Jumat, 31 Mei 2013

Surat Kecil untuk Aninda

Aninda,

Apakah engkau tidak pernah menanyakan kapan kita akan bertemu? Tidakkah engkau ingin bertanya kepadaku tentang perasaanku usai menonton film yang kau sebutkan? Tidakkah mau engkau bercerita kembali tentang segala kegalauanmu?

Aku melihat bintang di langit malam. Satu bintang di langit kelam. Seketika itu pula, aku merindukanmu. Aku masih ingat betapa engkau menyukai lagu itu. Biarpun engkau memendam cintamu sendiri.

Kelak, bintang pun berguguran. Bintang yang nampak malam ini akan segera terganti. Namun, rindu untukmu malam ini takkan pernah terganti. Hanya saja ia berubah dalam untaian rasa dalam tulisan ini. Biarlah dia abadi disini. Ketika rasa telah ditasbihkan pada semesta. Berharap engkau mau mengerti keadaan ini.



Aninda,

No matter how deep you fall, how hurt you've been broken, let me be the one who cure you. Let me reach you to letting go of those painful memories.

Aku takkan janjikan apapun kecuali diriku ini yang akan selalu ada untukmu. Tak peduli seberapa deras hujan badai di hatimu, aku adalah orang pertama yang akan berlari dan memayungimu. Pastikan dirimu tidak ikut basah bersama derasnya.


Pharmindo, 31 Mei 2013.

Kamis, 23 Mei 2013

Napak Tilas ke Belanda: 60 Tahun Perjalanan Wartawan KMB 1949

How a story ends has much to deals with  how it begins
-Nancy Fiorina-

Membaca kembali catatan Rosihan Anwar, sama saja dengan membuka kilasan peristiwa sejarah. Episode kali ini menampilkan Rosihan Anwar sebagai tokoh utama. Rosihan Anwar adalah satu-satunya wartawan peliput Konferensi Meja Bundar yang diselenggarakan di Den Haag, pada Desember 1949. Pada kesempatan itu pula, terjadi sebuah tonggak peristiwa  sejarah terpenting selama Perang Kemerdekaan. 27 Desember 1949, Republik Indonesia menerima kedaulatan dari si penjajah Belanda.




Sebagai wartawan, Rosihan Anwar yang hadir atas undangan Pemerintah Kerajaan Belanda tidak ketinggalan meliput beberapa peristiwa penting seputar KMB 1949. Beberapa sketsa disuguhkan sebagai sebuah usaha flashback. Perlu dicatat bahwa kekuatan memori dan ingatan Rosihan Anwar masih tajam ketika dihadapkan dengan beberapa tempat dan nama. Catatan-catatan kecil yang bersifat personal pun masih dapat diingatnya dan direkam dalam buku ini.

Banyak kenangan personal yang diceritakan. Terutama, saat meninjau kembali sebuah lokasi di Valerius Strasse. Sebuah tempat dimana keintiman Rosihan Anwar dan Zuraida Sanawi menghadirkan seorang putri cantik yang juga ikut mendampinginya dalam kunjungan 60 tahun kemudian.

Pada bagian akhir, Rosihan Anwar entah sengaja atau tidak, menempatkan satu bab khusus soal perlunya membaca kembali sejarah kolonial Indonesia. Maksud beliau, supaya kita generasi penerus Republik mampu berkaca pada sejarah untuk tidak mengulangi kesalahan serupa yang membuat bangsa menjadi stagnan seperti dirasakan belakangan ini.

Kalau pembaca punya waktu, sila simak video berikut. Video ini diambil pada kesempatan yang sama dimana Rosihan Anwar melakukan napak tilas.




Judul       : Napak Tilas ke Belanda: 60 Tahun Perjalanan Wartawan KMB 1949
Penulis     : Rosihan Anwar
Penerbit   : Penerbit Buku Kompas
Tahun      : 2010
Tebal       : 224 hal.
Genre      :Memoar-Sejarah

Ditulis kembali,
Curug, 23 Mei 2013.


 

Rabu, 22 Mei 2013

Karamazov Bersaudara dan Sejarah Kecil Rusia

Komik ini mungkin sengaja dihadirkan ke hadapan saya agar saya bisa melakukan pembacaan awal dan mengambil suatu awalan cerita bagi penamatan buku aslinya yang sudah diterjemahkan ke bahasa Inggris. Memang tidak tepat untuk membandingkan keduanya secara langsung. Yang satu hadir sebagai manga representatif sedangkan satu lagi tampil sebagai wujud aslinya. Menarik. Untuk kemudian melakukan perbandingan atas keduanya secara singkat.



Setidaknya, gambaran keadaan kehidupan di Rusia semasa masa kekaisaran ditampilkan dalam bentuk populis sesuai dengan kaidah manga. Dimana penggambaran dan karakterisasi yang disesuaikan dengan figur orang-orang Rusia. Beberapa scene bahkan lazim dijumpai seperti dalam komik Jepang. Komik ini dibuat dengan kaidah membaca yang mirip manga aslinya dengan 300-an lebih halaman. Cukup atau tidak untuk merepresentasikan buku aslinya, saya belum bisa berpendapat karena saya pun belum menamatkan buku aslinya.

Cerita kehidupan di Rusia tidak jauh berbeda dengan negara maju lainnya. Dimana orang kaya semakin kaya dan orang miskin semakin miskin. Kesenjangan yang jauh antara tuan tanah dan kalangan proletar membawa Rusia pada suatu pergolakan pemikiran. Aksi untuk menentang kemapanan dan kebobrokan birokrasi diekspresikan dalam berbagai macam aktivitas. Kalangan rohaniawan pun tidak kalah memiliki andil sebagai penyeimbang di dalam masyarakat yang semakin materialistis. Agaknya, sampai disini kita dapat melakukan penafsiran awal tentang akar-akar sosialisme dan komunisme.

Fyodor Karamazov sebagai Tuan Tanah sekaligus bangsawan kaya yang selalu berbuat seenaknya terbunuh. Kisah terbunuhnya bangsawan bejat ini menarik seisi kota untuk menghadiri persidangan atas kematiannya. Dimitri, anak sulung Fyodor dituding sebagai pembunuhnya, sesuai kesaksian Gregor, pembantu setia Fyodor. Alyosha, si bungsu Karamazov, tidak percaya bahwa Dimitri melakukannya. Alyosha hadir sebagai saksi yang meringankan tuduhan. Lain halnya dengan Ivan, adik Dimitri dan kakak dari Alyosha. Ivan tiba-tiba hadir untuk menyatakan siapa pembunuh ayahnya itu. 

Semljakov, anak dari hasil perkosaan Fyodor dengan seorang perempuan tidak dikenal adalah pelaku pembunuhan itu. Kesaksiannya itu tidak berakibat bagus bagi nasib Dimitri maupun Ivan sendiri. Dimitri tetap dihukum atas tuduhan pembunuhan terhadap ayahnya dan dibuang ke Siberia bersama kekasihnya, Grushenka. Sedangkan, Ivan menjadi gila karena tekanan bertubi-tubi yang muncul dari dalam dirinya. Perlu dicatat, Ivan ini seorang atheis yang tidak percaya sama sekali akan Tuhan. Tuhan tidak ada, katanya. Alyosha kembali pada kehidupannya yang semula sebagai rahib.

Sangat menarik untuk membaca sebuah tafsiran atas sebuah karya masterpiece dunia. Menarik pula untuk melihat bagaimana sebuah buku dengan tebal hampir 800-an halaman lebih dirangkum menjadi kurang dari setengah halaman buku aslinya. Tentu dibutuhkan kejelian dan ketelitian untuk memperingkas semua jalan cerita.

Sejarah Kecil Rusia

Pada intinya, sebagai karya sastra yang ditulis pada masa dimana Rusia tidak lagi mengalami pengekangan atas ekspresi individu, The Karamazov Brothers hadir untuk membawa kembali ingatan pada suatu masa yang telah lama dilewati. Tentang ketidakadilan kehidupan yang dialami sebagian besar masyarakat kecil petani. Kemajuan yang dicapai dalam bidang pertanian hanyalah kedok semata untuk memperkaya kaum bangsawan pemilik tanah. Pemerintah pun tidak mampu berbuat apa-apa karena desakan kaum borjuis yang begitu menggeliat. Agama yang selama ini selalu menjadi penyeimbang antara kebendaan dengan kehidupan kadang hanya menjadi "pelarian" bagi kaum proletar tertindas. Agama hadir sebagai jalan keluar bagi mereka untuk tetap memiliki harapan akan kehidupan yang lebih baik di masa depan.

Melalui komik ini, realitas kehidupan sosial kemasyarakatan Rusia ditampilkan secara sederhana sebagai refleksi atas keadaan pada waktu itu serta imbasnya terhadap pengaruh besar Negeri Tirai Besi pada perkembangan paham sosialisme dan komunisme di seluruh dunia. Tiga bersaudara Karamazov adalah sebuah contoh kecil dari sebuah figur besar yang lazim di Rusia saat itu. Betapa sejarah telah mencatat Revolusi di Rusia telah mengalami beberapa periode dengan pencapaiannya masing-masing sejak kematian Tsar Nicholas II. Sebut saja, misalnya Revolusi Bolsyhevik hingga kemudian glasnost dan prestroika yang merdu didengungkan Mikhail Gorbachev.

Terakhir, Dimitri, Ivan, dan Alyosha; Tiga bersaudara Karamazov ini saya anggap layaknya trio "Tiga Penguak Takdir" Chairil Anwar, Asrul Sani, dan Rivai Apin. Tiga bersaudara ini adalah tokoh utama dalam permainan cerita kehidupan di Rusia, dengan segala permasalahannya dan berusaha menguak takdir masing-masing.

Judul        : Karamazov Bersaudara
Penulis     : Fyodor Dostoevsky, Variety Art Works
Penerbit   : Elex Media Komputindo
Tahun      : 2010
Tebal       : 384 hal.
Genre      : Komik

ditulis kembali
Curug, 22 Mei 2013

Selasa, 21 Mei 2013

Antara Tawa dan Bahaya: Kartun dalam Politik Humor

Menarik untuk mengetahui bahwa akhirnya Seno Gumira Ajidarma menulis lagi soal perkartunan. SGA nampaknya tidak hanya mencoba memberikan insight kepada pembaca mengenai pergulatan makna dan wacana serta ideologi dalam gambar kartun. SGA ingin juga membuka tabir bahwa kartun bisa menjadi sumber pengetahuan melalui pembacaan dan pembongkaran karya para kartunis.


Tokoh kartun yang dibahas cukup lengkap. Mulai dari Si John yang selalu muncul di halaman awal harian Pos Kota dan kemudian mulai tahun 2003 disimpan ke halaman dalam. SGA juga mencermati ideologi dalam kartun Benny & Mice, sejak mereka bersatu hingga perpisahan mereka. Tak lupa, ulasan tentang kartun karya GM Sudarta ikut menjadi bahan perbincangan.

Ada juga tokoh Pak Bei yang menjadi ikon harian Rakyat Merdeka, Pak Tuntung yang ikonik khas Medan versi harian Analisa. Tidak ketinggalan, kartun populer lainnya seperti Mang Ohle yang merepresentasikan kegelisahan dalam budaya tutur masyarakat Sunda. Panji Koming karya Dwi Koen yang kerap muncul di hariann Kompas Minggu, sebagai representasi budaya feodal di negeri kita. Konpopilan, sebagai sahabat yang menemani kartun Panji Koming muncul sebagai representasi kartun pintar bagi mereka yang mampu memahaminya secara kontekstual dan lebih kompleks dari sekedar pemaknaan visual.

Bicara tentang sejarah, SGA juga membahas soal tokoh Put On. Khusus yang ini, saya punya catatan sendiri karena pernah menyitir dari literatur lain tentang Put On sebagai bahas skripsi saya, 2008 lalu.

Beberapa artikel juga mendorong pembaca untuk berpikir bahwa dunia kartun tidak hanya sekedar gambar yang menghibur. Kembali, SGA ingin membawa pembaca kepada pergulatan antar wacana bahkan idelogi dari gambar kartun yang disajikan setiap hari. Lebih jauh, pembaca dapat mencermati sejarah dan hegemoni kartun sebagai representasi sisi lain kehidupan.


Judul        : Antara Tawa dan Bahaya: Kartun dalam Politik Humor
Penulis     : Seno Gumira Ajidarma
Penerbit   : Kepustakaan Populer Gramedia
Tahun      : 2012
Tebal       : 429 hal.
Genre      : Sosial-Budaya


Curug, 21 Mei 2013.

Senin, 06 Mei 2013

Kembang Pete

Ku berikan padamu setangkai kembang pete, tanda cinta abadi namun kere
Ku berikan untukmu sebuah batu akik, tanda sayang batin yang tercekik
semoga hidup kita bahagia.. semoga hidup kita sejahtera..
#kembangpete #iwanfals #storyofasong #5

Ada rasa haru ketika membaca lagi lirik lagu "Kembang Pete" ini. Apalagi, usai membaca buku biografi Iwan Fals terbitan ArRuz Media (2009). Satir yang terasa pelan namun mengakar dalam. Semakin terasa kala membaca kisah personal yang melatarbelakangi penciptaan lagu ini. 



Iwan Fals berhasil mengabadikan potret seorang lelaki kere yang tetap punya keinginan untuk mencintai dan menghargai kekasihnya walau hanya dengan kembang pete dan batu akik. Metafora yang sangat kontras dengan setangkai mawar merah dan batu berlian, perlambang kemewahan. Tidak perlu impian muluk, karena hidup bukan sebuah kepalsuan. Walau begitu, harapan akan masa depan yang lebih indah tetap terjaga. Semoga hidup kita bahagia. Semoga hidup kita sejahtera. Karena kebahagiaan adalah sebuah pencarian.

Barangkali, disinilah kehebatan Iwan Fals. Fenomena sehari-hari yang terkesan miris bagi sebagian orang bisa diangkat menjadi realitas yang menyenangkan. Namun, tetap mengandung sindiran (halus, kasar, apapun bentuknya) bagi sebuah arus utama (mainstream) romantika kehidupan.

Personally, lagu ini saya putar kembali selagi menamatkan pembacaan buku, kurang lebih beberapa hari setelah lebaran 2012. Kesan yang teramat kuat dari lagu ini terlintas ketika memendam sebuah keinginan  pada satu nama. Sayang, dia tidak mau kembang pete belaka.

Paninggilan, 6 Mei 2013.


Kembang Pete
Iwan Fals

Ku berikan padamu
Setangkai kembang pete
Tanda cinta abadi namun kere
Buang jauh-jauh impian mulukmu
Sebab kita tak boleh bikin uang palsu

Kalau diantara kita jatuh sakit
Lebih baik tak usah ke dokter
Sebab ongkos dokter disini
Terkait di awan tinggi

Cinta kita cinta jalanan
Yang tegak mabuk dipersimpangan
Cinta kita jalanan
Yang sombong menghadap keadaan

Semoga hidup kita bahagia
Semoga hidup kita sejahtera

Semoga hidup kita bahagia
Semoga hidup kita sejahtera

Kuberikan padamu sebuah batu akik
Tanda sayang bathin yang tercekik
Rawat baik-baik walau kita terjepit
Dari kesempatan yang semakin sempit

Minggu, 05 Mei 2013

Kangen Indonesia: Indonesia di Mata Orang Jepang

Kumpulan artikel pendek dalam buku ini berisi brief encounter terhadap keindonesiaan kita yang perlahan punah. Menarik untuk mengetahui sudut pandang seorang Jepang terhadap kehidupan seputar Jakarta.


 
Hisanori Kato tiba di Indonesia sebagai peneliti. Objek utamanya adalah tentang Islam di Indonesia. Kato-san mengalami sendiri berbagai peristiwa yang boleh dibilang hanya ada di Indonesia. Semaraknya bulan Ramadhan, lalu tentang bagaimana Islam memberikan persepsi terhadap pemeluknya adalah suatu objek yang menjadi fokus penelitian seorang Kato-san.

Tidak hanya sebatas mengamati, Kato-san pun melakukan wawancara dengan beberapa tokoh Islam, termasuk Gus Dur. Dari Gus Dur, Kato-san belajar banyak mengenai Islam yang disajikan dari sudut pandang seorang Gus Dur.

Sepanjang pembacaan, tulisan Kato-san yang berkesan adalah mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam makna ucapan Insya Allah. Kato-san terkesan dengan ucapan tersebut, karena kalimat 'Insya Allah' itu mengandung suatu nilai keIlahian. Kepasrahan total terhadap rencana Yang Maha Kuasa. Keadaan seperti inilah yang kemudian membuatnya betah berlama-lama di Indonesia. Tentu saja, diluar segala kebiasaan buruk yang kita sudah pahami bersama.

Melalui buku ini, pembaca dihadapkan pada sebuah sudut pandang dalam melihat Indonesia secara lebih dekat. Kato-san tentu berharap tulisannya ini mampu membuat kita belajar dan berkaca. Bahwa dalam mencapai sebuah tujuan bersama diperlukan suatu kesamaan langkah dalam ragam perbedaan identitas yang melingkupi jati diri bangsa. 

Judul        : Kangen Indonesia: Indonesia di Mata Orang Jepang
Penulis     : Hisanori Kato
Penerbit   : Penerbit Buku Kompas
Tahun      : 2012
Tebal       : 144 hal.
Genre      : Sosial-Budaya


Paninggilan, 5 Mei 2013.

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...