Senin, 27 Januari 2014

The Color Run Jakarta 2014

It's almost a month since my last run. The weather seemed not so friendly. So, i just staring at my window every morning in the weekend, looking at the glistening rain over there. But hey, somebody bring me this cool gig. They wanna take me run even in a rainy or cold storm hanging in the sky. 

Courtesy: @TheColorRunINA

Thanks to The Color Run 2014. Akhirnya, saya dapat berlari lagi setelah hampir sebulan berhenti. Ask the weather why. Januari adalah bulan yang spesial, personally. Saya menghadiahi tiket The Color Run walau hari ulang tahun sudah seminggu berlalu, a gift for myself. Yeah, i gotta do something which put more fun and happiness. It did happened yesterday.

Back to November 2013, saat itu saya membaca berita bahwa Joe Taslim (you know him very well) akan mengikuti The Color Run. Namun, tidak disebutkan dimana gelaran 'the happiest 5K on earth' itu akan digelar. Saya terus menunggu kabar itu via jejaring sosial dan grup @indorunners di facebook. Penantian itu bersambut dengan sebuah email dari Mesarace yang mengajak untuk ikut berlari di gelaran lari penuh warna ini.

Saya segera mendaftar dan terkonfirmasi sebagai satu dari 11.000 color runners yang memadati area Parkir Timur Senayan. Sampai saat ini, The Color Run adalah gelaran lari yang paling mahal yang pernah saya ikuti. Seperti tagline yang diusungnya 'The Happiest 5K on Earth' sebanding dengan kegembiraan yang saya dapatkan. I just wanna celebrate the day, full color of course. Menyenangkan rasanya berlari dengan kegembiraan seperti ini. Apalagi, ditambah semarak after finish festival yang jadi core The Color Run. Happiness is on the air! 



Overall, cukup menyenangkan mengikuti gelaran ini. And where is Joe Taslim? Saya tidak bertemu dengannya di race track. Hanya saat sesudah bendera start, Joe Taslim muncul sambil menebar warna ke arah color runners di garis start.

Well, The Color Run cukup membangkitkan motivasi untuk kembali berlari. Bulan depan, Bandung Love Run sudah menanti. Anyone?


Paninggilan, 27 Januari 2014.

Minggu, 26 Januari 2014

Dido: The Greatest Hits

I deserve nothing more than i get, 'cause nothing i have is truly mine...
(Life for Rent)

Agak sedikit emosional menulis tentang album terbaru Dido ini. Bukan karena cerita atau momen yang terlewati bersama lagu-lagu didalamnya. Album ini menandai album terakhir yang saya beli di Aquarius, tepatnya Aquarius Mahakam yang belum lama ini resmi ditutup. Sebuah toko musik legendaris yang sudah terlanjur menjadi satu brand tersendiri untuk penikmat musik.

Anyway, saya menemukan hal-hal emosional lainnya dalam album ini. Dido sepertinya sengaja membuat album ini sebagai sebuah jalinan cerita dari lagu ke lagu. Menyimak tracklist album ini, rasanya seperti membuka sebuah diary yang sarat emosi. Dido tidak segan membagi kisah pribadinya seperti dapat disimak pada booklet. Layaknya sebuah diary, Dido membiarkan dirinya tidak berjarak. 

Dido ingin merasa intim dengan penggemar dan penikmat musiknya. Dido menulis album kumpulan hits terbaiknya ini sebagai "A crazy diary of my life. Pretty emotional to listen to.". Ia leluasa bercerita mengenai berbagai kisah dibalik penciptaan lagu-lagunya. Dido membuka tabir yang melingkupi proses kreatifnya.



The Stories Behind

"Here With Me", dibuat ketika ia baru pulang dari rumah sakit karena ayahnya sakit dan membutuhkan perawatan. Ia tidak tahu harus berbuat apa lagi, hingga membiarkan dirinya larut dalam suatu proses penciptaan. Dido menulis, "....staring at the keyboard all night somewhere between panic attack and exhausted and writing the song made me at peace.

"Thank You", hits yang langsung melejitkan namanya ini ditulis di dalam kamar mandi. Terinspirasi dari kisah cinta pertamanya. Lagu ini juga menyimpan banyak kenangan, mulai dari perform bersama Eminem hingga menyanyikannya di pernikahan seorang sahabat.

Sejak pertama, "Hunter" adalah lagu favorit saya. Lagu ini adalah penggalan puisi yang ditulis oleh Rollo (Dido's partner in crime). Tentang sahabatnya ini, Dido menulis "It feels like he's other half of my brain."

"White Flag", adalah lagu yang menyiksa Dido cukup lama, dalam penciptaannya. She had the chorus and the music written for a year with no verses. One day, at the piano in the rented old pub that she was living, the whole song was done in half an hour.

"Life for Rent" punya kesan lirik yang amat kuat. Lagu ini ditulis Dido  seraya duduk menatap pantai California dan menebak hal-hal yang dulu pernah ia impikan. "I still dont living by the sea but i wish i did.", katanya.

"Dont Leave Home" adalah lagu yang beberapa kali diminta dinyanyikan dalam sebuah pesta pernikahan, ini gila karena liriknya yang ditulis Rollo bercerita soal addiction (drugs and other addictives). Lagu ini juga sering dibawakan live dalam 'No Angel' Tour.

"Sand in My Shoes" ditulis dalam pesawat. Suatu hari, Dido mendapat kabar bahwa ayahnya dalam keadaan koma sedangkan ia masih dalam perjalanan keliling Amerika. Ia berlari dari beach house (tempat menulis Life For Rent) dan langsung terbang selama 11 jam untuk menjumpai ayahnya. 11 jam ia lalui tanpa kepastian apapun, menulis lagu ini membuatnya gila selama 11 jam itu. Ayah baru sadar kembali saat aku mendarat dan menemuinya.

"Dont Believe in Love" ditulis Dido bersama tiga orang lainnya dalam keadaan sedikit mabuk saat di LA. Dido terjaga sepanjang malam dan mengirim semua lagu pada mereka sebelum tidur dan bangun dengan sebuah 'massive hangover' seraya membayangkan apa yang telah ia lakukan.

"Quiet Times" adalah lagu yang Stanley paling sukai sehingga Dido selalu menyanyikannya sebelum ia tidur. Lagu ini juga adalah salah satu lagu favorit Dido, "The most honest and personal songs". Pada lagu ini pula Dido pertama kalinya memainkan drum secara live pada sesi rekaman.

Menurut Dido, "Grafton Street" bukan sebuah single tapi harus ada dalam album ini. Lagu ini masih jadi satu lagu favoritnya, salah satu yang paling emosional. Ditulis tak lama setelah ayahnya meninggal dan ia begitu merindukan saat-saat bersamanya.

"Everything To Lose" ditulis sebelum Dido melahirkan Stanley, "...but it sums up now how i feel since having a family. Lagu ini membuatnya berpikir dua kali sebelum melakukan sesuatu yang diluar kebiasaannya, terjun bebas misalnya. Dulu, ia sering ingin melakukannya. Sekarang, tidak lagi. Not anymore.

"Let Us Move On" adalah lagu yang ditulis dalam hitungan menit ketika Dido pertama kali bertemu Jeff Bhasker, seorang partner menulis (lagu) yang sangat menginspirasi.

Tentang "No Freedom", Dido menulis "No Freedom sums up a lot about love and death and God and the world, a small song about a lot of big things. Lewat lagu ini Dido mencoba lebih serius memaknai hidup ini.

"End of Night" adalah satu lagu yang bercerita soal seseorang yang Dido percaya dan sukses mengkhianatinya. It could happened to all of us. Even if you are a rockstar.

Tentang "One Step Too Far" Dido menulis "...faithless is  what gave me my start and my push out into this world of music so i couldnt have a greatest hits without a faithless track on there." Dido membuka proses kreatifnya dalam penciptaan sebuah karya.

"Stan" adalah hits Dido lainnya yang mendunia. Lagu ini cukup unik karena diawali potongan lirik dari "Thank You" dan Eminem memulai bagiannya. Lagu ini Dido dengarkan pertama kali mendengarkan di sebuah hotel di New York. Dido cukup terkejut karena Eminem berhasil membuat kombinasi lirik yang mengagumkan. Dido turut bangga jadi bagian kerjasama itu, membuat video klip bersama Dr. Dre sementara Phil Atwell menyutradarainya semua sangat berkesan dalam ruang kenangan memorinya.

"If I Rise" adalah lagu kolaborasi lainnya bersama A.R. Rahman dan Danny Boyle. Dido hampir saja terjatuh dari kursi ketika lagu ini dinominasikan untuk Oscar. Saya sedang makan eskrim ketika hamil. "I was very butted no to go as that had always been a childhood dream."

"NYC" adalah lagu baru yang ditulis bersama dengan "End Of Night" ketika Dido sedang berada  di studio bersama Greg Kurstin, bicara soal pengalaman berkeliling Amerika Serikat untuk pertama kalinya demi membuktikan arah menuju pulang (to the world back home).

Catatan Kolumnis Dadakan

Sebuah album bertajuk Greatest Hits adalah sebuah pencapaian tersendiri bagi seorang musisi. Merilis album semacam ini bukan perkara yang mudah. Ia harus berjibaku dan berperang dengan dirinya sendiri untuk menentukan lagu-lagu yang layak menyandang status "Greatest Hits". Karena dibalik setiap lagu, terselip sebentuk cerita dalam lirik. Dengan begitu, ia menandai sendiri jejaknya di jagad musik.

Album ini adalah semacam refleksi bagi Dido untuk mengukuhkan eksistensinya. Pun, sebagai batu pijakan menuju karya terbarunya. Hidup telah menjadi bagian perjalanannya sendiri ketika ia mampu menceritakan semuanya. Agaknya, pesan dan makna dari album yang sarat muatan emosional ini tersampaikan. Apapun itu.


Paninggilan, 26 Januari 2014

Minggu, 19 Januari 2014

Senyum Karyamin

Tak ada manusia yang merasa lebih puas daripada dia yang baru saja berhasil menerangkan arti keberadaannya.
(Tinggal Matanya Berkedip-kedip, hal.22)



Tidak banyak yang tahu bahwa Ahmad Tohari menulis cerita pendek juga. Saya pun baru mengetahuinya lewat buku kumpulan 13 cerpen karya beliau ini. Kumpulan cerpen ini dimungkinkan untuk terbit pertama kalinya pada tahun 1989, atas bantuan dari Maman S. Mahayana yang bertindak sebagai compiler dan juga editor. Ketiga belas cerpen dalam buku ini disusun secara kronologis sesuai tahun terbitnya. Kecuali ‘Senyum Karyamin’ yang jadi judul buku. ‘Senyum Karyamin’ sendiri telah mengalami sembilan kali cetak ulang, terakhir pada bulan Juli 2013 lalu.

Dua cerpen pembuka, ‘Senyum Karyamin’ dan ‘Jasa-jasa Buat Sanwirya’ mengingatkan saya pada cerita awal pembuka dalam novel “Bekisar Merah”. Cerpen pertama mengingatkan saya pada tokoh utama yang sama mempunyai seorang istri yang menarik. Sedangkan, cerpen kedua justru lebih mengena karena bercerita mengenai kehidupan seorang penderes (penyadap nira kelapa) yang rentan bahaya. Cerpen ‘Si Minem Beranak Bayi’ menampilkan potret romantika kehidupan masyarakat desa yang masih tabu akan persalinan prematur. Kasdu, si pemeran utama, harus berperang melawan batinnya sendiri ketika harus menyampaikan berita kelahiran anaknya kepada kedua mertuanya.

‘Surabanglus’ adalah potret satir tentang kelaparan yang berujung pada maut. Suing sudah terlalu payah hingga harus memakan singkong beracun itu ketika Kimin berusaha mencarikan makanan baginya. Secara garis besar, Ahmad Tohari ingin bercerita soal orang kecil yang terpaksa mencari hidup dari kongkalikong pengelolaan hutan. ‘Tinggal Matanya Berkedip-kedip’ adalah cerita soal tragedi matinya seekor kerbau ditangan seorang pawang. Yang menarik dari cerpen ini adalah pesan pengarangnya yang disisipkan di bagian akhir cerpen. Seorang pawang baru mempunyai makna bila dia berdiri di belakang seekor kerbau yang tetap tegar dan mau bekerja sama. Pesan yang memiliki universalitas makna.

‘Ah, Jakarta’ adalah satu-satunya cerpen yang berunsur metropolitan. Cerpen ini mengingatkan kita pada masa pemberantasan gali (preman) di Jakarta. Sepintas, cerpen ini juga mengingatkan saya pada lagu Iwan Fals berjudul “Engkau Masih Sahabatku”. Nilai-nilai persahabatan dan humanisme jadi bumbu utama dalam cerpen ini. ‘Blokeng’ adalah cerpen yang sarat dengan pesan tentang kemunafikan manusia, mengacu pada kata-kata penutup dari Sapardi Djoko Damono. Ahmad Tohari mampu memainkan ironi dengan apik walau pada akhirnya ia menertawakan dunia rekaannya itu juga.

‘Syukuran Sutabawor’ bercerita tentang syukuran dari seorang Sutabawor. Pohon Jengkol miliknya tidak jadi ditebang dan menghasilkan buah jengkol yang banyak. Ahmad Tohari berhasil mengaitkan nilai-nilai realitas dengan nilai-nilai spiritualitas dalam masyarakat tradisional. Sama seperti pada ‘Rumah Yang Terang’ dimana modernitas menjadi ironi bagi sebuah keyakinan.

‘Kenthus’ adalah potret kekuasaan priyayi yang diidamkan oleh masyarakat kecil. Cerita ini masih mengandung unsur mitologi sederhana (tafsir mimpi). Hampir serupa dengan ‘Orang-Orang Seberang Kali’, dimana ajal seorang manusia ditentukan oleh takdirnya sendiri, bukan atas kuasa manusia. Personifikasi ironi pada akhir cerpen ini menjiwai keseluruhan isi cerita.

‘Wangon Jatilawang’ dan ‘Pengemis dan Shalawat Badar’ barangkali adalah cerita yang sarat emosi disini. Keduanya bercerita soal hubungan manusia dengan sesamanya maupun dengan Tuhannya. Cerpen yang pertama, si tokoh utama mengakui bahwa dirinya tidaklah lebih berharga dari seorang Sulam, wong gemblung yang selalu ditemuinya. Sedangkan cerpen terakhir, merupakan perlambang kerinduan manusia akan penegasan hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Kuasa. Keduanya, hampir ibarat dongeng.

Catatan Personal


Penikmat karya Ahmad Tohari kiranya harus berterima kasih pada Maman S. Mahayana, Dosen Sastra Universitas Indonesia, atas usahanya mengumpulkan cerpen-cerpen ini sejak tahun 1984. Ahmad Tohari, seperti dalam novel-novelnya, masih menggunakan latar alam pedesaan yang lengkap dengan potret lingkungannya, utamanya dunia flora dan fauna. Ahmad Tohari juga tidak melupakan gaya bahasa yang lugas, jernih dan sederhana, serta kuatnya metafora dan ironi. Ahmad Tohari, melalui cerpen-cerpennya juga tidak meninggalkan ciri utama: kehidupan rakyat kecil atau masyarakat petani yang polos, miskin, bodoh, dan melarat yang datang dari satu desa entah di antah berantah.

Ahmad Tohari berhasil menampilkan figur-figur yang tidak bisa dijejali pikiran muluk-muluk dan dibebani masalah yang berat. Ahmad Tohari mengikat tokoh-tokohnya melalui rangkaian peristiwa yang sederhana yang justru sangat leluasa untuk menghidupkan figur-figurnya itu. Lewat cara itulah, Ahmad Tohari berhasil membuat lambang-lambang atas segenap unsur-unsur kesusasteraannya yang memungkinkan penafsiran lebih lanjut atas karyanya.

Menurut Kiai Mahayana (panggilan untuk Maman S. Mahayana dalam acara launching ‘Olenka’ (Budi Darma) tahun 2009), tidak banyak yang menyinggung bahwa sejarah kepengarangan Ahmad Tohari berawal dari cerpen ‘Jasa-jasa Buat Sanwirya’ yang berhasil meraih hadiah dalam Sayembara Kincir Emas Radio Nederland Wereldomroep tahun 1975. Belum ada studi kesarjanaan atas karya cerpen Ahmad Tohari. Padahal, gaya penulisan Ahmad Tohari pada cerpen-cerpennya tampak lebih kental, padat, dan langsung menuju pokok permasalahan yang semakin mempertegas kesan kepengarangannya. Penyusunan atas cerpen karya Ahmad Tohari diharapkan dapat menjadi bahan untuk memahami pesan dan sikap kepengarangannya yang terungkap dalam cerpen-cerpennya. 

Judul        : Senyum Karyamin
Penulis        : Ahmad Tohari
Penerbit    : Gramedia Pustaka Utama
Tahun        : 2013 (cetakan ke-9)
Tebal        : 71 hal.
Genre        : Kumpulan Cerpen

Pharmindo, 19 Januari 2014.

Sabtu, 18 Januari 2014

Bukan Sakit Biasa

"Orang emang nggak selamanya ada di bawah. Nggak selamanya kalo udah jatuh mesti tertimpa tangga. nggak selamanya juga lagi lari dikejar musuh, akhirnya nyusruk ke lubang. Ada kalanya nasib di bawah, terus bisa naik lagi sedikit-sedikit."

Setidaknya, paragraf diatas adalah satu dari sekian banyak quote dalam buku ini. Inti persoalannya sederhana. Bahwa dalam kehidupan sehari-hari keluarga Lupus pun ada banyak hikmah yang bisa diambil sebagai pelajaran.

Courtesy: www.goodreads.com

Anyway, Lupus ABG kembali hadir dengan 12 kisah baru. Plus, tips-tips keren yang bakal bikin kamu tambah kece. Cerita-cerita jayus khas Lupus sudah pasti jadi menu utama buku ini. Jangan heran kalau kelakuan Papi yang superpedit itu berubah disini. Selain itu, konteks cerita juga mulai menyesuaikan dengan laju zaman. Ada cerita tentang Papi yang hampir menabrak seorang Nenek, yang menyebrang jalan sambil mendengarkan lagu Raisa, Apalah (Arti Menunggu).

Cerita berjudul "Perpustakaan Kita" barangkali jadi satu bagian eksepsional disini. Bersama "Aids, Aids, Aids... Ciaaat!" kedua cerita ini merangkum kegelisahan dan respon kaum muda atas yang terjadi dalam lingkungannya. Kesadaran akan bahaya HIV/AIDS dan upaya mengembalikan fungsi rekreasional dari perpustakaan. Khusus untuk ini, perlu diberikan apresiasi tersendiri karena Lupus berhasil mengikuti roda zaman sekaligus menggugah kepedulian kaum muda.



Pharmindo, 18 Januari 2014.

Selasa, 14 Januari 2014

Manga Characters

Buku ini menampilkan lebih dari 300 karakter tipikal manga. Ada 478 model karakter manga termasuk kategori 'adult'. Semuanya mewakili empat genre utama manga yaitu shonen, shojo, kodomo, dan seinen dan disusun berdasarkan sistem pembagian tradisional manga, mengacu kepada target pembaca, umur, dan gender.

Tantangan terbesar dalam penyusunan buku ini adalah memilih 'coolest' character dari manga. Disebutkan dalam pengantar bahwa 'if manga has something, it is that every single one of its characters are the epitome of cool. 

Teks dalam buku ini disajikan dalam empat bahasa, quartilingual, Inggris, Jerman, Belanda, dan Prancis. Ini membuktikan bahwa manga telah menjadi komoditi global. Manga memiliki bahasa yang sama di seluruh penjuru dunia. Lebih jauh, menarik untuk membahas pengaruh manga terhadap komikus Eropa dan mengambil kesimpulan mengenai perkembangan manga khususnya di Eropa.

Kumpulan manga ini disajikan sebagai figur yang utuh. Tidak ada lagi penjelasan how to create atau how to draw. Untuk beberapa karakter disertai detail gambar pada bagian-bagian tertentu yang lebih membutuhkan perhatian khusus dan detail. Teknik pewarnaan (coloring) pun melekat pada sosok figur. Memang sepertinya buku ini dibuat sebagai referensi untuk mangaka tingkat intermediate atau satu tingkat diatas level basic/dasar. Namun, tetap tidak menutup kemungkinan untuk jadi panduan mangaka level pemula.



Catatan Personal

Saya bertemu buku ini di Comic Section Kinokuniya Suria KLCC Kuala Lumpur. Saya sengaja ingin melengkapi koleksi referensi soal manga karena sebelumnya saya sudah punya buku serupa mengenai teknik menggambar manga yang saya dapat di Periplus book sale. Andai saja saya bertemu buku ini lebih awal tentu akan jadi referensi tambahan yang sangat berarti untuk skripsi saya yang bertema komik.

Personally, buku ini memang ditujukan bagi mangaka tingkat terampil yang sudah tidak direpotkan lagi dengan urusan menggambar dasar manga. Satu catatan khusus adalah mengenai penerbitan buku ini. Disebutkan bahwa penerbitnya berasal dari Belgia. Lalu, editorial projectnya dihandle Maomao Publications yang bermarkas di Barcelona, Spanyol. Ditambah, empat bahasa pengantar dalam teks.

Sudah saya sebut diatas bahwa menarik untuk mengetahui riwayat perkembangan manga di Eropa. Hal ini membuktikan bahwa karakter manga sudah diterima oleh komikus di Eropa. Maka dari itu, layaklah kiranya untuk tahu bagaimana bentuk karakter manga yang telah diadaptasi ke dalam bentuk gaya komik Eropa.

Overall, buku ini menampilkan bentuk visual dan panduan komprehensif dari keempat genre manga kontemporer. Tidak salah bila buku ini menempatkan dirinya sebagai sumber inspirasi untuk mangaka ataupun seniman komik lainnya.

Judul         : Manga Characters | Personnages De Manga | Manga Figuren | Mangafiguren
Penulis       : Ikari Studio
Penerbit    : booQs Publishers bvba, Belgia
Tahun        : 2009
Tebal         : 479 hal.
Genre        : Komik


Paninggilan, 14 Januari 2014.

Indonesia Bagian Dari Desa Saya

Bukan tanpa alasan sebuah buku diterbitkan kembali. Apalagi, bila tulisan-tulisan di dalamnya masih mengandung keterkaitan dan relevansi yang erat dengan keadaan zaman sekarang. Tabir yang dulu hanya dianggap khayalan ekstasis belaka kini mulai terbukti bukan hanya hidup dalam alam khayal belaka. Dasar-dasar penyebab masalah yang terus membebani masyarakat pada saat itu kini masih dijumpai. 

Kumpulan tulisan Emha Ainun Nadjib yang orisinal dan apa adanya ini mencoba mengungkap bahwa zaman edan yang berpuluh-puluh tahun lalu sudah membuat kepala pusing kini harus kita jalani dengan kepala kita yang hampir pecah. Kita seakan dipaksa untuk kehilangan hati dan tak sanggup memekik lagi karena kehilangan suara.

Penerbitan kembali "Indonesia Bagian Dari Desa Saya" untuk ketiga kalinya ini mengawali diskursus mengenai hal-hal lama yang masih berulang terus menerus dalam pusaran sejarah Republik. Tulisan-tulisan dalam buku ini sudah lebih dulu terbit pada tahun 1983. Kebanyakan ditulis pada dekade 70-an. Pada dekade tersebut, Emha Ainun Nadjib sudah melakukan sebuah lompatan pemikiran yang jauh ke depan. Sumber pemikiran tersebut berasal dari dikotomi dan analogi desa-kota. 

Buku ini terbagi dalam 3 bagian utama. Desa Saya, Hipokrisi, dan Sang Sufi. Esai soal perubahan desa yang 'sengaja dikotakan' adalah proses utama yang menjiwai seluruh isi buku ini. Perubahan pola masyarakat desa dengan segala kesederhanaannya menjadi kian kompleks kala nilai-nilai modernitas dari kota mulai masuk satu per satu dalam sendi kehidupan masyarakatnya. 

Emha merindukan desa sebagai sosok yang mengandung nilai keindonesiaan yang utuh. Sehingga tak berlebihan rasanya bila Indonesia sebagai sebuah entitas besar hanya menjadi bagian dari sebuah desa yang notabene kecil. Demografi masyarakat Indonesia yang sebagian besar tersebar di pedesaan kiranya menjadi faktor utama mengapa Emha menaruh perhatian pada segenap perubahan yang terjadi akibat relasional desa dengan kota. 

Melalui hal itu pula, Emha dapat melakukan tafsiran lebih jauh tentang bagaimana kecenderungan di masa mendatang. Pemikiran reflektif Emha Ainun Nadjib tentang bagaimana desa membentuk dirinya sendiri dengan pengaruh sedemikian rupa dari kota adalah satu dialog tersendiri dengan realitas sekarang, yang sedang kita jalani. Bahkan, dengan segala kemungkinan masa mendatang.

Judul         : Indonesia Bagian Dari Desa Saya
Penulis       : Emha Ainun Nadjib
Penerbit    : Penerbit Buku Kompas
Tahun        : 2013
Tebal         : 256 hal.
Genre        : Sosial-Humaniora


Paninggilan, 14 Januari 2014.

Kamis, 09 Januari 2014

Heart To Heart

Long time no write here. After 2013 was closed with the hilarious Song of The Year, lets this 2014 starts with another good sounds. Last weekend, i just bought a new CD. It's Raisa's newest album, Heart To Heart.

First impression about this album is she did i great a the cover. I mean, look at her eyes, she looks into you. Unlike her first album where she put her eyes into something elsewhere. And like any normal guy, come step on it, you'll gonna love it.

Raisa put her voice into another level. If her first self-titled album consist of her exploration (on musical, voice, sounds, etc) this Heart To Heart is an improvement from what she did before. She brings her trademark. One song will remind you to Joss Stone, if i may add.

I love the music on 'Bersinar', easy listening song beside 'Pemeran Utama' which now airing in so many radios. Also, there's a bonus track inside. A previously famous 'Mantan Terindah' from Kahitna. She was involved in Yovie and Friends show last September and appointed to repackage this heartbreaking song.

Overall, now you have an option to enjoy how the music should make you feel. It will lead you to an unexpected journey, with Raisa of course.


Bogor, 9 Januari 2014

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...