Jumat, 06 Maret 2009

Cerita Untuk Sebuah Nama *)

Mengapa jiwaku mesti bergetar
Sedang musikpun manis kudengar
Mungkin karena kulihat lagi
Lentik bulu matamu
Bibirmu dan rambutmu yang kau biarkan
Jatuh berderai di keningmu
Makin mengajakku terpana
Kau goreskan gita cinta

Ya, mengapa harus jiwaku yang bergetar kala melihatmu disana. Lagu itu mengalun lagi, menambah haru jiwa padamu. Sungguh aku lihat engkau disana. Lengkap dengan bulu mata yang lentik, dan rambut panjangmu yang terikat. Aku terpana. Sungguh terpana. Semakin aku larut dalam pesonamu semakin aku menginginkanmu.

Bagaimana tak lepas aku memandangimu. Sedang kau bermain didepan kedua mataku ini. Kau masih ada disana dan menggoreskan sedikit rasa pada hati ini.

Mengapa aku mesti duduk disini
Sedang kau tepat didepanku
Mestinya ku berdiri berjalan kedepanmu
Kusapa dan kunikmati wajahmu
Atau kuisyaratkan cinta
Tapi semua tak kulakukan
Kata orang cinta mesti berkorban

Mengapa aku mesti duduk disini? Sudah memang takdirku hanya bisa duduk disini. Tepat dihadapanmu. Aku duduk hanya untuk melihatmu saja. Bukan menatap kosong pada layar LCD yang penuh angka-angka sialan itu. Aku hanya ingin duduk disini saja, melihatmu dari kejauhan.

Harusnya aku berdiri lalu melangkah kehadapanmu. Kusapa dirimu lalu mulailah basa-basi yang selalu berakhir penuh tanya. Sambil bicara, tentunya akan kusisipkan semua cita yang ada untukmu. Semuanya hanya isyarat, entah kau bisa menangkapnya lalu menafsirkannya.

Tapi seperti yang sudah-sudah, aku tidak pernah melakukan itu. Aku menginginkanmu tapi tidak pernah berusaha untuk menunjukkannya. Aku hanya bisa seperti itu saja, menatapmu dari kejauhan dan terkadang cuma curi-curi pandang saja kala engkau ada didekatku.

Mengapa dadaku mesti bergoncang
Bila kusebutkan namamu
Sedang kau diciptakan bukanlah untukku
Itu pasti tapi aku tak mau perduli
Sebab cinta bukan mesti bersatu
Biar kucumbui bayanganmu
Dan kusandarkan harapanku
Jatuh berderai dikeningmu

Ada getar yang terasa kala mendengar ataupun melihat namamu. Ada yang merasa, entah hatiku yang sebelah mana. Semuanya terasa begitu menggetarkan dengan sama getirnya dengan kehilangan yang paling menyakitkan sekalipun. Aku tidak pernah peduli engkau tahu apa tidak. Takdir pun sudah menyaratkan bahwa kau memanglah bukan untukku. Aku tidak peduli.

Kalau ini bisa dibilang cinta, apalagi yang akan aku katakan? Apa aku harus ikut-ikutan bilang, "Cinta tak selalu harus memiliki", "Mencintai tidak harus selalu memiliki", dll. Tidak, aku tidak akan seperti itu. Aku tahu engkau dan aku takkan bersatu maka kucukupkan sampai disini saja. Aku cukupkan untuk hanya merasakanmu lewat pertemuan-pertemuan kita yang selalu biasa seperti itu.

Kalau memang cinta punya bayangan, akan seperti apa jadinya? Tentu dunia ini akan penuh dengan bayang-bayang cinta yang wujudnya tidak terlihat tetapi bayang gelapnya terlihat. Untung saja cinta tidak pernah berbayang walau pernah berbekas. Karena itu pula, hanya akan kucumbui bayanganmu. Bayanganmu yang ada dikepalaku saja. Bayanganmu yang selalu hadir dalam mimpi-mimpi malam. Adapun tentang harapan-harapan itu, akan kubiarkan mereka terbang larut bersama angin dan debu yang selalu menerpa wajahmu itu hingga mereka akhirnya jatuh berderai membelai keningmu.



Pegangsaan Dua-Kelapa Gading, 6 Maret 2009, 15.04



*) adaptasi dari judul lagu Ebiet G. Ade, "Lagu Untuk Sebuah Nama"
**) Lirik lagu didalam tulisan ini diambil dari lagu yang sama.

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...