Minggu, 31 Agustus 2008

BLA (bukan Bandung Lautan Api) - Catatan Seorang Pustakawan

Di suatu pagi yang sepi, aku membaca Headline koran harian Selendang Post pagi ini. Hmm. tidak ada yang menarik kecuali sepenggal catatan kecil di rubrik "Literasi dan Edukasi". Beginilah isi catatan itu.

Bandung Librarian Alliance Workshop for School Library

Bandung, (selendangpost, 31/08)
Seiring dengan bertambahnya tuntutan dan peran pustakawan sekolah dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja dan optimalisasi fungsi otomasi perpustakaan kemarin (30/08) Bandung Librarian Alliance (BIS-SD Gagasceria-KALI) bekerjasama dengan NCI-BookMan salah satu vendor perangkat otomasi perpustakaan mengadakan Athenaeum Light 8.5 & NCI-BookMan Workshop for School Library. Workshop yang bertempat di SD Gagasceria ini mengundang trainer berpengalaman dari Bandung International School, Any S. Fauzianie dan Komunitas Athenaeum Light Indonesia, Anggi Hafiz Al Hakam.

Acara yang berlangsung selama 6 jam tersebut dihadiri oleh para guru dan pustakawan dari berbagai sekolah dan komunitas literasi di Bandung. Melalui kegiatan ini diharapkan para peserta workshop dapat menerapkan penggunaan perangkat lunak otomasi perpustakaan di sekolahnya masing-masing. Demikian diungkapkan oleh penanggung jawab acara yang juga bertindak sebagai trainer, Any S Fauzianie "Kegiatan ini tentunya akan semakin menambah wawasan dan sebagai wahana untuk berbagi antar sesama rekan pustakawan untuk menerapkan penggunaan perangkat lunak otomasi perpustakaan yang berlisensi bebas dan open-script.".

Lain lagi yang diungkapkan oleh trainer dari KALI, Anggi Hafiz Al Hakam, bahwa KALI merasa terdorong untuk menyebarkan seluas-luasnya software athenaeum light ini sebagai satu solusi bagi penerapan otomasi perpustakaan, terutama perpustakaan sekolah. Kami juga terus berusaha untuk menjadi supporting group yang concern terhadap development dari athenaeum light sendiri.

Otomasi perpustakaan merupakan satu hal yang masih menjadi perbincangan hangat di kalangan pustakawan terutama saat ini dengan fenomena hadirnya digital library. selain hal-hal tersebut yang masih menjadi current issue adalah literasi informasi. semua hal ini saling berkaitan sehingga diperlukan kerjasama dan pembinaan yang terus berlanjut. Rencananya, setelah workshop yang telah diadakan keempat kalinya ini akan dilaksanakan pula workshop selanjutnya dengan tema katalogisasi dan klasifikasi.(AH)

***

Aku terkejut. Hwaduh. Rupanya si pustakawan seni dari Bukit itu berulah lagi.


Bandung-Bukit Pakar Timur 100, 30-31 Agustus 2008, 11.45

Jumat, 29 Agustus 2008

Nyanyian Tentang Kenangan

Tak ada yang berbeda dengan sebelumnya. Itulah yang perempuan itu katakan pada dirinya. Ia menyadari semuanya. Semua yang telah ia lalui bersama. Entah dengan dirinya, teman, sahabat, bahkan dengan dia yang pernah mengisi hari-harinya. Mulanya biasa saja hingga hari yang mendung itu tiba dan mengandaskan semuanya. Adalah suatu kewajaran bila ia memilih pilihannya sendiri walau harus meninggalkan semuanya. Semuanya. Tak terkecuali. Ia harus kehilangan cinta, keluarga, dan semua yang ia punya hingga tersisa hanya dirinya saja dan Tuhan. Ia tidak banyak berharap akan sesuatu. Ia tidak ingin lagi memiliki harapan. Harapan yang bercampur perasaan. Perasaan yang bisa menipu.

There a times when i believe in you... (Michael Learns To Rock, Nothing to Lose)

Ia masih berada dalam bis yang membawanya pada sebuah babak baru petualangan hidupnya. Telah ia tinggalkan semuanya. Kota kelahiran, warung makan paling enak, peristirahatan terindah, dan mimpi-mimpi masa kecil. Ia menuju suatu dunia baru. Dunia yang tentu akan dirangkainya bagai untaian kata-kata terindah dalam puisi Shakespeare. Ia masih disitu, menatap jendela dengan perasaan yang rawan kala melintasi pepohonan di jalan yang membentang ke arah timur.

Adakah yang salah dengan diriku? Apakah Tuhan sedang murka dan menunjukkan amarahnya padaku? Atau ini hanya ujian saja? Kalau memang begitu berarti Tuhan masih sayang padaku. Perempuan itu terus berkata pada dirinya. Andaikan ia bisa bertatap muka pada sosok yang dianggap sebagai Tuhan itu, tentu ia akan menanyakan itu semua. Ia hanya menjalani hidup saja. Tuhan mungkin terlibat dalam setiap kisahnya dan mungkin perempuan itu telah menyadarinya.

Ia masih bertanya, siapakah dia? Dia yang merindukanku di hadapan Merbabu. Tuhan, kalau memang engkau tahu, tolong beri tahu aku? Aku juga merindunya. Aku merindukannya. Aku memang belum tahu siapa dia. Aku hanya pernah mengenal yang sepertinya. Yang pernah menungguku, dan hanya menungguku dengan hamparan ladang kerinduan yang ia tanami dengan benih-benih kerinduannya.

What i’m gonna do, if we lost this fire... (Bee Gees, Love You Inside Out)

Dalam hidupnya perempuan itu telah merasakan banyak kehilangan hingga lupa rasanya kecewa karena kehilangan. I’m nothing that comes from nothing and will become nothing. Hanya itu yang ia catat dalam diarynya pada suatu malam yang sunyi setelah semuanya hilang. Ia hampir tidak tahu lagi rasanya kecewa. Ia hanya bisa pasrah. Lelaki terindah itu yang meninggalkan serpihan kenangan bersama pun tidak bisa membawanya kembali. Perempuan itu teringat kembali pada lelaki itu. Lelaki yang senang bersenandung "...i started a joke.." (Bee Gees, I Started a Joke). Lelaki itu memang melankolis tapi tidak cengeng. Perlahan ia mulai membuka dan menyapu debu-debu dalam kenangannya. Ia teringat pada lelaki itu, yang sengaja berlari dan menunggunya di halte bis itu. Ia ingat bagaimana lelaki itu meyakinkannya. Ia ingat ketika lelaki itu menemaninya dalam sore yang gerimis itu. Ia masih ingat pada bubur yang ia bawa. Ia ingat semuanya

Kalau sudah begini biasanya perempuan itu merasa tenang kembali. Ia memang masih terkenang pada lelaki itu. Ia pun tahu tidak sulit untuk menemuinya. Lelaki itu masih ada di kota yang ditinggalkannya. Ia hanya ingin mengenangnya saja tidak lebih. Dalam heningnya malam dan deru mesin bis, terlintas dalam benaknya, " ...ada yang ingin kusampaikan padanya.. tapi biarlah angin malam ini yang membawanya.."

*****

Kuharap kau disisiku bila hatiku merindu.. Tapi.. kau takkan pernah tiba jua... (Atiek CB, Kau Ada Di Mana)

Seorang lelaki menatap kosong pada layar laptopnya. Ia tidak menatap apa-apa kecuali kenangan tentangnya. Tentang perempuan yang menghilang kala rindu menghadang. Perempuan yang membangunkan mimpi panjangnya. Perempuan yang membuatnya mendengarkan lagu itu lagi. Ia tidak menyalahkan keadaan yang membuatnya demikian. Hanya, gerimis yang turun di balik tirai ruang kerjanya yang membangkitkan lagi kenangan padanya.

Oh my heart, wont believe that you have left me... (Bee Gees, Don’t Forget to Remember)

Lagu itu mengalun pelan seakan berbisik pada telinganya. Ia tidak menyalahkan perempuan itu. Perempuan itu pergi dengan impiannya sendiri dan akan membangun hidupnya sendiri. Lelaki itu merindukan perempuan itu yang selalu bertanya padanya tentang pilihan. Lelaki itu bukan siapa-siapa tetapi mungkin ia berharga bagi perempuan itu. Lelaki itu tidak bisa berbuat apa-apa ketika perempuan itu pergi. Setiap orang adalah untuk dirinya sendiri. Begitulah katanya, sehingga ketika perempuan itu pergi ia hanya bisa membiarkannya. Dalam harapnya, mungkin perempuan itu kembali walau sekedar hanya untuk bertanya padanya.

Tak pernah terbayangkan olehnya bahwa ia akan sampai juga pada tahap hidupnya yang sekarang ini. Ia berhasil membunuh perasaan yang tumbuh kala mimpi panjangnya berakhir. Walau perasaan itu terus tumbuh dan berkembang ia terus memaksa untuk membunuhnya. Namun, ketika ia rasa percuma, ia serahkan supaya waktu saja yang membunuhnya.

Sepanjang perjalanan pulang, lelaki itu sudah bisa melupakan kenangan yang dibawa gerimis itu. Malam terasa mencekam. Ia berjalan ditemani temaram lampu malam. Angin malam mulai berhembus. Ia hanya tersenyum sambil terus berjalan.

Oh angin malam, bawalah daku, kepadanya... (Broery Marantika, Angin Malam)


Bukit Pakar Timur 100, 29 Agustus 2008, 16.01

Kamis, 28 Agustus 2008

Menulis Resensi - Catatan Seorang Penganggur

Dalam hidupku yang cuma pengangguran ini tidak pernah ada sesuatu yang spesial terjadi pada hidupku. Tidak juga dia yang telah mengisi kisah-kisah kemarin. Aku hanyalah penganggur yang pernah jadi kontraktor (tukang kontrak). Aku hanya dikontrak tiga bulan saja. Kadang, aku tidak mengerti jalan pikiran para supervisor itu yang cuma memeras tenaga seseorang cuma untuk jangka pendek saja walau dengan hasil dan target pekerjaan yang semaksimal mungkin. Aku sedang tidak ingin berpikir tentang itu.


Perasaanku sekarang sama seperti perasaan Hector Raul Cuper ketika dipaksa meninggalkan Internazionale Milan atau malah ketika Jose Mourinho harus meninggalkan Chelsea. Begitulah perasaanku sekarang. Yang membedakannya hanya mereka masih punya dana yang cukup untuk sekedar berjalan santai dan merokok dalam sebuah pertandingan sepakbola amatir. Aku hanyalah pengangguran yang punya sedikit modal dari tabungan gaji tiga bulan kemarin. Itupun belum dibagi dengan uang sekolah untuk adikku.

Apa yang tersisa hari ini? Kuota internet yang tinggal 9 MB lagi. Tagihan hutang ke Tukang Pulsa itu. Ahh, aku sedang tidak ingin membahasnya. Pada suatu hari yang biasa entah kenapa aku ingin sekali membeli buku. Aku sedang malas keluar rumah. Aku hanya diam saja di kamarku sambil menonton TV. Tapi, pikiranku selalu mengajakku ke toko buku itu. Akhirnya, dengan sedikit semangat aku bangkit menyambangi gablegzone.com. Aku ingin membeli buku tanpa harus pergi ke toko buku. Aku mau belanja online. Setelah mencari-cari buku, aku bosan. Aku tidak menemukan buku yang aku cari. Namun, pertemuan dengan sebuah situs belanja ini memberi kesan yang lain. Situs ini cukup bagus, boekoepedia.co.id, adminnya punya fasilitas untuk menulis resensi. Aku memang seorang pengangguran tapi aku senang membaca, bahkan aku mengkoleksi buku dari si penulis yang senang sekali senja itu.

Aku tuliskan semua kesan yang aku dapat dari semua buku yang pernah kubaca yang kebetulan ada di situs itu. Tidak banyak, tapi lumayan untuk memberikan kesan kalau situs ini ada yang menanggapinya sampai mungkin si Adminnya bilang "Thanks God, ada penulis resensi gratisan". Kau tidak mau bertanya padaku kenapa aku bisa menulis sebuah resensi? Aku pernah dapat nilai "A" untuk mata kuliah "Penulisan Artikel & Resensi Buku" dan aku juga punya buku bagaimana menulis sebuah resensi. Tapi apa pernah aku mengirim resensi itu ke media massa? Belum. Aku belum pernah mengirimkannya. Jadi, ketika ada kesempatan seperti saat ini maka aku menuliskan saja apa yang aku tahu.

*****

Aku sudah lupa kapan terakhir kalinya aku menulis resensi. Aku hanya ingin menghabiskan kuota internet ketika aku menyambangi situsnya Drs. Google dan menuliskan namaku. Well, that’s me. Congratulations.


Bukit Pakar Timur 100, 28 Agustus 2008, 18.27

Ada Lagi Yang Jatuh - Catatan Seorang Pilot

bangka pos


Satu hari dalam hidupku aku bisa tertawa lepas. Tertawa bukan karena sesuatu yang lucu. Tetapi karena peristiwa yang bodoh. Sore itu aku hanya diam di rumah dan membuka gablegzone.com, situs news & entertainment milik rekanan Selendang Corporation, ScarfMedia. Aku tertawa karena news update hari ini dipenuhi dengan headline yang seperti ini: 1) Sriwijaya Air yang Tergelincir Sudah Berusia Tua (Pesawat tua kok masih dipake, terus jatuh nyalahin umur, Aneh), 2) Gerimis, Sriwijaya Air Tergelincir di Jambi (Cuaca ikut disalahin! Aneh), 3) Pesawat Sriwijaya Tergelincir karena Rem Rusak (Nyalahin mekanik? Aneh). Aneh. Ada banyak sesuatu yang aneh.

Setelah dibaca, ternyata memang beritanya tidak cukup komprehensif, namun itulah sifat media sekarang apa lagi untuk media online dimana ketepatan dan kecepatan wartawan dalam menulis memang dituntut. Aku hanya tertawa, namun kemudian cukup tersenyum-senyum saja sendirian berteman segelas kopi aceh, biskuit, dan mantapnya Garfit. Aku membayangkan bahwa tidak hanya aku saja yang tertawa, tetapi juga para Bapak-bapak yang terhormat yang berada di Uni Eropa terutama itu tuh si Presiden Komisi Eropa, Jose Manuel Barroso. Aku seakan-akan bisa mendengar tawa dan obrolan mereka yang membahana di ruangan kerja mereka masing-masing dan saling mengirim pesan melalui YM.

***

presiden : lihat tuh pesawat indonesia jatuh lagi.. ha ha ha

wapres : iya tuh masih sering jatuh, minta larangan dicabut,

presiden : iya, mana SBY sampe ngajak ketemuan di Istananya, udah liat beritanya? baca aja disini: http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2007/11/23/brk,20071123-112176,id.html

wapres : belum tuh, saya baca sekarang

ketua komisi transportasi eropa : pak presiden komisi, lihat 737 kissing the sawah lagi hwahahahaha

presiden : hahaha ini lagi dibahas juga

ketua komisi transportasi eropa : saya tambah lagi saja banned time nya ya ;)

presiden : setuju :-D

wapres : silakan, biar kapok sekalian, udah tau pesawat tua, masih dipake, punya Boeing pula, beli Airbus donk

ketua komisi transportasi eropa : iyah, biar kita nggak jadi PHK karyawan kaya Indonesian Aerospace a.k.a PT.DI itu, btw situ kenal menteri perhubungan Indonesia itu?

wapres : kenal deket sih nggak, cuma trek rekord nya saya tau

presiden : iyah, dia kan mantan direktur utamanya PT.DI yang lengser gara-gara didemo semua karyawannya

ketua komisi transportasi eropa : oh ya,?

wapres : emang bener Bos, kita udah ngintelin dia dari dulu, eh sekarang jadi menteri, apa kita mau percaya sama dia?

presiden : mimpin perusahaan aja didemo semua karyawannya, lha kok dipercaya mimpin departemen?

presiden : kalo ada yang jatuh selalu aja nyalahin cuaca, nggak mikir apa pilotnya yang salah

ketua komisi transportasi eropa : iyah, itu mahh pilotnya yang salah, kelebihan, nggak bisa liat titik tolak untuk landing, ya pasti mbreset gitu kan...

wapres : ho oh

presiden : iyah, pilotnya juga geblek, terus nyalahin pesawat tua, pesawat spain air yang kemaren kobong di madrid juga pesawat tua kan? tapi itu murni accident. at least, di eropa kita percaya deh maintenancenya, di indonesia? ntar dulu deh, eh diberita yang di geblegzone.com mereka nyalahin rem pula, emang landing ngerem ya, kalo gitumah remnya ngelock terus mbreset ya wajar toh...

ketua komisi transportasi eropa : lho.. pak presiden sudah diceritain sama si eks mekanik adam air itu toh?

presiden : sudah

*****

Kira-kira begitulah yang mereka bicarakan. Mereka bisa dengan puas melihat berita itu. Bahkan, salah satu dari mereka mungkin sedang mempertimbangkan kemungkinan untuk memperpanjang larangan terbang ke sana, ke Eropa. Harusnya aku ikut berduka, karena Selendang Air juga berbendera Indonesia dengan kode PK, yang tentu kena imbas larangan itu. Tapi, aku tidak ikut pusing. Aku sudah pernah melewati hadangan barikade Uni Eropa dengan pesawat yang kurang lebih sama dan tidak terjadi apa-apa dengan pesawatku. Aku masih bisa selamat. Buktinya kini aku masih bisa menulis catatan ini sambil menunggu Boeing 777-228ER yang baru itu selesai di maintenance di GMF.

Aku belum tahu bagaimana reaksi Selendang Merah bila membaca berita ini. Aku kira itu tidak penting. Tapi sebagai pemimpin perusahaan bolehlah dia berpikir sekali-kali tentang keselamatan penerbangan maskapainya. Hari ini hujan turun deras sekali, apakah sederas dengan yang kemarin turun di Jambi? Aku tidak tahu. Bukan urusanku. Sekarang aku hanya ingin duduk santai menikmati hujan,masih dengan kopi yang mengepul sambil menamatkan buku itu, "Negeri Kabut".


Bukit Pakar Timur 100, 28 Agustus 2008, 13.16


NB: Tadinya judul tulisan ini Ksatria dan Pesawat Jatuh, nah siapa ksatrianya?
*) Gambar diambil dari okezone.com courtesy of Bangka Pos

Rabu, 27 Agustus 2008

Dicari: Wali Songo - Catatan Seorang Pustakawan

Bung, siang ini ada kebetulan ada seorang tak dikenal dari Malaysia yang mengontak saya. Saya sudah tanyakan dia tahu saya dari mana namun tetap dia tak mau menjawab. Saya tidak kenal dia. Dia hanya bilang kalau dia tertarik untuk mempelajari sejarah Indonesia terutama tentang Wali Songo yang dia duga sebagai nenek moyangnya. Dari obrolan tadi saya tahu dia keturunan bangsa kita, Banjar-Aceh-Malaysia.

Sepanjang percakapan saya bisa tahu bagaimana interestnya terhadap sejarah bangsa kita. Ingat Bung, dia ini orang Malaysia, Negeri Jiran yang kebetulan satu rumpun dengan kita. Namun, saya heran kenapa dia memiliki ketertarikan terhadap Wali Songo sebagai bagian dari sejarah Indonesia (kalau memang ada). Apakah karena ia mempunyai rasa keterikatan dengan tanah leluhur nenek moyangnya? Saya kira itu benar adanya. Karena, dia minta berbagai referensi mengenai wali songo dan kalau perlu dipertemukan juga dengan ahli sejarah Indonesia. Alamak. Tidak salah? Sejarawan. Siapa sejarawan kita, Bung? Anhar Gonggong? Yang ini saya kenal karena ia cukup sering tampil di TV untuk acara film dokumenter sejarah. Selebihnya , siapa Bung? Tapi, karena saya seorang pustakawan, saya tidak terlalu khawatir. Saya yakin bisa membantu dia. Minimal mencarikan alamat kontaknya Sejarawan dari UI itu.

Sebagai pustakawan, yang pernah dapat nilai "A" untuk mata kuliah References & Resources Services tentu ini sebuah tantangan tersendiri untuk saya. Apakah terbayang oleh Bung apa yang selanjutnya saya lakukan? Googling. Ya, Drs. Google rupanya sudah cukup pintar untuk sekedar mencarikan referensi tentang Wali Songo. Disitu saya temukan link yang merujuk pada sebuah resources di Center for Southeast Asian Studies, Northern Illinois University, di negeri yang sedang diperebutkan oleh Obama dan McCain. Oh ya, karena saya pembaca Seno Gumira Ajidarma dan masih menjadi anggota milisnya, maka petunjuk pertama saya beri tahu dia tentang buku SGA yang judulnya "Wali Songo & Siti Jenar". Saya belum pernah baca bukunya, mudah-mudahan saja buku itu bertutur jelas tentang sedikit kisah Wali Songo. Yang lebih membuat saya menjadi lebih berarti adalah ketika saya berhasil menemukan alamat e-mail dari Anhar Gonggong yang langsung saya forward ke Orang Melayu itu. Rupanya, dia senang sekali dan tak terhitung berapa banyak terima kasih yang telah dia ucapkan. Kalau kita memang sedang berhadapan mungkin ekspresinya bakal mirip teman kita itu lho Pustakawan dari Sarang Perawat waktu dia lihat saya datang sambil membawa kamera digital.

Begitulah Bung, cerita kejadian siang ini. Sejarah, telah menjadi tema hari ini. Sejarah, sudah berapa jauh kita belajar tentangnya?


Salam dari Bukit,



Bukit Pakar Timur 100, 27 Agustus 2008, 13.35

Selasa, 26 Agustus 2008

Seorang Lelaki dan Pantai

Bung, pagi ini rasanya tidak ada yang berbeda kecuali koleksi akuarium saya yang bertambah. Bagaimana Bung, apakah koleksi perpustakaan anda bertambah juga? Punya buku tentang merawat ikan arwana? Kalau ada, barangkali setelah saya gajian, saya mampir ke perpustakaan anda. Semuanya terlihat biasa saja sampai saya membaca surat dari anda di e-mail saya. Sebuah surat yang mirip catatan anda untuk melangkah pasti setelah setengah dasawarsa mengenal dia.

Bung, masih ingat kan sama kawan kita yang minggu kemarin merayakan dirinya sebagai belut jantan yang akan segera menjelma menjadi ular kobra dengan menyunting seorang mojang Garut yang senang sama lagu dangdut "Wakuncar" itu. Rasanya, belum lama setelah dia melakukannya di Garut anda pun melakukan hal yang sama pada seorang perempuan yang berumah di tepi pantai. Sebuah pantai yang pernah porak-poranda karena Tsunami beberapa waktu yang lalu.

Tulisan anda benar-benar membuat saya kagum atas keberanian atas pilihan yang anda ambil. Bukan tanpa resiko tetapi benar-benar membuktikan suatu kesungguhan atas pilihan untuk menggenapkan setengah dari Agama-Nya. Saya hampir tidak bisa berkata-kata. Kalau boleh menangis saya tentu akan menangis bahagia dengan air mata bahagia pula yang takkan berlanjut jadi duka.

Saya kagum pada anda. Anda tidak banyak berkata-kata. Anda mungkin punya rencana, tapi anda hanya bisa berkata menjelang keberangkatan dengan kaus kaki yang belang itu. Anda mungkin hanya menunggangi bus kencana ke arah pantai itu. Anda tidak berangkat dengan keangkuhan dari sebuah Mercy, Camry, Innova atau bahkan Avanza sekalipun. Anda berangkat dengan niat yang tulus untuk sebuah pengharapan yang akan anda labuhkan di pantai itu.

Membaca tulisan anda membuat saya tidak bisa berharap apa-apa lagi tentangnya. Semua yang pernah saya ceritakan pada anda dan dia tentu sejak saat ini hanya akan menjadi omong kosong belaka. Omong kosong yang membuat saya malu karena saya tidak (baca:belum) bisa membuktikannya. Omong kosong itu mungkin layaknya semua omong kosong yang ditulis oleh Togog dalam buku Seno Gumira Ajidarma yang sempat saya ceritakan kemarin.

Mungkin waktu saja yang belum berpihak pada saya. Apapun itu, saya rela dan saya terimakan. Tetapi khusus untuk Bung, tentu saya berharap yang terbaik untuk anda dan dia. Semuanya. Semoga apa yang telah anda rencanakan berjalan lancar dan berada di bawah naungan Ridho-Nya. Semoga anda berhasil menemukan senja yang tidak pernah pudar di pantai tanah suci anda itu.

Salam dari Bukit,


Bukit Pakar Timur 100, 26 Agustus 2008, 15.27

NB: Semua armada darat & pesawat Selendang Air sedang dimaintenance jadi maaf tidak bisa ikut mengantar


*) teruntuk seorang sahabat, Acep & Ima, anda inspirasinya


Minggu, 24 Agustus 2008

Surat untuk Tuan

Tuan, apakah Tuan tahu yang membuat hidup Tuan jadi lebih berarti?

Adalah ketika ide dalam tulisan Tuan dibaca seseorang dalam bentuk apapun, entah buku, atau blog sekalian
Adalah ketika pengalaman Tuan dijadikan guru oleh orang lain tanpa sepengetahuan Tuan
Adalah ketika seseorang bertanya tentang pilihannya pada Tuan, dan Tuan memberikannya pilihan yang terbaik untuknya
Adalah ketika passing yang Tuan sodorkan menjadi sebuah gol
Adalah ketika seseorang mempercayakan sesuatu kepada Tuan untuk ditunaikan dengan baik hingga selesai
Adalah ketika seseorang menaruh rahasianya pada Tuan dan Tuan tetap menyimpannya dalam palung hati terdalam sehingga tak ada seorang pun yang tahu-Kecuali Tuhan dan Tuan saja
Adalah ketika seseorang menangis dan bersandar di bahu Tuan, dan Tuan berkata, "berceritalah, semua akan baik-baik saja.."
Adalah ketika seorang pengemis yang menengadahkan tangannya pada Tuan, lalu berlalu dengan untaian do'a
Adalah ketika setiap seratus yang Tuan berikan menjelma menjadi sepuluh ribu kebaikan
Adalah ketika perut-perut yang lapar itu terisi kembali
Adalah ketika mulut-mulut yang haus kembali terisi air lembah Sungai Nil
Adalah ketika setiap untaian kata mengalir menjadi rangkaian nada pujian syukur
Adalah ketika derai air mata yang mengalir kala sepertiga malam sunyi
Adalah ketika kening bersujud di bawah matahari Dhuha
Adalah ketika semua yang Tuan miliki kembali pada-Nya

Tuan, sudah saatnya Tuan lebih memaknai hidup Tuan sendiri.


Bukit Pakar Timur 100, 24 Agustus 2008, 14.10



Sabtu, 23 Agustus 2008

Tujuan: Negeri Kabut - Catatan Seorang Pilot v.3


Armada baru Selendang Air tiba. Boeing 777-228ER yang diplot sebagai pengganti Boeing 737-200, yang juga gambarnya sering kusertakan di setiap catatanku yang kemarin. Pesawat ini sebenarnya tidak terlalu baru. Pertama kali dirilis tahun 1993 dan sampai sekarang masih diproduksi. Pesawat ini terbang pertama kali pada tahun 1994. Sekarang sudah 2008, berarti pesawat ini sudah lumayan berumur. Tapi, kalau memang pesawat baru ini benar-benar baru keluaran 2008, aku memang ingin segera menerbangkannya.

Sesuai tugasnya, pesawat pengganti ini akan melayani berbagai tujuan (yang tentunya aneh-aneh). Tugas pertama pesawat ini adalah: Negeri Kabut. Seperti apa yang pernah kuceritakan kemarin. Namun, terjadi pengunduran jadwal karena rupanya Departemen Pariwisata Negeri Kabut meminta kami untuk menggunakan pesawat selain Boeing 737 dan variannya. Hal ini disebabkan oleh ketebalan kabut yang sering berubah-ubah sehingga dikhawatirkan pesawat tidak mampu terbang dengan baik dan membahayakan keselamatan penumpang. Mereka menghimbau supaya kami mempersiapkan pesawat yang lebih baik dan (tentunya) lebih baru dari Boeing 737-200 yang kami punya kemarin.

Nampaknya, para Pejabat di Departemen Transportasi Negeri Kabut memang mengerti semua yang telah terjadi di negeri kami yang terkena larangan terbang ke wilayah Uni Eropa, dan tentunya mereka tidak mau itu terjadi lagi di Negeri Kabut. Mereka cukup pintar untuk memberi peringatan kepada setiap wisatawan yang akan datang berkunjung ke Negeri Kabut. Peringatan itu kami sambut dengan sebuah perubahan besar. Selendang Merah akhirnya menepati janji untuk mendatangkan pesawat baru. Para wisatawan pun mengerti dengan adanya himbauan ini dan tanpa banyak komplain mereka menerima saja keputusan kami yang mengubah jadwal penerbangan. Lagipula, siapa yang mau mati di ketinggian 2000 kaki di tengah kabut tebal dengan pesawat tua?. Aku pun tidak mau track recordku tercemar. Dan memang, siapa yang akan menolak terbang perdana dengan pesawat baru ke sebuah tujuan yang baru pula? Aku rasa kalau pun ada mungkin orang itu sedang goblok*).

Pesawat baru telah tiba. Tujuan sudah di depan mata. Penumpang sudah mengantri. Aku harus bersiap. Aku tidak perlu lagi kursus di Boeing Training Center untuk sekedar menerbangkan simulator Boeing 777. Aku sudah terbiasa jadi nampaknya tidak terlalu sulit untuk beradaptasi dengan pesawat bermesin Rolls-Royce ini dengan kemampuan daya angkat 85.000 lbf (378 kN). Mekanik pun belum sempat mengecek pesawat ini pada saat aku berada di landasan untuk menyambutnya. Aku hanya ingin minta mekanik sahabatku itu untuk melepas semua peralatan terbang milikku yang masih melekat di Boeing 737-200 itu. Kalau perlu, ia kusuruh memperbaiki pesawat milik Angkatan Udara dari Negara tetangga dan mengambil seluruh peralatan pengintainya, lalu dipasangkan di pesawat baru yang belum ku beri nama itu. Tapi, rasanya yang kemarin pun sudah cukup. Kalau cuma beda soket power mungkin ia bisa memodifikasinya. Ah, dia pasti sanggup.

Selendang Merah tidak banyak berkata ketika pesawat ini tiba. Dia hanya memandanginya dan memintaku untuk mengatur semuanya. Dan aku pula yang diserahinya tugas untuk memberi nama panggilan untuk pesawat ini. Belum terpikir olehku namanya. Kalau mungkin, tadinya akan kuberi nama Hanoman, tentu aneh mengingat Gatotkaca (N-250) dan Tetuko (CN-235) pernah digunakan pesawat buatan IPTN itu. Aku sedang membaca Kitab Omong Kosong dan sudah sampai pada bab Hanoman Membakar Alengka, yang dalam Ramayana versi Jawanya disebut juga Anoman Obong. Maka, hanya itu saja yang terpikir olehku sekarang.

Hanggar sudah ditutup. Aku akan segera pulang. Tukang Pos datang hari ini. Ia mengantarkan sebuah buku. Aku ingin membaca buku itu yang juga masih dari pengarang yang sama dengan Kitab itu, buku itu judulnya "Negeri Kabut" juga.


Bukit Pakar Timur 100, 23 Agustus 2008, 17.32


*) mengikuti lirik lagu Iwan Fals, Mata Indah Bola Pingpong, "...kalau ada yang tak suka, mungkin sedang goblok..."

Catatan Pertemuan dan Sebuah Kitab Omong Kosong


Bung, lama rasanya saya tidak menyurati anda. Saya kira anda sedang sibuk ya. Oh ya, saya baru ingat kalo anda sedang berada di luar negeri, tepatnya di Inggris sana, nonton opening ceremony English Premier League. Wah, anda masih suka sepakbola toh. Salut. Anda tonton match yang mana? Newcastle vs United? Atau anda malah berada di Stamford Bridge, atau di Emirates Stadium. Saya tunggu saja kiriman fotonya bung, sebagai bukti kalau anda benar-benar ada disana.

Begini Bung. Suatu malam saya berkenalan dengan seorang Bule dari Jerman, Michael namanya (jadi teringat Michael Ballack). Dia datang dari Jakarta dua hari yang lalu. Rupanya dia diundang untuk menjadi pembicara dalam suatu forum yang membahas tentang Arsitektur. Banyak yang kami ceritakan terutama mengenai dunia perpustakaan di Jerman dan di Indonesia, negeri kita ini Bung.

Perbincangan kami makin menarik terutama ketika saya menunjukkan Jalan Braga tempat dimana banyak gedung lama dengan arsitektur masa art deco. Walaupun bahasa inggris saya tidak terlalu bagus rupanya dia sangat antusias dengan cerita saya. Apalagi waktu dia bercerita tentang keadaan perpustakaan di negerinya BMW itu.

Staat Bibliotheek, bahasa Jerman dari Perpustakaan Milik Negara atau yang dikelola negara dan bisa berada di daerah (semacam Bapusda). Dia bilang, "library is a part of our daily life, even politicians made decisions after they're going and find something in library." Wow. Amazing sekali bukan, "part of our daily life..." bagian hidup sehari-hari. Mungkin saja, karena itu pula Pak Habibie Sang Teknokrat produk Bavaria yang kurang lebih sekelas dengan Mercedes-Benz buatan Stuttgart itu mendapatkan predikat summa cum laude(IPK = 4) waktu sekolah dulu. Anda tahu itu kan Bung, walau pun anda cuma magna cum laude? Pertanyaan besarnya bukan itu, tetapi sudahkah kita seperti itu? Dimana perpustakaan menjadi bagian dari gaya hidup kita. Saya kira kalau cuma perpustakaannya saja secara fisik itu sulit. Tapi, apa yang perpustakaan punya dan bisa disebarkan pada masyarakat itulah yang akan lebih bermanfaat. Dan rasanya tidak salah bila itu menjadi tanggung jawab pustakawan, ya kan Bung?

Nah, bagaimana menurut pendapat anda sendiri. Saya yakin bukan hanya pustakawan saja yang harus melakukannya, tetapi juga peran masyarakat juga diperlukan, tinggal bagaimana kita meng-encourage mereka untuk memberikan nilai tambah pada kehidupan mereka sendiri dengan datang ke perpustakaan atau malah membaca buku yang mereka sukai.

Anda tentu suka baca kan Bung? Waktu saya ke rumah anda waktu itu saya lihat anda sedang membaca Kitab Omong Kosong dari Seno Gumira Ajidarma. Anda sudah sampai pada pertengahan cerita, yang seingat saya Rama dan Sinta sudah moksa dan Maneka dan Satya sedang melanjutkan perjalanan mencari Hanoman yang sedang bertapa. Saya pikir Kitab Omong Kosong adalah sebuah kumpulan omong kosong layaknya janji-janji calon wakil rakyat yang sekarang nongkrong di DPR. Ternyata tidak, buku itu juga memberi pencerahan tentang bagaimana seorang negarawan harus bersikap pada rakyatnya, lalu apakah kejahatan harus dibalas dengan kejahatan pula, apakah cinta dan kekuasaan adalah hal yang terlarang, dan masih banyak lagi.

Nah, bayangkan saja seandainya masyakarat kita mau membacanya atau minimal mereka mau mendengarkan juru cerita tentu kita bisa mengambil hikmah dibalik cerita yang cuma omong kosong itu. Kita terlalu sibuk untuk itu Bung, yang kita pedulikan hanyalah BBM yang harganya naik, Susahnya nyari LPG (baca: elpiji), gosip artis hari ini, siapa pemenang kontes instan ini, harga komoditas yang semakin membungkam mulut para ibu rumah tangga kala berhadapan dengan tukang sayur keliling, dan masih banyak lagi tak terkecuali rencana pemerintah menaikkan gaji PNS pada Januari 2009. Semua itu lah yang mengisi pikiran kita hingga kadang-kadang kita lupa untuk memikirkan isi hidup kita sendiri. Bila memang masyarakat kita sudah sampai pada tahapan ini, saya yakin kita tidak perlu lagi berteriak lantang untuk mensosialisasikan larangan korupsi, kita tidak perlu lagi berselisih pandang tentang pelaksanaan hukuman mati, tidak perlu lagi bertentangan pendapat hingga saling berebut kekuasaan. Saya optimis, Anda Bung?

Salam dari Bukit,


Bukit Pakar Timur 100, 23 Agustus 2008, 15.48

NB: Anda masih mau lanjut baca kitab itu kan?

Jumat, 22 Agustus 2008

BDG - GARUT via D'Cost - Catatan Seorang Navigator

Pada suatu hari Jum'at yang cerah seorang navigator yang suntuk menulis semacam catatan perjalanan


Seperti biasa, hari ini dimulai dengan sebuah pagi. Ada sebuah acara yang harus aku hadiri hari ini. Kalau dia tidak bilang "khitbah" malam itu, aku lebih memilih untuk duduk saja didepan laptop NEC itu dan melakukan yang selalu kulakukan. Baca email. Menulis blog. Melihat-lihat Friendster. Download lagu jadul. Namun, akhirnya aku tiba pada keputusan untuk pergi ke Garut saja sambil bertanya "apa kabar ijazah & transkrip?..." pada pegawai SBA yang mengurusnya. Seorang sahabat mengundang kami teman sekelasnya untuk datang mendoakannya dalam acara "khitbah-an" hari ini.


Misi kita hari ini adalah sebuah episode perjalanan: Bandung - Garut with Avanza & Karimun feat. Djarum Super. Seperti biasa, aku duduk di depan di samping Pak Supir yang sedang bekerja mengendarai Avanza supaya baik jalannya. Lho, kok mirip lagu anak-anak. Sepertinya, perjalanan hari ini akan diiringi lantunan lagu-lagu The Corrs. Memang, hanya itu satu-satunya CD yang ada di mobil sewaan ini.

Say it's true... There's nothing like me and you... 1)

Kami berangkat dengan santai. Aku hanya bisa mengenang sepanjang perjalanan ini sebagai komemorasi untuk skripsi yang membawaku naik diatas Primajasa ke Garut, bulan Maret kemarin. Aku juga teringat pada perjalanan lainnya ke Cilegon. Bandung-Surabaya, ah tentu masih.

..it's late at night...and i'm feeling down... 2)

Perjalanan seperti ini, masih seperti yang dulu. Bedanya cuma antara Avanza dan Primajasa saja. Dan sekarang aku bersama para sahabat yang tentu membuat semuanya berbeda. Aku tidak mengisi lembaran absen di kantor hari ini. This is my time. And this is special.

..what can i do to make you love me... 3)

Entah bagaimana perasaan sahabat kami Waluyo. Sentak terkejut dengan kami yang akhirnya tiba di kediaman calon Mertuanya. Suara hingar bingar dangdut sudah mulai terdengar. Dentuman irama kendang. Suara penyanyong sewaan.

..sebagai kekasih yang tak dianggap aku hanya bisa.... 4)

Siomay ditusuk garpu. Bumbu kacang diaduk. Jeruk nipis diperas. Kecap mengucur. Mie kocok disiram air panas. Nasi panas mengepul. Perut lapar isi angin. Sambal Goreng Daging merah menyala. Omelet menyapa. Jus sirsak Jus Melon, makanan banyak jangan ditonton. Puding disiram fla. Lemper dikuliti terus dimakan. Djarum Super mengepul. Samsu dihisap. Garfit menyeruak.

...air mata bahagia... jangan menjadi duka...5)

Penyanyong menyanyi dapat saweran. Anak kecil nyawer Rp.1000,-. Speaker berdentum. Blitz kamera berkilatan. Jarot dangdutan nyanyi Rhoma Irama. Ketua Kelas menggumam, lagunya Deddy Damhudi. Supir Karimun SMS-an. Ada pustakawan nyanyi Kris Dayanti.

..so thank you so much.. i'm sorry goodbye...6)
***

Sang Juru Cerita belum sampai pada akhir cerita. Ia sadar karena tulisannya hari ini tak seperti biasanya. Matanya lelah. Sebagai navigator, ia belum pernah menulis catatan seperti ini.


Bukit Pakar Timur 100, 22 Agustus 2008, 17.30


1) The Corrs, Runaway
2) The Corrs, Radio
3) The Corrs, What can i do
4) Pinkan Mambo, Kekasih yang tak dianggap
5) Ikke Nurjanah, Terlena
6) Kris Dayanti, I'm Sorry Goodbye


Cerita (Kemarin) dari Garut













Ada pustakawan seneng dangdutan
Ada navigator seneng Ikke Nurjanah
Ada kontraktor nyanyi I'm Sorry Goodbye *)
Ada tukang nulis blog seneng joged
Ada calon bupati nggak mau joged
Ada tukang entri data seneng nanyain cewek
Ada Karimun ngebut dikejar setan
Ada Avanza hampir nyerempet Primajasa
Ada perempuan senengnya difotoin
Ada yang lagi nyusun skripsi dengerin Afgan
Ada yang lagi diet makan baby kailan
Ada yang lagi ngirit makan Gurame Goreng
Ada yang lagi kenyang makan Kerang Bambu
Ada pustakawan TV nelpon ke Bandung


Garut-Bandung, 21 Agustus 2008, 23.32

*) Sebuah lagu dari Kris Dayanti, I'm Sorry Goodbye

Rabu, 20 Agustus 2008

Beberapa Episode

Ciuman manis itu....masih terasa....1)


Dia berjalan menuju arah mata angin. Lembayung senja sepi diperkosa Jakarta. Terkapar. Masih dengan bau parfum yang melekat. Lampu-lampu kota mulai temaram menjelang malam. Perpustakaan sepi, kantor tak berisi. Rudal diluncurkan. Ahmadinejad tidur. Bush berburu. F-16 landing. 737 terbang. Primajasa ngebut. Dia masih berjalan. Lautan manusia semburat bagai senja yang memancarkan warna kemerah-merahan. Debu cinta bertebaran*) dalam semburat knalpot Kopaja.


Pernahkah dikau bersedih.... waktu ditinggal kekasih...2)


Lelaki itu hanya duduk dalam kemacetan Ibukota. Radio bercerita tentang daerah macet. Ia hanya disitu. Handphonenya berbunyi, tanda pesan. Ia hanya diam saja tak peduli. Handphone berbunyi. Telepon diangkat. Busway melaju. Metro Mini mogok. Gerbang Tol ditutup. Camry mengerem. Innova merangkak. Bayi menangis. Bondan Winarno makan Sop Buntut. SBY menggendong cucu. Prabowo makan pisang. Laxman Pendit menulis blog. Waluyo mimpi jadi Bupati. Cherika siaran. Rahma Sarita menyusun script. Cikampek macet. Cijerah sepi. Borma penuh pembeli. Hypermart diskon tanpa henti. Hanya terbayang padanya.

***

Di sudut kota yang lain...

Wanita itu berada dalam bus yang akan membawanya ke Cirebon. Entah mau apa dia juga tidak terlalu peduli. Mungkin dengan perjalanan ini ia akan menemukannya. Langit malam. Senja berakhir. Jalanan gelap. Nelayan melaut. Camar merendah. Dia masih disitu membayangkannya.


Dime porque lloras, de felicidad...3)


Dia sudah sampai diperaduannya. Pada-Nya ia curahkan semuanya. Entah ia bisa mengerti sekarang. Atau mungkin suatu saat kelak. Tak ingin bertanya. Hanya ingin diam. Sendiri. Sepi. Angin malam berhembus. Kabut dingin merendah. Serendah tatapan mata itu. Yang terus terbayang. Penjaga malam berkeliaran. Anjing menyahut. Pos Ronda sepi. Ia hampir menangis. Benar menangis. Sentimentil.

I love you...for sentimental reason...4)


Bukit Pakar Timur 100, 20 Agustus 2008, 15.17

1) Java Jive, Hilang, album Stay Gold, 2008
2) Koes Plus, Pagi Yang Indah
3) Jennifer Lopez & Marc Anthony, No Me Ames
4) Nat King Cole, (I Love You) for Sentimental Reasons
*) Sebuah novel Achdiat K. Mihardja

Selasa, 19 Agustus 2008

Penantian


Seorang tukang cerita bercerita tentang kisah penantian

Bila anda bertanya tentang bagaimana rasanya menunggu sebuah penantian, rasanya anda tidak akan salah bila bertanya pada Mbak yang sedang megang raket tenis di gambar itu. Kalau saja anda nonton TVRI siang itu pasti anda tahu siapa dia.

Elena Dementieva, petenis urutan 5 WTA, yang resmi memenangkan medali emas Olimpiade Beijing 2008. Elena menang setelah mengalahkan Dinara Safina, sesama petenis dari Rusia juga. Pertemuan ini adalah pembalasan atas kekalahannya di Montreal Open, masih atas petenis yang sama. Elena meraih emas setelah menunggu 8 tahun setelah gagal di Olimpiade Sydney dan Athena.
***
Begitulah, untuk meraih sesuatu yang besar dalam hidup kadang tidak selalu melulu tentang perjuangan. Tetapi juga dibutuhkan kesabaran untuk menunggu dan penantian panjang. Penantian. Penantian. Penantian. Penantian tentunya tidak juga berhasil tanpa usaha. Asalkan bisa tetap berjuang, fokus, konsisten, hasil baik pasti diraih. Kematangan dalam bermain pun setidaknya melahirkan sebuah hasil yang luar biasa.

Emas Olimpiade adalah harga yang wajar untuk sebuah penantian 8 tahun. 8 tahun. Ibarat anak SD, pasti ia sudah bersekolah di Kelas 3 SD. Lumayan lama. Tapi kalau akhirnya emas olimpiade yang didapat, apakah 8 tahun masih bisa disebut sebagai penantian yang lama? Atau barangkali cuma pengharapan selewat saja?


Bukit Pakar Timur 100, 19 Agustus 2008, 16.59



Sabtu, 16 Agustus 2008

Selendang Air Terbang Lagi - Catatan Seorang Pilot v.2


Di satu pagi yang indah sekali*) aku bangun tak biasanya. Aku terbangun karena mendengar suara orang banyak berkerumun di depan rumahku yang cuma tipe 36 itu. Oh rupanya mereka sedang beramai-ramai bekerjasama untuk memasang umbul-umbul dan bendera untuk memeriahkan kemerdekaan negara ini. Karena kamarku di lantai atas aku bisa melihat mereka semua. Anak-anak kecil yang berlarian sambil membawa bendera pada sebatang lidi, ibu-ibu yang tiba-tiba lupa memberhentikan tukang sayur dan lupa membuatkan sarapan, bapak-bapak yang masih mengenakan sarung sambil merokok. Semuanya berkumpul. Aku juga lihat pemuda dan remaja sedang memasang gawang di lapangan.

Maka ketika mereka melihat ke arahku. Mereka hanya tersenyum. Mereka maklum. Karena pekerjaanku seorang pilot. Seorang pilot dengan jadwal terbang yang tak tentu. Kadang sebulan aku tidak pulang, kadang pula hanya dirumah saja. Semuanya terjadi begitu saja. Tetapi, mereka masih menunjukkan rasa hormatnya padaku. Toh, aku bukan siapa-siapa, jadi aku tidak terlalu terbebani ketika mengeluarkan 5 lembar uang 100ribu untuk sekedar konsumsi mereka pagi ini.

Ketika aku sedang melamun di teras sambil merokok dan minum kopi, tiba-tiba saja henponku bernyanyi "...masihkah kau ingat... sayang...."**) lagu itu lagi. Artinya, ada telepon masuk. Hmmm. Selendang Merah menelponku. Ada apa ya, apa karena aku melanggar larangan terbang dari Uni Eropa kemarin, yang melibatkanku pada sebuah pertarungan hebat hingga akhirnya Departemen Luar Negeri dan Departemen Perhubungan turun tangan. Aduh, sial pikirku.

"Siapkan pesawat sekarang!"
"Tapi masih di GMF^), Pak."
"Siapkan sekarang. Kamu terbang hari ini. Temui saya dengan pesawat dan seluruh armada darat jam 10 tepat."
"Segera, Pak"
"Jangan lupa helikopter yang selalu kita pakai ke sawah dan ladang itu"
"Siap, Pak"

Aku tidak pernah bisa menolak panggilan sekaligus perintah Selendang Merah. Aku hanya bisa menurutinya itu saja. Aku tidak peduli apakah perintahnya benar atau salah. Itu bukan urusanku. Urusanku hanya menerbangkan pesawat, titik. Tapi, aku juga heran kenapa ia menyuruhku juga untuk menyiapkan seluruh armada. Bukannya si Sarman yang mantan reserse itu. Ah, lagi-lagi aku hanya bisa mengikuti perintahnya. Hari ini pasti ada yang terjadi. Sesuatu yang besar untuk Selendang Merah. Ah, lagi-lagi-lagi itu bukan urusanku. Tapi, mungkin saja. Logis.

Aku menemuinya di base Selendang Corporation. Ia tidak banyak berkata. Ia hanya bilang, "hari ini semua armada akan digunakan ke Garut. Batalkan seluruh jadwal terbang dan perjalanan." Untungnya, hari ini semua armada sedang off karena tidak ada jadwal.

"Sarman, pimpin seluruh armada darat ke Jatinangor, Cirebon, dan Jakarta, Siapkan juga 1 bus di dekat gerbang tol Pasteur. Midun, kau bawa 737."
Tinggal aku yang belum disuruhnya.
"Kau denganku di heli"
Sudah kuduga.
"Ada pertanyaan?"
Semua diam
"Hari ini sahabatku akan tunangan. Saya minta anda semua menjemput semua teman saya yang di Bandung, Jatinangor, atau bahkan yang luar kota sekalipun, ini alamat dan kontak mereka. 737 disiapkan untuk mengangkut rombongan dari keluarga teman saya. Saya minta ba'da dzuhur semua sudah tiba di Jl. Patriot Dalam 1 No. 12. Tarogong. Tidak ada yang telat."
Semua mengangguk. Tanpa aba-aba semua bubar.

Memang semua armada darat kami adalah yang terbaik dan berbeda dari kebanyakan perusahaan travel. Kami punya Toyota Land Rover untuk angkutan reguler, Nissan Elgrand yang entah sama rasanya dengan Toyota Alphard, dan puluhan Toyota New Camry, serta 10 unit bus SAAB-SCANIA dari Swedia. Rasanya, kalo kami masih telat kami pasti malu.

Selendang Merah masih berada di kantor denganku. Rupanya ia sibuk mengatur teman-temannya agar mau datang ke Garut. Aku hanya mempersiapkan helikopter. Membuka tudungnya dan membuka kotak peralatan untuk membuka peralatan tempur yang menempel. Aku hanya menyesuaikan saja dengan tema hari ini: Pertunangan. Tidak lucu kalau kami datang ke pertunangan sahabatnya dengan peralatan tempur yang fully-loaded. Kita sudah merdeka Bung!.

"Siap-siap, kita terbang 30 menit sebelum Dzuhur. Kita shalat dulu di Masjid Raya Tarogong. Lalu, pulangnya kita makan dan berendam di Sumber Alam***)"
"Siap, Pak."
Sekarang aku yang bingung, helikopter Apache seperti yang kau lihat ini mau diparkir dimana?

Bukit Pakat Timur 100, 16 Agustus 2008, 17.49

****)dibuat untuk 2 sahabat yang akan segera bertunangan, Vita-Waluyo. Anda Inspirasinya.

^) GMF, Garuda Maintenance Facility, fasilitas maintenance pesawat maskapai Garuda Indonesia Airlines

*)Koes Plus, Pagi Yang Indah
**) Iis Sugianto - Jangan Sakiti Hatinya
***) Sebuah resort di Cipanas, Garut

63 Tahun

Rupanya sudah ke-63 kalinya kita semua merayakan kemerdekaan Negara ini. 63. Angka yang menunjukkan usia Nabi Muhammad SAW ketika wafat. Bila Nabi Muhammad saja yang begitu paripurnanya masih diberikan usia yang cuma sampai 63 saya harap bangsa ini tidak demikian. Betapa pun Republik kita ini berkubang dalam ketidaksempurnaan jalanan panjang masih membentang di depan sana dan menuntut kita untuk tidak berhenti menjalaninya. Indonesia masih mengalami banyak hal. Kemiskinan, kebodohan, kesengaraan, dan bermacam-macam ke-an lainnya. Goyang ngebor diharamkan, koruptor dibiarkan. BLBI dihapuskan, Negara digadaikan. Jaksa menuntut, kini dituntut. Hakim menghukum, kini dihukum.

Betapa saya melihatnya sebagai sebuah entitas yang rapuh, dan setidaknya obrolan dengan seorang sepupu yang sedang bekerja di Wyoming, U.S.A sedikit membuka mata saya bahwa Indonesia masih jauh lebih indah daripada di di sebuah negeri impian yang berdemokrasi. Sepupu saya bekerja di sebuah resorts di Wyoming. Saya kurang tahu tepatnya dimana, yang pasti dia lulusan Sekolah Pariwsata terkenal di Bandung sehingga saya percaya waktu dia bilang tinggal di sebuah resort.


Bung, saya sertakan juga sebuah gambar yang diambil dari www.serendipitytraveler.com yang menampakkan keindahan pemandangan pegunungannya. Sepupu itu bilang bahwa Bali masih lebih indah dari U.S.A (Wyoming) dan dia berusaha meyakinkan saya berkali-kali. Bagaimana menurut anda Bung? Apakah Wyoming seperti yang diwakili gambar ini memang betul-betul indah? Saya pernah lihat yang serupa di Eropa sana. Walau saya belum pernah ke luar negeri, saya berterima kasih kepada Drs. Google yang telah menciptakan search engine yang hebat sehingga saya bisa melihat yang begitu itu. Apa perlu, saya sertakan juga rekaman percakapan IM kami supaya anda betul-betul yakin?.

Bali lebih indah katanya Bung. Wah, anda pasti sering kesana kan? Saya ingat anda menghadiahi saya kopi Bali. Waktu itu sedang ada seminar disana jadi anda tentu tidak melewatkannya apalagi menggunakan anggaran dinas. Saya belum pernah ke Bali jadi saya tidak banyak bercerita pada sepupu saya. Apalagi waktu dia bilang lebih baik baik honeymoon di Bali saja. Nggak usah jauh-jauh katanya. Hmm. Sudah berpikir tentang nikah rupanya dia. Atau dia cuma menyarankan saya? Ahh. Saya kira tidak terlalu penting.

Begitulah Bung, bagaimana seorang anak negeri yang masih merindukan keindahan negerinya. Dia masih bisa lihat Bali kalau dia mau. Tapi dia memilih pergi ke Negerinya Marlboro. Dalam waktu-waktu senggangnya ia masih sempat berbicara tentang kekagumannya. Nah, apa anda mau tahu tentang nasionalismenya. Tadi saya tanya, apa dia masih hafal Indonesia Raya, dia jawab tentu saja. Ia juga masih ingat kalo Negara kita ini ulang tahun besok yang ke-63, agaknya dia masih punya rasa nasionalisme, walau jauh meninggalkan kita disini Bung. Kita yang tiba-tiba merasakan kembali ritual-ritual khusus menjelang kemerdekaan. Renungan. Konser musik. Pasang Bendera. Buka Stand Sumbangan di Jalan. Nah, yang terakhir ini saya kurang setuju, karena kita (ternyata) belum sepenuhnya merdeka.

Salam dari Bukit,


Bukit Pakar Timur 100, 16 Agustus 2008, 16.02

NB: Selendang Air berencana buka rute baru: BDG-Tel Aviv via Wyoming--kalo tidak didemo

Masih Sama-sama

Kita masih menatap matahari yang sama. Berpijak di tanah yang sama. Minum dari mata air yang sama. Bila malam turun, purnama rembulan masih sama membayangi.

Kita masih disini. Di kota ini. Di batas kota ini*) Kita masih disini. Menikmati Lembang di waktu senggang. Kita masih disini. Masih kabut yang sama membayangi.

Kita masih disini. Aku disana, engkau disini, kalian disitu. Apa sulit bertemu?.

Tak usah tanya tentang waktu. Tantanglah waktu.


Bukit Pakar Timur 100, 16 Agustus 2008, 13.21


*) Sebuah lagu dari Tommy J. Pisa, Di batas kota ini

Jumat, 15 Agustus 2008

Tikungan "S" Kehidupan


Bung, ingat tidak waktu SMP, kita masih sering nonton Formula 1? Waktu itu kebetulan kita sedang menonton seri GP Inggris di Silverstone Circuit. Kita tidak ada di Inggris sana. Tapi, terima kasih pada TPI yang waktu itu masih memegang hak siarnya.

Saya yakin anda masih ingat. Siapa yang jadi juara waktu itu? Oh ya, jagoan saya Mika Hakkinen yang menyusul jagoan Bung, Michael Schumacher di lap ke-5 tepat di tikungan Copse. Untuk lebih jelasnya anda bisa lihat pada gambar disebelah ini.

Anda terlihat kecewa waktu itu. Tapi, untuk menghibur anda saya akan bawakan sebuah cerita tentang jagoan anda. Michael Schumacher dan Sirkuit Silverstone. Pada sebuah majalah yang saya pinjam dari anda saya menandai halamanya yang menyebutkan bahwa hanya ada dua pembalap yang bisa melibas tikungan "S" di sirkuit ini tanpa sedikitpun melepas pedal gas mobilnya. Saya percaya, karena pada tahun itu (2001) semua mobil memakai traction control sehingga mungkin saja dan logis bila hanya ada dua pembalap yang mampu melakukannya.

Apakah anda membaca halaman yang sama dengan yang saya baca? Rasanya tidak karena anda belum pernah membahas hal ini ketika istirahat di kantin sambil makan nasi kuning. Siapa? Jenson Button dan Michael Schumacher. Mereka saja yang bisa melakukannya.


Saya pernah mencoba melibas tikungan itu lewat Playstation dan hanya bisa sekali saja, sesudah itu gagal. Begini Bung, tikungan S itu bisa dilewati dengan perhitungan yang matang. Pembalap harus siap. Mobil harus siap, tidak oversteer atau understeer, ban mantap menggigit trek, dan berharap sedikit keberuntungan.

Seperti hidup juga Bung. Kadang untuk sesuatu yang seperti "Tikungan S" tadi diperlukan suatu tindakan yang matang. Entah umur, skill, atau apapun lah. Terserah Bung. Cuma jangan lupa, kadang tikungan S dalam hidup ini beragam jenisnya. Bisa jadi tikungan itu menjelma menjadi momen yang krusial dalam hidup ini. Ketika anda sampai pada pertanyaan, jalanmana yang harus dipilih. Entah ketika anda memutuskan seseorang untuk menjadi istri anda, ketika anda memutuskan untuk kuliah di luar negeri, ketika anda memilih sebuah mobil mewah Mercy atau Cabriolet (mirip Mijatovic), ya bisa apa saja Bung, atau bahkan mungkin ketika anda memutuskan untuk menikah lagi jangan-jangan? Saya harap bukan Bung. Semoga saya atau pun Bung masih dapat menentukan pilihan untuk melewati berbagai "tikungan S" kehidupan ini. Sekarang atau pada saatnya nanti.


Bukit Pakar Timur 100, 15 Agustus 2008, 15.50

NB: Bung, kemarin katanya anda membuat tikungan S dibelakang rumah ya, untuk main Go-kart-kata Midun

*) foto sirkuit diambil dari www.anyticket.com, foto Michael Schumacher diambil dari www.cubiccapacity.com

Merdeka (Sudahkah kita?)


Salam,

Bung, anda bertanya itu antrian apa?. Itu bukan antrian di pom bensin. Ah, saya rasa anda juga tahu gambar itu diambil dimana. Setiap weekend anda selalu main ke Bandung kan? Jadi saya tidak perlu lagi bercerita banyak tentang gambar itu. Gambar hanyalah sebuah gambar yang merekam suatu peristiwa.

Setelah lulus kuliah Bung langsung ke Jakarta, dan saya masih tetap di Bandung. Begitulah Bung, keadaan kota kita ini Bung. Setiap weekend terutama. Bung bisa lihat gerbang Tol Pasteur yang macetnya pernah sampai 1,5 KM. Seperti begitu itulah kelakuan kita Bung. Kita tidak pernah merasa cukup. Kita selalu merasa ada yang kurang bila weekend tidak pergi ke Bandung. (Kita?...Bung saja barangkali).

Kebetulan hari kemerdekaan negara kita tahun ini jatuh pada hari Minggu, dan asyiknya Senin masih ditambah libur. Pasti anda tidak melewatkan kesempatan ini untuk segera pergi ke Bandung. Bung, anda, dan juga para pelancong dari Jakarta sana datang kesini dengan tujuan apa? Apa anda hanya ingin menikmati suasana ketika kita masih sering jalan kaki di Jalan Dipati Ukur? Atau anda cuma mau memborong semua barang jualan di Factory Outlet sepanjang Jalan Dago? Atau mau mencoba semua jajanan ala wisata kuliner di Bandung ini? Atau malah mau berdugem sepanjang malam? Mungkin anda semua mau mencoba menjadi peserta upacara di Lapangan Gasibu? Terserah Bung saja kalau begitu. Saya tidak akan ikut-ikutan. Saya hanya sadar ternyata kita belum sepenuhnya merdeka.

Kita belum merdeka Bung! Merdeka dari keinginan-keinginan kita. Dari nafsu-nafsu rendah kita. Yang hanya mengutamakan kenikmatan-kenikmatan dunia. Kita tidak pernah tahu apa esensi kemerdekaan. Yang kita tahu kita hanya merdeka. Dan karenanya kita seperti terlena. Terlena. Bukan lagu dangdut yang dibawakan Ikke Nurjanah.

Merdeka itu bangkit. Merdeka itu melawan. Merdeka itu berjuang. Bangkit. Lawan. Berjuang. Bangkit dari segala keterpurukan di segala bidang kehidupan-pendidikan,ekonomi, ketahanan nasional. Lawan semua rintangan yang menghadang-suku, ras, agama, partai, golongan, dll. Berjuang dengan semangat pengabdian luhur pada Ibu Pertiwi. Rasanya yang seperti ini pernah Bung kenal waktu Prajab kemarin.

Bung kita merdeka itu memang benar merdeka atau entah karena baiknya Meneer-meneer dari Londo itu atau si Jepun yang memang mengalah kepada kita. Bung, waktu SD, ketika upacara bendera 17-an, anda terlihat sangat menjiwai kemerdekaan yang telah kita raih ini. Anda begitu semangatnya menyanyikan Indonesia Raya dan menangis ketika lagu Mengheningkan Cipta dikumandangkan. Saya harap anda tidak kehilangan momentum itu Bung.

Kalau saja setengah warga negara ini yang seperti Bung rasanya kita tidak akan kehilangan harapan tentang masa depan yang cerah. Sehingga, Taufik Ismail pun akan menyesal karena telah malu jadi orang Indonesia.

Salam dari Bukit,

NB: Apakah tirai mobil Bung diganti juga jadi merah putih?

Bukit Pakar Timur 100, 15 Agustus 2008, 15.07



Kamis, 14 Agustus 2008

Lihat Sekitar Kita

Sore,

Bung, mungkin anda sudah pulang ketika tulisan ini siap untuk diposting. Tapi tak apa, Bung bisa main lagi kemari esok hari. Begini Bung, sore ini saya membaca sebuah katalog punya Pak Naryo. Sebuah katalog pameran petani di Yogyakarta. Bung, pernah dengar Rumah Seni Cemeti yang digagas seorang Londo bernama Mbak Mella Jaarsma. Saya yakin anda tahu, katanya anda sempat dikirimkan kursus singkat di UGM ya.

Itulah sebuah contoh bagaimana hubungan keberadaan sebuah lembaga ruang publik dengan masyarakat disekitarnya. Saya kira cuma seniman saja (atau calon seniman, atau malah seniman jadi-jadian) saja yang bisa pameran disitu. Ternyata tidak, Bung. Para petani (yang jelas-jelas Rakyat!) justru menampilkan semua yang mereka bisa. Ada art performance, maupun karya-karya lainnya.

Bagaimana dengan Perpustakaan yang sedang Bung pimpin? Apakah pernah perpustakaan anda mengajak orang-orang di lingkungan sekitar untuk berpartisipasi-walau hanya sekedar melihat-lihat koleksi yang (lagi-lagi) katanya bersumber dari anggaran negara? Apakah bung pernah memfasilitasi mereka untuk mendapatkan bacaan dan sumber informasi yang menjadi haknya? Atau malah anda tutup mata akan keberadaan mereka di sekitar anda? Waduh, kalau begitu ada yang salah.

Namun, sepenuhnya bukan salah anda Bung. Perpustakaan anda kabarnya berada di kawasan CBD (Central Business District). Saya belum pernah kesana jadi belum tahu pastinya. Bung, pasti belum sadar kalau di kawasan sekitar situ di huni oleh berbagai tingkatan kelas. Mulai General Manager, Manager, Eksekutif, Supervisor, dan Staf. Kenapa Bung tidak mengajak mereka untuk sekedar menumpahkan mumetnya isi kepala akibat tekanan stress dan tuntutan pekerjaan.

Ajaklah mereka sekali-kali. Buatkan pameran seni atau sekedar Lomba Menulis Bebas. Maka nanti Bung tak akan lagi heran ketika membaca sebuah tulisan dari seorang staf yang sangat membenci atasannya-dan ingin membunuhnya hanya karena atasannya terlalu kaku. Atau, catatan seorang General Manager yang kepincut sama stafnya yang janda itu hanya karena dia berparfum Obsession dari Calvin Klein. Hahaha. Itu cuma intermezzo saja. Jangan dianggap terlalu serius.

Bagaimana Bung, apakah anda sudah siap untuk melihat di sekitar kita? Saya kira anda siap dan bisa melakukannya. Bukankah Bung pernah menulis tesis tentang Sosiologi Masyarakat Perkotaan dan Hubungannya dengan Perpustakaan Sebagai Ruang Publik yang telah diuji sehingga Bung mendapat gelar master dengan predikat magna cum laude. Mbak Mella saja yang bukan asli bangsa kita mampu dan berani melakukannya, dan hebatnya pada sekelompok petani, bukan kalangan menengah baru itu, karena hakikatnya seni adalah untuk semua orang. Anda juga tahu informasi adalah hak semua orang kan?. Jadi anda tidak perlu membatasi aksesnya kan?. Semoga anda mau berbuat. Demi kepentingan kita semua. Demi kepentingan Bangsa ini, Bung. Semoga anda mau melihat sekeliling anda Bung. Semoga tirai di Mercy yang anda pasang kemarin tidak menghalangi niat baik anda***). Semoga.

Salam dari Bukit,

Bukit Pakar Timur 100, 14 Agustus 2008, 16.45 WIB

NB: Saya juga mau jadi petani, setiap pagi mengawasi sawah dan kebun naik helikopter kaya Sukab**)


*) Judul tulisan ini mirip dengan judul lagu Krakatau, Lihat sekitar kita. Muncul juga di album Base Jam, Sinergi.
**) Catatan singkat tentang Sukab, di Surat Dari Palmerah, Seno Gumira Ajidarma, KPG, 2002
***) Saat ini, banyak sekali mobil yang dipasangi tirai-terutama di kota besar, setelah booming kaca film, e
ntah karena privasi atau sinar matahari yang memang semakin menyilaukan

Ironis di Lantai Beton

Ruangan itu dindingnya dibuat dari beton. Didalamnya, semua pegawai berkumpul. Semua orang duduk baik-baik dimejanya. Semua meja dilengkapi komputer full set. Seorang pemimpin divisi berkeliaran di ruangan itu. Betapa tidak, ia bosan karena menunggu DVD-RW di CPU-nya selesai membuat salinan koleksi foto.

Dalam waktu dekat ini dia akan mendapat jatah 2 set komputer, yang akan ditempatkan diruangannya yang baru. Bila begitu, bertambah pulalah komputernya. Sambil tersenyum puas, ia membuat 'daftar'. "...Komputer yang ini buat nge-burn DVD, yang baru, satu buat nge-blog, YM, FS, MP, FB, terus yang satu lagi buat apa yah ...buat main game aja kali yah..."

***

Bung, kisah ini boleh dianggap nyata atau tidak. Saya juga yakin anda juga pasti akan tertawa terbahak-bahak karena anda berpikir bahwa saya juga melakukan hal yang sama. Bung, juga pasti merasa ironis sekali. Terutama pada saya yang cuma petugas entry data. Tidak seperti Bung.

Salam dari Bukit,

NB: Bung, komputer saya cuma satu tapi laptop, he he


Bukit Pakar Timur 100, 14 Agustus, 17.35

Seorang Wanita di YM

xxxx_xxxx : siang
zzz_zzzzzzz : siang...
xxxx_xxxx : lg sibuk?
zzz_zzzzzzz : nggak kok knp...??

Potongan percakapan seorang wanita dengan temannya yang jauh disana. Entah dimana. Pastinya tempat itu punya koneksi internet. Wanita itu kemudian beranjak dari tempat duduknya sambil tak lupa merubah statusnya "be right back".

*****

Pada suatu waktu ketika sang juru cerita mengadakan sayembara tentang cerita ini dimulailah sebuah babak baru dalam kehidupan wanita itu.

Lelaki itu sudah lama duduk di warnet itu. Entah bagaimana ia bisa mengakali argo kuda warnet tanpa ketahuan sama si penjaga. Ia menunggu. Menunggu wanita itu. Tapi, bukankah aneh dan nonsens kalau hanya menunggu seorang wanita di sebuah warnet sambil berharap bisa chatting dan sedikit cheating. Sudah siang sekarang. Wanita itu belum juga muncul. Apa mungkin dia invisible? Tak ada yang tahu. Yang dia tahu hanya menunggu wanita itu muncul. Muncul dengan perasaan yang rawan yang timbul dari fotonya yang aduuhh itu tuh matanya yang jalang dan bibirnya, bibir yang merah, basah, dan setengah terbuka*).

Ada saja yang membuatnya selalu berharap. Berharap bertemu wanita itu. Tapi, hingga sejauh ini yang dijumpainya hanyalah kawan-kawan lama. Playgroup, SD, SMP, SMA, Kuliah, semua teman dijumpainya dan bukan wanita itu. Tapi tetap saja, ia akan selalu menunggunya dengan perasaan yang rawan.

Wanita itu sempat muncul ketika ia mulai mengantuk dan sedang mengunjungi situs pecinta Bis, www.bismania.com. Ah, ada yang terlewatkan nampaknya. Karena wanita itu offline, ia mengirim pesan padanya, "hai, siang...". Tanpa banyak kata, ia langsung log out.

***
cerita ini masih digarap? anda mau memberi komentar atau saran...

*) Judul cerpen Seno Gumira Ajidarma, dalam buku kumpulan cerpen "Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi, Galang Press, 2006

Catatan Seorang Pilot Selendang Air


Dalam hidupku yang biasa ini aku merasa tak ada lagi yang harus dan bisa kuceritakan. Apa lagi yang harus kuceritakan? Sebagai seorang pilot tugasku hanya menerbangkan pesawat. Itu saja. Aku hanya lihat awan-awan itu diatas sana. Belum lagi segala alat instrumen penerbangan. Mulai dari tekanan bahan bakar, hidrolik, dll, di dalam kokpit. Untuk urusan yang satu ini aku hanya ingin agar penumpang (dan aku juga tentunya) selamat di perjalanan. Aku tidak mau mendadak harus mendarat darurat di sebuah tempat terpencil hanya gara-gara instrumen di kokpit tidak berfungsi. Aku harus memastikan semuanya bekerja dengan baik. Walaupun ada campur tangan mekanik disana. Itulah bagian dari pekerjaanku.

Aku hanya menerbangkan pesawat. Mungkin kau bertanya bagaimana rasanya, bagiku rasanya sama saja dengan mengendarai motor atau bahkan delman sekalipun. Bedanya, pesawat bisa terbang dan nggak bisa dibawa sembarangan. Tidak bisa ugal-ugalan di jalan tol. Kalau aku tidak menjadi pilot tentu aku sudah memilih menjadi supir travel atau bus saja. Tapi yang lewat Tol Cipularang saja. Supaya aku bisa ngebut sengebut-ngebutnya.



Pernah sekali dalam hidupku yang begini ini aku tertarik pada seorang pramugari. Aku rasa umurnya sekitar 22 an. Kakinya semampai (bukan semeter tak sampai). Lekuk badannya begitu mempesona dibalut atasan satin ketat berwarna emas. Ah, ingin sekali rasanya ia yang jadi temanku terbang. Bukan si Midun itu yang hafalnya cuma rute Bandung-Jakarta saja. aku tahu dia juga suka padaku. Kami sering menghabiskan waktu bersama kala transit di kantin Bandara. Bahkan, kalau kami sedang off, kami sering jalan-jalan ke sebuah tempat di Bandung Utara. Pernah juga kami tenggelam dalam lautan manusia di dalam sebuah konser dangdut di Gasibu. Tapi bagiku itu tidak ada artinya ia hanya berlalu begitu saja. Seperti air putih yang hanya menghilangkan haus sekejap. Seperti itulah wanita-wanita berlalu dalam hidupku.

Hei, Tidakkah kau mau bertanya padaku bagaimana aku bisa bergabung dengan komplotan Selendang Air yang berada di bawah Selendang Warna Corporation, dengan seorang bos yang sering disebut sebagai Selendang Merah. Ah.. selendang merah mengingatkan aku pada sebuah lagu Anita Tourisia.

Tidakkah juga kau mau bertanya padaku tentang rasanya terbang ke Negeri Senja? Aku sempat merinding ketika membaca sebuah website yang membahas tentang Negeri Senja. Disana dituliskan bahwa siapa saja yang pergi kesana tidak akan bisa kembali. Aku menjadi ketakutan. Aku telah melewati bermacam-macam jenis badai dan aku tidak takut. Namun, mendadak aku menjadi ketakutan. Setelah aku tenang, aku berpikir. Aku hanya mengantarkan penumpang saja. Tidak lebih. Aku tidak akan menginap disana karena bandara disana kecil sehingga aku harus langsung kembali ke base. Justru penumpang lah yang akan berada disana dan tidak akan pernah kembali selamanya. Ha ha ha. Mungkin mereka semua memilih jalan keabadian. tapi, bukankah keabadian hanya ada di Surga? (untuk anda yang percaya kalau surga itu benar ada).

Tidakkah kau mau juga bertanya padaku tentang rasanya terbang ke Negeri Kabut? Hmm. minggu depan aku baru akan pergi kesana jadi aku minta simpanlah dulu pertanyaanmu. Tunggu aku kembali dari sana. Kalaupun aku mau, aku hanya ingin berhenti barang semalam saja. Karena esok paginya aku ingin melihat bagaimana wanita itu keluar dari apartemennya lalu membuka lingerie tidurnya, menampakkan buah dadanya hingga terlihat seekor kupu-kupu menjelma dari buah dadanya. Aku juga ingin tahu yang orang sebut sebagai Tempat Terindah untuk Mati. Kalau sempat aku akan membawa pesawatku melintasinya dan mengambil foto udara. Tua-tua begini pesawatku masih bisa ditambah perangkat foto udara, seorang mekanik sahabatku yang memasangkannya. Dia bilang, dia ambil alat ini kala dia menyervis pesawat intai milik Angkatan Udara sebuah negara tetangga.

Apa kau mau tahu rasanya terbang dari Bandung-Magelang-Yogyakarta via Madrid-Helsinki? Rasanya hanya seorang penumpang yang gila saja yang memintaku untuk mengantarkannya kesana. Bagaimana tidak, pesawatku berkode PK yang artinya kode dari Indonesia. Dan kau tahu sendiri kalau semua pesawat Indonesia kena larangan terbang oleh Uni Eropa. Tapi aku harus tetap terbang ke Madrid dan Helsinki. Kau tentu mau tahu bagaimana aku bisa lolos melewati hadangan barikade Uni Eropa ketika aku masuki wilayah udara terluar mereka. Lalu bagaimana pesawatku yang cuma Boeing 737-200 yang tua itu dikejar oleh E-2000 Eurofighter dan satu skuadron panAvia Tornado yang siap melepaskan rudalnya kapan saja. Lalu, belum lagi satu skuadron Harrier sudah menunggu ketika aku melintasi selat Channel. Ah, buatmu itu tidak terlalu penting.


Bukit Pakar Timur, 14 Agustus 2008, 19.20


Berkata pada Diri Sendiri

Salam,

Bung, anda pasti bingung dan bertanya-tanya, mengapa di postingan saya ini ada gambar pemain bola yang nampaknya berasal dari Liga Spanyol. Ini tidak ada hubungannya lho dengan saya yang baru belajar bahasa Spanyol. Anda mungkin berpikir saya belajar bahasa Spanyol itu supaya nggak canggung kalau suatu saat nanti saya bermain ke Santiago Bernabeu, Stadion kandang Real Madrid, yang satu mantan pemainnya tepat anda lihat disini Bung. Barangkali, anda kenal Bung karena anda dan dia sesama penggemar mobil mewah. Bedanya, Bung naik Mercy dan dia naik Cabriolet.

Begini Bung. Pemain yang satu ini namanya Predrag Mijatovic dari Yugoslavia. 10 tahun yang lalu waktu kita baru lulus SD, pria ini membawa kejayaan bagi Real Madrid. Ah, tentu tidak usah saya ceritakan lagi karena Bung tentu lebih tahu dari saya. Bung waktu SMP masih suka baca majalah Sportif kan? Lalu seminggu sekali membeli Tabloid Bola. Bagaimana Bung bisa tidak hafal riwayat pemain ini.

Nampaknya, Bung tidak tahu ya kalau dia ini pemain favorit saya. Betul lho Bung. Saya punya kaosnya (tapi nggak ada tulisan namanya). Waktu itu, Real Madrid memang tim favorit saya. Disana masih ada Mijatovic, Davor Suker, Seedorf, Raul, Hierro, Redondo dan kiranya tak perlu lagi saya sebut lagi. Bung lebih tahu. Bung, tentu baca daftar skuad dalam setiap pertandingan Liga Spanyol kan?.



Sosok yang satu ini memang cocok sekali dengan pemain impian saya Bung. Dia hanya menunggu bola di area pertahanan lawan, giring sedikit, dan jadilah GOL!. Makanya, Real Madrid jadi juara Champions Eropa 1998. Tapi dengan tim nasionalnya, riwayatnya kurang bagus-tentu Bung pula yang lebih hafal.

Namun ada hal lain yang saya pelajari darinya Bung. Pemain ini terlihat seperti orang yang sombong. Memang, Bung! Pemain yang satu ini percaya dirinya tinggi sekali Bung. Dalam sebuah tulisan yang saya baca dia bilang begini, "Saya menasihati diri saya sendiri. Karena tidak ada yang mencintai diri saya melebihi diri saya sendiri." Berkata pada diri sendiri. Itu yang dia lakukan Bung. Terlihat narsis memang. Tapi memang kenyataan hidup menuntut kita seperti itu. Percaya dengan apa yang ada di dalam diri kita sendiri. Menasihati diri sendiri tentu lebih baik dari pada Bung dinasihati orang lain-apa lagi sama saya yang cuma Sarjana Komik.

Begitulah Bung. Sepakbola tidak hanya mengajarkan kita tentang sportivitas dan humanitas. Sepakbola juga mengajarkan kita juga tentang hal yang demikian.

Salam dari Bukit,


NB: Bung, Selendang Air lagi buka promo BDG-MADRID via Los Angeles. Bung, mau ikut? Jual saja Mercy itu, kita berangkat bersama-anda yang bayar tentunya...


Bukit Pakar Timur 100, 14 Agustus 2008


*) Gambar diambil dari www.wsoccer.com dan www.zedge.net
Pesan Mijatovic ini dapat dibaca di buku Trilogi Kumpulan Tulisan Sepakbola Sindhunata di buku yang berjudul "Air Mata Bola"

Menyenangkan (Orang Lain)

Ada banyak cara untuk menyenangkan diri sendiri, tak terkecuali orang lain juga. Sebuah pengalaman dari cerita ini membuat saya berkaca pada diri sendiri.

Ia datang malam itu ketika hujan belum reda. Hujan masih lebat. Tanpa petir. Hanya kilat. Semua yang melekat padanya basah. Tak terkecuali kresek itu yang berisi 1,2 kg mangga dan 1,1 kg jeruk. Sengaja ia bawa untuk adiknya.

Tak lama kemudian buah mangga itu dikupas oleh Ayahnya. Ia hanya diam saja dikamarnya, mendengarkan radio. Sementara Adiknya sudah menikmati potongan buah itu. Ia masuk ke dalam. Ia bertanya tentang rasa buah itu, "apakah manis?". Ayahnya menjawab, "Manis kok.."

Ia kembali lagi ke kamarnya, karena ia senang sekali tentunya. Ia tidak salah pilih, pikirnya. Berbelanja buah-buahan bukan sekali ini dilakoninya. Setiap lebaran dan liburan tiba, Tantenya yang Adik Ibunya selalu mengajaknya berbelanja di Hypermart atau Carrefour. Setidaknya, ia tahu yang mana buah yang bagus yang layak jadi pilihan.

Adiknya sudah tidur. Begitu pula sang Ayah. Ia buka kulkas, tak berharap ada potongan mangga itu. Namun, masih ada beberapa potong, tak banyak. Ia ambil dan mulailah ia menyantap buah yang katanya manis itu. Namun, bukan manis yang ia dapat malah haseum (asam, dlm bahasa sunda). Sejenak ia hanya terdiam. Ia hanya teringat beberapa kata dari Ayahnya kemarin. Kalau kita harus bisa menyenangkan orang lain. Terutama jika diberi sesuatu.

"Mungkin ini cara ayahku....", katanya sambil berjalan menuju kamar.

Esoknya, seorang sahabat datang kerumahnya. Menemuinya ketika hari tidak hujan dan malam baru saja turun. Setelah lama bernostalgia tentang rencana di masa lalu yang masih nothing sampai saat ini, Sahabat itu membawa sebuah prospek, dan barangkali saja ia tertarik, kalo ia tidak tertarik mungkin ia bisa menawarkannya di kantor.

Mendengar begitu, ia hanya bilang "Maaf, kawan...disana sudah ada yang mengurusnya.." Sahabat itu memang tidak terlalu berharap. Namun, ucapannya itu seperti sebuah usaha pembunuhan terhadap sebuah harapan. Malam berlalu, waktu terasa. Mereka berpisah.

Sambil melamun sebelum tidur ia masih membayangkan pertemuan tadi. Ternyata, ia secara tak sadar ia telah membunuh harapan sahabatnya itu. Ia hanya berkata dalam hatinya, "..maaf, sahabat...".

Rabu, 13 Agustus 2008

Bersastra dibilang Lebai!

Aneh memang ada orang seneng batja sastra kok dibilang lebai. Kenapa? Apakah sastra itu sesuatu yang tidak bisa dibahas secara general dan masih dianggap tabu

"kadang hidup mempertemukan kita dengan seseorang lalu memisahkannya lagi.." *)

Apakah ungkapan diatas adalah sesuatu yang berlebihan. Saya rasa tidak. Sastra lahir karena pemikiran sehingga penafsirannya pula membutuhkan pemikiran. Pemikiran dilahirkan dari pikiran, masalahnya apakah kita masih mau berpikir. Mbok ya, berpikir lah sekali-kali tentang hidup-yang kita jalani sekarang ini. Tidak usah terlalu dipaksakan berpikir. Minimal, bisa berpikir sedikit tentang apa yang muncul dari pikiran orang lain-dalam sastra.

Bukit Pakar Timur 100, 14 Agustus 2008, 10.47

*) dari sebuah buku Seno Gumira Ajidarma, saya lupa judulnya, tapi ada di rak buku.

Episode di Pajajaran

Bung,

Pernahkah anda melintas di Jalan Pajajaran, Bandung? Kalo anda pernah dan juga kalau mata anda jeli tepat didepan stadion olahraga Pajajaran anda bisa menemukan sebuah tempat bernama Wiyata Guna di sebelah Gedung Dinas Sosial. Sebuah tempat bersekolah para tuna netra. Hampir selama satu setengah bulan ini saya sering melewatinya. Setiap melintas disana saya hanya ingat satu kata: Bersyukur.

Bersyukur karena sampai saat ini Tuhan masih mempercayakan kedua mata yang sehat ini pada saya. Apa jadinya kalau tiba-tiba Tuhan mencabut amanah ini? Tentu saya tidak akan tahu bagaimana indahnya langit senja. Saya juga tidak akan pernah tahu betapa indahnya lekukan tubuh model-model sialan dari Victoria's Secret itu (i love Ale!).

Bersyukur karena saya tidak harus menggunakan tongkat kemana-mana (sebagai penanda jalan). Bersyukur karena dengan dua mata yang sehat ini saya bisa tahu apa internet itu, bagaimana software perpustakaan bekerja, hingga mengagumi karya-karya seniman.

Saya teringat, ketika saya SMP, Ayah saya sering mengajak saya untuk Shalat Jum'at di Masjid Wiyata Guna,. Ketika saya tanya alasannya, beliau hanya bilang, kita kesana untuk bersyukur, Rupanya, dulu saya belum begitu paham maksud beliau. Yang saya tahu saya hanya harus bersyukur untuk semua yang telah saya berikan (dan itu menjadi kewajiban). Tapi jikalau Bung mau lebih bersyukuri sekaligus mentafakuri diri, rasanya ajakan ayah saya perlu Bung pertimbangkan.

Kadang, deru derap bising kota dan gerak langkah metropolis belum lagi after-effect kenaikan BBM membuat kita lupa Bung untuk bersyukur. Kita hanya jalani hari-hari kita seperti robot saja tanpa tahu sebenarnya apa yang dicari. Sesudah dicari, kepingin lagi dan lagi. Tak henti. Selalu ada yang dicari. Melihat ke bawah rasanya tak mungkin karena kepala kita selalu tengadah ke atas (karena sedang mengejar apa?).

Betapa tinggi elang akan terbang, lebih jauh lagi tinggi lamunan *)

Apa perlu ada semacam trigger untuk menyadarkan kita tentang syukur? Perlukah kota ini dibanjiri dulu dengan hujan bedog agar kita bisa bersyukur? Rasanya, Bung lebih mengerti untuk urusan yang satu ini. Saya hanya ingin Bung mencatat pesan dari seorang penulis "Barangkali kalau kita bisa berbahagia dengan apa yang kita miliki saja, hidup akan jadi lebih mudah". Mungkin Bung bertanya apa hubungannya bahagia dengan bersyukur.Saya jawab, ketika anda bersyukur dengan apa yang anda miliki-tidak dengan apa yang anda tidak miliki, barangkali kebahagiaan hidup ini jadi milik anda.

Salam dari Bukit,

Bukit Pakar Timur 100, Bandung, 13 Agustus 2008; 11.35

*) Judul lagu dari Koes Plus, Perasaan

Selasa, 12 Agustus 2008

Hanya Sebuah Cerita Tentang Skripsi

Setelah postingan kemarin hanya berisi lagu-lagu lama yang menemani beberapa scene episode dalam perjalanan saya. Mulai dari perjalanan skripsi yang dimulai bulan November 2007 dengan target Januari 2008 selesai namun harus tertunda hingga Maret 2008.

Dan efektifnya skripsi berjudul "Faktor-faktor Pendorong dalam Pemilihan Bacaan Komik" itu hanya dikerjakan dalam waktu hanya sebulan saja. Artinya pada bulan Januari telah terjadi pembuangan dan kesia-siaan waktu secara besar-besaran. Namun, justru disitulah saya menemukan jalan saya. Setelah berlalu begitu saja tanpa perubahaan apa-apa akhirnya pada tanggak 14 Februari saya terpacu karena sudah ada teman saya yang lulus duluan. Ironisnya, BAB I baru di acc seminggu kemudian (tgl 21).

Perjalanan dengan skripsi ini telah membawa saya juga pada sebuah perjalanan ke Garut untuk mewawancarai narasumber. Banyak sekali kisah dalam pembuatan skripsi ini. Singkat cerita, saya tidak punya waktu untuk mereview kembali karena begitu hari ini saya simpan draft, besoknya langsung disidang dan ternyata saya lulus.

Life is a road that i want to keep going
Love is a river i want to keep flowing
Wonderful journey *)

*) Richard Marx & Donna Lewis - At The Beginning

Minggu, 10 Agustus 2008

Shoulder to Cry On by Tommy Page

Life is full of lots of up and downs,
And the distance feels further when you're headed for the ground,
And there is nothing more painful than to let you're feelings take
you down,

It's so hard to know the way you feel inside,
When there's many thoughts and feelings that you hide,
But you might feel better if you let me walk with you
by your side,

And when you need a shoulder to cry on,
When you need a friend to rely on,
When the whole world is gone,
You won't be alone, cause I'll be there,
I'll be your shoulder to cry on,
I'll be there,
I'll be a friend to rely on,
When the whole world is gone,
you won't be alone, cause I'll be there.

All of the times when everything is wrong
And you're feeling like
There's no use going on
You can't give it up
I hope you work it out and carry on
Side by side,
With you till the end
I'll always be the one to firmly hold your hand
no matter what is said or done
our love will always continue on

Everyone needs a shoulder to cry on
everyone needs a friend to rely on
When the whole world is gone
you won't be alone cause I'll be there
I'll be your shoulder to cry on
I'll be there
I'll be the one you rely on
when the whole world's gone
you won't be alone
cause I'll be there!

*) Lagu ini terdengar 15 menit sebelum keberangkatan ke Manchester (BDG-Manchester by Selendang Air) untuk menonton live performance Kylie Minogue.

Heart of Mine - A Song by Bobby Caldwell



One day
I may
Find true love that will last forever
And ever

Till then
I'll spend
A lifetime of wishing us together
I never thought she'd say goodbye
And I'll never understand
The reasons why

Heart of mine
How will you keep from dying
Stop reminiscing
Who is she kissing
Heart of mine
Oh what's the use in trying
No one can mend you now

Love plays
Cruel games
I can't believe she's found another
To love her

Does she
Miss me
Sometimes I just can't help but wonder
If I could stop the hands of time
Then I'd know she'd always be
Forever mine

Heart of mine
How will you keep from dying
Stop reminiscing
Who is she kissing
Heart of mine
Oh what's the the use in trying
No one can mend you now

* Another Great Song! lagu ini mengingatkan
pada sebuah perasaan kehilangan.
Mengiringi setiap malam yang sepi berteman radio

Sabtu, 09 Agustus 2008

Sebab Hidup Tak Bisa Menunggu

Apa yang salah bila hidup ini kuhabiskan untuk menunggu? Menunggu adalah bagian dari pertemuan itu juga. Aku tidak pernah keberatan menunggu siapa pun berapa lama pun selama aku mencintainya*.

Memang apanya yang salah bila memang aku hanya menunggu dan menunggu? Apa lagi yang kutunggu? Apakah aku sedang menunggu datangnya sebuah pekerjaan? Atau menunggu suatu kesempatan untuk keluar negeri? Aku tidak mempermasalahkan itu.

Aku hanya merasa aneh mengapa hidup selalu membuat kita tidak harus selalu menunggu. Apakah karena kenyataan hidup yang entah bagaimana rupanya membuat setiap orang merasa harus mencari dan bergerak untuk hidup itu sendiri? Apakah deru dan derap langkah metropolitan telah mempengaruhi setiap orang untuk jangan berdiam diri? Mengejar apa? Omong kosong, kemewahan dunia, Tuhan yang entah abstrak atau memang ada, atau apa?

Kalau memang begitu, aku hanya ingin diam disini saja. Menunggumu. Hanya menunggumu. Bila suatu saat engkau kehilangan arah. Aku masih disini bila suatu waktu nanti pesawat yang kau tumpangi tak lagi mampu mencari dimana bandara terdekat. Bila kau lihat sebuah ladang disitu. Beranikan dirimu untuk terjun.

Disitulah aku berada. Untukmu. Hanya untukmu.


**Kalimat judul diatas adalah sebuah tag line iklan shampoo yang muncul di televisi pada semester pertama tahun 2008.

* Seno Gumira Ajidarma, Linguae, Gramedia, 2007; hal.28

Kosong - A Song by Pure Saturday

Coba untuk ulangi apa yang terjadi
Harap 'kan datang lagi
Semua yang pernah terlalui
Bersama alam menempuh malam
Walau tak pernah ada kesempatan
Terjebak dalam jerat mengikat
Namun tekad nyatakan bebas

Temukan diri di dalam dunia
Tak terkira...
Semua mati dan menghilang
Terlalu pagi temukan arti

Jalan panjang semakin lapang
Hanya dahan kering yang terpanggang
Tak ada teman telah terpencar
Namun waktu terus berputar

Peduli apa terjadi
Terus berlari tak terhenti
Untuk raih harapan
Di dalam tangis atau tawa

Temukan diri di dalam dunia tak terkira
Tak berarti tak akan pasti
Terlalu gelap...pergilah pulang


* Lagu ini mengiringi perjalanan skripsi berjudul "Faktor-faktor Pendorong dalam Pemilihan Bacaan Komik"

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...