Rabu, 08 April 2009

Pada Suatu Pagi

Pada gerimis pertama di Bulan Mei. Dalam kabut tebal menutupi keremangan pagi. Matamu masih terpejam bersama nyanyian pagi dari burung-burung yang hinggap di dahan pohon itu. Engkau masih saja melanjutkan mimpi yang terpenjara karena ruang dan waktu. Selimutmu masih melingkari lekuk tubuhmu, mengingatkanku pada Megan Fox yang telanjang ria didalam selimut kala photoshoot untuk sebuah majalah. Tapi, tentu kau bukan dia. Kau hanyalah kau seorang. Seperti yang ada didalam kepalaku.

Aku beranjak menyambut pagi. Dengan secangkir kopi panas dan roti sisa semalam. Aku duduk di teras sambil menatap kosong pada jalanan yang sepi. Kabut masih ada Cuma tipis saja. Aku biarkan pintu jendela terbuka supaya kau terjaga. Dalam pagi yang seperti ini apa yang akan aku lakukan, aku tidak tahu. Aku hanya ingin menikmatinya saja.

Mendung masih menjagal pagi ini. Aku pikir hujan akan turun sebentar lagi. Aku masuk ke dalam sebentar, ia masih tertidur. Lelap. Rasanya, tak ada beban yang hinggap di matanya. Semoga kedamaian menghiasi tidurnya. Perlahan waktu beranjak. Aku tidak ingin melakukan apa-apa. Aku habiskan kopi dan roti itu. Lumayan, sekedar pengganti sarapan.

Aku ingin menikmati hari liburku ingin dengan santai saja. Entah kenapa aku seperti ingin berjalan-jalan. Baiklah, aku akan jalan keluar sebentar, sekedar menyapa tetangga yang sedang nongkrong di teras sambil baca koran atau menyapu halaman. Tapi, aku harus meninggalkan dia. Tak apa. Hanya sebentar saja.

Aku mengambil jaket. Nyalakan sebatang rokok. Lalu melangkah perlahan menyusuri jalanan yang semakin sepi. Aku lihat banyak penghuni rumah yang sudah bangun. Lampu jalanan sudah dimatikan. Namun, agaknya mereka hanya beraktivitas didalam ruangan saja. AKu masih menghisap rokok yang semakin hambar ini. Aku terhenti pada suatu persimpangan. Ada semacam pos ronda disana. Maka aku duduk sebentar.

Aku tidak sedang merokok. Hanya diam saja termenung sendirian sambil menyandar pada dinding bilik yang basah karena embun. Dalam lembap, seribu tanya menghujam. Tiba-tiba saja aku teringat dia. Dia yang sedang kutinggalkan sendirian di rumah. Dia yang kutinggalkan dalam tidurnya yang hening. Aku belum benar-benar mengenal dia. Siapa dia, darimana asalnya, aku belum tahu. Aku belum tahu apa memang aku yang lupa? Aku tidak yakin.

 

Rasanya kemarin tidak ada seorang perempuan pun yang tidur di kasur itu. Lalu kenapa pagi ini dia ada disitu? AKu malah tambah bingung. Aku benar-benar tidak ingat kejadian semalam. Padahal semalam aku tidak mampir kemana-mana, langsung pulang setelah bekerja. Aku hanya ingat kalau pagi ini aku bangun setelah tertidur diatas sofa. Tak ada perasaan aneh kala melihat dia ada di tempat tidur. Apa yang telah terjadi semalam? Aku bangun sambil masih mengenakan baju yang kupakai seharian kemarin. Lalu, dia masih tertidur dengan pakaian yang lengkap-tidak telanjang. Tidak ada botol minuman hanya ada gelas-gelas bekas minum kopi yang belum dicuci.

Aku masih mereka-reka sambil mengingat beberapa kejadian semalam. Apakah kita semalam memang tidur bersama lalu terpisah setelahnya? Apakah yang benar-benar terjadi semalam? Tidak ada petunjuk. Aku masih tidak yakin. Perasaanku semakin gelisah. Hati kecilku berkata sekedar untuk menenangkan bahwa tidak ada yang benar-benar terjadi.

Aku melangkah pulang. Pagi masih mendung. Gerimis masih turun. Tak ada sinar matahari. Kabut menipis. Burung-burung masih diam di dahan seperti enggan untuk terbang. Perutku mulai lapar, tandanya minta sarapan.

Aku tiba di rumah. Dia masih tertidur. Tidak terganggu dengan jendela yang kubiarkan terbuka. Semakin kutatap wajahnya, semakin aku tidak ingin membangunkannya. Tidak ada yang ingin kulakukan dengannya. Maka aku biarkan saja. Radio kunyalakan, beritanya masih seputar pemilu dan jalanan yang macet. Resiko hidup di kota besar. Televisi...ah tidak ingin aku menontonnya. Lagipula, pag-pagi seperti ini acaranya hanya penuh omong kosong ala selebriti. Aku membuat sarapan pagi. Seperti biasa hanya nasi dan telur dadar saja.

Sepertinya, akan lebih baik jika dia saja yang membuatkan sarapan untukku. Alangkah nikmatnya hidup kalau seperti itu. Tidak perlu lagi melakukannya sendirian. Hahaha. Tapi memang hidupku ya begini ini. Semuanya harus kulakukan sendirian.

Sambil menikmati sarapan, aku terus memandanginya. Cantik juga rupanya. Kau bisa lihat dari alis matanya, lalu lekuk bibirnya. Badannya pun bagus, seperti lekukan Mercy C-Class. Tegas namun lembut. Tapi sayang, aku tidak pernah tahu makhluk seperti apa dia ini. Selesai sarapan, aku mendekatinya. Aku duduk tepat disampingnya. Aku gerakkan tanganku didepan hidungnya. Aku rasakan nafasnya. Artinya, dia ini benar-benar manusia.

Gila. Seorang perempuan yang tidak jelas asal-usulnya tidur di rumah seorang bujangan. Aku tidak takut terhadap pandangan orang yang aneh setiap melihat kasus yang seperti ini. Buatku ini tiada bedanya. Hanya, sekarang ada seorang perempuan yang sedang tertidur di rumahku. Itu saja. Lagipula, aku tidak mengenalnya. Dan yang paling penting, aku tidak melakukan apa-apa dengannya.

Pagi mulai beranjak. Udara mulai menghangat. Kabut perlahan menghilang. Jalanan masih sepi. Mentari mulai nampak, sinarnya masuk lewat jendela kamar. Aku lihat sinarnya menepuk pipi perempuan itu. Ia masih tertidur juga. Sekarang aku yang bingung. Apa yang telah terjadi pada perempuan ini sehingga tidurnya begitu lelap? Pilihlah jawabanmu sendiri, seperti kau memilih wakilmu di Pemilu.


Kelapa Gading-Cijerah, 8 April 2009, 11.22

Tidak ada komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...