Senin, 29 Juni 2009

Catatan Politik Seorang Rakyat

Semakin hari semakin riuh hingar bingar politik negeri ini. Disana-sini dimana-mana terdengar janji-janji dan slogan para kontestan. Kampanye telah bergulir untuk mereka yang menyatakan dirinya sebagai calon presiden dan wakil presiden negara yang sejatinya bernama Republik Indonesia. Seluruh bagian dari negeri ini dari yang terpadat jumlah penduduknya hingga desa-desa kecil yang kekurangan penduduk ikut merasakannya serta tak luput jadi sasaran lumbung suara pemilih.

Sementara itu, direktur lembaga survey sibuk meyakinkan berbagai kalangan bahwa hasil survey yang mereka lakukan adalah murni tanpa diboncengi kepentingan pemodal. Mereka sibukkan diri dengan membuat survey yang seakurat mungkin tanpa ada tendensi pada satu atau lebih kontestan. Mereka berlomba-lomba meyakinkan rakyat bahwa survey mereka memang patut dijadikan sebagai acuan.

Media apapun bentuknya sibuk mengekspos segala tindak-tanduk figur kontestan pemilu presiden. Mereka meliput, wawancara, bahkan membuat acara khusus sebagai wahana penggiringan wacana oleh figur-figur tertentu. Para pakar, analis, dan pemerhati politik juga habis-habisan memutar otak menggeber habis akalnya untuk membaca, menganalisa, dan mengungkapkan. Pada akhirnya, karena mereka terlatih untuk membuat kesimpulan maka kesimpulan mereka akan menghiasi wajah media dalam bentuk serangkaian analisis yang diwacanakan. Isinya sudah tentu tentang analisis kebijakan ekonomi dan politik serta implikasinya terhadap kebutuhan rakyat banyak.

Anda sibuk apa Bung? Berapa persen waktu yang anda investasikan untuk mengamati hal ini? Apakah anda sedang bersama rakyat? Mendidik mereka untuk tahu caranya berpartisipasi dalam hajatan politik yang entah keberapa pada tahun ini? Lalu, apa yang sebenarnya terjadi pada rakyat? Rakyat. Kemanakah rakyat yang selalu dieluka-elukan dan menjadi jargon utama dalam setiap kampanye. Rakyat adalah peluru emas untuk memperebutkan senjata politik dan ekonomi semata. Senjata itu kemudian akan segera merubah dirinya menjadi pusaka masa kini dan masa depan bagi mereka yang memenangkannya dan bagi beberapa golongan yang merasa perlu bersatu untuk tujuan dan kepentingan yang sama.

Rakyat negeri ini sudah pintar, Bung! Mereka tidak perlu lagi diberi pelajaran dan mata kuliah mengenai pendidikan pemilih. Rakyat sudah terlalu paham dan sangat mengerti carut-marut dunia politik negeri ini jauh sebelum segelintir orang yang mengatasnamakan kaum muda berani mengajukan diri sebagai calon presiden independen. Rakyat sudah tahu bagaimana caranya menghadapi situasi politik yang tidak pernah menentu dibandingkan dengan seorang ahli politik yang paling politis pikirannya sekalipun.

Betapa rakyat negeri ini telah mengalami segala konsekuensi yang dimungkinkan oleh politik. Jatuh bangunnya mempertahankan kekuasaan dari oposan, eksistensi kepemimpinan dan kekuasaan yang menimbulkan status quo, hingga zaman neoliberal saat ini. Rakyat telah dikhianati oleh Orde Lama. Kemudian terbuai dalam alunan wacana “pembangunan” dan “tinggal landas” sebelum akhirnya tersadar bahwa selama 4 windu mereka dikempongi* oleh Orde Baru.

Rakyat mengalami suka cita yang luar biasa saat menyambut makhluk bernama reformasi. Reformasi selalu menempatkan rakyat sebagai subjek utama politik di negeri ini. Apa-apa atas nama rakyat. Apa saja asal menyebut nama rakyat pasti laku dan populer. Tapi justru itulah yang menyebabkan rakyat kembali terkapar. Luka lama itu kembali menganga kala menyaksikan kelakuan para pengiring reformasi yang ternyata tidak kalah serakahnya dari Orde Baru. Mereka yang dulu ikut teriak dan sepakat mendukung reformasi telah menelan kembali omongannya sendiri. Keadaan seperti ini menciptakan “kaum pesakitan” model baru yang telah menjadi sebabnya.

“Kaum pesakitan” model baru ini anggotanya adalah orang-orang yang tidak pernah mendapatkan dan menikmati keuntungan apa-apa baik secara politik dan ekonomi selama Orde Baru berkuasa. Mereka berkumpul dan menunggangi agenda reformasi untuk kemudian memuaskan libido nafsunya yang tertahan oleh budaya Orde Baru yang terlanjur mengakar sangat kuat. Tingkah laku “kaum pesakitan” model baru ini tidak lebih beradab dan lebih tidak bertanggung jawab. Dikhawatirkan juga perilaku yang demikian hebat pengaruhnya ini disebabkan oleh pil dan candu bernama demokrasi yang mereka telan sebanyak mereka mampu tanpa memperhatikan dosisnya.

Korupsi asal dilakukan dengan cara yang demokratis diperbolehkan. Kolusi dan gratifikasi dipersilahkan demi tegaknya demokrasi. Begitulah cara mereka memuaskan dirinya sebelum pada akhirnya mereka tak tahan mendengarkan teriakan rakyat yang menghujat mereka. Rakyat berteriak lantang karena semerdu apapun nyanyian di ruangan sidang paripurna DPR belum ada hasil yang nyata atas biaya rumah tangga dan biaya sekolah anak-anak mereka. Rakyat pun mendapati bahwa mereka dan semua masalahnya tidak pernah jadi agenda utama di persidangan itu.

Rakyat tidak ingin terlalu lama diajak berpikir apa itu neo-liberalisme yang menjadi tren saat ini. Rakyat juga tidak ingin terlalu sering mendengarkan nyanyian lagu ekonomi kerakyatan yang lagi-lagi mengatasnamakan mereka padahal belum ada perubahan nyata atas keadaan ekonomi mereka. Tidak usah kita berlama-lama lagi membahas tentang neoliberalisme, ekonomi kerakyatan, dan ekonomi jalan tengah hingga ke akar-akarnya.

Liberalisme dalam ekonomi negeri kita ini sudah dimulai sejak demokrasinya menganut demokrasi liberal mirip di negerinya Obama. Hanya saja, kita tidak pernah dibiarkan untuk tahu dan sengaja tidak diberi tahu. istilah neoliberalisme yang segera menjadi kosakata baru dalam obrolan sehari-hari itu hanya pengembangan dari ide-ide sebelumnya tentang liberalisme. Cara-cara baru dalam menyikapi perubahan dunia, globalisasi, hingga kapitalisasi menyebabkan lahirnya aliran baru ini. Neoliberalisme ini sudah dimulai sejak ditandatanganinya nota kesepakatan antara Pemerintah dengan IMF tahun 1999. Jadi, yang terjadi sekarang ini adalah buah dari kesepakatan yang lalu tersebut.

Tidak perlu lagi kita menempeli label dedengkot neolib pada Boediono kalau ternyata Sri Mulyani Indrawati, menteri yang pernah nongkrong di IMF itu lebih neolib pemikirannya. Beliau tentu lebih mengerti bagaimana menciptakan liberalisasi gaya baru ini dan meleburnya bersama kapitalisasi pasar sehingga tidak perlu lagi teriak-teriak “ekonomi kita itu neolib lho….”

Ekonomi kerakyatan dan ekonomi jalan tengah pun hanyalah sebutan belaka dan jargon semata bagi mereka yang meyakininya. Lupakanlah istilah-istilah itu karena tidak akan berpengaruh apa-apa pada sejarah. Sejarah tidak akan lagi mencatat Prabowo sebagai bapaknya ekonomi kerakyatan dan SBY sebagai bapaknya ekonomi jalan tengah. Bung Hatta boleh marah-marah karena idenya diambil dan ditiru serta diganti namanya jadi istilah ekonomi kerakyatan yang lebih populer saat ini. Sistem ekonomi yang berbasis kerakyatan sudah dimulai sejak koperasi yang pertama berdiri di Indonesia tahun 1933.

Karena peristiwa itulah yang menyebabkan terpilihnya Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Pada masa itu koperasi selalu didengungkan sebagai soko guru perekonomian Indonesia. Realita saat ini menunjukkan bahwa koperasi kalah bersaing dengan kapitalisasi pasar modern. Walaupun telah dibentuk kementrian khusus yang menangani bidang perkoperasian namun tetap saja koperasi belum mampu menjadi apa yang diamanatkan kepadanya sebagai soko guru perekonomian. Koperasi telah lebih dahulu tiarap, menyerah dan kalah kepada kekuatan ekonomi lain yang merajai pasar.

***

Begitulah, Bung. Politik dan Ekonomi masih menjadi isu yang tidak pernah berhenti untuk dibahas. Isu-isu seputar siapa menjadi siapa dan siapa makan apa tetap selalu mengisi wajah media kita. Tidak usah kita bicara tentang pendidikan. Pendidikan diperuntukkan bagi mereka yang merasa perlu saja. Pendidikan tidak ada sangkut pautnya dengan agenda-agenda politik dan kemapanan ekonomi. Pendidikan tidak mengurusi etika dan perilaku berpolitik. Pendidikan tidak juga mengintervensi sistem ekonomi makro maupun mikro. Jadi, jangan salah paham bila tidak ada satu pun pasangan capres-cawapres yang menjadikan pendidikan sebagai satu dari sekian agenda utamanya.

Padahal kan Bung tahu sendiri, kalau pendidikan akan berimplikasi terhadap banyak hal. Mulai dari kesadaran berpolitik hingga caranya mencari makan. Saya setuju pada pendapat anda di seminar kemarin. Pendidikan adalah kunci untuk kemajuan bangsa ini. Anda berani mengatakan itu ditengah orang-orang yang disebut cendekiawan padahal tidak ada satupun dari mereka yang berani mengkritik ide anda. Mereka yang mengaku kaum cendekiawan itu masih setuju pada anggapan yang pernah anda bantah dahulu. Pendidikan akan menjadi prioritas kala cari makan sudah jadi hal yang mudah. Saya tidak tahu kelanjutannya. Bung tentu lebih tahu. Saya hanya rakyat yang biasa melihat ke atas tanpa pernah terlihat dari dari atas. Saking seringnya saya melihat ke atas saya hampir lupa untuk melihat keadaan sekitar kita. Semua sudah berubah. Rakyat sudah berubah.


Kelapa Gading, 29 Juni 2009

Rabu, 24 Juni 2009

Catatan di Hari Jum’at (Kemarin)

Pada senin pagi yang tidak pernah menyenangkan aku berangkat menjalankan tugas seperti biasanya. Keresahan yang terbenam sepanjang perjalanan aku jadikan sebagai kerinduan yang tertahan. Aku kembali menyusuri jalanan yang selalu penuh sesak dijejali kendaraan. Beginilah, pagi hari di ibukota. Semuanya berlomba mencapai tujuan. Termasuk aku yang terjebak didalamnya.

Aku nyalakan radio. Aku tidak ingin mendengarkan berita. Aku ingin mendengarkan lagu saja. Tetapi, apa yang telah terjadi pada dunia ini? Semuanya menyiarkan berita yang sama di pagi ini. Kemacetan disana-sini, harga minyak dunia yang diperkirakan akan bertahan di level $70 per barel hingga akhir tahun ini, Prita Mayasari eh Prita Mulyasari yang masih akan menjalani persidangan, kekhawatiran menggunakan e-mail, retorika isu ekonomi dan politis untuk saling serang diantara tim sukses capres, dan bla bla bla huekkkk.

**

Aku tiba di kantor dengan perasaan yang sama tidak menyenangkannya. Aku duduk dimejaku dan membuat beberapa catatan:

Pidato Obama di Mesir

Pidato Obama dalam kunjungannya ke Timur Tengah ini menyiratkan suatu pesan bahwa Amerika Serikat menginginkan sebuah hubungan baru dengan dunia Islam. Hal ini merupakan suatu jawaban atas sentiment anti-Islam yang marak setelah peristiwa 9/11. Kemudian, Obama mendukung pendirian negara Palestina serta menilai bahwa pembangunan pemukiman Yahudi menyalahi aturan.

Tidak ada yang tahu agenda sebenarnya dibalik kunjungannya ini. Hubungan Amerika Serikat dan Islam (arab) masih menyisakan remeh-remeh yang belum selesai. Iran masih dianggap sebagai sebuah ancaman bagi dunia dengan program nuklirnya. Konflik di Afghanistan masih tak kunjung reda. Pendudukan di Irak pun masih belum pulih benar dan mengembalikan Irak kepada rakyatnya.

Patut ditunggu apalagi kejutan yang akan dilakukan Obama sebagai pemimpin negara adikuasa yang masih berstandar ganda itu. Jangan kaget bila suatu saat ia mampir ke kantor anda sambil berkata bahwa ia mau istirahat sejenak sebelum singgah di Menteng.

20 Tahun Tiananmen

Peringatan peristiwa penembakan demonstran di lapangan Tiananmen yang ke-20 kalinya tahun ini ternyata masih menjadi semacam misteri yang tak boleh terkuak oleh siapapun. Peliputan oleh wartawan asing pun masih dilarang. Hingga kini, tidak ada yang tahu siapa dan berapa pastinya jumlah korban akibat pembubaran demonstrasi yang dilakukan oleh pihak militer Cina.

Kejadian seperti ini mirip dengan apa yang terjadi di Indonesia. Tindakan represif dari aparat telah mencoreng muka bangsa ini dengan apa yang disebut sebagai Hak Asasi Manusia. Tetapi, jauh sebelumnya, bangsa ini telah mencatat sejarah kelam dengan hilangnya beberapa aktivis. Sama seperti korban Tiananmen yang tidak pernah dirilis resmi berapa jumlahnya hingga saat ini pun keberadaan para aktivis itu masih menjadi tanda tanya.

Begitulah sejarah mencatatkan kisahnya. Pengungkapannya tidak perlu dilakukan sesegera mungkin namun perlahan akan ada yang terkuak. Entah hari ini, esok, atau nanti.

Air France CollapseRata Penuh
Peristiwa lainnya yang sempat membuat heboh dunia penerbangan setelah jatuhnya Hercules C-130 milik Indonesian Air Force adalah jatuhnya Airbus A330 milik maskapai Air France. Terbang dari Rio de Janeiro, Brazil dengan tujuan akhir Paris. Penerbangan ini melintasi samudra atlantik. Namun, harus kandas sebelum mendarat di tempat tujuan. Diberitakan bahwa pesawat ini telah menabrak atau menghadapi badai.

Pesawat kemungkinan besar pecah di udara sehingga menewaskan seluruh penumpang dan awaknya. Kejadian ini mirip dengan yang menimpa Boeing 737-300 milik Adam Air yang jatuh di perairan Sulawesi tahun 2007 kemarin. Kalaupun ada bedanya, sempat beredar rekaman dari kokpit sebelum pesawat jatuh menabrak laut. Disadari atau tidak rekaman tersebut menjadi sebuah polemik tentang kebenaran. Menteri Perhubungan jelas kebakaran jenggot karena bocornya rekaman percakapan itu. Pak Menteri sepertinya sadar bahwa bocornya rekaman itu mengindikasikan kelemahan pihaknya dalam menjaga kerahasaiaan data penerbangan.

Sedangkan belum ada keterangan apapun yang menjelaskan jatuhnya Airbus, para ahli penerbangan dunia masih mengembangkan teori tentang kemungkinan-kemungkinan dan penyebab jatuhnya Airbus.

GM Bankruptcy

Dunia otomotif Amerika Serikat mencatat sejarah yang ditandai dengan pernyataan bangkrut dari General Motor, perusahaan otomotif terbesar di negeri itu. Pengumuman itu menyusul lesunya penjualan mobil sehingga GM tidak punya cukup uang untuk mempertahankan bisnisnya. Konon, Hummer satu merek mobil mewah milik GM sudah dijual ke perusahaan otomotif China, Tengzhong. Sepertinya, Chrysler juga akan menyusul Hummer dan dijual ke tangan FIAT.

Menarik sekali melihat kejadian ini. Lee Iacocca pernah mati-matian mempertahankan Chrysler agar tidak kalah dari produsen mobil Jepang sebelum ia sadar bahwa kini semua usahanya itu hanyalah menunda kekalahan. Krisis keuangan yang melanda dunia telah membuat segala yang ia lakukan menjadi sebuah omong kosong khas bisnis.

Plipres 2009: SBY: Agama diatas politik

Kalau memang harus demikian, agama diatas politik, lantas kemarin itu posisi agama dimana? Apakah sama dengan politik atau malah dibawah politik. Penempatan agama diatas politik ini harus dilandasi dengan semangat politik yang berlandaskan nilai-nilai keagamaan. Sebagai sebuah entitas yang berada diatas politik agama harus mampu memberi pengaruh yang kuat terhadap politik dan segala hal lainnya yang ada dibawahnya.

Agama tidak pernah menjadikan bangsa ini benar-benar yakin kepada Tuhan. Agama hanya dijadikan simbol saja terutama bagi mereka yang menginginkan kekuasaan. Agama bukan lagi pijakan untuk melakukan hal yang baik dan benar, buruk dan salah.

Masalahnya, negara kita ini tidak peduli betul terhadap yang seperti ini. Siapa peduli hal yang demikian di negara yang katanya berketuhanan ini tapi nyatanya sekuler ini.

LSI: SBY menang mutlak

LSI mengumumkan hasil survey terbarunya yang melibatkan 3000-an lebih responden se-Indonesia yang berujung dengan kesimpulan bahwa pasangan capres-cawapres SBY-Boediono meraih kemenangan mutlak. Sebagai gambaran hal ini boleh dijadikan gambaran hasil pemilu yang akan datang.

Tetapi, belakangan LSI menyebutkan nama FOX Indonesia sebagai satu pihak yang mendanai survey tersebut. Pikiran awam kita akan segera mendatangkan perasaan curiga bahwa ada kepentingan dibalik pengungkapan survey ini. Sederhananya begitu. LSI menjadi mobil sewaan dari setiap pasangan capres-cawapres untuk menilai progress dan popularitasnya.

Ambil positifnya, Bung! Berarti, masyarakat kita sudah mengerti betul dengan siapa yang bakal jadi pemimpinnya.

Rencana Revisi UU 38/1999 tentang Pengelolaan Zakat

Regulasi tentang pengelolaan zakat melalui UU 38/1999 masih akan mengalami revisi. Pasal yang dianggap kritis adalah tentang lembaga pengelola zakat. Yang lebih penting sebenarnya adalah bagaimana memberdayakan masyarakat untuk mau membayar zakat. Percuma saja perangkat undang-undangnya diperbaiki terus menerus tanpa ada effort dari masyarakat untuk membayar zakat. Biarlah masyarakat sendiri yang menentukan zakatnya mau dibayar melalui lembaga zakat yang mana. Kewajiban pemerintah adalah menciptakan situasi dan kondisi yang membuat masyarakat aware dan mau untuk membayar zakat serta mengawasi penyaluran zakatnya agar benar-benar amanah.

**

Aku terbangun oleh suara handphone sialan itu yang menunjukkan nama “kutukupret” dilayarnya. Mau apa lagi dia? Halo?



Kelapa Gading, 8 Juni 2009



*) Isu-isu diangkat dari Harian Republika, Jum’at, 5 Juni 2009


Tentang Dua Perempuan

Mendung. Langit penuh gumpalan awan pekat. Angin menderu kencang. Tak ada lagi hangat mentari. Gerimis. Basah. Perempuan itu masih berjalan menyeka air matanya. Berteman payung kecil warna kuning. Tangisnya telah reda namun tidak dengan badai dihatinya. Perempuan itu telah membuang tissue terakhirnya. Langkahnya tegak kembali.

Sementara itu gerimis masih enggan untuk reda. Ia masih menerpa perempuan itu bersama jutaan warga kota lainnya. Suasana seperti ini membuat perempuan itu teringat kembali pada teman-temannya. Sahabat-sahabat terbaik dalam hidupnya yang kini perlahan menghilang menuju takdirnya masing-masing.

Masih diingatnya kala gerimis di kota kecil itu,mereka selalu duduk bersama dibawah pohon beringin yang besar. Tidak seperti beringin yang selalu ada ditemani bendera warna kuning, kotak segi lima, dan padi dan kapas. Lalu mereka akan pulang berjalan kaki sembari memegang lembaran daun pisang pengganti payung. Semua itu masih jelas melekat. Ia terkenang masa-masa itu. Ingin ia kembali namun hanya bisa berharap saja karena semua itu tak mungkin kembali, pikirnya.

Kini, ia hanya bisa mendapati dirinya didalam sebuah ruangan dengan lampu temaram. Tak lama kemudian seorang pelayan membawakan minuman hangat pesanannya, Jahe Susu. Bukan moccacino latte atau hot espresso. Perempuan itu menikmati minuman hangatnya. Dalam hawa dingin seperti ini jelas pilihannya bukanlah yang terbaik namun cukup untuk menenangkan dirinya. Ia keluarkan sebatang rokok menthol, membakarnya, lalu menghirupnya.

Perempuan itu menikmati betul saat-saat seperti ini. Ia bersandar pada kursinya. Menutup matanya sejenak. Terbayang kejadian sebelumnya. Ia mendapati kekasihnya sedang bermanjaan dengan kekasih barunya. Perjumpaan yang sekilas itu menyiratkan luka batinnya. Perempuan itu cemburu pada kekasihnya karena ia tidak pernah begitu dimanjakannya. Perempuan itu marah karena kekasih perempuannya jatuh cinta dengan lelaki barunya. Ia tidak pernah tahu kalau kekasih perempuannya itu masih punya perasaan suka terhadap laki-laki terutama setelah ia tahu bahwa mereka punya latar belakang sakit hati yang sama terhadap makhluk Tuhan bernama laki-laki.

Perempuan itu masih duduk bersandar dengan mata yang telah terbuka. Ia menghirup rokoknya lagi. Menatap kosong pada butiran hujan yang hinggap di kaca. Segalanya tampak samar dihadapannya, ia tidak peduli. Dalam kosong tatapannya itu ia kembali termenung. Masih lekat ingatannya pada kekasih perempuannya itu. Ia tak bisa lagi merasa kecewa karena ia tahu bahwa semua ini akan berakhir dengan cara yang menyakitkan atau malah biasa saja.

Setidaknya, ia pernah merasakan kasih sayang dari kekasih perempuannya itu. Kekasih yang selalu menemaninya sepulang jam kerja yang melelahkan. Kekasih yang memanjakannya setiap akhir pekan. Kekasih yang memberikan pengalaman bercinta yang paling indah. Pengalaman-pengalaman itulah yang kini menenangkannya. Tak ada lagi amarah. Ia tersenyum sendirian.

Perempuan itu mengalihkan pandangannya. Ia menatap sudut ruangan itu satu persatu. Tampak beberapa meja saja yang ada penunggunya. Jam tangan Bvlgari-nya menunjukkan waktu pukul 16.20. sore yang biasa dan masih akan tetap begitu. Sebentar lagi bubaran kantor. Jalanan penuh sesak dalam gerimis yang masih belum reda. Biasanya, kekasih perempuannya sudah menyiapkan makan malam untuknya. Ia hanya tinggal pulang seperti biasa. Kekasihnya juga lah yang selalu melepaskan seluruh pakaiannya untuk kemudian bercinta dibawah siraman shower. Lantas, mereka makan malam berdua dan kembali bercinta.

Kekasih perempuannya itu akan pulang tepat jam 22.00. Sebuah BMW seri 7 akan segera menjemput kekasihnya. Maka, akan sangat bencilah ia kalau mendengar suara mobil itu. Namun, ia tidak mampu menghalangi kekasihnya. Ia sangat kelelahan karena menikmati percintaan yang begitu dahsyat dengan kekasihnya. Bagaimana pun ia telah menikmati suatu kebahagiaan yang hanya didapatkan dengan kekasihnya. Lainnya ia tidak mau peduli, tidak juga pada siapa yang menjemput kekasihnya. Ia tidak pernah peduli. Ia tidak pernah mau bertanya dan membahasnya. Justru itulah yang membuat ia tersadar, bahwa kekasih perempuannya itu telah mengkhianatinya setiap malam setiap mereka selesai bercinta. Lelaki yang mobilnya BMW itu menjemput kekasih perempuannya. Kemudian, mereka akan hanyut bersama dalam permainan cinta yang tak kalah dahsyatnya. Mereka akan kembali bercinta memacu emosi jiwa dibawah langit Jakarta yang tidak pernah nampak terlalu tua.

**

“Kini terasa sungguh, semakin engkau jauh, semakin terasa dekat” *)

Dalam keremangan senja seperti ini apalagi yang bisa dilakukan seorang perempuan yang terjebak didalam kemacetan. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain menatap rintik gerimis yang segera disapu wiper mobilnya. Ia raih handphone dari tasnya. Ketika sudah sampai pada nama orang yang akan dihubunginya, ia malah melempar handphone itu. Hatinya serasa panas terbakar dan pilu semakin menyayat bila ingat lagi pada satu nama itu. Nama seorang perempuan yang pernah begitu mencintainya.

Mendadak ia sandarkan keningnya pada lingkaran setir. Ia pejamkan kedua matanya. Ia hirup nafas dalam-dalam lalu mengeluarkannya lagi perlahan-lahan dan teratur. Ia praktekkan latihan pernafasan ala yoga yang membuatnya kembali tenang. Ia membuka matanya lalu bersandar. Kendaraan disekelilingnya belum juga bergerak. Semuanya seakan bisu dalam macetnya Jakarta.

Setelah cukup tenang ia kembali membayangkan kebahagiaan yang sempat ia rasakan dengan kekasih perempuannya. Ia tidak benar-benar menginginkan kebahagiaan dari lelaki yang kini mencintainya. Ia tidak pernah yakin akan cinta lelaki itu. Itu hanya sebuah alasan saja agar lelaki itu mendapatkan kepuasan dan pengakuan atas kelaki-lakiannya. Tak lupa juga ia jadikan itu sebagai pelampiasan saja. Ia tidak pernah benar-benar mencapai klimaks kala bercinta dengan lelaki itu. Tidak seperti dengan kekasih perempuannya.

Perempuan yang masih terjebak dalam macetnya Jakarta itu semakin larut dalam lamunannya. Kebahagiaan memang pernah jadi miliknya bersama dengan perempuan kekasihnya itu. Perempuan yang mencintainya dengan begitu tulus apa adanya. Kekasihnya yang perempuan itu tidak pernah menaruh curiga apabila ia ketahuan sedang dekat dengan seorang lelaki. Perempuan yang pernah jadi kekasihnya itu selalu menenangkannya setiap kali permainan cinta mereka telah dimulai. Betapa nikmatnya saat-saat itu. Ia kembali teringat bagaimana wajah kekasihnya itu dalam siraman shower. Ia merasakan kembali bagaimana kekasihnya itu memanjakan dirinya dengan kenikmatan yang hanya bisa diberikan oleh seorang perempuan. Ia juga hafal betul wangi keringat kekasihnya dalam setiap lekukan tubuhnya. Dalam senja yang masih mendung, ia mendapati dirinya tersenyum bahagia. Kemudian, ia membuka jendela mobilnya.

Semuanya telah hilang, pergi, dan berlalu dari hidupnya. Yang tertinggal hanyalah hidupnya yang sekarang. Hidup yang hanya dimilikinya saja. Semua kenangan indah bersama kekasih perempuannya ia simpan dan kubur dalam-dalam dihatinya. Sedangkan perasaan sakit yang ia lampiaskan pada kekasihnya yang lelaki ia biarkan berlalu dalam setiap hembusan angin yang menerpa wajahnya. Gerimis perlahan masuk melalui jendela maka ia tutup lagi jendelanya.

Lamunannya terhenti pada kata kebahagiaan dan perpisahan. Betapa kini ia telah menikmati keduanya. Telah juga ia rasakan perasaan-perasaan atasnya. Hari-hari yang telah dilaluinya dengan mudah kini tinggal kenangan saja. Semuanya berlangsung atas dasar kebahagiaan. Karena perasaan bahagianya itulah ia selalu siap untuk setiap kemungkinan terburuk. Kehilangan kekasih adalah satu hal yang pernah membayanginya. Namun, rupanya ia telah siap menerima semua itu.

Buatnya, kebahagiaan dan perpisahan adalah sama saja. Tidak ada yang lebih indah. Semua punya kadarnya masing-masing. Lantas, ketika akhirnya mereka berpisah pun keduanya sudah merasa sama-sama bahagia. Dan mereka telah yakin bahwa hal itu akan terjadi menimpa mereka. Cepat atau lambat. Perempuan yang masih diam dalam macetnya itu merasa semakin tenang. Tidak ada beban lagi yang menggelayuti pikirannya.

Perempuan itu berharap perempuan yang pernah jadi kekasihnya itu pun selalu merasa bahagia. Dimana pun bersama siapa pun. Kebahagiaan tidak melulu harus bersama dengan orang-orang yang kita cintai. Kebahagiaan bisa ditemukan dimana saja tergantung pada sejauh mana pengertian kita tentang bahagia dan kebahagiaan itu sendiri. Begitulah harapan perempuan yang masih terjebak dalam macetnya Jakarta itu. Bila Tuhan mengizinkan, ingin sekali ia katakan itu dihadapan perempuan yang pernah jadi kekasihnya. Sambil memeluk tubuhnya lalu mengecup keningnya. Sekali lagi. Sekali saja.

**

Ia telah habiskan jahe susu pesanannya. Juga 5 batang rokok menthol yang menemaninya. Aroma jahe dan menthol mengisi rongga mulutnya. Ia berkaca pada kotak make-up yang selalu dibawanya. Dirapikannya rambut itu dengan sisir hingga tergerai, dipolesnya lagi bibir itu dengan lipstik warna merah. Lalu, ia berjalan meninggalkan tempat itu. Wangi menthol yang tertinggal beradu dengan aroma parfum yang masih melekat padanya.

Gerimis belum juga reda. Jalanan dipenuhi kendaraan yang berserakan. Senja mulai tenggelam. Lampu jalanan mulai menyala. Perempuan itu melangkah keluar. Lipstiknya menyala, merah.


Kelapa Gading, 8 Juni 2009


*) dari lirik lagu Nuansa Bening, Keenan Nasution dipopulerkan kembali oleh Vidi Aldiano

Jumat, 05 Juni 2009

Yang Belum Terkirim (3): Jilbabku, Jilbabmu

Jilbab adalah simbol. Simbol seorang perempuan muslim. Kalau kau sedang hidup di zaman pemilu yang kesekian ini, ia bukan hanya menjadi sekedar simbol. Ia telah menjelma menjadi sebuah wacana dan komoditas politik-bisnis. Wacana tentang jilbab telah menjadi obrolan sehari-hari. Jilbab adalah simbol perubahan. Orang-orang menyebutnya hijrah. Maka jangan sampai heran kalau banyak temanmu yang berucap segala puji bagi Tuhan setelah kau menyelenggarakan konferensi pers untuk mengumumkan hijrahmu itu.

Kenyataannya sekarang jilbab sudah kehilangan fungsinya. Yang tadinya menutupi aurat kini jilbab dikonstruksikan sebagai alat untuk mengorek kekurangan orang lain. Kalau dihubungkan dengan konteks politik praktis, jilbab kini telah kehilangan fitrahnya sebagai penutup aurat. Jilbab dengan sangat terpaksa telah menemukan dirinya menjadi wacana politik. Sebagai sebuah simbol ia dijadikan peluru untuk menyerang musuh politik. Tidak secara langsung. Ada proses pembentukan persepsi melalui media. Itulah hebatnya efek komunikasi massa.

Pun ketika jilbab yang wis kadung jadi komoditas politik dipadukan dengan bisnis. Kekuatannya akan berubah lebih kuat dari sekedar peluru. Ia akan menjadi racun dalam pikiran. Racun yang menyerang isi kepala orang awam yang tidak pernah mengerti politik. Sampai disini anda masih mengerti apa yang saya bahas kan?

*****

Jilbab memang sudah kehilangan fitrahnya. Bila dilihat kembali fungsinya, jilbab adalah penutup aurat yang pada perkembangannya telah disesuaikan dengan arus modernitas dan terlihat lebih adaptif dengan dunia fesyen. Jilbab menutupi aurat, dimana aurat itu sudah tentu haram untuk dilihat apalagi sengaja dipamerkan. Bahkan, untuk beberapa alas an, ada yang sengaja mengenakan jilbab agar terlihat lebih menarik dari sebelumnya. Itu sah-sah saja.

Yang patut dihindari adalah menjadikan jilbab sebagai peluru, racun, dan kendaraan politik. Jilbab dijadikan simbol keberhasilan kekuasaan. Bangunlah semangat memakai jilbab sebagai sebuah budaya baru. Semangat untuk menutupi aurat bangsa. Jadikanlah semangat jilbab ini untuk menutupi apa yang sudah seharusnya tidak dilihat orang. Kemiskinan masih membayangi negara yang pertumbuhan ekonominya paling tinggi di ASEAN sejak dilanda krisis ini. Negeri yang implementasi pendidikan murahnya masih menjadi pertanyaan besar dan sengketa pemerintah pusat dan daerah. Pengangguran angkanya masih juga belum berkurang. Penanganan pasca bencana yang carut-marut. Dan masih banyak lagi masalah yang belum reda dan usai. Jadikanlah semuanya tertutupi oleh jilbab yang kita kenakan sebagai bangsa yang besar.

Insya Allah, bila jilbab dikembalikan kepada fitrahnya dan juga tanpa kehilangan semangatnya negeri ini tidak akan lagi menjadi negeri yang diremehkan dalam lingkungan pergaulan internasional. Kesuksesan dalam memaknai jilbab yang bukan sekedar simbol ini akan berpengaruh besar bagi budaya bangsa. Jadikanlah jilbab bukan sekedar komoditas politik-bisnis semata. Jadikan semangat berjilbab ini sebagai mentalitas bangsa. Bahkan, ada yang bilang bahwa kesuksesan seorang suami dalam mendidik istrinya terlihat dari jilbab istrinya. Apabila sebelum berumah tangga istrinya masih belum mengenakan jilbab dan setelah berumah tangga istrinya berjilbab barulah seorang suami dicap sukses mendidik istri. Nah, kalo yang sebelum nikah sudah berjilbab, bagaimana cara mengukur kesusksesannya? Saya belum tahu. itu cuma obrolan warung kopi.



Kelapa Gading, 3 Juni 2009


Yang Belum Terkirim (2): Tetapkan Hatimu, Sayang

Kau bertanya padaku tentang bagaimana rasanya jadi pegawai tetap? Apa yang bisa diharapkan dari seorang pegawai tetap?. Pegawai tetap yang tetap melakukan tugas yang sama setiap harinya. Tetap berada dalam kejenuhan dan kebosanan meski dalam kadar yang berbeda. Tetap merasa perlunya peningkatan kesejahteran yang dimaknai oleh para manajer sebagai kenaikan gaji, tunjangan, bonus, dan kompensasi lainnya. Pegawai tetap yang tetap begitu-begitu saja. Tetap mendapatkan penghasilan dan pendapatan yang segitu-segitu saja. Tetap “dipaksa” untuk jadi kaki dengan kepala yang entah dimana. Tetap begitu-begitu saja. Tetap melakukan yang itu-itu saja. Tetap mendapatkan penghasilan yang segitu-segitu saja. Tetap bermimpi dan berharap suatu hari nanti keadaan akan jauh lebih baik walau harus tetap begitu sampai sepuluh tahun lagi.

Ketetapan itu mutlak milik perusahaan. Mereka hanya tahu anda melakukan semua yang telah ditetapkan oleh yang punya perusahaan. Anda bisa bilang bahwa perusahaan tahu yang dibutuhkan oleh pegawainya maka perusahaan akan tetap membutuhkan pegawai seperti anda. Bagaimana kalau jargonnya saya ganti, perusahaan tidak pernah benar-benar peduli atas apa yang terjadi pada pegawainya. Jikalau anda sedang bersedih karena himpitan masalah rumah tangga dan urusan personal anda dituntut untuk tidak menampilkannya lewat raut muka anda. Perusahaan tidak pernah mau tahu apa yang terjadi pada diri anda sebenarnya. Mereka hanya tahu bahwa anda akan tetap bersikap professional dengan tidak mencampuradukkan urusan kantor dengan urusan-urusan lainnya. Kemampuan anda untuk beradaptasi dengan keadaan yang tetap seperti itu juga sangat diperlukan. Tidak disarankan sama sekali anda menjadi seorang yang keras kepala dan idealis. Jadilah seperti Durna, yang punya lidah sejuta. Anda bisa jadi siapapun dimanapun bersama siapapun tanpa harus kehilangan diri anda sendiri.

Tapi memang rupanya kita ini butuh sebuah ketetapan. Ketetapan status, ketetapan penghasilan, dan ketetapan lainnya selain ketetapan untuk tetap menjadi manusia tentunya. Ketetapan status sangat diperlukan setidaknya untuk menjaga gengsi pribadi. Berangkat pagi hari, pakai kameja necis, pakai sepatu hitam mengkilap, sambil menggendong tas yang ada tulisannya “Polo Executive”, padahal Cuma mampu naik bis kelas eksekusi. Status menjadi sangat penting ketika berhadapan dengan persepsi orang lain. Untuk anda yang mampu mengendalikan persepsi orang lain berbahagialah karena anda telah berhasil memukau mereka dengan segala yang ada pada diri anda-karir dan kesuksesan. Ketetapan penghasilan menjadi penting kala berhadapan dengan pihak lain yang akan segera jadi bagian dari diri anda. Entah berhadapan dengan calon mertua ataupun untuk sekedar duduk manis di meja credit officer perusahaan leasing yang memberi anda keleluasaan untuk memiliki Mercy seri C keluaran terbaru-walau cicilannya belum tentu lunas saat anda pensiun nanti.

Yang paling penting adalah anda harus punya ketetapan bahwa anda masih jadi manusia. Manusia yang diberkahi dan dilengkapi akal oleh penciptanya. Tetap menjadi manusia artinya anda tidak punya naluri kehewanan yang bersemayam dalam jiwa anda. Anda akan tetap menjadi manusia selama anda merasa belum ada yang berubah dalam seluruh elemen entitas hidup. Menjadi manusia adalah berkah tersendiri. Anda tidak perlu menjadi bagian dari mereka yang mengaku berakal namun tidak pernah tahu apa yang dilakukannya. Sudah cukup negeri ini dengan manusia macam mereka. Anda harus menjadi manusia yang seutuhnya sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang dasar negara ini.

*****

Tetap itu artinya ajeg, rigid, tidak berubah bentuk dan substansinya. Tidak ada perubahan selama batas waktu tertentu juga bisa diartikan tetap. Pada satu sisi, ketetapan membuat seluruh sistem dan sub-sistem yang berada didalamnya berjalan sesuai dijalurnya masing-masing. Semua bergerak selaras, tidak ada yang teriak protes. Sedangkan pada sisi lainnya ketetapan menimbulkan suatu suasana yang sangat tidak menyenangkan. Sama tidak menyenangkannya dengan bangun di pagi hari untuk berangkat ke kantor. Karena tekanan untuk lepas dari ketetapan itu begitu hebatnya maka terjadilah sebuah perlawanan.

Perlawanan ini dimaksudkan untuk melepas jeratan ketetapan yang telah menimbulkan perasaan semacam itu. Namun, perlawanan itu biasa diakhiri dengan penciptaan sebuah wujud ketetapan model baru. Ketetapan dengan wajahnya yang baru ini telah menjadi euphoria bagi mereka yang punya andil dalam menciptakannya. Sementara itu, mereka yang memiliki keterbatasan didalam tatanan ketetapan yang baru ini (lagi-lagi) melakukan perlawanan namun tidak secara terang-terangan.

Perlawanan yang dilakukan dari dalam, sembunyi-sembunyi, akan menggerus dan menggembosi semua kekuatan yang mendukung ketetapan dari keadaan itu. Perlahan pilar-pilarnya akan segera hancur dan tumbang. Kau pasti tahu kan bagaimana rayap-rayap menggerogoti kayu tempat tidurmu hingga kau tidak pernah merasakan lagi kasur kapukmu itu? Maka ketika itu, perlawanan dari dalam itu telah menimbulkan suatu perubahan yang luar biasa dahsyat dan tidak pernah diduga sebelumnya. Kekuatan yang entah darimana asalnya itu telah menjatuhkan otoritas yang menciptakan keadaan tetap.

Lagi-lagi, perubahan yang diusung sebagai new way atau new era itu menciptakan suatu pemahaman tentang ketetapan model baru. Ketetapan yang dinamis yang memungkinkan perubahan dalam sebuah ketetapan. Ketetapan yang berubah-ubah menurut bentuk dan esensinya. Ketetapan yang statis seperti hukum-hukum fisika hanya akan membahayakan ketetapan itu sendiri. Dengan demikian pilihan akan jatuh pada ketetapan yang dinamis ini.

Ketetapan yang memungkinkan perubahan sewaktu-waktu ternyata tidak lebih berbahaya dari ketetapan statis. Perubahan memang terjadi kapan saja. Dalam hitungan detik dan milidetik semuanya bisa berubah. Ketetapan model ini telah menjadi sebuah fenomena hingga dibutuhkan ilmu tersendiri untuk mempelajari dan menafsirkannya. Ketetapan yang berlaku universal ini telah menjadi inti dan pusat dari struktur kosmisnya. Sedangkan, ketetapan yang dinamis ini telah menjadi pion-pion yang mengitarinya. Seperti Merkurius dan Saturnus yang masih tetap mengelilingi matahari.

*****

Sayangku, apakah engkau masih membaca tulisanku ini? Apakah engkau mengerti dan telah mengambil point-point dari tulisanku ini? Aku harap begitu, sayangku. Aku hanya ingin kau mengerti tentang sebuah ketetapan. Seperti hatiku yang masih berketetapan pada hatimu.



Kelapa Gading, 5 Juni 2009


Yang Belum Terkirim (1): Saya, Jombang, dan Emha

Hari ini, Rabu, 27 Mei 2009, setidaknya ada dua momen (selain gajian tentunya) yang ada di catatan saya. Miladnya Emha dan Final Liga Champions Eropa Season 08-09 di Roma sana. Kemarin, secara resmi saya telah mempublikasikan dukungan saya pada F.C Barcelona lewat tulisan yang anda semua bisa baca di selendangwarna.blogspot.com. Maka, tulisan ini akan bercerita sedikit tentang Jombang dan Emha Ainun Nadjib. Bukan karena isu bahwa Final di Roma sana akan dipindahkan dengan alasan keamanan ke Stadion Brawijaya kandang Persik Kediri atau Si Jalak Harupat kebanggaan masyarakat Soreang. Bukan juga karena tiket Manchester United Goes to Senayan rata-rata naik Rp. 250.000. Ibarat murid yang sedang belajar menulis, saya ini hanya bercerita saja tentang apa yang ada di kepala lalu saya jadikan tulisan.

Jombang, sebuah kota kabupaten yang berbatasan dengan kota Madiun di arah barat dan Mojokerto diarah timur. Jombang sendiri menyimpan suatu fenomena sosiologis dimana ditempat ini terdapat banyak pesantren yang didirikan sebagai tempat belajar ilmu kehidupan terutama ilmu agama Islam. Sejarah perkembangan dan penyebaran agama Islam di Jawa Timur sendiri tidak lepas dari peran pesantren-pesantren Jombang. Tentu dibutuhkan analisis melalui penelitian yang menggunakan pendekatan historis-sosiologis-kultural untuk menguji hipotesa diatas.

Jombang, 56 tahun yang lalu melahirkan putranya yang hanya manusia biasa bernama Emha Ainun Nadjib pada hari Rabu Legi, 27 Mei 1953. Semoga bukan kebetulan bahwa Tuhan telah mentakdirkan hari Rabu 56 tahun yang lalu bertemu kembali dengan hari Rabu ini. Selamat ulang tahun, Emha. Semoga Tuhan tetap dan terus merahmati anda untuk tetap berjuang dijalan-Nya.

Kalau ada yang saya ingat tentang Emha selain bukunya yang saya punya, “Jejak Tinju Pak Kiai” dan “Kiai Bejo, Kiai Untung, Kiai Hoki” adalah album Emha bersama Kiai Kanjeng yang rilis waktu Orde Baru masih berkuasa sekitar tahun 1997. Saya lupa judul albumnya karena saya tidak membawanya ketika saya pindahan ke Ibukota ini. Kalau saya tidak salah, ada sepuluh lagu di album itu. Semuanya bernuansa rohani yang kental dengan paduan puisi dan lirik-lirik pujian.

Sebelum masyarakat kita ngeh sama lagu “Tombo Ati”nya Opick, Emha sudah jauh-jauh hari sebelumnya menyanyikan lagu itu diiringi dengan musik gamelan Kiai Kanjeng. Kalau anda sepintas mendengar akan terdengar seperti musik keroncong. Tapi lebih daripada itu, komposisi yang dalam lagu “Tombo Ati”nya Emha tetap menampilkan suatu penghayatan yang kuat atas penyerahan jiwa manusia sepenuh hati kepada Tuhan.

Bedanya dengan yang punya Opick itu hanya dalam penerjemahannya saja. Opick menyanyikan versi jowo terlebih dahulu diikuti dengan versi bahasa Indonesia. Sehingga, masyarakat awam yang tidak mengerti bahasa Jawa pun akan cepat paham. Sedangkan, Emha dan Kiai Kanjeng menyelipkan terjemahannya di sampul kaset/CD. Maka, tak banyak dari kita yang tahu bahwa lagu itu sudah duluan ada. Satu lagi yang berkesan kuat di dalam album itu adalah performance mereka dalam komposisi instrumental berjudul “Parados”. Tidak ada vokal. Hanya iringan musik saja, paduan gamelan dan musik modern full band. Rasanya, layak disandingkan dengan komposisi intstrumental David Foster.

Mendengarkan semua isi album itu tidak akan pernah membosankan seperti layaknya membaca kembali semua tulisan dalam buku-bukunya. Seperti pada tulisannya, musiknya pun mengandung nilai-nilai kemanusiaan dan ketuhanan. Ada sebuah lirik yang masih saya ingat: “…sesudah lagi, kepingin lagi…” Lewat lirik lagu yang judulnya (lagi-lagi) saya lupa itu Emha menggugat sifat kemanusiaan kita yang tidak pernah merasa cukup walau telah dipenuhi atau terpenuhi segala kebutuhannya. Agaknya, kita telah lupa pada hakikat bersyukur. Bersyukurlah kepadaku, niscaya kutambahkan nikmatmu. Begitu Tuhan pernah bersabda.

Bapak saya dulu sengaja membeli album berbentuk kaset itu. Mungkin karena mereka sama-sama orang Jawa Timur dan punya ikatan historis yang kuat dengan tanah kelahiran Emha, Jombang. Dulu, Kakek sering mengajak Bapak saya naik sepeda ontelnya boncengan berdua saja dari Pare, Kediri sampai ke Jombang kurang lebih sejauh 29 KM. Waktu itu belum banyak angkutan umum. Kebetulan kakek saya sering mengisi ceramah dan pengajian di beberapa pesantren dan masjid di sekitar Jombang. Hingga wafatnya pun Kakek saya dikuburkan di Jombang juga. Kini, Jombang seakan menyimpan memori itu. Bahkan, setiap melintas Stasiun Jombang, saya masih bisa merasakan ada sesuatu yang hilang, tersimpan dan tertinggal disana.

Sayang sekali, dalam beberapa kesempatan saya tidak pernah singgah di Jombang untuk menikmati dan sedikit napak tilas jejak-jejak peninggalan Kakek. Bahkan, ketika melakukan road tripping dengan rute melingkar Surabaya-Mojokerto-Jombang-Madiun-Ngawi-Solo-Yogya-Magelang-Semarang-Kudus-Tuban-Gresik-Surabaya pada awal tahun 2007. Begitu pun kedua kalinya, Oktober 2007 ketika dalam misi perjalanan mengembalikan amanah ke Surabaya. Saya menempuh jalur Bandung-Tasik-Yogya-Madiun-Jombang-Mojokerto-Surabaya. Saya tidak pernah punya kesempatan untuk benar-benar singgah. Waktu rasanya begitu cepat dan tidak menyisakan sedikit pun bagiannya untuk saya.

Saya hanya pernah sekali singgah di Jalan Raya Bypass arah Madiun untuk shalat maghrib. Itupun hanya sebentar saja. Jangan heran bila anda melewati jalan itu anda melihat banyak masjid di pinggir jalan. Begitu adzan berkumandang dan waktu shalat tiba masyarakat sekitar yang anak kecil, remaja, pemuda, bapak-bapak, ibu-ibu, kakek-nenek akan segera datang dan memenuhi ruangan masjid. Itulah yang membuat saya takjub akan kota ini. Istilahnya, berhenti dimana pun masih bisa minggir buat istirahat dan sholat dengan suasana berjamaah yang khas warga Nahdliyin (sebut saja warga NU). Saya hanya bisa berencana mudah-mudahan suatu saat saya bisa merasakan goyangan air suspension**) Scania milik P.O Harapan Jaya untuk mengantarkan saya ke Jombang. Lalu, disambung minibus ke Kediri dan Pare.

Begitulah kota Jombang meninggalkan sebuah ingatan yang tersimpan rapih dalam memori. Mudah-mudahan, ingatan-ingatan tentang kota sebagai tempat dengan konteks historis-sosiologis-kultural yang amat erat melekat akan membangun kesejarahan kota dari sudut pandang mana pun. Baik warga masyarakat yang mendiaminya atau masyarakat umum yang menaruh perhatian padanya. Semoga dapat menjadi catatan berharga bagi generasi berikutnya.

Saya tutup tulisan ini dengan kutipan dari tulisan Emha. Semoga anda dan saya bisa mengambil pelajaran.

“Kalau engkau berbuat baik seribu kali, bersiaplah untuk tidak menunggu satu orang pun melirik seribu kebaikanmu itu satu kali saja pun. Sebaliknya, kalau engkau berbuat buruk satu kali saja, bahkan sekedar diduga, dituduh atau difitnah berbuat buruk satu kali saja, maka persiapkan dirimu untuk mendengarkan seribu orang memperkatakan seribu keburukanmu yang mereka karang-karang sebanyak seribu kali.” *)



Kelapa Gading, 27 Mei 2009

*) Emha Ainun Nadjib, dalam tulisan berjudul “Para Pendendam Indonesia” dalam buku “Kiai Bejo, Kiai Untung, Kiai Hoki”, hal. 125, Penerbit Buku Kompas, 2007.

**) Air Suspension adalah sistem suspensi yang menggunakan udara sebagai bantalannya menggantikan cairan hidrolik/oli. Konsep ini telah digunakan oleh merek bis dan truk terutama yang berasal dari Eropa. Belakangan, Hino telah mengadopsi konsep tersebut tetapi masih belum bisa menyaingi empuknya suspensi Mercy.

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...