Kamis, 14 November 2013

Malaikat Jatuh

Katakan aku mencintainya sampai pada penghujung hari. Katakan, tak ada cinta yang lebih besar daripada cinta yang tak sudi takluk dengan waktu.

Sepuluh cerita pendek dengan tema perempuan. Melekat bersama keindahan lain bernama cinta. Paduan keduanya dibingkai dalam cerita-cerita bernarasi kelam.


Cerita dibuka dengan dongeng tentang keabadian, “Malaikat Jatuh”. Keabadian yang hanya bisa didapat dari jantung manusia bersayap yang tinggal di pegunungan Teatimus. Beppu, Manna, dan Mae terlibat dalam perseteruan sengit.

Bila Seno Gumira Ajidarma punya “Negeri Kabut” dan “Negeri Senja”, Clara Ng punya “Negeri Debu”. Cerpen ini mengingatkan saya pada tokoh Sandra di cerpen “Pelajaran Mengarang”, dalam kumcer 'Atas Nama Malam'. Lucinda menemukan sebuah dunia yang membuatnya nyaman di Negeri Debu kendati penyakit sinusnya belum kunjung sembuh. Lucinda ingin tinggal selamanya tapi ia tidak ingin meninggalkan ibunya. Lucinda punya kesempatan untuk kembali dan tinggal di Negeri Debu. Hanya saja, kesempatan itu datang ketika ibunya menjemput ajal tanpa penjelasan.

“Makam” adalah cerpen yang mengikat perasaan cinta secara universal antara sesama manusia-ibu dan anak- dengan binatang. Kisah tentang seorang penjaga animal shelter dituturkan dengan apik. “Di Uluwatu” adalah cerpen romantis yang cenderung satir. Sang tokoh terlibat dalam perjalanan waktu yang tak mampu mengubah kenangan sehingga menariknya kembali.

“Lelaba” dan “Hutan Sehabis Hujan” adalah kisah tentang kasih sayang antara dua perempuan. Kisah-kisah seperti ini jadi menarik kala dituliskan menjadi cerita yang mencekam, sedikit imajinatif dan fantastis. Keduanya mengisahkan kasih sayang ibu dan anak yang tak pernah lekang. Pengorbanan atas nama cinta adalah jawaban paling masuk akal untuk sebuah pencarian.

“Akhir” adalah cerpen yang mengisahkan sebuah keluarga utuh, yang akhirnya harus bercerai dengan jasad mereka. Akhir yang tragis ini diakibatkan keterlibatan sang ayah dalam suatu permainan politik. Entah bagaimana, yang jelas ada kaitannya dengan penguasa. Cerpen ini seakan ingin mengingatkan kita pada suatu masa orde represi.

“Barbie”, sebagaimana kita kenal selalu dirupakan sebagai sosok perempuan yang sempurna. Sayangnya, ia bermain-main dengan Babi Abu-abu yang terbakar cemburu ketika tahu Barbie berpaling darinya. Kematian pun jadi akhir perjalanan cinta mereka.

“Bengkel Las Bu Ijah”, adalah cerpen favorit saya. Cerpen ini adalah anekdot bagi kehidupan kita yang sudah terlalu absurd. Pada suatu masa, bengkel las milik Bu Ijah menerima hati yang telah remuk redam untuk diperbaiki kembali sesuai bentuk asalnya. Cerpen ini kembali melibatkan intervensi penguasa. Membaca cerpen ini saya jadi teringat pada cerpen Agus Noor berjudul 'Tukang Jahit' (Cinta Di Atas Perahu Cadik, Penerbit Buku Kompas, 2008).

“Istri Paling Sempurna” adalah cerpen yang menampilkan kesempurnaan cinta seorang suami pada istrinya. Kelak, mereka akan selalu menemukan jalan untuk bahagia dengan cara mereka sendiri.

Overall, “Malaikat Jatuh” menguak sisi lain dari hakikat cinta. “Malaikat Jatuh” mengajak kita untuk membuka cakrawala pikiran bahwa banyak hal yang tidak masuk akal terjadi atas nama dan dengan kekuatan cinta. Kekelaman, kematian, dan tragedi hanyalah akibat. "Malaikat Jatuh" membingkai semuanya dalam satu rangkaian kisah yang membuat kita percaya bahwa cinta sejati itu demikian adanya.

Judul        : Malaikat Jatuh (dan cerita-cerita lainnya)
Penulis        : Clara Ng
Penerbit    : Gramedia Pustaka Utama
Tahun        : 2009
Tebal        : 176 hal.
Genre        : Kumpulan Cerpen


Pharmindo-Medan Merdeka Barat, 14 November 2013.

Tidak ada komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...