Minggu, 30 Juni 2013

Halo Fit Run Bandung: The Edge of Reason

Running, running as fast as we can. Do you think we'll make it? (Do you think we'll make it?)
We're running. Keep holding my hand. It's so we don't get separated.
Running - No Doubt

A tweet from @ninityunita 's timeline
 
Berlari & Berbagi. Itulah satu alasan kuat bagi saya untuk mengikuti Halo Fit Run ini. Lomba lari yang diadakan oleh Telkomsel dengan brand KartuHalo ini turut menyumbangkan 1800 sepatu sekolah untuk anak yatim piatu. Sepintas, hal ini mengingatkan saya pada film ‘Children of Heaven’, dimana Ali mengikuti lomba lari demi mendapatkan hadiah sepasang sepatu. Jadi, sekalian saya mencoba endurance yang selama ini dilatih melalui Paninggilan Morning Run setiap akhir pekan, saya juga (minimal) turut berbagi untuk mereka yang tidak punya sepatu untuk pergi ke sekolah. I have posted something about this, please visit this link


Kebiasaan untuk berolahraga lari sudah saya jalani sejak satu setengah tahun ini. Kebetulan, saya menjadi follower @ninityunita (formerly @istribawel) yang aktif mengikuti berbagai kegiatan/event dan berbagi informasi seputar olahraga lari. Misalnya saja, dari blogpost di istribawel.com saya jadi tahu bagaimana caranya memilih sepatu lari. Lari kini telah menjadi trending lifestyle. Sebagai alternatif untuk tetap berolahraga, menjaga kesehatan, dengan cara yang paling murah. She keeps inspiring me, huge thanks for that. Also, @ninityunita participating in this 10K race.

Halo Fit Run yang digelar di Bandung ini menarik perhatian saya sama seperti ketika tahu bahwa Sixpence None The Richer akan manggung di JavaRockingland 2013. Saya pun langsung melakukan registrasi dan tekun menunggu hingga waktu penukaran race pack. Tak lupa, sambil melakukan early warming-up; berhenti merokok, berhenti minum kopi, dan tidur tepat waktu. Personally, event ini saya anggap sebagai satu cara untuk tetap menjaga kebugaran menjelang datangnya bulan suci Ramadhan.

The Edge of Reason


Mengambil judul yang sama dengan sekuel film ‘Bridget Jones’s Diary 2’, ada beberapa alasan lain yang cukup esensial dan membuat saya bersemangat untuk ambil bagian di Halo Fit Run Road Race Bandung 5K ini. Here you go:

Pertama. As i told you above, saya butuh sebuah pembuktian dari Paninggilan Morning Run yang selalu saya lakukan setiap akhir minggu (bila sedang tidak pulang ke Bandung). Saya ingin membuktikan bahwa apa yang sudah saya lakukan itu ada hasilnya. Minimal, saya tidak berhenti berlari dari garis start di Gasibu hingga dua kilometer pertama di sekitar Jalan Ir. H. Djuanda (Dago). And it happened! :D

Kedua. Hasil Tes Kebugaran di Lakespra Mabes TNI AU. Tes ini mengharuskan peserta diklat untuk melakukan lari sejauh 10 lap lapangan atau 4 km, dalam waktu sesingkatnya. Kebetulan, saya berhasil masuk 10 besar (10 out of 40) pada tes yang diadakan pada suatu sore di bulan April lalu. Sebuah catatan yang tidak terlalu mengecewakan.

Ketiga. Samsung Fun Run 5.7K 2002. Jauh sebelum Halo Fit Run ini digelar, saya sudah pernah mengikuti lomba lari semacam ini. Jarak dan rute yang ditempuh pun tidak jauh berbeda. Hanya saja, umur saya sudah jauh beranjak.


Beranjak dari tiga alasan diatas, saya mulai menyemangati diri sendiri untuk berhasil masuk garis finish sejak selesai proses registrasi. Saya ingin membuktikan apakah saya mampu untuk mencapai tujuan akhir dari lomba ini. Apalagi, kini saya berlari di Bandung, dimana saya bisa menikmati kembali udara segar pagi hari yang khas. Alhamdulillah, saya berhasil finish. Entah di urutan keberapa dari berapa. Yang jelas, sebuah medali menjadi pengakuan sekaligus pembuktian bahwa keputusan yang saya ambil tidaklah terlalu salah.


Official Timing Result:



Pharmindo, 30 Juni 2013.


Note: all trademarks mentioned in this post belong to their respective owners.

Sabtu, 08 Juni 2013

Live On Air

Let me tell you the story about the call that changed my destiny
Backstreet Boys - The Call


Sebagai pendengar radio yang baik, sudah jadi keharusan untuk ikut berinteraksi bersama penyiar. Mulai dari ikutan sharing atau sekedar request lagu-lagu favorit. Nah, untuk itu saya juga follow akun twitter mereka supaya make it easy aja kalau mau request lagu. See, that’s how social media changing our way. Sudah sering saya mengirim request lagu via twitter. All of them were played. Ditambah bonus mention, ritwit, dan sebuah follow back. Kalau lagi beruntung, malah ditelpon untuk ikut on air bareng sang penyiar.
 
It really happened to me.I did it first with @CosmopolitanFM in 2009. Kalau tidak salah saya sempat share via SMS soal persahabatan. Tentang saya yang ingin dikenal sebagai orang yang selalu ada di saat teman atau sahabat membutuhkan saya. Usai SMS terkirim, saya ditelpon produser acara tersebut dan saya on air di radio Jakarta untuk pertama kalinya. What a moment! Sayang, saya sudah tidak menyimpan SMS yang terkirim itu.
 
Berawal dari sebuah twit @Delta_FM Jum’at sore kemarin, saya mendapat kesempatan untuk kembali live on air. Yeah. 





Saya dihubungi oleh sang penyiar @BaraSupercook pada saat saya dalam perjalanan pulang di bis jemputan kantor. Kontan, saya jadi pusat perhatian mereka *ROTFL. Kemudian, saya sempat merasa awkward untuk mendengar ‘curhatan’ saya sendiri. On air pula, dimana mungkin ada sekitar ratusan ribu pendengar lainnya yang ikut menyimak. Mungkin saja salah satu dari mereka itu satu bis dengan saya. Hello, it’s me!!!
 
Sebuah twit tentang #TempatRomantis ini menjadi moment of the day. I can thel them that i’m having a lot of good memories there. Saya masih ingat hari pertama ketika saya menginjak tempat itu, usai sebuah wawancara kerja di kawasan perkantoran yang tak jauh dari situ. Pun, hari-hari selanjutnya, dimana pernah satu nama terlintas dan sempat terucap janji untuknya. Hingga, pada hari-hari dimana nada cinta bersenandung dan terucap disana. Tempat ini selalu mengingatkan saya pada semua kenangan tentang dan bersama mereka.
 
Pengalaman live (untuk tidak mengatakannya curhat on air) bersama @Delta_FM ini bukan yang pertama. Jum’at, 13 April 2012, berawal dari saling membalas twit, akhirnya saya diajak untuk on air. 


Waktu itu saya membalas twit sang penyiar @Ray_Nia. Kebetulan waktu itu saya sedang dalam proses penamatan pembacaan buku ‘Dimsum Terakhir’ by Clara Ng @clara_ng. Jadi, agenda saya malam itu tinggal meneruskan dan menamatkan pembacaan buku.


Saya masih ingat bahwa gara-gara kejadian pada hari Jum’at (2012) itu saya dapat menyelesaikan dua tulisan saya untuk proyek kolaborasi #JakartaBanget. Satu cerita fiksi dan satu lagi esai non-fiksi. Kedua tulisan tadi saya selesaikan dengan berbekal pada pengalaman seharian itu yang membuat saya lebih peka untuk mengamati keadaan sekitar ditambah sedikit imajinasi. Utamanya, tentang semua hal yang masih mungkin untuk terjadi di Jakarta, termasuk satu jam lebih menunggu bis TransJakarta. Satu jam yang banyak bercerita tentang Jakarta dan segala didalamnya.
 
Demikianlah, rangkaian sebuah cerita ikut menarik benang merah pada tautan cerita lainnya. One leads to another.

 
Paninggilan, 7 Juni 2013.

Ceuk Aing Oge, de Jong!

Entah untuk alasan apa PSSI berani mengundang Timnas Belanda untuk main di Indonesia sebagai bagian dari Tur Asia mereka. Kalau untuk alasan bisnis, masuk akal. Indonesia punya basis fans yang kuat untuk para pemain Belanda dan Timnas mereka sekalipun. Sebut saja RVP; Arjen Robben, Wesley Sneijder, dan Dirk Kuyt. Belum lagi, keterikatan sejarah dua bangsa yang sudah tidak perlu dipertanyakan lagi. Dengan demikian, dari sudut pandang bisnis ini adalah peluang yang sangat menjanjikan keuntungan.


Kalau memang untuk alasan pembenahan prestasi, apa PSSI tidak menyadari sudah banyak ujicoba yang dilakukan dan hanya berakhir dengan kekalahan belaka. Tanpa corrective action yang menyeluruh terhadap sistem manajemen tim nasional. Alih-alih meningkatkan prestasi, malah membuat rangking Indonesia semakin merosot di daftar peringkat FIFA.

Tapi, apapun itu, niatan untuk memajukan sepakbola Indonesia dengan jalan mencari sparing partner yang punya kualitas standar permainan yang lebih jauh diatas timnas adalah langkah nyata menuju kesana. Minimal, pemain timnas bisa melatih mental mereka dalam menghadapi lawan yang memang tidak sepadan.

Pertandingan Indonesia melawan Belanda sendiri buat saya menyiratkan pada banyak memori atas pembacaan kuartologi Rosihan Anwar: Sejarah Kecil 'Petite Histoire' Indonesia jilid 1-4 dan 'Doorstoot Naar Djokdja' karya Julius Pour. Memori atas segenap peristiwa masa lalu kian meruang. Pikiran saya mulai liar.

Sungguh suatu kenikmatan bahwa kita tidak perlu ikut merasakan perjuangan mengusir Belanda dari tanah air tercinta. Sehingga kita kini bisa menyaksikan Boaz Solossa dan kawan-kawan saling menjabat kolega mereka yang datang jauh dari Negeri Kincir Angin. Apakah mereka berpikir tentang darah dan air mata yang tumpah selama perang kemerdekaan? Apakah mereka merasakan desir perjuangan Jenderal Soedirman dalam mempertahankan Republik? It was lost a long time ago but do they really feel those?


Bahkan, sebelum pertandingan dimulai Indonesia seakan mengalami kembali masa-masa perjuangan Republik di meja perundingan. Sebagai tuan rumah, Indonesia kehilangan hak untuk mengenakan kostum merah putih kebanggaan. Toh, walaupun berasal dari perusahaan apparel yang sama, tiada jalan yang bisa diusahakan agar Republik kembali meraih kehormatannya. Seakan-akan, promotor dan event organizer adalah Tuhan kecil yang menentukan takdir timnas.

Republik Indonesia selalu jadi pihak yang 'dipaksa' atau sengaja harus menerima apapun yang diajukan Belanda. Perundingan Linggarjati dan Renville terlanjur jadi saksi. Terima kasih pada delegasi pimpinan Bung Hatta yang gigih berjuang untuk kedaulatan Republik di KMB, Den Haag 1949. Keengganan timnas Belanda untuk menggunakan kostum tandang mereka adalah satu bukti lagi bahwa posisi daya tawar kita masih rendah, sekalipun kita adalah tuan rumah.

Pun, ketika melihat bendera Belanda diarak naik bersamaan dengan lagu nasional Het Wilhelmus. Bendera merah-putih-biru itu berkibar di tanah yang dulu sempat menolaknya. Bendera yang dulu sengaja diturunkan paksa dan disobek demi berkibarnya sang Merah Putih. Rasanya, saya tidak perlu mengingatkan pembaca pada Insiden Hotel Yamato.


Anyway, pertandingan yang tergolong ke dalam FIFA Matchday ini menyuguhkan tontonan yang sangat menghibur. Kita dibuat lupa soal Century, impor sapi, 40 wanita di sekitar Ahmad Fathanah, Korupsi Dada Rosada, isu kenaikan harga BBM, sampai tingginya harga jengkol di pasaran. Seperti kata Emha Ainun Nadjib dalam satu ceramahnya, asal Indonesia menang main bal-balan (sepakbola) kabeh lali. Semua berseru untuk satu nama: INDONESIA!

de Jong, ik hou van jou...!!!

Jum'at pagi, dalam sebuah harian yang mengaku sebagai harian olahraga pertama di Indonesia, saya mengamati prediksi starting line up pemain yang akan diturunkan oleh Tim Ratu Beatrix. Terdapat satu nama yang masuk shortlist saya dalam gelaran UEFA Champions League musim ini, Siem de Jong. Siem de Jong, pemain asal Ajax Amsterdam ini diperkirakan akan menemani RVP di lini depan Belanda.

image courtesy: twitter.com/siemdejong

Saya mengamati bahwa de Jong akan jadi pemain yang berbahaya untuk pertahanan timnas. Saya yakin itu sejak melihat aksinya ketika Ajax Amsterdam menahan seri Manchester City. Siem de Jong memiliki andil besar dengan mencetak tiga gol yang membuat dahi Roberto Mancini semakin berkerut. Bukan mustahil kalau suatu saat Siem de Jong akan menjadi The Next Ajax's Hot Property seperti para pendahulunya.

Menjelang kick-off, Siem de Jong tidak nampak dalam starting eleven. Barangkali, Louis van Gaal sengaja menyimpan de Jong dan memberikan kesempatan pada penonton Indonesia untuk merasakan kehebatan van Persie dan Sneijder. Memang, van Persie berhasil membuat publik terhenyak dengan gol di menit awal yang dianulir wasit karena terjebak offside. Kemudian, tak kurang ada 4 peluang lainnya yang mentah di tangan Kurnia Mega. Skor 0-0 adalah hasil yang realistis bagi Indonesia dalam mengimbangi permainan agresif Belanda.

Memasuki babak kedua, Siem de Jong diturunkan untuk menggantikan Robin van Persie, bersama dengan pemain lainnya. Agaknya, van Gaal masih ingin melihat potensi dari skuad muda Oranje untuk mengikuti kultur buatannya, seperti ketika melatih Ajax, Barcelona, AZ Alkmaar, dan Bayern Muenchen. Siem de Jong berhasil memecah kebuntuan serangan een soldaten von Oranje dengan memanfaatkan umpan lambung Schanker. Tak lama kemudian, berasal dari sebuah kemelut, de Jong mencetak debut gol keduanya. Robben juga ikut menitipkan namanya dalam papan skor setelah berhasil mengecoh dua bek plus Kurnia Mega.

Memang rasanya sangat tidak menyenangkan bahwa Indonesia dikalahkan lagi oleh kompeni Belanda. Tragedi masa lalu zaman perang masih terlanjur membekas. Luka sejarah itu masih ada.


Namun, yang membuat saya ikut bersorak adalah Siem de Jong. Siem de Jong mencetak dua gol. Sesuai dengan prediksi sebelumnya, saya merasa puas bahwa Siem de Jong berhasil menjadi seorang pembeda. Saya sangat puas karena Siem de Jong membuktikan hasil pengamatan saya selama ini. Saya pun tak kuasa untuk berkata, 'de Jong, ik hou van jou...!!!'.

Beruntung sekali Siem de Jong menggantikan van Persie. RVP, Sneijder, bahkan Robben pun bagi saya sudah overdue. Coverage media sepanjang musim sudah cukup menegaskan bahwa Robin van Persie berhasil memberi gelar ke-20 untuk Manchester United. Pun, untuk Arjen Robben usai keberhasilannya mempersembahkan treble winners bagi Der Bavarians, Bayern Muenchen. Sudah terlalu banyak liputan berita soal mereka, setiap hari, setiap minggu.

So, matchday ini adalah milik de Jong. Louis van Gaal harusnya jadi orang paling beruntung malam ini karena Indonesia telah menunjukkan padanya seorang bakat baru yang potensial. Seperti kita maklumi, Belanda selalu punya generasi penyerang hebat sejak zaman Johan Cryuff. Tak pelak, Siem de Jong adalah one of a kind generasi penerus mereka.

Ceuk aing oge, de Jong!

 

Paninggilan, 7 Juni 2013.

Kamis, 06 Juni 2013

Sixpence None The Richer

Sejak terbentuk pada tahun 1993 di Nashville, Tennessee, Sixpence None The Richer telah merilis 4 album dan beberapa mini album. Hits mereka yang terkenal adalah “Kiss Me”, “There She Goes”, “Dont Dream It’s Over”, dan “Breathe Your Name”. Lagu-lagu mereka juga bahkan ikut mengisi beberapa soundtrack untuk film dan serial TV. Sebut saja ‘She’s All That’ dan ‘Dawson’s Creek’ sehingga menghasilkan platinum dan beberapa nominasi untuk Grammy Award.

Leigh Nash & Matt Slocum di website JavaRockingland 2013

Sangat disayangkan bahwa akhirnya mereka memutuskan untuk bubar pada tahun 2004, tidak lama setelah merilis album full-length record terakhir mereka: Divine Discontinent. Album yang sangat berkesan bagi saya. Terutama untuk lagu recycle dari Crowded House, Dont Dream It’s Over. Sebuah lagu yang penuh memori dan selalu membuat perasaan kosong.
 
Sixpence None The Richer mengalami masa transisi. Leigh Nash, sang vokalis merilis kurang lebih 26 single (based on letssingit.com) setelah SNTR bubar dan Matt melakukan beberapa solo projectnya sendiri. Kemudian, Leigh Nash dan Matt bergabung kembali untuk menghidupkan Sixpence None The Richer. Dengan tambahan personil baru yaitu Justin Cary.

Diskografi (source: www.letssingit.com)


Leigh Nash mengakui, "When we parted it didn't take me long to miss the band. The music Matt and I make together makes me really happy. So it was great to get back together"

The Comeback and Personal Notes

Sixpence None The Richer adalah band yang unik. Awalnya saya menikmati mereka sebagai band pop biasa. Namun, setelah album ‘Divine Discontinent’ dirilis saya merasakan ada sesuatu yang berbeda dari band ini. Saya merasakan ada nuansa ketuhanan (divine) pada setiap karya mereka. Terbukti dengan pemilihan judul album ‘Divine Discontinent’ dan lirik lagu didalamnya.

Dari beberapa referensi yang pernah saya baca, Sixpence None The Richer memang sejak awal mengidentikkan band mereka sebagai ‘Christian Rock/Pop Band’. Pemilihan nama band ini berawal dari sebuah passage dalam buku berjudul “Mere Christianity” yang ditulis oleh penulis kenamaan asal Irlandia, CS. Lewis.

Setelah mereka bubar, saya sempat merasa kehilangan. Apalagi ketika official website mereka www.sixpence-ntr.com tidak lagi beroperasi. Saya hanya bisa menikmati lagu-lagu mereka saja sambil berharap Sixpence None The Richer tidak menjadi catatan sejarah belaka.

Medio 2010, saya iseng mencari ‘Sixpence None The Richer live’ di Youtube. Voila! They were there. Ada sebuah playlist berisi video konser mereka di Creation Fest 2003. Creation Fest adalah sebuah festival musik kristiani (Christian Music Festival) yang diadakan setiap akhir pekan pertama bulan Agustus di Royal Cornwall Showground, Cornwall, Inggris.

Sebagai pembuka, mereka membawakan lagu “There She Goes”, kemudian menyusul lagu-lagu lainnya seperti “Waiting on the Sun”, “Love, Fear, and Salvation of Death”, "Down and Out of Time", "Breathe Your Name", serta hits legendaris “Kiss Me” dan “Dont Dream It’s Over”. Tidak kurang dari 11 lagu mereka bawakan saat itu. Saking terkesannya dengan konser ini, saya menyimpan video hasil unduhan in my little iPhone, so i can watch later everytime i miss them.

Live at Creation Fest 2013

Yang membuat saya semakin terkesan atas penampilan mereka adalah Leigh Nash sempat menyeka airmatanya usai menyanyikan “Dont Dream It’s Over”. Personally, momen itu sangat berkesan sekali apalagi karena lagu itu adalah soundtrack untuk kisah atas sebuah nama dalam ragam memori dan kenangan tentang seseorang yang pernah membekas di hati. *halah

Tampilan website terbaru www.sixpencehq.com



sixpenceVEVO di Youtube

Nowadays, Sixpence None The Richer telah kembali. Website mereka telah berganti menjadi www.sixpencehq.com, dimana didalamnya juga berisi informasi tentang album baru mereka ‘Lost In Transition’ yang sepintas mirip judul film ‘Lost in Translation’. Pun, dengan akun sixpenceVEVO di Youtube, yang saat ini masih berisi tiga video untuk lagu baru mereka, “Sooner Than Later”, “Silent Night” dan “Angels We Have Heard on High”. What i can tell you about those songs is...just feel the lyrics. They’re still the same. I found some divine lyrics there.

Konon, Sixpence None The Richer akan tampil dalam festival rock terbesar di Asia Tenggara tahun ini, Java Rockingland 2013. Bersama dengan band lainnya seperti  Sugar Ray, Steelheart, Suicidal Tendencies, KOIL, /rif, Andra and The Backbone, Gugun Blues Shelter dan masih banyak performing artist lainnya. Usai mengetahui kabar itu lewat sebuah radio, saya tidak ragu untuk membeli tiket demi menyaksikan aksi comeback Leigh Nash cs. They will come to Indonesia this June. It’s a ‘must see’ performance. It’ll be delightful chance to welcoming their comeback.

Sixpence, i'm coming!


Paninggilan, 6 Juni 2013.

Selasa, 04 Juni 2013

On a Fine Night

On a fine night, the lights of Jakarta will tell you a thousand stories, if you would just listen to them. 




Of the two best friends walking together sharing their 'how's life' while traffic goes by...

Of a lover waiting their beloved ones while seating on the motorcycle and queuing near the city's landmark

Of the cyclists coffee seller preparing cup by cup, while their customer waiting to lights the cigarettes...

Of the song was playing in the angkot's music player...

Of the song that was playing on the radio when we're just saying goodbye...

In the city, that will never sleeps.

The city lights will tell everything, if you just listen to them.



Bunderan HI-Paninggilan-Medan Merdeka Barat, 4 Juni 2013

Senin, 03 Juni 2013

Memoir of June

3 Juni 2008:
Jadi 1 dari 10 wisudawan/wisudawati terbaik Wisuda Universitas Padjadjaran Gelombang 3 Tahun 2007/2008



3 Juni 2013:
Baru terima gaji.



Time flies, isn't it?



Medan Merdeka Barat, 3 June 2013.

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...