila bukan karena kepindahan Bandara Polonia ke Bandara Kualanamu yang terleta di Kabupaten Deli Serdang, 1 jam perjalanan dari Medan.

Sebuah pengalaman tersendiri untuk berada di Kualanamu yang kapasitasnya jauh lebih besar dari Polonia, namun lumayan jauh untuk ke Medan. Saya tiba pukul 22.00 disana. Untung saja masih ada bus DAMRI dan kereta api tujuan Medan Kota.

Vierratale & Bee Gees, anyone?
Keesokan harinya, usai melaksanakan tugas seharian penuh memfasilitasi sebuah pelatihan di Kantor Otoritas Bandar Udara Medan, saya dijadwalkan kembali ke Jakarta pada pukul 18.30. Satu lagi keinginan saya terwujud. Saya akan naik pesawat Airbus A330 ke Jakarta. Wow moment of the day! Excitement saya tidak hanya berhenti karena saya akan duduk di kursi 10F pesawat wide-body itu. Ketika menyalakan music player di inflight entertainment system, saya menemukan album pertama @Vierratale dan The Best of Bee Gees. What a heaven on board!

Epilog

Saya telah mengalami rangkaian kejadian yang tidak pernah diduga sebelumnya. Dari hanya berniat menghadiri peluncuran buku @clara_ng dan @felicecahyadi, lalu dapat kesempatan foto bersama dan tandatangan mereka, hingga menemukan album pertama @Vierratale di dalam pesawat impian.


Saya tidak pernah menyangka bahwa saya akan mengalami hal-hal yang sudah saya ceritakan. Saya percaya bahwa jalan takdir telah mempertemukan saya dengan banyak kemungkinan yang harus saya hadapi. Maka ketika jalan takdir saya bersilangan dengan sebagian yang lain, saya tidak bisa menghindarinya. That’s something inevitable! Mungkin ada benarnya, ketika kita tidak terlalu mengharapkan sesuatu, maka kita akan mendapatkannya. Terima kasih, Tuhan.


Paninggilan, 6 September 2013.

Minggu, 01 September 2013

Samsung S4 Run Series #1

Have I got a long way to run?
Run - Collective Soul

Akhirnya, setelah one week off saya bisa berlari kembali. Kekhawatiran sempat merundung semasa penyembuhan cedera soal bisa tidaknya mengikuti race ini. Maklum, seminggu kemarin itu saya benar-benar tidak melakukan latihan sama sekali. Segala puji bagi Tuhan, pada latihan lari Jum'at dan Sabtu kemarin saya tidak mengalami masalah berarti pasca cedera. Hanya sedikit beban akibat kenaikan berat bedan pasca bulan Ramadhan.

Courtesy: @ninityunita
Event #S4RunSeries ini mengingatkan saya pada gelaran Bandung 5,7 K Fun Run 2002, lomba lari yang juga sama-sama disponsori Samsung. Waktu itu, Samsung masih melakukan penetrasi di kancah pasar elektronik Indonesia dengan jargon Samsung DigitAll, everyone's invited. Kini, setelah memiliki pangsa pasar yang jauh lebih besar dibanding 11 tahun lalu mereka kembali mengadakan gelaran serupa. Tidak hanya satu, tetapi tiga seri race di venue yang berbeda. 

Sangat menyenangkan bisa kembali memacu langkah dan melawan tantangan terberat: diri sendiri. Saya yang baru pertama kali turun ke Car Free Day sepanjang ruas Thamrin-Sudirman ini memulai cerita pertama dengan lomba S4 Run Series ini. Kejutan yang saya dapat hari ini adalah trek lari yang memutar di Semanggi. Artinya, pelari harus melewati tanjakan dan turunan penghubung Sudirman-Gatot Subroto. Itu adalah sebuah excitement tersendiri karena membutuhkan efforts yang tidak mudah buat saya yang biasa dengan trek yang datar-datar saja.

Happy Runner at his comeback.

Tidak ada perasaan lain yang bisa menggantikan kegembiraan ketika mencapai garis finish. Walau catatan waktu di Endomondo menunjukkan 34 menit 53 detik, jauh dibandingkan Halo Fit Night Run Juli kemarin dimana saya mencatat 24 menit 38 detik untuk jarak yang sama (5K). Anyway, it's not about how fast your pace, but it's all about challenge and pushing yourself to reach the finish line. I may not made my greatest time here but i did some personal best record (based on Endomondo tracking system). 
 

I know it's not much but this is more than i can spent (Sherina banget :D ) I'm happy. That's all.

OFFICIAL TIMING RESULT

Overall : 131/734
Gender : 109/389 (Male 5K)



Paninggilan, 1 September 2013.
Disclaimer Note: Trademarks mentioned in this post belong to their respective owners.

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...