Sabtu, 30 November 2013

I Didn't Lost My Phone, I Left It in KL

Aku bingung, tak bisa membaca hati*

Pada kunjunganku yang pertama kali ke Kuala Lumpur, aku kehilangan ponselku. Aku baru sadar saat aku akan menelpon seorang kawan di Jakarta. Bagaimana hal itu bisa terjadi, barangkali kalian bisa menyimpulkannya sendiri.
 
*

Aku bertemu dengannya pertama kali dalam sebuah jamuan makan malam pada sebuah seminar. Aku datang terlambat dan tidak punya pilihan lain kecuali mengambil tempat di sebelah perempuan itu. Aku sengaja duduk di sebelahnya. Itu hanya modus saja, siapa tahu dia butuh teman ngobrol.

Aku belum tahu namanya hingga dia menyibakkan rambut panjangnya. Rupanya, dia masih mengenakan tanda pengenal. Andini. Ya, namanya Andini. Hal pertama yang aku coba perhatikan dari Andini adalah jemari tangannya. Aku tidak punya kelainan jiwa karena selalu mengamati jemari seorang perempuan. Aku hanya ingin memastikan bahwa dia belum ada yang punya. Lagu ‘Keroncong Cincin’ dari Koes Plus seketika mengisi pikiranku.

Aku tidak berhasil membuka percakapan hingga pelayan datang dan menuangkan teh pertama ke gelasnya. Kami terlalu sibuk dengan pikiran masing-masing. Rasanya tidak salah bila ponsel masa kini dinamai smartphone. Selain bisa membuat penampilan terlihat smart, ponsel ini juga pilihan yang smart untuk mengisi keheningan.

“Selamat malam. Saya Adhi.” Sapaku.
“Malam juga. Saya Andini.” Jawabnya.
“Stay disini juga?”
“Ya. Supaya gampang, nggak telat ikut acaranya.”

Percakapan kami terus berlanjut, sementara para penari mulai mengisi panggung dengan tarian tradisional Negeri Jiran. Malam ini sepertinya jadi ‘cultural night’ untuk mereka yang baru datang pertama kali ke Malaysia.

Kami terlibat dalam obrolan santai seputar pekerjaan dan rutinitas yang semakin menjemukan. Andini terlihat senang sekali bisa sesekali menertawakan hidupnya. Begitupun aku, rasanya lebih mudah bicara dengan seseorang yang baru kita kenal dibanding dengan orang yang selalu dekat tapi tidak pernah mengerti kita seutuhnya.

Malam ini sempurna. Pembawa acara setengah memaksa kami untuk naik panggung dan bernyanyi duet. Andini tidak keberatan. Aku juga demikian. Red wine mulai bekerja pada kami.

Andini memilih lagu ‘We Could Be In Love’. Kalian pasti tahu itu lagu macam apa. Kalau bukan bersama Brad Kane, aku lebih memilih Lea Salonga menyanyikannya dengan Yana Yulio. Malam ini, aku membawakan lagu itu demi menghibur kolega sesama peserta workshop.

Anyone who seen us, knows what’s going on between us
It doesn’t take a genius, to read between our lines

Aku menggenggam jemari Andini. Aku merasakan hangat yang seketika merambat dalam hatiku. Aku mulai menikmati momen ini. Aku tidak ingin kehilangan sentuhan Andini malam ini.

Aku bisa melihat penonton menikmati penampilan kami. Aku melihat beberapa dari mereka menyanyi bersama kami. Di pojok dekat pintu masuk, seorang kawan mendendangkan kepalanya sambil menatap lekat pada ponselnya. Sementara, perempuan yang duduk bersama Dennis, hanya bisa melamun kosong sambil menatap langit Kuala Lumpur yang sendu malam ini.

Kami terus menyanyi menghabiskan lagu. Sepanjang waktu itu juga aku tak bisa melepaskan pandanganku dari Andini. Rasanya, baru kemarin aku menggamit jemari Maria dan menyanyi bersamanya. A long time lost feeling.

Aku dan Andini turun panggung. Kami mendapat sambutan meriah dari penonton. We want more, we want more. Beberapa kawan sempat meminta kami kembali naik panggung. Sambil berlalu mereka membisikkan beberapa judul lagu. In Love With You dari Jacky Cheung dan Regine Velasquez, The Gift dari Martina McBride dan Jim Brickman, dan Immortality dari Celine Dion & Bee Gees.

Andini hanya tersenyum seraya terus berlalu. Andini belum melepas genggaman tangannya. Aku merasa seperti ketika turun dari altar bersama Maria.

I know what these are symptoms of
We could be... We could be in love...

 
Acara makan malam selesai. Aku menunggu lift bersama Andini. Aku bilang padanya bahwa aku akan berjalan-jalan sebentar di sekitar hotel, sekedar mencari angin. Hidangan malam ini terlalu berlebihan menurutku. Jadi lebih baik, aku berjalan kaki sebentar sekedar menghilangkan sebah. Aku belum bertanya pada Andini ketika dia tiba-tiba menyatakan ingin ikut bersamaku.

Kami berjalan menyusuri trotoar sepanjang jalan Sultan Ismail. Malam semakin meninggi. Jalanan mulai sepi.Aku tidak tahu mau jalan kemana tapi Andini segera mempercepat langkahnya usai melihat Menara Kembar Petronas. Dari jauh, kami bisa segera mengenali menara lambang supremasi kejayaan ekonomi Negeri Jiran.

Andini berhenti dan mengambil tempat duduk. Aku melihat beberapa wisatawan dari Korea mengambil foto disekeliling. Aku duduk di sebelah Andini yang masih menatap takjub.

“First time in KL?” tanyaku.

Andini memukul lenganku. Andini tidak suka dengan sikapku. Andini merasa diolok-olok. Seolah kami tidak pernah berbagi cerita.

Aku tidak menghitung berapa lama kami saling terdiam disitu. Aku dan Andini disibukkan lagi dengan pikiran masing-masing. Aku teringat pada makan malam pertamaku dengan Maria. Andini mungkin sedang mengenang hal yang sama denganku. Aku tidak akan pernah tahu apa yang ada dibenaknya.

Aku mengantar Andini hingga depan pintu kamarnya. Terlintas, aku akan mengecup keningnya dan memeluknya barang sebentar seperti dalam film-filmnya Hugh Grant. Tapi itu tidak akan terjadi. Andini pamit dan segera masuk. Aku hanya mengucapkan selamat malam, semoga tidurnya nyenyak malam ini.

Aku belum beranjak dari tempat melepas Andini. Aku membayangkan Andini pun tidak segera melepas lelah. Aku pikir Andini masih akan berdiri sambil bersandar pada pintu kamar dan membayangkan semua yang sudah dia lalui bersamaku. Ada waktu dimana engkau tidak akan pernah rela untuk kehilangan seseorang. Kalaupun ini waktuku, tentu aku tidak akan melewatkannya begitu saja.

Aku baru saja berbalik dan membetulkan letak leher kamejaku ketika aku dengar Andini membuka pintu kamar lalu memanggil namaku. Andini berdiri di depan pintu kamar. Tuhan, apakah benar yang sedari tadi aku bayangkan?

Aku menyongsong Andini yang segera menarik tanganku masuk. Andini memelukku erat. Aku tidak mendengar apa yang diucapkannya. Aku hanya merasakan pelukan yang semakin erat. Aku tidak tahu harus berbuat apa.

Lama aku menunggu hingga Andini melepas peluknya. Jujur, inilah pelukan paling panjang pertamaku sejak berpisah dengan Maria.

*

Aku terbangun disamping Andini. Pagi segera menjelang. Aku segera bersiap dan kembali ke kamarku. Andini masih tertidur dan aku benar-benar meninggalkan sebuah kecupan di keningnya.

Aku kembali ke kamarku dan coba menghubungi Leica. Aku sadar bahwa aku tidak membawa ponselku. Aku kembali ke kamar Andini. Pintunya sedikit terbuka. Seorang pembersih kamar mengetahui kedatanganku. Andini baru saja check out. This gonna be a long way.


Kuala Lumpur, 19 November 2013. 00.36

* "Membaca Hati" dinyanyikan oleh Alika, album 'My Secret Room'.

Kamis, 14 November 2013

Malaikat Jatuh

Katakan aku mencintainya sampai pada penghujung hari. Katakan, tak ada cinta yang lebih besar daripada cinta yang tak sudi takluk dengan waktu.

Sepuluh cerita pendek dengan tema perempuan. Melekat bersama keindahan lain bernama cinta. Paduan keduanya dibingkai dalam cerita-cerita bernarasi kelam.


Cerita dibuka dengan dongeng tentang keabadian, “Malaikat Jatuh”. Keabadian yang hanya bisa didapat dari jantung manusia bersayap yang tinggal di pegunungan Teatimus. Beppu, Manna, dan Mae terlibat dalam perseteruan sengit.

Bila Seno Gumira Ajidarma punya “Negeri Kabut” dan “Negeri Senja”, Clara Ng punya “Negeri Debu”. Cerpen ini mengingatkan saya pada tokoh Sandra di cerpen “Pelajaran Mengarang”, dalam kumcer 'Atas Nama Malam'. Lucinda menemukan sebuah dunia yang membuatnya nyaman di Negeri Debu kendati penyakit sinusnya belum kunjung sembuh. Lucinda ingin tinggal selamanya tapi ia tidak ingin meninggalkan ibunya. Lucinda punya kesempatan untuk kembali dan tinggal di Negeri Debu. Hanya saja, kesempatan itu datang ketika ibunya menjemput ajal tanpa penjelasan.

“Makam” adalah cerpen yang mengikat perasaan cinta secara universal antara sesama manusia-ibu dan anak- dengan binatang. Kisah tentang seorang penjaga animal shelter dituturkan dengan apik. “Di Uluwatu” adalah cerpen romantis yang cenderung satir. Sang tokoh terlibat dalam perjalanan waktu yang tak mampu mengubah kenangan sehingga menariknya kembali.

“Lelaba” dan “Hutan Sehabis Hujan” adalah kisah tentang kasih sayang antara dua perempuan. Kisah-kisah seperti ini jadi menarik kala dituliskan menjadi cerita yang mencekam, sedikit imajinatif dan fantastis. Keduanya mengisahkan kasih sayang ibu dan anak yang tak pernah lekang. Pengorbanan atas nama cinta adalah jawaban paling masuk akal untuk sebuah pencarian.

“Akhir” adalah cerpen yang mengisahkan sebuah keluarga utuh, yang akhirnya harus bercerai dengan jasad mereka. Akhir yang tragis ini diakibatkan keterlibatan sang ayah dalam suatu permainan politik. Entah bagaimana, yang jelas ada kaitannya dengan penguasa. Cerpen ini seakan ingin mengingatkan kita pada suatu masa orde represi.

“Barbie”, sebagaimana kita kenal selalu dirupakan sebagai sosok perempuan yang sempurna. Sayangnya, ia bermain-main dengan Babi Abu-abu yang terbakar cemburu ketika tahu Barbie berpaling darinya. Kematian pun jadi akhir perjalanan cinta mereka.

“Bengkel Las Bu Ijah”, adalah cerpen favorit saya. Cerpen ini adalah anekdot bagi kehidupan kita yang sudah terlalu absurd. Pada suatu masa, bengkel las milik Bu Ijah menerima hati yang telah remuk redam untuk diperbaiki kembali sesuai bentuk asalnya. Cerpen ini kembali melibatkan intervensi penguasa. Membaca cerpen ini saya jadi teringat pada cerpen Agus Noor berjudul 'Tukang Jahit' (Cinta Di Atas Perahu Cadik, Penerbit Buku Kompas, 2008).

“Istri Paling Sempurna” adalah cerpen yang menampilkan kesempurnaan cinta seorang suami pada istrinya. Kelak, mereka akan selalu menemukan jalan untuk bahagia dengan cara mereka sendiri.

Overall, “Malaikat Jatuh” menguak sisi lain dari hakikat cinta. “Malaikat Jatuh” mengajak kita untuk membuka cakrawala pikiran bahwa banyak hal yang tidak masuk akal terjadi atas nama dan dengan kekuatan cinta. Kekelaman, kematian, dan tragedi hanyalah akibat. "Malaikat Jatuh" membingkai semuanya dalam satu rangkaian kisah yang membuat kita percaya bahwa cinta sejati itu demikian adanya.

Judul        : Malaikat Jatuh (dan cerita-cerita lainnya)
Penulis        : Clara Ng
Penerbit    : Gramedia Pustaka Utama
Tahun        : 2009
Tebal        : 176 hal.
Genre        : Kumpulan Cerpen


Pharmindo-Medan Merdeka Barat, 14 November 2013.

Minggu, 10 November 2013

SBM Fun Run Bandung 5K

Akhirnya saya kembali berlari di Bandung di gelaran SBM Fun Run Bandung: 5K Closer To Your Happiness. Tema gelaran lomba kali ini cukup unik. 5K Closer To Your Happiness. Barangkali, panitianya percaya bahwa dengan berlari kita akan lebih dekat dengan yang namanya bahagia. Terbukti, setiap papan petunjuk yang dibubuhi quotes soal kebahagiaan. Contoh saja: one minute you angry, you loss 60 seconds of your happiness.



Race hari ini mengambil lokasi di dalam kampus ITB. Lomba dibagi menjadi dua lap. Inilah perbedaan yang signifikan dari race yang penah saya ikuti sebelumnya. Saya belum pernah mengikuti race seperti ini. Saya merasa jadi seperti pembalap yang diberi checkboard “FINAL LAP” ketika memasuki Lap ke-2. Mungkin itu pula sebabnya saya tidak terlalu tertarik untuk berlari mengitari stadion atau lapangan olahraga. Saya lebih senang berlari mengikuti jalur jalan raya.

Selain itu, pengalaman lain yang saya dapat dalam race ini yaitu pelari harus menghadapi medan naik-turun mengitari sekitar kawasan kampus. Race track yang turun-naik membuat pelari harus pintar-pintar mengatur nafas. Pengalaman ini sangat jauh berbeda dengan excitement ketika menanjak dan menurun di Semanggi.



Anyway, kalau saya harus berbahagia hari ini adalah kehadiran dua orang sahabat yang ikut menyambut usai menyentuh garis finish. Pun, ketika bertemu kembali kawan-kawan relawan #BebersihBandungYuk untuk bertukar info soal Bandung Trail Run #YukNgetrel setiap hari Sabtu. 



Akhirul kalam, menyambut Hari Pahlawan, medali hari ini saya persembahkan untuk mereka yang gugur di Pertempuran Surabaya 10 November 1945. Sejarah akan selalu mengenang anda semua. Selamat Hari Pahlawan 1435H. Jadikan dirimu pahlawan olehmu, untuk diri sendiri dan lingkungan terdekatmu.


Pharmindo, 10 November 2013.

Bookbinding Class for Beginner @tobucil

Sudah lama saya menantikan kesempatan untuk bisa mengikuti kelas bookbing di Tobucil @tobucil. Saya cukup exciting ketika tahu bahwa Tobucil akan membuka kelas bookbinding di akhir pekan. Kebetulan, Sabtu kemarin saya benar-benar bisa ikut di kelas yang diasuh Mbak Tarlen @vitarlenology ini.


Kelas yang saya ikuti adalah kelas bookbinding untuk pemula. Saya dan lima kawan lainnya belajar membuat simple binding untuk satu bundel dan dua bundel. Kelas diawali dengan perkenalan dan latar belakang dari Mbak Tarlen yang pernah mengikuti kursus bookbinding di Brooklyn, nun jauh di USA sana. Selanjutnya, kami dikenalkan dengan peralatan yang sering digunakan untuk bookbinding. Kami pun membuat karya kami masing-masing.

Saya merasa beruntung dapat belajar langsung dari Mbak Tarlen. Selain mempelajari hal-hal dasar seputar pengetahuan berbookbinding ria, kami pun mendapatkan banyak cerita dan pengalaman dari Mbak Tarlen selama menggeluti bidang crafting yang satu ini.


Pengalaman ini sangat berguna karena saya dapat menciptakan buku catatan sendiri yang sesuai keinginan saya: tanpa garis. Sama seperti Mbak Tarlen, saya tidak suka buku catatan bergaris. Karenanya, saya akan mencoba membuat buku catatan dalam bentuk yang berbeda berbekal pengalaman saya kemarin. Saya akan memainkan imajinasi. Have a nice shot, everyone.

Pharmindo, 10 November 2013.

Sabtu, 09 November 2013

Autumn Once More

Cinta adalah tema abadi sepanjang masa. Entah kapan dan dalam situasi apapun cinta memiliki bahasanya sendiri. Cinta punya jalannya sendiri dalam menemukan bahagia.

Cinta punya beragam rasa. Cinta juga yang hadirkan rasa galau dan rindu berkepanjangan. Tak jarang timbul pula perselisihan, perselingkuhan, dan pengkhianatan. Atas nama cinta semua beradu. Dalam sebuah lembar kenangan antara namaku, namamu, kita, mereka, dan dunia.


Autumn Once More adalah petualangan cinta itu sendiri. Cinta diterjemahkan dalam berbagai bahasa berbeda. Autumn Once More menghadirkan cinta dari sudut pandang penulis yang beragam, baik penulis betulan maupun penulis ‘dadakan’.

Autumn Once More membawa petualangan rasa ke suatu dimensi lain. Entah karena penulisnya adalah perempuan semua. Tekanan perasaan bahkan dalam cerita yang paling singkat pun begitu lekat dengan keseharian kita. Kedekatan dengan keseharian itulah yang cenderung membuat kita bisa berkata bahwa kita juga pernah mengalami kisah yang dibawakan Autumn Once More.

Sebagai karya kolektif, kompilasi ini berhasil memadukan cerita-cerita ‘sampingan’ dengan cerita yang benar-benar baru. Maksudnya, pada tulisan Ilana Tan (Autumn Once More) dan Ika Natassa (Critical Eleven), tentu pembaca sudah lebih dahulu mafhum bahwa ada karya lain yang menyertainya maupun sebagai pendahuluan menuju kesana. Autumn Once More adalah side story dari Autumn In Paris, satu judul dari quartologi milik Ilana Tan. Sedangkan, Critical Eleven adalah prelude bagi karya Ika Natassa selanjutnya, yang entah kapan akan selesai ditulis.

Walaupun begitu, paduan kesemuanya menghasilkan perasaan yang sama dengan sekuntum bunga yang merekah di musim semi. Perasaan yang tumbuh dan tidak sabar untuk segera menyapa dunia dengan keindahan. Selamat datang cinta.

Catatan Personal Kolumnis Dadakan

Membaca judulnya, saya bisa segera menebak bahwa buku ini adalah karya terbaru Ilana Tan. Bisa jadi buku kelima yang melengkapi quartologi sebelumnya. Sepintas juga, mirip dengan judul lagu favorit saya milik The Carpenters, Yesterday Once More.

Namun ternyata saya salah. Buku ini adalah kumpulan cerpen dari beberapa penulis dan editor yang kesemuanya adalah perempuan. Cukup menarik, karena buku ini turut meramaikan jagad kepenulisan kaum perempuan setelah terbitnya kumpulan cerpen lain, “Perempuan Punya Cerita”. Perlu dicatat, penulis yang berpartisipasi kesemuanya adalah penulis dengan genre metropop. Sebuah lini produk dari satu penerbit.

Cerpen pertama pembuka antologi ini berjudul “Be Careful of What You Wish For” ditulis oleh aliaZalea. Ia ingin mengajak pembaca untuk senantiasa berhati-hati dalam menjaga ucapan. Semua hal masih mungkin untuk terjadi di dunia ini. Maka, ketika kelak cinta menghampirimu, berharaplah bahwa ia akan tinggal membawa segala rasa bahagia bersamanya.

Cerita kedua, “Thirty Something” karya Anastasia Aemilia mengisahkan tentang kegelisahan kaum muda pada usia 30-an dan masih single. Tidak jarang yang memilih untuk jatuh cinta dengan sahabat sendiri. Tak sedikit juga yang harus saling menunggu kesiapan masing-masing. Being thirty-something and single is not that easy...

Membaca “Stuck With You” dari Christina Juzwar seakan membawa saya pada drama khas kantoran. Lift yang macet dan terjebak bersama orang yang tidak kita sukai pada hari pertama kerja adalah kemungkinan yang bisa terjadi pada siapa saja. Cerpen ini mengajarkan kita bahwa segala sesuatu yang nampak belum tentu seperti apa yang kita lihat. Apalagi ketika hal itu menyangkut seseorang yang berwujud. Kita dibuat untuk percaya bahwa dunia tidak seperti apa yang kita bayangkan. Ada banyak kemungkinan yang mengitarinya dan membuat kita percaya bahwa hukum kebalikan itu masih berlaku.

“Jack Daniel’s VS Orange Juice” karya Harriska Adiati penuh dengan nuansa muda-mudi khas metropolitan. Sang tokoh utama berusaha mencari celah cinta diantara persahabatan, keluarga, dan kesendirian yang melingkupinya. Cinta telah berhasil mengubahnya dan membawa banyak tanya kehadapannya.

“Tak Ada Yang Mencintaimu Seperti Aku”. Selain “Thirty Something”, cerpen favorit saya lainnya adalah cerpen ini. Penulisnya @hetih berhasil membuat sebuah cerita yang tegas, sedikit gelap, dan posesif. Saya sudah jatuh cinta hanya dengan membaca judul cerpen ini saja.

“Critical Eleven” adalah signature Ika Natassa. Cerpen ini bercerita tentang sebuah pertemuan tidak diduga yang hanya bisa dikenang. Melalui lini masanya, @ikanatassa, banyak pembaca yang menunggu kelanjutan cerita pendek ini dalam bentuk novel. Aldebaran Risjad tampil sebagai ‘rockstar’ disini. Buat pembaca yang sudah lebih dulu kenal Harris Risjad, tentu hal ini adalah sebuah kejutan. Diluar itu, cerpen ini menjawab keresahan saya soal keberadaan saya di Jakarta ini, in the state of trying.

Saya tidak bisa berkomentar banyak soal “Autumn Once More” dari Ilana Tan. Saya tidak mengikuti quartologinya. Saya tidak tahu apa yang sebelumnya terjadi antara Tatsuya, kekasih ibunya, dan Tara. Yang jelas, Tatsuya merasa siap untuk mencintai Tara disini.

Cerpen favorit saya lainnya adalah “Her Footprints on His Heart” tulisan Lea Agustina Citra. Ceritanya sederhana dan bisa saja terjadi diantara pasangan yang sudah menetapkan tanggal pernikahan mereka. Kesetiaan cinta mereka diuji lewat seseorang dari masa lalu Rendy, yang muncul sebagai titisan Marsha Timothy (cinta gue 4ever, ini yang bikin jadi favorit!!!). Cerita ini juga seperti pembenaran untuk penggalan lirik lagu “Heaven Knows” milik Rick Price. Pembaca pasti sudah lebih tahu bagian lirik sebelah mana.

“Love is a Verb” dari Meilina Kusumadewi mengisyaratkan bahwa cinta adalah perbuatan, bukan kata-kata indah, atau sekedar jempol di jejaring sosial. Sekilas, penulis seperti mengikuti gaya Ika Natassa dengan memasukkan John Mayer ke dalam tulisan. Cerpen ini juga agaknya membenarkan apa yang John Mayer dan Extreme pernah nyanyikan: love is a verb and more than words is all you have to do to make it real.

Bila ada cerpen yang berdurasi panjang disini, satu diantaranya adalah “Perkara Bulu Mata” dari Nina Addison. Empat orang sahabat pun memiliki rahasianya masing-masing. Beruntung, ketika satu dari mereka jatuh cinta pada satu sahabat lainnya, ceritanya tidak berjalan seperti dalam serial ‘Friends’.

“The Unexpected Surprise” dari Nina Andiana ini mengingatkan kembali pada kasih sayang Ibu yang tiada berbatas sampai kapanpun. Cerpen ini mengaduk rasa haru bagi siapapun yang rindu akan buaian dan belaian kasih sayang seorang Ibu. Lewat cerpen ini, kita dibuat percaya bahwa seorang Ibu pun punya kelebihannya sendiri.

Cerpen “Senja Yang Sempurna” tulisan Rosi L. Simamora adalah cerpen yang paling megah dalam antologi ini. Cerpen ini adalah analogi sempurna antara langit, matahari, dan hujan dalam mengisahkan penantian cinta selama bertahun-tahun.

Cerpen penutup, “Cinta 2 x 24 Jam”  dari Shandy Tan, adalah satu-satunya cerpen yang mengangkat isu cinta sesama jenis (gay). Sekali lagi, hal seperti ini terjadi dalam lingkungan sekitar kita. Saya rasa cerpen ini memberi warna tersendiri dalam memaknai cinta versi “Autumn Once More”. Cerpen ini membuat saya kembali bertanya soal pandangan bahwa kalau ada seorang lelaki ganteng, kalau dia tidak brengsek berarti dia homo.

Judul       : Autumn Once More
Penulis     : Ilana Tan, Ika Natassa, Aliazalea et. al
Penerbit   : Gramedia Pustaka Utama
Tahun      : 2013
Tebal       : 232 hal.
Genre      : Kumpulan Cerpen


Paninggilan, 7 November 2013.

Kamis, 07 November 2013

Kisah Lainnya

Jadi, hidup telah memilih, menurunkan aku ke bumi

Buku ini dimulai dengan penggalan lirik lagu “Langit Tak Mendengar”. Satu lagu Peterpan favorit saya sepanjang masa bersama satu lagu lain, “Mungkin Nanti”. “Langit Tak Mendengar” adalah lagu terbaik Peterpan semasa formasi lengkap. Komposisi musiknya penuh. Liriknya juga tidak dangkal. Lagu itu bersama ‘Mungkin Nanti” yang telah direcycle dijadikan pengisi soundtrack film "Alexandria". Lagu itu sempat muncul pula dalam iklan sebuah operator telepon selular.


Membaca ‘Kisah Lainnya’ sama juga dengan bernostalgia kembali ke era keemasan Peterpan. Perjalanan Peterpan disajikan secara lengkap mulai sejak dirilisnya single “Mimpi Yang Sempurna” dari album kompilasi ‘Kisah 2002 Malam’ hingga pergantian anggota dan segenap sensasi yang melingkupinya tidak luput dari rekaman peristiwa ini. Tidak hanya itu saja, segenap latar belakang di balik berdirinya band ini juga turut mengambil bagian. Juga bagaimana proses personil dalam mengawali karir mereka masing-masing bersama Peterpan.

Walaupun cerita dalam buku didominasi oleh narasi Ariel, tetapi “Kisah Lainnya” tetap menampilkan band ini dalam komposisinya yang utuh. Masing-masing personil pun menyuarakan segala kegelisahannya di masa istirahat panjang itu. Termasuk cerita dibalik kolaborasi mereka dengan musisi kenamaan lainnya seperti Idris Sardi dan Henri Lamiri, serta Karinding Attack dan Momo 'Geisha'.

Buku ini ibarat catatan pribadi dari sang vokalis. Ariel tidak hanya piawai dalam menulis lagu. Ariel pun pandai merangkai kata. Selama menjalani masa penahanannya di Rutan Bareskrim dan LP Kebon Waru, Ariel banyak menulis dan membuat sketsa. Buku ini pun diwarnai catatan Ariel yang serupa dengan prosa maupun gambar sketsa karyanya.

Pada saat masalahmu menghampirimu, janganlah berkecil hati
Itu adalah pasangan hidupmu
Itu adalah takdirmu
Sesuatu yang sudah dipersiapkan untukmu, bahkan sebelum kau dilahirkan
Itu adalah pelengkap hidupmu
Itu adalah gurumu, maka cintailah dia

Catatan Personal

Saya melihat kembalinya anggota Peterpan ke kancah musik Indonesia tersusun dengan rapi. Walaupun sang frontman mendekam di penjara, beberapa anggota lainnya masih bisa berkarya. Bahkan, naik panggung lagi bersama vokalis-vokalis dari band lain dalam rangkaian tur mengunjungi komunitas penggemar mereka. Single ‘Dara’ milik Ariel terbukti mampu menjembatani proses kembalinya Peterpan. Harapan penggemar serta kebutuhan untuk meraih rasa percaya diri yang sempat hilang berhasil menumbuhkan keyakinan mereka untuk kembali ke panggung.

Proses pembuatan album “Suara Lainnya” membuktikan bahwa mereka masih mampu berkarya. Ketika album itu dirilis, Ariel memang belum bebas dan tidak hadir. Ada perasaan kosong yang menghinggapi mereka karena sang vokalis tidak ada disitu. Namun, sukses besar malam itu semakin membuat percaya diri mereka kembali. Hidup terus berjalan. Ariel bebas. Perjalanan pun mereka mulai lagi. Belakangan, mereka membuat identitas baru, NOAH.

Overall, “Kisah Lainnya” tidak hanya menawarkan sebuah ‘pengakuan’ dan cerita mereka sepanjang 2010-2012. “Kisah Lainnya” membawa pembaca pada sebuah dimensi labirin proses perjalanan kehidupan yang tidak selalu menyenangkan. Kata Tommy Page, life is full with lots of up and down. Selalu ada hikmah dibalik sebuah cerita.

Judul       : Kisah Lainnya
Penulis     : Ariel, Uki, Lukman, Reza, David
Penerbit   : Kepustakaan Populer Gramedia
Tahun      : 2012
Tebal       : 228 hal.
Genre      : Memoar-Musik

Medan Merdeka Barat, 7 November 2013.

Rabu, 06 November 2013

Juara Sejati Bernama King


Luar biasa! Kesan pertama yang saya tangkap dari beberapa bab awal. Biografi memoar perjalanan seorang maestro bulutangkis ini ditulis dengan apa adanya. Kesan setiap cerita didalamnya tidak hanya berkisah soal kesuksesan. Berbagai kisah kegagalan Liem Swie King diceritakan dengan jujur. Termasuk, cerita soal kekalahannya yang dianggap sebagai 'pemberi jalan' untuk gelar ke-8 All England bagi Rudy Hartono.

Cerita perjalanan Liem Swie King di dunia bulu tangkis tidak selalu penuh dengan kesuksesan. Terutama setelah kekalahan pertamanya usai 33 bulan tak terkalahkan di berbagai kejuaraan. Kekalahan tersebut didapatnya usai skorsing 3 bulan dari PB PBSI akibat kelalaiannya pada SEA Games X tahun 1979 di Jakarta. Akibatnya, King dinyatakan kalah WO. King tampil sebagai pribadi yang sportif yang dengan jujur mau mengakui kesalahannya. Satu hal yang tidak mudah, mengingat status King sebagai Juara All England. King dengan mudah bertutur soal  satu fase proses perjalanan dimana ia mencoba untuk bangkit dan meraih kembali percaya dirinya.

Lintasan memori soal kedigdayaan bangsa Indonesia di kancah perbulutangkisan dunia juga menyisakan setangkup haru. Beberapa kali saya hampir menitikkan air mata dan merinding membayangkan betapa gempitanya kejayaan Indonesia waktu itu. All England, Piala Thomas, Piala Uber, dan Kejuaraan Dunia adalah menu utama santapan khusus bagi atlit bulu tangkis Indonesia. Sayangnya, atlit bulu tangkis Indonesia masa kini belum mengambil pelajaran dari kisah Liem Swie King. Indonesia kini jauh tertinggal dari negara-negara pesaingnya.

King's Smash. Courtesy: www.badmintoncentral.com
Buku ini menghadirkan sosok Liem Swie King sebagai pribadi yang utuh. Mulai dari kisah perjalanan hidupnya, bagaimana hubungan King dengan keluarga, perkenalan pertamanya dengan bulu tangkis, jatuh bangun King di arena, hingga alasan-asalan dibalik pengunduran dirinya dari dunia yang telah diidamkannya sejak kecil.

King juga menuturkan kisahnya bersama Robert Budi Hartono, pemilik perusahaan rokok Djarum yang cukup berpengaruh dalam karir profesionalnya. Sebagai penyeimbang, testimoni dari rekan, kawan, pelatih, dan wartawan olahraga ikut mengisi cerita sehingga pembaca dengan mudah memahami sisi lain dari King.

Melalui buku ini, pembaca diajak untuk mengakrabi pribadi King yang cenderung pendiam dan dingin. Beberapa testimonial dan catatan dokumentasi media turut dihadirkan sebagai panduan bagi pembaca untuk lebih objektif dalam 'membaca' King. Selebihnya, pembaca diajak kilas balik sejenak ke masa-masa keemasan bulu tangkis nasional. Catatan emas yang diraih putra-putri terbaik bangsa itu kini menanti untuk diulang kembali. King mengajarkan pada kita bahwa juara sejati selalu bersedia berbuat lebih.

Judul       : Panggil Aku King
Penulis     : Robert Adhi Ksp
Penerbit   : Penerbit Buku Kompas
Tahun      : 2009
Tebal       : 456 hal.
Genre      : Biografi-Memoar

Paninggilan-Medan Merdeka Barat, 6 November 2013.

Selasa, 05 November 2013

Pasar Seni Jakarta 2013

Jakarta punya Pasar Seni! Kehadiran sebuah pasar seni di Jakarta sudah berlangsung lama. Baik di Ancol maupun Senen. Jakarta tetap menjadi bagian penting dari perjalanan seni di Indonesia. 
 

Penyelenggaraan Pasar Seni Jakarta secara khusus diniatkan agar seni dan budaya dapat semakin diapresiasi oleh masyarakat secara lebih luas. Pasar Seni Jakarta merupakan wadah kegiatan seni dan budaya yang mempertemukan seniman dari berbagai unsur seni (seni rupa, seni musik, seni pertunjukan) yang ada di Jakarta untuk berekspresi dan berinteraksi dengan warga kota.

Jakarta adalah perwujudan ‘little Indonesia’. Jakarta bergerak dan berkembang dengan segala unsur kebudayaan yang hadir dari aneka suku bangsa. Jakarta yang kesehariannya diliputi dengan segala problematika metropolitan seperti kemacetan, kejahatan, dan renggangnya ikatan sosial, dituntut untuk dapat menemukan kembali inspirasi untuk menjadi kota yang layak huni bagi warganya. Kreasi seni dan budaya semacam ini diharapkan mampu mewujudkan harapan khalayak atas Jakarta yang lebih manusiawi.

Senin (4 November), usai mengunjungi Indonesia Book Fair 2013 di Istora Senayan, saya menyempatkan diri mampir ke Pasar Seni Jakarta yang berlokasi tidak jauh dari Istora. Pasar Seni semacam ini mengingatkan saya pada kegiatan rutin yang dilangsungkan di Bandung, bertajuk Pasar Seni ITB.

Pasar Seni Jakarta menghadirkan komunitas-komunitas penggiat seni yang berkumpul dalam beberapa stand. Aneka instalasi pun turut menghiasi arena. Pasar Seni Jakarta turut menghadirkan karya-karya dari para seniman nusantara. Beberapa nama diantaranya sudah saya kenal. Sebut saja AD Pirous, Sunaryo, Biranul Anas, Tisna Sanjaya, Isa Perkasa, Titarubi, Agus Suwage, RE Hartanto, Eko Nugroho, Willy Himawan, dan masih banyak lagi. Untuk lengkapnya sila kunjungi laman www.pasarsenijakarta.com.

Percakapan Menyilang/Crossing Conversations


Dalam arena pasar seni yang dibagi ke dalam 4 zona; Angin, Api, Tanah, dan Air ini, saya mengkhususkan untuk mengunjungi satu ruang pamer dengan pameran bertajuk ‘Percakapan Menyilang/Crossing Conversations’. Pameran ini dikuratori oleh Aminuddin TH Siregar yang lebih dulu saya kenal sebagai Dosen di FSRD ITB.

‘Percakapan Menyilang’ adalah sebuah program pameran sehari yang menyisip di hiruk pikuk Pasar Seni Jakarta 2013. Program ini terdiri dari pameran seni rupa, seni performa, pemutaran video dan suatu aksi artistik yang mempertemukan seniman lintas generasi secara berpasangan dengan mempertimbangkan interrelasi antar tema, medium, elemen-elemen seni, dan sejumlah kemungkinan lain yang bisa timbul. Melalui hubungan bersilang tersebut baik dari segi karya maupun seniman, program ini diharapkan bisa merentangkan sebuah percakapan imajinatif yang kaya dan dinamis.


Dengan menawarkan keragaman aktivitas, program ini direncanakan mampu memikat khalayak akan cakrawala seni rupa Indonesia yang lebih luas. Harapan lebih jauh adalah pengertian khlayak akan seni rupa lebih mewujud. Perlintasan generasi seniman serta jukstaposisi kekaryaan mereka juga turut membangun makna tentang hubungan-hubungan yang bernilai sejarah. Dari situ tampak bahwa cara kita mengerjakan seni, menuliskan, dan membicarakannya telah berubah.

Satu yang menjadi perhatian saya dalam pameran ini adalah lukisan bertajuk ‘The Hegemony Life’ dari Indieguerillas. Lukisan ini mengambil imaji dari lukisan Raden Saleh yang terkenal itu yaitu ‘Penangkapan Diponegoro’. Indieguerillas berhasil memadukan unsur seni rupa kontemporer dan sejarah dengan melukiskannya kembali dalam bentuk yang berbeda. Indieguerillas merubah lukisan itu dengan “meminjam” gaya khas komik populer ‘Tin Tin’. 



Proses apropriasi ini sangat menarik sebab Raden Saleh sendiri menyadurnya dari lukisan berjudul ‘Penyerahan Diponegoro’ yang dilukis oleh pelukis Belanda, Pieneman. Indieguerillas mengkonversi imaji heroik dari lukisan aslinya ke dalam bentuk lukisan yang lebih santai dengan unsur humor didalamnya.

Epilog

Saya menangkap kesan yang menyenangkan dari pengalaman pertama mengunjungi Pasar Seni Jakarta tahun ini. Hujan tidak turun sehingga pengunjung bisa lebih leluasa menikmati sajian pasar seni kali ini. Saya berharap kegiatan semacam ini akan menjadi program rutin tahunan. Saya yakin, imaji atas Jakarta yang lebih baik mampu diwujudkan melalui apresiasi seni dan budaya. Semoga.

Paninggilan, 5 November 2013.

Bacaan: Katalog Pameran Percakapan Menyilang Pasar Seni Jakarta 2013

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...