Sejarah adalah hal yang selalu menarik untuk diulang kembali. Termasuk, kehadiran buku yang menerbitkan kembali sejumlah artikel bertema sejarah Batavia. Buku ini memuat kembali tulisan-tulisan Frieda Amran dalam Rubrik Wisata Kota Toea harian Warta Kota. Ini merupakan sebuah pengakuan bahwa tulisan-tulisan tersebut memiliki nilai yang bukan hanya sekedar nilai jual tetapi juga nilai-nilai sosio-historis yang menggambarkan suasana tempo dulu di Kota Jakarta.
Frieda Amran tidak hanya menulis tentang kawasan perdagangan yang dulu pernah dikelilingi tempok penanda kota itu. Artikel lainnya juga memotret asal muasal nawa kawasan, bangunan landmark suatu wilayah, tokoh-tokoh, dan tentang budaya, kebiasaan, perilaku, dan potret sosial Jakarta tempo dulu.
Kisah perjalanan "Kapten Woodes Rogers dan Harta Karun Armada Spanyol" jadi cerita pembuka buku ini. Kapten Woodes Rogers adalah pelaut Kerajaan Inggris yang ditugasi menghalau dan merampas muatan kapal-kapal Spanyol yang berlayar dari Amerika Selatan. Alasannya, kapal-kapal Spanyol mengangkut emas dan barang-barang berharga lainnya dari tanah jajahan mereka. Buat saya, cerita itu menegaskan kembali apa yang pernah dikatakan Ibu Guru Sejarah dulu, "Britannia Rules The Waves!".
Cerita yang agak panjang ada pada cerita kedua setelah kejayaan Sang Kapten Woodes Rogers. "Terang Bulan di Laut: Menuju Batavia" adalah kisah petikan dari buku harian seorang dokter berkebangsaan Jerman, dr. Strehler. Ia adalah seorang tenaga medis di sebuah kapal Belanda yang bulak-balik berlayar ke Tropisch Nederland (Belanda Tropis) alias Hindia Belanda. Catatan hariannya itu kemudian terbit pada tahun 1833 sebagai buku berjudul: "Bijzonderheden wegens Batavia en deszelfs omstreken: uit het dagboek gedurende twee reizen derwaarts in 1828-1830 van Dr. Strehler.
Setelah cerita tersebut, penulis mengangkat kisah-kisah lain seputar kehidupan sosial dan budaya masyarakat. Secara rinci namun ringan penulis menceritakan perbedaan yang dialami oleh warga Batavia yang heterogen, kemegahan khas Eropa di khatulistiwa, suasana Passer Baroe (Pasar Baru), kehidupan kesenian di Gedung Kesenian (Schouwburg), suasana malam minggu di Batavia, kenikmatan pijat dan musik, hingga persoalan akomodasi di Batavia tidak luput dari perhatian penulis.
Pada umumnya, buku ini bercerita tentang hal-hal menarik yang terlewatkan dan dilewatkan begitu saja oleh ahli-ahli sejarah, karena untuk penelitian mereka itu tidaklah penting, terlalu ringan atau terlalu rinci. Bagaimana cerita pelaut-pelaut pertama yang berlayar selama delapan bulan di laut lepas sebelum kapal mereka membuang sauh di perairan Sunda Kelapa? Apa yang dimakan di kapal? Apa saja yang dilakukan untuk mengusir kejenuhan dan rasa bosan? Cerita-cerita ringan itu justru memuat gambaran menarik mengenai orang Indonesia sehari-hari. Cerita kehidupan sosial sehari-hari orang Belanda, orang Indo-Belanda dan orang Indonesia di Batavia merupakan bagian sejarah yang tak kalah pentingnya dengan isu penjajahan dan masa pemerintahan Hindia-Belanda.
Buku ini tidak seperti buku-buku sejarah pada umumnya. Penampilannya ringkas, mudah dibaca, dan tidak terlalu tebal (untuk ukuran buku sejarah). Buku ini bisa dibaca sekali duduk hingga tamat. Penulisnya sangat mampu untuk membuat tulisan sejarah yang nyaman tanpa pembaca harus merasa sedang dibebani tugas untuk menamatkan pembacaan karya ilmiah kesejarahan.
Akhir kata, penerbitan kisah-kisah lama ini demi meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kesejarahan, terutama dalam memahami konteks zaman keemasan Batavia yang sempat dianggap sebagai kota yang paling modern di Asia Tenggara sejalan dengan niat mulia untuk membantu meningkatkan kepedulian dan minat pada sejarah dan warisan budaya, khususnya periode emas Batavia. Serta, Sejarah Indonesia umumnya.
Judul : Batavia: Kisah Kapten Woodes Rogers dan Dr. Strehler
Penulis : Frieda Amran
Penerbit : Penerbit Buku Kompas
Tahun : 2012
Tebal : 128 hal.
Genre : Sejarah-Sosial dan Budaya
Penulis : Frieda Amran
Penerbit : Penerbit Buku Kompas
Tahun : 2012
Tebal : 128 hal.
Genre : Sejarah-Sosial dan Budaya
Medan Merdeka Barat, 14 September 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar