Sabtu, 09 November 2013

Autumn Once More

Cinta adalah tema abadi sepanjang masa. Entah kapan dan dalam situasi apapun cinta memiliki bahasanya sendiri. Cinta punya jalannya sendiri dalam menemukan bahagia.

Cinta punya beragam rasa. Cinta juga yang hadirkan rasa galau dan rindu berkepanjangan. Tak jarang timbul pula perselisihan, perselingkuhan, dan pengkhianatan. Atas nama cinta semua beradu. Dalam sebuah lembar kenangan antara namaku, namamu, kita, mereka, dan dunia.


Autumn Once More adalah petualangan cinta itu sendiri. Cinta diterjemahkan dalam berbagai bahasa berbeda. Autumn Once More menghadirkan cinta dari sudut pandang penulis yang beragam, baik penulis betulan maupun penulis ‘dadakan’.

Autumn Once More membawa petualangan rasa ke suatu dimensi lain. Entah karena penulisnya adalah perempuan semua. Tekanan perasaan bahkan dalam cerita yang paling singkat pun begitu lekat dengan keseharian kita. Kedekatan dengan keseharian itulah yang cenderung membuat kita bisa berkata bahwa kita juga pernah mengalami kisah yang dibawakan Autumn Once More.

Sebagai karya kolektif, kompilasi ini berhasil memadukan cerita-cerita ‘sampingan’ dengan cerita yang benar-benar baru. Maksudnya, pada tulisan Ilana Tan (Autumn Once More) dan Ika Natassa (Critical Eleven), tentu pembaca sudah lebih dahulu mafhum bahwa ada karya lain yang menyertainya maupun sebagai pendahuluan menuju kesana. Autumn Once More adalah side story dari Autumn In Paris, satu judul dari quartologi milik Ilana Tan. Sedangkan, Critical Eleven adalah prelude bagi karya Ika Natassa selanjutnya, yang entah kapan akan selesai ditulis.

Walaupun begitu, paduan kesemuanya menghasilkan perasaan yang sama dengan sekuntum bunga yang merekah di musim semi. Perasaan yang tumbuh dan tidak sabar untuk segera menyapa dunia dengan keindahan. Selamat datang cinta.

Catatan Personal Kolumnis Dadakan

Membaca judulnya, saya bisa segera menebak bahwa buku ini adalah karya terbaru Ilana Tan. Bisa jadi buku kelima yang melengkapi quartologi sebelumnya. Sepintas juga, mirip dengan judul lagu favorit saya milik The Carpenters, Yesterday Once More.

Namun ternyata saya salah. Buku ini adalah kumpulan cerpen dari beberapa penulis dan editor yang kesemuanya adalah perempuan. Cukup menarik, karena buku ini turut meramaikan jagad kepenulisan kaum perempuan setelah terbitnya kumpulan cerpen lain, “Perempuan Punya Cerita”. Perlu dicatat, penulis yang berpartisipasi kesemuanya adalah penulis dengan genre metropop. Sebuah lini produk dari satu penerbit.

Cerpen pertama pembuka antologi ini berjudul “Be Careful of What You Wish For” ditulis oleh aliaZalea. Ia ingin mengajak pembaca untuk senantiasa berhati-hati dalam menjaga ucapan. Semua hal masih mungkin untuk terjadi di dunia ini. Maka, ketika kelak cinta menghampirimu, berharaplah bahwa ia akan tinggal membawa segala rasa bahagia bersamanya.

Cerita kedua, “Thirty Something” karya Anastasia Aemilia mengisahkan tentang kegelisahan kaum muda pada usia 30-an dan masih single. Tidak jarang yang memilih untuk jatuh cinta dengan sahabat sendiri. Tak sedikit juga yang harus saling menunggu kesiapan masing-masing. Being thirty-something and single is not that easy...

Membaca “Stuck With You” dari Christina Juzwar seakan membawa saya pada drama khas kantoran. Lift yang macet dan terjebak bersama orang yang tidak kita sukai pada hari pertama kerja adalah kemungkinan yang bisa terjadi pada siapa saja. Cerpen ini mengajarkan kita bahwa segala sesuatu yang nampak belum tentu seperti apa yang kita lihat. Apalagi ketika hal itu menyangkut seseorang yang berwujud. Kita dibuat untuk percaya bahwa dunia tidak seperti apa yang kita bayangkan. Ada banyak kemungkinan yang mengitarinya dan membuat kita percaya bahwa hukum kebalikan itu masih berlaku.

“Jack Daniel’s VS Orange Juice” karya Harriska Adiati penuh dengan nuansa muda-mudi khas metropolitan. Sang tokoh utama berusaha mencari celah cinta diantara persahabatan, keluarga, dan kesendirian yang melingkupinya. Cinta telah berhasil mengubahnya dan membawa banyak tanya kehadapannya.

“Tak Ada Yang Mencintaimu Seperti Aku”. Selain “Thirty Something”, cerpen favorit saya lainnya adalah cerpen ini. Penulisnya @hetih berhasil membuat sebuah cerita yang tegas, sedikit gelap, dan posesif. Saya sudah jatuh cinta hanya dengan membaca judul cerpen ini saja.

“Critical Eleven” adalah signature Ika Natassa. Cerpen ini bercerita tentang sebuah pertemuan tidak diduga yang hanya bisa dikenang. Melalui lini masanya, @ikanatassa, banyak pembaca yang menunggu kelanjutan cerita pendek ini dalam bentuk novel. Aldebaran Risjad tampil sebagai ‘rockstar’ disini. Buat pembaca yang sudah lebih dulu kenal Harris Risjad, tentu hal ini adalah sebuah kejutan. Diluar itu, cerpen ini menjawab keresahan saya soal keberadaan saya di Jakarta ini, in the state of trying.

Saya tidak bisa berkomentar banyak soal “Autumn Once More” dari Ilana Tan. Saya tidak mengikuti quartologinya. Saya tidak tahu apa yang sebelumnya terjadi antara Tatsuya, kekasih ibunya, dan Tara. Yang jelas, Tatsuya merasa siap untuk mencintai Tara disini.

Cerpen favorit saya lainnya adalah “Her Footprints on His Heart” tulisan Lea Agustina Citra. Ceritanya sederhana dan bisa saja terjadi diantara pasangan yang sudah menetapkan tanggal pernikahan mereka. Kesetiaan cinta mereka diuji lewat seseorang dari masa lalu Rendy, yang muncul sebagai titisan Marsha Timothy (cinta gue 4ever, ini yang bikin jadi favorit!!!). Cerita ini juga seperti pembenaran untuk penggalan lirik lagu “Heaven Knows” milik Rick Price. Pembaca pasti sudah lebih tahu bagian lirik sebelah mana.

“Love is a Verb” dari Meilina Kusumadewi mengisyaratkan bahwa cinta adalah perbuatan, bukan kata-kata indah, atau sekedar jempol di jejaring sosial. Sekilas, penulis seperti mengikuti gaya Ika Natassa dengan memasukkan John Mayer ke dalam tulisan. Cerpen ini juga agaknya membenarkan apa yang John Mayer dan Extreme pernah nyanyikan: love is a verb and more than words is all you have to do to make it real.

Bila ada cerpen yang berdurasi panjang disini, satu diantaranya adalah “Perkara Bulu Mata” dari Nina Addison. Empat orang sahabat pun memiliki rahasianya masing-masing. Beruntung, ketika satu dari mereka jatuh cinta pada satu sahabat lainnya, ceritanya tidak berjalan seperti dalam serial ‘Friends’.

“The Unexpected Surprise” dari Nina Andiana ini mengingatkan kembali pada kasih sayang Ibu yang tiada berbatas sampai kapanpun. Cerpen ini mengaduk rasa haru bagi siapapun yang rindu akan buaian dan belaian kasih sayang seorang Ibu. Lewat cerpen ini, kita dibuat percaya bahwa seorang Ibu pun punya kelebihannya sendiri.

Cerpen “Senja Yang Sempurna” tulisan Rosi L. Simamora adalah cerpen yang paling megah dalam antologi ini. Cerpen ini adalah analogi sempurna antara langit, matahari, dan hujan dalam mengisahkan penantian cinta selama bertahun-tahun.

Cerpen penutup, “Cinta 2 x 24 Jam”  dari Shandy Tan, adalah satu-satunya cerpen yang mengangkat isu cinta sesama jenis (gay). Sekali lagi, hal seperti ini terjadi dalam lingkungan sekitar kita. Saya rasa cerpen ini memberi warna tersendiri dalam memaknai cinta versi “Autumn Once More”. Cerpen ini membuat saya kembali bertanya soal pandangan bahwa kalau ada seorang lelaki ganteng, kalau dia tidak brengsek berarti dia homo.

Judul       : Autumn Once More
Penulis     : Ilana Tan, Ika Natassa, Aliazalea et. al
Penerbit   : Gramedia Pustaka Utama
Tahun      : 2013
Tebal       : 232 hal.
Genre      : Kumpulan Cerpen


Paninggilan, 7 November 2013.

Tidak ada komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...