Senin, 30 Juni 2014

Semusim, dan Semusim Lagi

Tidak banyak yang ingin saya bahas soal buku ini. Komentar dari Dewan Juri Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta 2012 “...ditulis dengan teknik penceritaan yang intens, serius, eksploratif, dan mencekam.” Sudah cukup mewakili. Barangkali hal inilah yang menjadi kekuatan buku ini sehingga mampu menjadi pemenang Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta.


Sejak awal pembacaan dimana si tokoh Aku bercerita tentang hubungannya dengan sang Ibu, saya sudah merasakan ada sesuatu yang tidak lazim. Adalah hubungan antara ibu dan anak yang tidak biasa (untuk tidak menyebutnya absurd) yang kemudian menjadi pembuka bagi keseluruhan cerita. Personally, cerita semacam ini jarang saya temukan pada buku lain yang bergenre sama.

Saya masih belum bisa menemukan ketegangan dan intensitas cerita ketika si Aku bertemu dengan Muara. Awal pertemuan yang membuat mereka semakin dekat hingga keduanya berhubungan intim. Sampai disini, cerita masih berjalan seperti biasa. Namun, apa yang terjadi setelahnya itu adalah satu kejutan tersendiri dan cerita pun perlahan mulai absurd. Kehadiran Sobron dalam bentuk ikan koki yang menjelma nyata menghadirkan satu permasalahn sendiri bagi si Aku.

Ketika Muara bersimbah darah ditangannya, Sobron menghilang. Tak pelak, si Aku pun dianggap gila meskipun tidak ada tanda-tanda atau gejala yang menampakkan kelainan jiwa. Saya mulai merasakan intensitas cerita ketika pembacaan sudah melebihi setengah tebal buku. Kehidupan si Aku di rumah sakit jiwa (or whatever you name it) adalah lika-liku dan sebuah misteri tersendiri. Happy ending, adalah sebuah harga yang pantas bagi cerita ini.

Harus diakui bahwa memang buku ini memiliki karakter yang tidak pernah dimiliki buku lain. Pemahaman penulisnya terhadap filsafat mampu merangkai satu pemaknaan yang ikut lebur menjiwai seluruh jalan cerita. Tentunya, kehadiran buku ini dalam ranah sastra turut memperkaya khazanah sastra Indonesia umumnya. Oleh karena kekurangtahuan saya terhadap filsafat, maka tulisan ini saya cukupkan sekian.

Manado, 26 Juni 2014

Hanya Salju dan Pisau Batu

Habis lalap terbitlah terong

Sebuah Kesan Pembacaan


Membaca judulnya saya sudah dibuat bingung. Apakah ada hubungan antara salju yang selalu turun di musim dingin dengan sebuah pisau batu? Apakah benar pisau batu itu bisa digunakan memotong sebuah batu? Atau malah hanya sebuah judul iseng yang mengambil inisial dari nama mereka berdua. Bagi pembaca yang mulai bingung, sila abaikan saja kalimat pembuka saya tadi.

Secara sederhana, Happy Salma dan Pidi Baiq memulai sebuah proses yang entah mereka namakan apa. Saling bersahutan, mungkin saja. Korespondensi, bisa juga. Saya tidak mampu mendefinisikan kategori fiksi dalam buku ini. Bila mau dimasukkan ke dalam golongan novel, ceritanya mampu berdiri sendiri sebagai sebuah cerita pendek. Mau dibilang kumpulan cerpen, semua cerita pendek didalamnya malah membentuk satu kesatuan unsur yang tidak bisa dipisahkan. Kesulitan semacam ini mengingatkan saya pada buku “9 dari Nadira” tulisan Leila S. Chudori.

Agaknya, buku yang ditulis dengan hasil korenspondensi penulisnya memang sangat jarang. Terlebih, bila banyak hal-hal absurd yang tidak penting ikut mengemuka dan anehnya bisa membuat pembaca tertawa. Happy Salma dengan sabar menulis semua yang ingin dituliskannya. Sedang, Pidi Baiq hanya membalas semampu dan semaunya. Agak tidak imbang memang, namun dengan begitu keseimbangan dapat tercapai.

Pidi Baiq mampu mengimbangi permainan kata Happy Salma. Berbagai metafor yang Happy Salma gunakan dapat dicounter Pidi Baiq dengan lebih lugas. Bila pembaca mengharapkan sesuatu yang lebih cerdas dari buku ini niscaya tidak akan berhasil. Lebih parah, membaca buku ini agak menggoyang tingkat kecerdasan. Syukur-syukur pembaca tidak mengalami penurunan tingkat kecerdasan mendadak.
 
Buku ini juga mengingatkan saya pada film “The Lakehouse” yang diperankan oleh Keanu Reeves dan cinta-gue-sepanjang-masa Sandra Bullock. Keduanya saling berbalas surat hingga akhirnya takdir mempertemukan mereka. Entah, apakah Pidi Baiq dapat bertemu dengan Happy Salma di akhir cerita atau malah pada saat buku ini dirillis. Yang jelas, hanya lewat kata, keduanya mampu mempertemukan hal-hal yang cenderung absurd dan tidak pernah kita bayangkan atau alami sebelumnya.

Judul           : Hanya Salju dan Pisau Batu
Penulis        : Happy Salma dan Pidi Baiq
Penerbit      : Qanita
Tahun          : 2010
Tebal          : 225 hal.
Genre         : Fiksi 

Paninggilan, 18 Juni 2014

Mari Lari

Kalau ada film yang saya tunggu rilis di bulan Juni ini adalah ‘Mari Lari’ dan ‘Transformers 4: Age of Extinction”. Berhubung Optimus Prime baru bisa mentas bareng Mark Wahlberg 27 Juni nanti maka saya menonton “Mari Lari” dulu. Tepat di hari ketika Cinema 21 memangkas jadwal film ini. 


Film ini bercerita tentang seorang Rio Kusumo (Dimas Aditya) yang tidak pernah menyelesaikan apapun sepanjang hidupnya. Let’s say him as an under-achiever. Pekerjaannya hanyalah seorang sales di dealer mobil yang juga berusaha menamatkan kuliahnya. Ayah Rio, Tio Kusumo (Donny Damara) adalah seorang mantan atlet yang sukses memiliki sebuah pabrik garmen. Tio tidak pernah yakin bahwa Rio suatu saat akan menyelesaikan apa yang dia mulai. Tio menganggap tidak ada yang pantas dibanggakan dari anak satu-satunya itu. Hal itu pula yang membuat Rio terpaksa angkat kaki dari rumah.

Hubungan Rio dengan ibunya, Fitri Kusumo (Ira Wibowo) cukup dekat. Rio bahkan mengajak sang Ibu menikmati gaji pertamanya. Malam itu pula Rio tidak menyadari bahwa Ibunya menyimpan sebuah rahasia.  Penyakitnya yang terlanjur parah mengantarkan sang Ibu kembali kepada Sang Pencipta. Sepeninggal ibunya, Tio mengajak Rio kembali ke rumah. Mereka tinggal bersama kembali namun tanpa hubungan ayah-anak yang normal.

Dari sebuah iklan di radio, Rio mendengar informasi tentang Bromo Marathon. Even lomba lari tahunan yang digelar di kawasan pegunungan Bromo. Rio punya niat untuk mengikutinya. Rio berhasil menemukan undangan dari pihak penyelenggara atas nama kedua orang tuanya, Tio Kusumo dan Fitri Kusumo. Berbekal kenangan dari sebuah album yang sudah lama hilang, Rio memberanikan diri untuk bicara pada ayahnya. Rio ingin menggantikan posisi ibunya di Bromo Marathon.

Sekali lagi, Tio menunjukkan ketidaksukaannya pada niat Rio. Rio dianggap belum mampu dan tidak pernah serius. Apalagi untuk mengikuti sebuah lomba lari jarak jauh pertama dalam hidupnya. Rio merasa tertantang untuk membuktikan pada ayahnya bahwa ia memang mampu. Rio termotivasi untuk berhasil finish demi sang Ibu.

Rio pun mulai berlatih. Ia mulai rajin berlatih. Perkenalannya dengan Annisa (Olivia Jensen) di dealer mobil tempanya bekerja tidak sia-sia. Suatu pagi, mereka bertemu dan berlari bersama. Sejak saat itu, Rio punya teman berlatih. Latihannya pun semakin bervariasi karena Rio berencana untuk lari Bromo Marathon yang memang butuh persiapan matang. Annisa ikut menjadi motivasi Rio. Rio berubah menjadi pribadi yang percaya diri. Terbukti dari pekerjaannya yang mulai menampakkan hasil.

Tio bukannya tidak tahu Rio mulai rajin berlatih. Tio memberi Rio tantangan untuk finish di satu event lari sebelum Bromo Marathon. Bila Rio bisa finish, Tio akan mengizinkan Rio ikut ke Bromo. Kesibukan kuliah serta semain padatnya jadwal pekerjaan membuat Rio kurang persiapan dalam mengahdapi tantangan pertamanya. Alhasil, Rio keteteran dan hampir menyerah andai saja tidak terlibat dalam suatu percakapan di mobil panitia lomba. Usai lomba, Rio menyusul ayahnya dan meninggalkan medali finishernya di kaca mobil. Sambil berharap itu bisa menjadi bukti kesungguhannya untuk mengikuti Bromo Marathon.

Persiapan Rio semakin matang untuk berangkat ke Bromo. Namun, disaat terakhir Annisa batal berangkat kesana. Ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkannya. Dalam hubungan mereka yang sudah dekat Rio sempat merasa kecewa namun ia tetap harus berangkat. Demi janji kepada dirinya sendiri sekaligus pembuktian pada ayahnya. Rio pun berangkat bersama ayahnya ke Bromo Marathon. Perlahan, hubungan ayah-anak ini mulai membaik. Tio mulai melihat kesungguhan dalam diri Rio.

Rio akhirnya berada pada tempat yang dia inginkan. Ia berlari di Bromo Marathon bersama ayahnya. Kilometer demi kilometer ia lalui. Semangatnya masih belum padam. Namun, akibat kelengahannya Rio terjatuh dan kakinya luka. Ayahnya yang sudah terlajur jauh berada di depan Rio mulai cemas. Tio pun segera menyusul ke belakang dan menemukan Rio yang berjuang untuk terus berlomba dengan lukanya. Rio merasa tidak enak karena perhatian ayahnya itu. Rio tahu ayahnya sedang mengejar catatan waktu terbaik untuk even Bromo Marathon kali ini.

“Waktu terbaik ayah, adalah sama kamu” adalah kalimat yang meluncur dari mulut ayahnya. Sebuah kalimat yang cukup meyakinkan Rio untuk terus berlari menggapai garis finish. Walau didera luka yang cukup mengganggu namun Rio berhasil menyelesaikan marathon pertamanya.

Catatan Singkat  

Sudah banyak film bertema olahraga yang lebih dahulu menghiasi layar bioskop. Termasuk film ini. Hanya saja, film bertema olahraga lari dalam dasawarsa terakhir, saya rasa baru mampu direpresentasikan oleh film ini. Film garapan Delon Tio yang ditulis oleh Ninit Yunita (pelari dan penulis buku) ini bercerita dengan jujur mengenai aspek-aspek humanisme yang berkaitan dengan olahraga lari.

Teh Ninit bahkan merilis film ini bersamaan dengan launching novel dengan judul yang sama. Teh Ninit pun bahkan muncul dalam film ini, bersama sang suami tercinta pemilik suamigila.com @adhityamulya. Saya menikmati ‘perkelahian’ mereka di dalam mobil yang ditumpangi bersama Rio. Kemunculan cameo semacam ini adalah satu sensasi tertentu yang menyenangkan.

Sebagai film keluarga, ‘Mari Lari’ mampu memberikan kesan hangat dan pentingnya arti sebuah keluarga. Pelajaran utama tentang motivasi, berani memulai, berproses, dan selesai, tidak ketinggalan. Elemen-elemen kunci dalam hidup tersebut menjadi nilai tambah tertentu bagi penonton. Entah bagi mereka yang sama berlari atau bagi mereka yang membutuhkan dukungan motivasional tertentu. Tidak berlebihan rasanya bila film ini saya nobatkan sebagai Film Keluarga Terbaik tahun ini.
Bagi saya pribadi, film ini punya pesan yang kuat. Berani memulai, berproses, kemudian selesai. Saya teringat pada pesan seorang senior di Kampus. Katanya, “Kalau mau, pasti bisa. Kalau bisa, belum tentu mau.” Satu hal yang akan terus terngiang dalam ingatan saya. Akhir kata, usai layar bioskop ditutup saya hanya mampu bergumam “Ya iya lah, kalau ditemenin Olivia mah saya juga bisa lari sampai Bromo mah..”

Judul           : Mari Lari
Sutradara    : Delon Tio
Cast            : Dimas Aditya, Olivia Jensen, Donny Damara, Ira Wibowo, Ibnu Jamil
Tahun         : 2014
Produksi     : Nation Pictures
Genre         : Drama-Olahraga 

Bandung, 14 Juni 2014
Usai nonton bersama @farida_ella

Catatan Hati Seorang Istri (Lagi)



Medio Oktober 2008, saya membeli buku ini. Saya tidak menyangka bahwa 6 tahun kemudian, buku ini beralih format ke sinetron yang diperankan oleh Dewi Sandra dan Ashraff Sinclair beserta sederet nama tenar lainnya. Entah ada hubungannya atau tidak, postingan blog sebelumnya yang mengulas sekilas soal buku ini dan satu trilogi buku lain dari Pipiet Senja mendapat hits 'top five' sejak sinetron bertagar #CHSI itu naik tayang.

Saya tidak mengikuti jalan cerita CHSI versi sinetron. Saya tidak ingin isi cerita buku yang terlanjur melekat di kepala saya bercampur aduk dengan purwarupa visual sebagaimana yang kita saksikan belakangan ini. Saya juga tidak terima "Spongebob" diganti oleh "Hello Kitty".

Buku ini berisi catatan-catatan singkat tentang perasaan dan suara hati kaum istri. Tentang bagaimana kaum istri memaknai peran mereka atas kehidupan ini. Sebagai seorang istri bagi suami mereka, seorang ibu bagi anak-anak mereka, dan kawan sekaligus lawan bagi diri mereka sendiri. Saya kagum pada kekuatan dan keteguhan para perempuan yang menuturkan kisahnya. Adalah tidak mudah untuk terus terbang dengan sebelah sayap yang patah.


Dari sudut pandang perempuan, saya menangkap kesan bahwa semua lelaki dalam buku ini berada dalam posisi yang salah. Hal ini sah-sah saja, kalau mau sebaliknya berarti judul buku ini harus diganti juga jadi 'Catatan Hati Seorang Suami'. Sebagai subyek yang memulai prahara dengan berselingkuh hingga KDRT. 

Bagi saya pribadi, menarik untuk menggali kembali penyebab dibalik semua kesalahan kaum Adam itu. Tidak fair rasanya bila kesalahan dijatuhkan kepada satu pihak saja tanpa ada pembelaan. Namun, bukan berarti kesalahan itu tidak bisa diperbaiki dan dicari asal muasalnya sebagai bahan introspeksi.

Catatan Singkat

Buku ini sebenarnya jadi penanda atas satu masa. Dalam suatu obrolan singkat pada suatu malam menjelang pernikahan seorang sahabat, terlintas ide untuk setidaknya ‘mempelajari’ hal-hal yang dimungkinkan terjadi pada saat pernikahan. Saya tidak tahu juga kenapa pilihan untuk ‘belajar’ hal itu jatuh pada buku ini. 

Kalau boleh, saya ambil logika sederhana. Jika kita mau mengetahui bagaimana isi dan suara hati seorang istri maka carilah dari mereka yang benar-benar menyuarakannya. Buku ini misalnya. Dikumpulkan dari beberapa kisah nyata yang benar-benar terjadi. Isu-isu tipikal macam perceraian, perselingkuhan, dan KDRT masih menjadi perdebatan hingga hari ini. Satu hal yang membuat kisah non-fiksi ini memiliki kesan yang kuat adalah pengaruhnya untuk membangkitkan semangat menulis di kalangan kaum istri di tanah air.


Curug, 16 Juni 2014.

Sabtu, 28 Juni 2014

Dilan, dia adalah Dilanku tahun 1990

Cinta sejati adalah kenyamanan, kepercayaan, dan dukungan. Kalau kamu tidak setuju, aku tidak peduli.



Dilan adalah sebuah kisah sederhana tentang dua orang muda yang saling mencinta. Lika-liku kisah romansa anak sekolah tahun 90-an membawa pembaca (terutama yang tinggal di Bandung) ikut merasakan kembali gelombang nostalgia.

Dilan bertemu Milea secara tidak sengaja. Walau begitu, Dilan tidak henti-hentinya membuat Milea penasaran. Berbagai macam cara yang Dilan lakukan selalu berhasil mengesankan Milea. Alhasil, Milea mencoba mencari lebih dalam siapa sosok Dilan. Milea tidak mau begitu saja percaya pada informasi yang beredar di lingkungan sekolahnya soal jatidiri Dilan.

Milea menemukan sesuatu yang menyenangkan dari Dilan dan mulai jatuh hati padanya. Milea pun memutuskan kekasihnya. Mencintai Dilan adalah sebuah labirin tersendiri bagi Milea yang pada akhirnya mempertemukannya dengan Bunda, Ibunda Dilan. Kedekatan mereka berlangsung cukup akrab hingga Milea menemukan beberapa potongan puisi yang ditulis Dilan untuknya.

Mencintai seseorang memang tidak mudah. Ketika Dilan menghilang, Milea mengalami pengalaman buruk dengan Anhar, teman Dilan. Anhar menuduh Milea mempengaruhi Dilan untuk membatalkan sebuah rencana penyerangan. Sebuah tamparan yang menerpa pipi Milea kemudian membuat Dilan lepas kendali. Dilan menghajar Anhar setelak-telaknya.

Usai kejadian itu adalah sebuah happy ending. Mengapa? Saya pun bertanya, apakah cinta masih butuh sebuah pengakuan untuk diucapkan? Kalau pembaca berpikir bahwa Dilan akan jadian dengan Milea, memang benar adanya. Ibarat teks proklamasi, Dilan dan Milea resmi berpacaran dengan sebuah ikrar bermaterai. Plus, lima buah kerupuk dan bala-bala.

Catatan Singkat

Pengalaman membaca Dilan adalah satu yang berbeda dari sekian banyak novel yang telah saya baca. Biasanya, sang penulis masih merahasiakan cerita novelnya seperti apa. Kalaupun mau memberi clue, beberapa hanya sebatas 140 karakter di Twitter. Beda dengan Dilan. Novel ini bahkan sudah dapat dibaca sebelum terbit versi cetaknya.

Sejak pertama membaca Dilan via blog, saya langsung menyukai cara Pidi Baiq bercerita. Seakan Pidi Baiq membelah dirinya menjadi dua, satu jadi Milea, dan satu lagi jadi Dilan. Jalan cerita yang mengalir membuat pembacaan novel sepanjang 330 halaman ini terasa menyenangkan.

Dilan sendiri adalah tokoh rekaan yang terasa nyata. Entah apa hubungannya dengan Bob Dylan, yang jelas Dilan memberi contoh dan pelajaran bagaimana memenangkan hati seorang perempuan. Dengan cara yang tidak biasa tentunya. Kalaupun sampai Dilan ini difilmkan, saya rasa tidak akan menyaingi si Boy. Namun, Dilan akan mencuri hati siapapun yang menontonnya.
 
Judul           : Dilan, dia adalah Dilanku tahun 1990
Penulis        : Pidi Baiq
Penerbit      : DAR! Mizan
Tahun          : 2014
Tebal          : 330 hal.
Genre         : Novel Remaja

Pharmindo, 13 Juni 2014.

Rabu, 04 Juni 2014

Norwegian Wood

I sat on the rug, biding my time, drinking her wine
We talked until two and then she said, "It's time for bed"
The Beatles - Norwegian Wood



Mendengar lagu 'Norwegian Wood milik The Beatles mengalun kembali, Watanabe kembali teringat kepada sosok yang pernah dicintai dan diinginkannya, Naoko. Persahabatannya dengan Kizuki membawanya kepada perkenalan dengan Naoko. Selepas kematian Kizuki, Watanabe menjadi satu-satunya bagi Naoko. Hari demi hari, ikatan mereka bertambah kuat. Tanpa ada pernyataan cinta sekalipun dari Watanabe. Kedekatan mereka pula yang akhirnya mendorong mereka melakukan hubungan intim. Usai malam itu, watanabe kembali ke dunianya, kembali ke kehidupannya semula.

Watanabe bersahat dengan Nagasawa yang dipandangnya sebagai sosok lelaki yang memang punya banyak kesamaan dengannya. Mereka membaca buku dan memiliki selera yang sama. Ketertarikan mereka berpusat pada diri mereka tidak kepada dunia di luar diri mereka. Dari Nagasawa kelak Watanabe akan mengenal Hatsumi-san, kekasih Nagasawa yang dinilainya terlalu baik untuk Nagasawa.

Kehidupan kampus membawa Watanabe kepada sosok perempuan ceria bernama Midori, teman sekelas di kelas drama. Watanabe kemudian mulai dekat dengan Midori yang ternyata memendam perasaan kepadanya. Ketika Naoko menghilang untuk sebuah alasan, Watanabe menemukan sesuatu yang menarik dalam diri Midori.

Watanabe tidak bisa melepaskan kebiasaannya dengan Nagasawa. Bila ada waktu senggang, mereka akan keluar dari asrama dan tidur dengan perempuan yang dijumpainya di tempat minum. Kebiasaan Watanabe itu didasari rasa haus, kesepian, dan kegalauan atas perasaannya. Ia tidak mampu menjelaskan perasaanya sendiri untuk Naoko maupun Midori. Kebetulan, Nagasawa punya cara sendiri untuk melampiaskan itu semua sehingga Watanabe mengikutinya.

Watanabe tetap tidak bisa melupakan Naoko. Maka ketika surat dari Naoko tiba, Watanabe segera merencanakan perjalanan untuk menemuinya. Naoko sedang menjalani penyembuhan di sebuah tempat di daerah pegunungan. Bukan panti rehabilitasi biasa. Naoko berada dalam lingkungan yang menjaga penghuninya dari dunia luar. Sebuah tempat dengan lingkungan yang betul-betul aneh namun tidak bagi Watanabe. Pertemuan kembali dengan Naoko membuat roda gigi kehidupan Watanabe kembali melaju. Watanabe juga bertemu dengan Reiko-san teman sekamar Naoko. Dari Reiko, Watanabe dapat memahami apa yang terjadi pada Naoko. Kelak, Reiko akan menemui Watanabe kembali demi sebuah penjelasan.

Usai berpisah dengan Naoko, Watanabe menjalin kembali hubungannya dengan Midori. Midori semakin menunjukkan perasaan sukanya. Hanya saja ia tidak mampu memahami apa yang terjadi dengan Watanabe. Watanabe sendiri lebih bergairah mengingat ia telah menjanjikan Naoko untuk hidup bersama. Sekeluarnya dari asrama, Watanabe menyiapkan semuanya untuk menyambut kepindahan Naoko. Dan ketika hubungannya berjalan tidak lancar dengan Midori, terjadi sesuatu pada Naoko.

Pada kunjungannya yang kedua ke tempat Naoko, Watanabe tidak melihat sesuatu yang aneh pada Naoko. Melalui Reiko juga, Watanabe tahu bahwa Naoko sering mengalami gangguan bisikan yang dikaitkan dengan kesehatan jiwa. Watanabe mengerti dan memahami tindakan Naoko yang lebih banyak diam itu. Midori pun semakin menjauh dari Watanabe. Midori sadar bahwa ada perempuan lain dalam hidup Watanabe. Ia mengerti itu namun ia tidak dapat menahan perasaannya. Sehingga ketika bertemu kembali dengan Watanabe, ia memutuskan untuk menghilang saja dari kehidupan Watanabe.

Dua bulan Midori menghilang, sementara Watanabe sendiri makin bimbang dengan perasaannya. Ia segera mencari cara untuk dapat menghubungi Midori. Namun semua itu sia-sia belaka hingga akhirnya Naoko menjemput ajal dengan bunuh diri di hutan dalam tempat rehabilitasi. Reiko-san meminta Watanabe hadir dalam upacara kremasi Naoko yang sepi itu. Watanabe semakin dilanda kekalutan hingga ia pun menghilang sementara waktu. Watanabe melakukan perjalanan yang tak tentu arah. Ia naik kereta, menumpang truk, tiduran di tepi toko, berjalan tak tentu arah hingga terdampar di tepi pantai dan menerima belas kasihan dari seorang anak nelayan.

Watanabe sadar bahwa ia harus segera pulang. Kematian Naoko tidak ada hubungannya dengan kekalutan dunianya. Memang benar dunianya kini hampa dengan tiadanya Naoko dan harapan-harapan yang ia simpan bersamanya. Watanabe bergulat dengan dirinya sendiri dan ia memenangkannya. Kematian dan kehidupan adalah dua hal yang berbeda. Ia segera kembali ke Tokyo setelah sebulan menghilang. Ia mencoba menghubungi Midori namun belum berhasil. Watanabe melanjutkan hidupnya dan menerima surat dari Reiko-san yang memberitahunya bahwa ia akan menemuinya. Reiko-san telah memutuskan untuk keluar dari tempat rehabilitasi yang dulu ditinggalinya bersama Naoko.

Pertemuan dengan Reiko-san ini menyingkap banyak tabir seputar kematian tragis Naoko. Reiko-san bersama Watanabe bahkan melakukan upacara kematian Naoko dengan menyanyikan lagu-lagu Beatles yang dimainkan reiko-san dengan gitarnya. Lima puluh lebih lagu mereka mainkan malam itu hingga mereka sama-sama tersadar bahwa mereka saling menginginkan. Mereka menutup malam dengan tidur bersama untuk merayakan Naoko yang sudah tiada dan Reiko-san yang akan kembali mengajar di sekolah musik milik temannya.

Tiba waktunya Reiko-san untuk segera melanjutkan perjalanan ke kota tujuannya. Watanabe kembali berpisah dengan Reiko-san. Keduanya telah mengikat janji untuk saling bertukar kabar. Sementara Watanabe telah memutuskan untuk mencari Midori. Ia berhasil menghubungi Midori dan bercakap-cakap dengannya ketika ia benar-benar tidak sadar dimana ia berada.

Catatan Personal


Norwegian Wood milik Haruki Murakami adalah karya penulis Jepang kesekian yang pernah saya baca. Sebelumnya, saya lebih dulu menamatkan Botchan (Natsume Soseki), sebuah buku biografi Soseki dan Toson, Rashomon milik Ryunosuke Akutagawa, dan Snow Country dari Yasunari Kawabata. Rasa penasaran akan buku ini dimulai sejak saya mulai mengakrabi bacaan-bacaan itu tadi. Namun, saya terus menunda pembacaan karya Murakami ini hingga memasuki pertengahan tahun ini. Saya kembali dilanda rasa penasaran setelah berbincang ringan dengan seorang kawan.

Norwegian Wood saya rasa berhasil mendeskripsikan dengan detail keadaan kaum muda di Jepang pada satu linimasa, akhir 1960-an hingga awal 1970-an. Kegalauan, harapan, pretensi, ekspektasi kamu muda negeri Sakura terlukis jelas dalam novel dewasa yang mengambil judul lagu dari The Beatles ini. Melalui cerita Watanabe, pembaca dapat menangkap dengan jelas segala gejolak dan gairah anak muda Jepang pada masa itu. Masa muda yang penuh dengan segala hasrat pencapaian dan nafsu pelampiasan. Tak pelak, seks pun ikut menjadi bumbu yang tidak hanya menjelaskan isi cerita namun terlebih sebagai simbol suatu fenomena yang terjadi saat itu.

Murakami memiliki cara yang cerdas untuk menempatkan tokoh Watanabe dalam cerita. Watanabe diposisikan sebagai sosok sentris yang memegang segala sesuatu untuk menentukan akhir cerita. Memang tidak salah bila kemudian pembaca menebak-nebak akhir cerita akan seperti apa. Murakami menempatkan kebingungan, kebimbangan, kegalauan, dan kekalutan sekaligus pada Watanabe. Sehingga, tidak mudah untuk menebak kepada siapa Watanabe akan menentukan pilihan.

Bila pembaca sedikit sensitif dengan beberapa 'clue' dalam cerita tentu akan mampu membuat tebakan yang jitu. Ambil contoh, Naoko kecil melihat sendiri kakaknya meninggal secara tragis dengan menggantung ddiri. Kemudian, apa yang terjadi pada Naoko seharusnya sudah bisa ditebak. Ia akan menggantung dirinya setelah mempersiapkan segala sesuatunya dengan sempurna.

Apapun itu, kiranya Murakami seakan ingin berkata bahwa kebahagiaan itu dicari dengan pilihan. Pilihlah jalan kebahagiaanmu sendiri. Segenap konflik yang terjadi pada Watanabe, Naoko, Midori, Nagasawa-Hatsumi, dan Reiko adalah perjalanan menuju kebahagiaan itu sendiri.

Judul        : Norwegian Wood
Penulis      : Haruki Murakami
Penerbit    : Kepustakaan Populer Gramedia
Tahun       : 2013
Tebal        : 426 hal.
Genre       : Sastra Jepang-Novel Dewasa
 
Medan Merdeka Barat, 4 Juni 2014.
Usai makan nasi bebek

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...