Kamis, 14 Agustus 2008

Menyenangkan (Orang Lain)

Ada banyak cara untuk menyenangkan diri sendiri, tak terkecuali orang lain juga. Sebuah pengalaman dari cerita ini membuat saya berkaca pada diri sendiri.

Ia datang malam itu ketika hujan belum reda. Hujan masih lebat. Tanpa petir. Hanya kilat. Semua yang melekat padanya basah. Tak terkecuali kresek itu yang berisi 1,2 kg mangga dan 1,1 kg jeruk. Sengaja ia bawa untuk adiknya.

Tak lama kemudian buah mangga itu dikupas oleh Ayahnya. Ia hanya diam saja dikamarnya, mendengarkan radio. Sementara Adiknya sudah menikmati potongan buah itu. Ia masuk ke dalam. Ia bertanya tentang rasa buah itu, "apakah manis?". Ayahnya menjawab, "Manis kok.."

Ia kembali lagi ke kamarnya, karena ia senang sekali tentunya. Ia tidak salah pilih, pikirnya. Berbelanja buah-buahan bukan sekali ini dilakoninya. Setiap lebaran dan liburan tiba, Tantenya yang Adik Ibunya selalu mengajaknya berbelanja di Hypermart atau Carrefour. Setidaknya, ia tahu yang mana buah yang bagus yang layak jadi pilihan.

Adiknya sudah tidur. Begitu pula sang Ayah. Ia buka kulkas, tak berharap ada potongan mangga itu. Namun, masih ada beberapa potong, tak banyak. Ia ambil dan mulailah ia menyantap buah yang katanya manis itu. Namun, bukan manis yang ia dapat malah haseum (asam, dlm bahasa sunda). Sejenak ia hanya terdiam. Ia hanya teringat beberapa kata dari Ayahnya kemarin. Kalau kita harus bisa menyenangkan orang lain. Terutama jika diberi sesuatu.

"Mungkin ini cara ayahku....", katanya sambil berjalan menuju kamar.

Esoknya, seorang sahabat datang kerumahnya. Menemuinya ketika hari tidak hujan dan malam baru saja turun. Setelah lama bernostalgia tentang rencana di masa lalu yang masih nothing sampai saat ini, Sahabat itu membawa sebuah prospek, dan barangkali saja ia tertarik, kalo ia tidak tertarik mungkin ia bisa menawarkannya di kantor.

Mendengar begitu, ia hanya bilang "Maaf, kawan...disana sudah ada yang mengurusnya.." Sahabat itu memang tidak terlalu berharap. Namun, ucapannya itu seperti sebuah usaha pembunuhan terhadap sebuah harapan. Malam berlalu, waktu terasa. Mereka berpisah.

Sambil melamun sebelum tidur ia masih membayangkan pertemuan tadi. Ternyata, ia secara tak sadar ia telah membunuh harapan sahabatnya itu. Ia hanya berkata dalam hatinya, "..maaf, sahabat...".

Tidak ada komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...