Minggu, 31 Januari 2016

Lari Lagi (2)




Ada banyak hal yang menyebabkan saya kehilangan motivasi berlari. Alasan utama adalah kelelahan. Ya, tidak dapat dipungkiri jarak rumah di pinggiran ibukota menuju kantor menjadi semakin jauh. Faktor lain, kesibukan rumah tangga harus membuat saya melepaskan beberapa hal. Seperti saya pernah tulis, lari yang saya kalahkan. 

Saya belum menemukan jadwal alternatif untuk berlari semjnggu tiga kali-seperti biasanya. Waktu yang tersisa pun kini hanya hari Sabtu dan Minggu. 

Saya selalu takut bahwa saya melambat padahal kenyataannya memang demikian. Saya tidak dapat menghalangi kenaikan berat badan akibat sudah mulai jarang lari.

Soal motivasi, saya memang mengalami masalah. Saya tidak dapat memaksa diri saya untuk terus berlari walaupun masih menyesuaikan dengan keadaan sekarang. Saya sudah tidak mengikuti lomba lari lagi sebagai ujian mental. 

Yang jelas, mulai hari ini saya harus memulai kembali program latihan lari rutin. Tidak hanya untuk mendapat manfaat sehat dari lari. Tetapi juga, menemukan motivasi yang hilang. 


Cipayung, 31 Januari 2016. 

Lari Lagi


Tak terasa sudah lebih dari sebulan sejak lari terakhir di tahun lalu. Persiapan pindahan dari kost ke rumah memang meminta banyak tenaga. Mulai dari packing, loading, unloading, hingga preparation di rumah. 

Sejak mulai pindah dan menempati rumah, waktu yang tersisa untuk lari pun hanya tinggal Sabtu dan Minggu. Itu pun baru hari terakhir di bulan Januari ini saya mulai berlari lagi. Kesibukan rumah tangga dengan satu anak bayi mulai saya rasakan sepenuhnya. Hingga kalau boleh saya mengalah ya lari lah yang saya kalahkan. 

Anyway, berlari kembali turun ke jalanan setidaknya membuat ingatan saya kembali pada masa-masa awal mulai lari. Saya mencoba membuat rute sendiri. Berbekal Google Maps. Melalui jalan-jalan yang belum pernah dilalui dengan berlari sebelumnya. 

Saya tidak terlalu memaksa untuk membuat catatan waktu terbaik. Saya cukup sadar bahwa problem berat badan saya cukup menjadi halangan utama untuk kembali menembus 30 menit untuk 5 KM. 

Semoga tahun ini keinginan saya untuk berlari di lapangan terbang dekat rumah terlaksana. Aamiin. 

Cipayung, 31 Januari 2016. 

Sabtu, 30 Januari 2016

Resolusi untuk Sebuah Trilogi



Jauh sebelum wacana film Fifty Shades of Grey akan tayang atau tidak di Indonesia, saya memang sudah penasaran dengan trilogi buku itu. Memang subjek trilogi itu hanya satu saja: seks, namun hal ini jadi menarik ketika hadir dalam kemasan trilogi. 

Pertama, apakah isu BDSM akan  dominan sepanjang cerita trilogi?     Kedua, permainan karakter semacam apakah yang dimainkan oleh E. L. James, sang penulis?

Pertanyaan itu hampir terjawab ketika saya melangkah menuju satu toko buku import di Bandung. Usai melihat banderol harga buku, saya membatalkan niat saya itu. Saya membiarkan diri saya untuk tenggelam dalam rasa penasaran. Bahkan, ketika Anastasia Steele sudah muncul dalam sosok Dakota Johnson. 

Sehari sebelum hari ulang tahun saya kemarin, kiriman paket trilogi Fifty Shades kiriman seorang sahabat pun tiba. Beruntung, saya memenangkan bid ketika ia melego beberapa koleksi bukunya semasa berkuliah di Negeri Kangguru. 

Membaca trilogi ini adalah pembacaan yang panjang. Maka, tak berlebihan rasanya bila target menamatkan trilogi Fifty Shades masuk list resolusi tahun ini. Into the grey, darker, and freed. 

Cipayung, 19 Januari 2016. 

Alasan-alasan Kagum Kepada Orang Indonesia


Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar sehingga tidak membutuhkan kebesaran. Orang yang masih mengejar kebesaran adalah orang yang masih kecil atau kerdil. Indonesia tidak pernah bernafsu terhadap kehebatan karena aslinya memang sudah hebat.

Ungkapan diatas termaktub dalam halaman 20-21. Agaknya, Cak Nun memang kagum betul dengan yang namanya Orang Indonesia. Sebelum membaca lebih jauh, perlu dibuat dulu batas konsensus sejauh mana pengertian Orang Indonesia menurut Cak Nun.

Pembaca tidak harus ambil pusing untuk hal ini karena Cak Nun memang sengaja tidak memberi batasan mana Orang Indonesia atau yang bukan. Tidak pula dibatasi apakah orang-orang yang mendiami bumi Nusantara sejak era Majapahit hingga masa Presiden SBY. Pokoknya, bila anda memang Orang Indonesia, sungguh betul anda-anda ini memang punya potensi besar untuk dikagumi oleh bangsa-bangsa lain di dunia. 

Pembacaan buku diawali dengan syair "Ilir-Ilir" yang dipopulerkan oleh Sunan Kalijaga. Barangkali, Cak Nun ingin pembaca memahami betul bahwa memang  Indonesia ini sudah hebat dari sono-nya.  Lir ilir tandure wis sumilir..

Maka, tak ada bangsa lain di dunia yang kewajiban rasa syukurnya melebihi bangsa Indonesia. Kata Koes Plus, kail dan jala cukup menghidupimu, tongkat dan kayu jadi tanamanan. 

Apalagi alasan yang anda temukan untuk tidak mengagumi orang Indonesia? Gunung-gunung disini hijau, sementara anda bisa hitung sendiri jumlah helai rumput kering yang ada di Jabal Musa Sang Kalimullah itu. Peradaban padi suku Jawa tidak ada tandingannya di dunia. Bukan karena mereka pemalas atau karena manajemen kebijakan pertanian pemerintah. Melainkan, orang Jawa tidak perlu cemas: sewaktu-waktu bisa menanam padi sambil tidur dan memaneninya sambil mengantuk. Sebagai rasa syukur kepada Allah SWT atas anugerah alam subur dari-Nya. 

Indonesia tidak pernah kekurang stok pemimpin. Disini stok pemimpin berlimpah. Bila negara kita disebut sedang mengalami krisis, itu adalah semacam tawadlu sosial, sikap yang menghindarkan diri dari sikap sombong. Begitulah orang Indonesia bersikap demikian agar diremehkan oleh bangsa lain. Bahwasanya, kita punya prinsip religius bahwa semakin direndahkan manusia, semakin tinggi derajat kita dihadapan Allah SWT. 

Bangsa Indonesia adalah bangsa bibit unggul, bangsa garda depan, bangsa besar yang tak butuh kebesaran. Bangsa Indonesia bukan bangsa pemalas. Justru, dunia besar karena Indonesia karena Indonesia adalah kapten kesebelasan dunia.

Semua sifat dan potensi orang Indonesia bisa sangat positif dalam menyongsong masa depan. Lebih-lebih ketika sedang memasuki tahap lingsir wengi alias kegelapan total di berbagai bidang. Maka bila suatu saat nanti muncul ramalan sirnanya NKRI, niscaya pertolongan Tuhan akan hadir dengan cara yang tidak disangka-sangka, berdasarkan melimpahnya "setoran" rakyat Indonesia kepada Tuhan berupa kesengsaraan, keputusasaan, dan derita yang tak sudah-sudah. 

Buku ini dengan gamblang dan apa adanya, mengungkapkan sisi-sisi yang justru tidak pernah jadi hal positif bagi manusia Indonesia. Dengan pendekatan komedis dan (sedikit) sinis, Cak Nun mengabadikan pandangan, harapan, bahkan juga parodi tentang sisi-sisi kualitatif manusia Indonesia. Sisi-sisi yang jarang mendapat ekspos tentang bagaimana manusia Indonesia menyikapi dirinya.

Judul      : Kagum Kepada Orang Indonesia
Penulis    : Emha Ainun Nadjib
Penerbit   : Bentang Pustaka
Tahun      : 2015
Tebal       : 78 hal. 
Genre      : Sosial-Budaya

Cipayung, 28 Januari 2016.

Jumat, 29 Januari 2016

Serba 90-an Dalam Komik

All things are so fun, all the games are so exciting, all events always be remembered, and hope to be repeated.


Seperti ungkapan diatas, tahun 90-an adalah tahun yang paling menyenangkan bagi mereka yang mengalaminya. Barangkali saja, komik ini ditulis dari boomingnya memori 90-an dengan hadirnya akun @Generasi90an berserta berapa produk turunannya.

Kalau boleh sedikit berkomentar, komik ini menampilkan sisi visual dari buku Generasi 90-an karya Marchella FP. Dengan visualisasi ala komik, pembaca diajak untuk mengalami kembali masa kejayaan mereka secara lebih dekat. Komik strip dengan scene pendek berhasil membangkitkan kenangan di masa-masa itu.

Rasanya saya tidak perlu menulis lagi soal komik ini. Untuk pembaca, nikmati buku ini dengan bonus lagu penutup dari OST Keluarga Cemara dan OST Kartun Remi yang melegenda pada tahun-tahun itu. Tahun dimana matahari seakan tidak pernah tenggelam.

Judul          : Serba 90-an dalam komik
Penulis       : Nana Naung
Penerbit      : Alisha
Tahun         : 2014
Tebal           : 138 hal. 
Genre         : Sosial Budaya
 

Medan Merdeka Barat, 13 Januari 2016.
 


Generasi 90-an

"Ada hari di mana yang gak disimpen akan ilang, yang gak dijaga diambil orang"



Bahagia itu sederhana.

Banyak kebahagiaan kecil dan sederhana yang tak pernah lekang oleh waktu. Barangkali, untuk alasan itu buku ini hadir. Kenangan yang dicatat kelak akan menjadi sejarah di masa depan.

Pada zaman konvergensi media elektronik sekarang ini, flashback ke masa lalu adalah satu hal yang paling dimungkinkan. Beruntung, generasi yang menikmati tahun 90-an kini telah menjadi generasi kelas menengah (SES ABC) yang tentu saja akan sangat merasa senang bila bisa dikembalikan lagi kepada zaman dimana mereka tumbuh. Umpamanya, dengan melihat realitas dan pertumbuhan anak masa kini yang tidak lagi seperti dulu.

Bersuka ria dengan mengenang segala hal dari tahun 90-an memang menyenangkan. Mulai dari serial TV populer yang selalu dinanti setiap hari Minggu pagi, jajanan pinggir jalan khas anak sekolahan, mainan yang sederhana namun mendidik, dan yang paling penting dari semuanya itu adalah: interaksi.

Hari-hari ini kita seakan teralienasi oleh perbuatan kita sendiri. Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi telah membuat kita terasing di zaman yang serba hiruk pikuk ini. Generasi 90-an termasuk generasi yang masih merasakan interaksi dalam setiap hal yang mereka alami. Utamanya, bermain, bermain, dan bermain dengan teman.

Bila kajian ini diteruskan, tentu akan menghasilkan beragam tesis dengan bermacam sudut pandang. Entah itu dari sisi antropologis, historis, ataupun sosio-kultural. Namun, zaman adalah musim yang kian berganti. Masa kini adalah masa lalu yang datang kembali. Pilihan ada pada kita, untuk tetap menikmati musim atau bertahan di masa lalu.

Judul          : Generasi 90an (Anak Kemarin Sore #2)
Penulis       : Marcella FP
Penerbit      :Kepustakaan Populer Gramedia
Tahun         : 2015
Tebal           : 116 hal. 
Genre         : Sosial Budaya


Medan Merdeka Barat, 12 Januari 2016.

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...