Selasa, 31 Agustus 2010

Kesaksian Seorang Pembaca

Anggi Hafiz dan Selendang Warna

Awalnya saya mengira Anggi Hafiz, pemilik blog ini, hanya akrab dengan komputer, bahasa pemrograman, aneka software, kabel-kabel. Karena itulah Anggi yang saya kenal jaman kuliah dulu. Waktu itu kami sama-sama sekolah di universitas, fakultas, dan jurusan yang sama. Satu kelas pula. Kalau teman-teman di kelas agak oon di mata kuliah yang bersangkut paut dengan komputer atau teknologi informasi, bisa dipastikan meraka bakal datang ke Anggi untuk bertanya. Dan Anggi akan menjawab dengan caranya yang khas: meledak-ledak.


Belakangan saya ngeuh bahwa ia pun ternyata gemar dan mahir menulis. Bukan menulis tentang curhat dan curhat dan curhat. Ia menulis dengan serius. Tema yang ditulisnya bermacam-ragam. Dari soal film, hingga perempuan. Dari politik sampai cinta.


Yang cukup mengagetkan saya, ternyata ia pun bisa menulis dengan bahasa puitis. Saya kaget karena di kelas, dulu, ia adalah mahasiswa yang kerap menyemburkan pendapat, argumen, dan kritik pedas atas banyak perkara yang diangkat di ruang kelas. Dan seperti saya bilang tadi, selain isinya pedas, gaya penyampaian khas: meledak-ledak.


Saya tidak tahu persis kapan Anggi mulai menjadikan menulis sebagai bagian penting dari aktivitas hidupnya. Tapi yang saya tahu, sejak dua tahun lalu ia mulai menerbitkan tulisan-tulisannya di blog ini, selendangwarna.blogspot.com. Dan sejak saat itu pulalah saya mengenal Anggi sebagai penulis.


Selendang Warna? Ah, saya tak tahu apa makna dari dua kata itu. Kalau selendang warna seperti yang sering dipakai banyak perempuan, saya tahu. Tapi saya kira, ada makna lain dibalik selendang warna yang dijadikan nama blog ini.


Saya masih ingin banyak menulis tentang Anggi dan Selendang Warna, tapi takut salah dan terjebak, secara sadar atau tidak, dalam penilaian-penilaian tidak penting.


Jadi, inilah saya sampaikan ucapan saya yang tidak ada apa-apanya karena memang bisa ditemukan di mana saja. Teruslah menulis sampai tak ada lagi yang tersisa untuk ditulis!



Bandung 31 Agustus 2010.

Atjep Moesliem


*Tulisan ini dimuat dalam rangka 2 Tahun Selendang Warna.

Senin, 30 Agustus 2010

Jumat, 13 Agustus 2010

Menantang Diktator, Menantang Takdir

Judul Buku : Menantang Diktator: Konspirasi Rahasia Anti-Hitler
Penulis : Darma Aji
Penerbit : Penerbit Buku Kompas
Tahun : 2006
ISBN : 9789797091996
Genre : Sejarah Dunia










Conspiracy without solidity will be nothing

Membaca kembali catatan sejarah peninggalan Third Reich dengan simbol kejayaan Nazi dan Adolf Hitler tentu masih sangat menarik untuk diperbincangkan. Perlawanan terhadap rezim yang menjalankan kekuasaan dengan diktatorisme dan totalitarian menjadi sangat tdak mudah. Terlebih lagi, Angkatan Bersenjata Jerman terikat sumpah setia pada Fuehrer.

Menggalang kesatuan ide dan kesepakatan politis demi mencapai tujuan bersama, yaitu bersatunya kembali Jerman dan runtuhnya rezim Nazi seringkali gagal karena tidak kokohnya fondasi konspirasi yang mereka buat sendiri. Dengan demikian, sampailah mereka pada ide untuk membunuh Hitler dan Himmler. Namun, merencanakan pembunuhan Hitler pun bukan perkara yang mudah. Banyak Jenderal masih memegang sumpah setianya pada Fuehrer dan banyak pula yang beranggapan bahwa berkonspirasi membunuh pemimpin Negara adalah suatu tindakan pengkhianatan terhadap Negara.

Berbagai plot telah disiapkan guna menggulingkan rezim diktator yang semakin menenggelamkan Jerman dalam perang melawan Sekutu Barat dan Uni Soviet dibawah pimpinan Stalin. Plot pembunuhan Hitler disusun bersama dengan serangkaian rencana kudeta dan pengambilalihan kekuasaan di Ibukota Jerman saat itu, Berlin. Hanya saja, keberuntungan seringkali menaungi Hitler. Beberapa percobaan sempat mengalami kegagalan. Hitler pun semakin di atas angin dan semakin merasa bahwa tujuan mulia terhadap Third Reich adalah takdirnya.

Begitu pun usaha dari Kolonel Clauss von Stauffenberg pada 20 Juli 1944 yang membawa bom dalam koper dan meninggalkannya di ruang rapat markas Hitler di Wolfersschanze (Wolf’s Lair), Prusia Timur. Kisah heroik ini juga pernah difilmkan dengan judul Valkyrie (MGM, 2008) dan dibintangi oleh Tom Cruise yang memerankan sendiri Stauffenberg. Valkyrie sendiri adalah nama dewa dalam mitologi Jerman-Nordik yang juga namanya dijadikan sandi operasi pengambilalihan keamanan darurat dalam negeri bila sewaktu-waktu kepala Negara berada dalam keadaan bahaya.


Melalui buku ini, pembaca diajak lebih menyelami kejadian-kejadian konspirasi sepanjang berkuasanya Rezim Nazi dibawah komando Adolf Hitler, der Fuehrer. Pembaca juga akan mendapatkan wawasan tambahan sepanjang Perang Dunia II, tentang bagaimana taktik militer Jerman pasca D-Day di Normandia dan War of Stalingrad, dan juga apa dan siapa yang ikut berperan seputar masa-masa kelam dalam sejarah kemanusiaan. Lebih lengkap lagi bila pembaca juga menonton film dokumenter D Day 6.6.44 (2004) dan War of The Century: When Hitler Fought Stalin (2000) rilisan BBC Films sehingga objektivitas pembaca akan tetap terjaga dengan informasi dan arsip-arsip terbaru yang dirilis Rusia guna kepentingan riset.


Paninggilan, 13 Agustus 2010. 10.33

* Edisi Sejarawan Dadakan

Selasa, 10 Agustus 2010

Inception: Kehidupan Ide dalam Pikiran


Judul : Inception
Sutradara : Christopher Nolan
Tahun : 2010
Produksi : Warner Bros Pictures
Genre : Action Thriller
Pemain : Leonardo Dicaprio, Tom Hardy, Ken Watanabe, Ellen Page, Joseph Gordon-Levitt

Your mind is the scene of crime

Awalnya adalah ide, suatu hal yang kecil dan menjadi fokus utama dalam film garapan Christopher Nolan yang juga menyutradarai The Dark Knight. Ide secara langsung berkaitan dengan pikiran. Begitu ide terlintas, pikiran pun akan segera merekamnya dan menentukan akan diapakan ide tersebut. Masalahnya, terkadang berbagai ide yang muncul hanya terlintas sesaat dalam kenyataan. Begitu jiwa dan raga ini beristirahat dalam tidur makan ide itu akan segera hilang, seperti Koes Plus bilang dalam lirik lagu Perasaan, “...betapa megah hidupku kau bilang, dalam tidurmu semua akan hilang...”.

Namun, siapa sangka kalau ide itu ternyata masih diputar ulang oleh pikiran melalui alam bawah sadar. Agaknya, untuk membahas hal ini lebih jauh diperlukan analisis mendalam dengan berbagai referensi dari Psikonanalisis yang dielu-elukan oleh Kaum Freudian, mereka pengikut sang juru alam bawah sadar, Sigmund Freud.

Menyimak film ini rasanya tidak berbeda jauh dengan The Ocean Gangs (Ocean’s Eleven, Ocean’s Twelve, dan Ocean’s Thirteen). Pemimpin aksi yang mendapatkan tugas istimewa harus mengumpulkan anggota tim terbaiknya agar misi dapat berhasil dan sukses. Bedanya, dalam Inception, Dom Cobb (Leonardo Dicaprio) dikisahkan masih menyimpan bayang-bayang masa lalu dari keahliannya bersama istrinya. Ingatan masa lalu yang belum sepenuhnya dihapus dan risiko pekerjaannya menjadi hal yang menarik dalam film ini.

Dom Cobb adalah seorang pencuri yang bekerja di dunia yang tidak nyata: dunia mimpi dan alam bawah sadar. Dom Cobb memiliki kelebihan untuk mencuri lewat kemampuan ekstraksi, yang memungkinkannya untuk mengambil berbagai informasi dan rahasia melalui alam bawah sadar. Dengan cara itulah, ketika pikiran berada dalam kondisi vulnerable Dom Cobb menjalankan aksinya.

Kemampuan itulah yang menyebabkannya memasuki dunia baru spionase korporat. Melalui usahanya, ia kemudian menjadi sorang pelarian internasional sehingga harus membayar semuanya dengan kehilangan keluarganya. Menyadari usahanya untuk terus berlari dan bersembunyi akan sia-sia, Cobb pun menerima tawaran Saito, pengusaha dari Jepang, yang membuat kesepakatan supaya Cobb bisa kembali pada kehidupan dan keluarganya seperti semula.

Pekerjaan yang diberikan Saito adalah sederhana. Cobb diminta untuk menanamkan ide didalam pikiran Robert Fischer (Cillian Murphy), sang pewaris kerajaan bisnis ayahnya, Walter Fischer (Pete Postlethwaite), yang juga saingan bisnis Saito. Saito khawatir ekspansi bisnis Fischer akan berpengaruh dalam pasaran energi internasional. Cobb harus menanamkan ide bahwa Fischer Jr tidak akan melakukan kebijakan untuk mengikuti jejak ayahnya.

Sepintas pekerjaan itu terlihat sangat mudah. Namun, Cobb harus menembus sampai 3 lapis mimpi agar ide yang ditanamkan itu menancap sempurna pada target. Bersama tim bentukan yang terdiri dari berbagai spesialis (bukan dokter spesialis) Cobb merancang suatu misi. Kali ini bukan misi pencurian ide tetapi penanaman ide. Pekerjaan ini adalah pekerjaan terakhir untuknya. Pekerjaan yang disebut impossible-inception. Jika mereka berhasil maka itu akan jadi kejahatan yang illegally perfect. Kesalahan dalam perencanaan dan perhitungan malah justru tidak hanya akan menimbulkan bahaya tetapi juga keselamatan mereka semua.


The Cobb's Winning Six Team

Overall, Inception menawarkan thrilling action plus imaginative sci-fi khas film-film Hollywood. Lengkap dengan adegan kejar-kejaran dan tembak-menembak. Juga tidak lepas dari plot cerita dengan alur yang berulang-ulang maju mundur sehingga penonton wajib mengikuti cerita dari awal hingga tamat. Konflik personal pelaku utama juga membuat penonton menebak-nebak. Menurut penulis, acting Dicaprio memang punya ciri khas dan cita rasa tersendiri.

Kalau saja pemeran utamanya diperankan oleh Brad Pitt, Matt Damon, atau Ben Affleck yang sering tampil dalam film bergenre sama akan terasa lebih gagah dan tegas. Barangkali, image yang terlanjur melekat pada pribadi masing-masing mereka memberikan daya tarik dan nilai tawar tersendiri juga bagi produser film. Terakhir, Kalau boleh menyarankan, film ini juga layak dibuat jadi game RPG dengan multi-ending seperti Legend of Legaia yang punya 5 ending di akhir cerita.



Catatan Akhir Seorang Kritikus Dadakan

Ide itu seperti virus. Ide bisa berkembang atau menghancurkanmu.

Quote yang menurut saya sangat bermakna. Bahwa seringkali ide-ide kecil dalam pikiran justru malah tidak kita sadari berawal dari inspirasi murni yang diterjemahkan oleh penulis script sebagai Pure Inspiration. Ide adalah hal kecil yang akan merubah segalanya. Simply little thing that changes everything. Sering juga tidak disadari bahwa ada ide atau gagasan berharga sangat mahal.

Jangan lupakan juga tentang pikiran (mind). Tanpa pikiran, suatu ide atau gagasan tadi hanya akan jadi kesia-siaan belaka. Pikiranlah yang sebenarnya menentukan kemana ide itu menuju dan akan jadi seperti apa ide nantinya. Pikiran memegang peranan yang sentral karena dapat membahayakan kepentingan luas. Ada semacam hukum kekekalan yang melingkupinya. Bila memang pikiran itu baik maka baik pula hasilnya, begitupun sebaliknya. Hal lainnya yang patut diwaspadai adalah kematian ide dalam pikiran. Barangkali karena pikiran sudah memang terlanjur menelan racun peradaban sehingga sulit sekali untuk mencerna ide menjadi sesuatu.

Hingga pada akhirnya, kita akan mengakui bahwa ide sekecil apapun akan tetap berharga. Itulah yang menyebabkan mahalnya isi kepala seseorang yang berhasil mengolah ide atau gagasan menjadi sesuatu yang bermakna dan berarti. Karena didalamnya, pikiran dan ide berhasil membentuk sebuah formasi kesatuan yang tak dapat dipisahkan dan lekang oleh zaman.



Paninggilan, 10 Agustus 2010. 23.31


*dengan ingatan pada siang di XXI Gandaria City, St. 6- F9
** Image hasil repro dari www.imdb.com


Minggu, 08 Agustus 2010

Surat dari Pakutik

Hari-hari awal di Pakutik adalah sebuah refleksi. Refleksi atas segenap ketidakadaan dan segala kemewahan yang hanya mampu ditawarkan oleh impian-impian khas metropolitan. Wangi hujan semalam masih terasa dari daun pohon jambu air di sebelah lapangan bulu tangkis. Embun masih malas bergerak menetes walaupun mentari mulai menggeliat dari balik gunung. Gemuruh pekerja tambang menandakan waktunya bekerja. Anak-anak pergi sekolah sementara orang tua dan kaum muda sebagian beranjak menapaki jalan desa menuju kebun masing-masing. Harmoni yang selalu tercipta dan mengalun syahdu menyambut hari di sekitar desa.

Kalaupun ada ironi tercipta, mungkin itu hanya sekedar rasa takjub. Lebih tepatnya, kurang lebih seperti rasa tidak percaya. Ditengah segala permasalahan atas semua kesenjangan, ada sesuatu yang masih bisa dijadikan simbol kemakmuran. Ukurannya kuantitatif. Dan kalau kau bisa menebaknya tentu jawabannya tidak lebih dari persoalan masyarakat agraris. Bukan. Bukan itu, Kawan.


Pagi di Jalan Desa

Arus modernitas yang sering kau dengungkan dengan merdu di setiap seminar, ceramah, dan kuliah umum itu kini perlahan mulai merambah desa-desa sekitar tempat aku tinggal. Betapa teori tentang transaksi dan pertukaran sosial itu kini tampak nyata dihadapanku. Untung saja, kau pernah bilang bahwa menilai masyarakat itu bukan sekedar ilmu pasti. Terlalu banyak variabel yang ikut mempengaruhi unsur-unsur di dalam heterogenitas masyarakat pedesaan.

Fenomena sosial semacam itukah yang pernah mengganggu mimpi-mimpimu setahun kemarin? Aku rasa kau harus mengalaminya sendiri. Tentu saja. Kau harus dengar sendiri bagaimana suara gemericik air di kolam penampungan air dari gunung, dengarkan pula gemuruh badai tropisnya, hingga kesunyian malam yang benar-benar menghadirkan perasaan rawan. Bukankah kau sendiri yang pernah bilang bahwa kau ingin sekali membuktikan teori-teori seputar kehidupan masyarakat pedesaan dan gejala-gejala yang ikut mempengaruhinya?

Barangkali, kau bisa kirimi aku surat pula bila suatu saat kau mau menemuiku. Aku akan ajak melihat kehidupan mereka dari dekat. Aku akan bawa kau lebih dekat pada kebun-kebun mereka yang luasannya tak jauh beda dari Konglomerat penguasa superblok di Sudirman. Mungkin baru kau rasa saat mengalaminya sendiri. Pesanku, tolong buatkan tesis yang tak terbantahkan tentang kehidupan mereka sekalipun aku tahu itu sulit. Tolong jangan berkecil hati karena tiada yang tak mungkin selama dunia ini memberi kita kesempatan untuk menikmatinya.


Salam dari Pakutik,


Pakutik, Sungai Pinang, 5 Agustus 2010. 22.47

NB: Sekedar catatan, Pakutik itu sekitar 3 jam perjalanan dari Martapura, dan sangat jauh dari PIM

Tentang Mimpi-mimpi di Pakutik

Ada mimpi datang dan pergi
Pada senja selintas di musim basah

Sedang kau pun tahu

Tak satu pun menuju padamu


Kau juga tahu
Tak ada rindu meluruh
Saat mimpi menyebut namamu

Hanya kosong yang entah semu





Sedang malam masih merambat

Menambat harap pada bintang

Di pojok langit utara

Gelap, dingin, (dan lagi-lagi) sepi




Pakutik, Sungai Pinang, 4 Agustus 2010. 22.19 WITA

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...